BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki dewasa (Rochman, 2005). Remaja menurut WHO mendefinisikan sebagai kriteria biologik dengan ciri individu berkembang mulai saat pertama kali dengan menunjukkan tanda tanda seksual sekunder sampai kematangan seksual. Kriteria remaja sebagai individu yaitu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak kanak menjadi dewasa, kriteria remaja secara sosial ekonomi dimana terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan keadaan yang relative mandiri, dimana batas usia 10-20 tahun usia remaja, sedangkan sensus penduduk 1980 di Indonesia membatasi kriteria remaja 14-24 tahun (Widjarnako,1999). Melihat dari perkembangan psikis masa remaja mencapai puncak emosional sehingga sangat potensial untuk melakukan perbuatan apa saja. Agar dapat diterima oleh masyarakat terutama sebaya meskipun perilaku tersebut tidak sesuai dengan norma yang berlaku misalnya ajakan minum alkohol, mengkomsumsi nerkoba, pergaulan bebas (Hutapea, 1995). Meninjau dari perkembangan remaja tentu kehidupan remaja akan lebih bermakna apabila remaja mendapat arahan positif sehingga remaja akan lebih dapat mengendalikan emosi. Pemberian pengarahan yang sesuai dengan 1
2 dunia remaja misalnya yang berhubungan dengan seksual yang dikemas dalam bahasa yang bisa diterima remaja. Dengan demikian dapat mencegah permasalahan permasalahan perilaku seks yang akan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Pemahaman yang keliru mengenai kekebalan dan ketahanan remaja ditambah faktor faktor lain seperti kemudahan dalam mengakses informasi, lingkungan keluarga yang konduktif ataupun lingkungan yang tidak sehat cenderung memberi dampak yang kurang baik bagi perkembangan remaja. Banyak remaja yang merespon dengan sikap dan perilaku yang kurang wajar bahkan amoral seperti kriminalitas, minum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang dan pergaulan bebas. Negara Inggris salah satu Negara Eropa yang sekuler atau penganut kebebasan 50 % remajanya baik pria maupun wanita sudah pernah melakukan hubungan seks, ada yang melakukan dengan kawan sejenis, ada yang melakukan dengan lawan jenis dan bahkan ada yang melakukan hubungan seks sejak usia 14 tahun (Judy, 2000). Negara Indonesia perlu tidaknya pendidikan kesehatan reproduksi secara formal telah lama menjadi perdebatan sebagian kalangan yang menyetujui berkenyakinan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah akan menirukan perilaku menyimpang yang beresiko yang sering terjadi dikalangan remaja, sementara yang tidak menyetujui beranggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi akan memperburuk keadaan (Wijaya, 2001). Sejak disepakati konsep baru tentang kesehatan reproduksi pada konferensi internasional tentang kependudukan dan pembangunan di Kairo,
3 menghasilkan salah satu program yaitu program kesehatan reproduksi remaja (KRR), yang didasarkan pada alasan dimana remaja di Indonesia usia 10-19 tahun di Indonesia cukup besar (22 %) dari total penduduk, penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang handal dalam rangka mewujudkan keluarga berkualitas (S. Raharjo, 2006). Masyarakat Indonesia umumnya menganggap bahwa seksualitas dan kesehatan reproduksi di nilai masih tabu untuk dibicarakan dengan remaja ada asumsi untuk membicarakan persoalan seksualitas dimasa mendatang, perilaku kesehatan reproduksi remaja saat ini cenderung kurang mendukung terciptanya remaja yang berkualitas, dan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi masih relatif rendah (Anonim, 2005). Hanya sedikit remaja berhadap bahwa seluk beluk tentang seks dapat dipelajari dari orang tuanya. Remaja mencari dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya karena hygiene seks disekolah, membahas dengan teman teman, buku buku tentang seks, atau mengadakan percobaan bercumbu, maturbasi, atau bersenggama gunakan memuaskan keingintahuan mereka (Hurlock, 2001). Sebagai pendamping maka orang tua dapat menjadi panutan teladan dan orang yang istimewa bagi remaja, agar mereka tidak mudah tergoda untuk berperilaku yang merugikan kehidupan remaja berbudaya hidup sehat (Dinawati, 2003). Peran orang tua untuk anak dalam memberikan pengertian yang benar pada anak-anak menjadi penting, karena pengetahuan seks yang masih minim
4 ditambah lagi dengan mudahnya mendapat prasarana untuk melakukan seks. Program pendidikan seksual komprehensip tidak hanya menyangkut faktor faktor biologi tapi juga menyuguhkan informasi dan keterampilan praktis kepada peran remaja mengenai hubungan seks secara itensif sejak dini hingga remaja tidak bisa di tawar (Boyke, 2006). Setelah dilakukan survei dengan memberikan pertanyaan tentang kesehatan reproduksi pada 10 orang dari 1077 siswa SMPN 03 Purwodadi hanya 50% yang bisa menjawab pertanyaan benar maka peneliti berminat mengadakan penelitian tentang hubungan karakteristik remaja, karakteristik orang tua, dengan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja siswa SMPN 03 PURWODADI. B. Rumusan Masalah Dari pernyataan latar belakang di atas dapat ditarik sebuah rumusan masalah yaitu Apakah ada hubungan karakteristik remaja, orang tua, dengan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja siswa SMPN 03 PURWODADI. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan karakteristiker remaja, orang tua dengan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja siswa SMPN 03 PURWODADI. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik remaja (jenis kelamin, teman sebaya).
5 b. Mendeskripsikan karakteristik orang tua (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan. c. Mendeskripsikan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja siswa SMP. d. Menganalisis hubungan jenis kelamin dengan pengetahuan e. Menganalisis hubungan teman sebaya dengan pengetahuan kesehatan reproduksi. f. Menganalisis hubungan umur bapak dengan pengetahuan kesehatan reproduksi. g. Menganalisis hubungan umur ibu dengan pengetahuan kesehatan reproduksi. h. Menganalisis hubungan pendidikan bapak dengan pengetahuan i. Menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan pengetahuan j. Menganalisis hubungan pekerjaan orang tua dengan pengetahuan k. Menganalisis hubungan pendapatan orang tua dengan pengetahuan
6 D. Manfaat Penelitian 1. Peneliti Menambah pengetahuan tentang kesehatah reproduksi remaja dan bisa dijadikan bahan riset berikutnya serta mengaplikasikan ilmu keperawatan maternitas dan komunitas. 2. Perawat Perawat dapat berpartisipasi dalam memberikan informasi yang luas kepada masyarakat khususnya remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi dan pendidikan seks. 3. Sekolah Diharapkan bagi sekolah agar tetap memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dalam kurikulum. E. Bidang Ilmu Bidang ilmu penelitian ini adalah bidang ilmu keperawatan maternitas dan ilmu keperawatan komunitas