BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas yang digunakan untuk menyatakan perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja (adolescence) dalam bahasa inggris, berasal dari bahasa latin adolescere yang memiliki arti tumbuh ke arah kematang. Kematangan yang dimaksud adalah kematangan yang bukan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologi. Secara psikologis remaja adalah usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. Remaja digolongkan menjadi tiga yaitu : remaja awal (10-12 tahun), remaja pertengahan (13-15 tahun), remaja akhir (17-21 tahun) (Kumalasari & Andyantoro, 2012 : 13 14). Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak-anak ke dewasa, yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, agama, kognitif dan sosial (Sarwono, 2013 : 17). Remaja berfokus pada mengambil keputusan, baik di dalam rumah ataupun di sekolah. Remaja ini juga mulai menunjukan cara berfikir logis, sehingga sering menyatakan kewenangan dan standar di masyarakat maupun di sekolah. Remaja juga memulai menggunakan istilah-istilah sendiri dan mempunyai pandangan, seperti: memilih kelompok bergaul dan pribadi seperti apa yang di inginkan, karena remaja ini merupakan masa transisi emosional, yang ditandai dengan perubahan cara melihat dirinya sendiri. Remaja menjadi individu yang sensitif, mudah 1
2 menangis, mudah cemas, frustasi, tetapi juga mudah tertawa. Perubahan emosi menjadikan remaja sebagai individu agresif dan ingin mengetahui hal yang baru. Transisi sosial yang di alami remaja ditunjukan dengan adanya perubahan hubungan sosial dengan meningkatkan waktu untuk berhubungan dengan rekanrekan sebaya mereka. Perubahan fisik dan emosi pada masa remaja juga mengakibatkan perubahan dan perkembangan remaja. Dua bentuk perkembangan remaja yaitu, memisahkan diri dari orang tua dan menuju kearah teman sebaya (Sumiati, 2009 : 21). Perkembangan biopsikososial masa remaja berarti telah mengalami kemataangan fisik, emosi, mental, dan sosial (Zan & Lumongga, 2010 : 163-164). Remaja pada masa ini akan berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana individu tidak merasa lagi berada di bawah tingkatan orang dewasa, akan tetapi sudah berada pada tingkatan yang sama. Periode perkembangan ini remaja akan memantapkan identitas dirinya sebagai individu yang terpisah dengan keluarga, persiapan diri menghadapi tugas-tugas perkembangan berikutnya. Persiapan menentukan masa depannya, dan akan berakhir pada saat mencapai usia matang secara hukum. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa pubertas menuju masa dewasa. Perbedaan dari anak-anak, remaja berusaha memahami siapakah dirinya, bagaimanakah sifat-sifatnya, apa yang hendak diraih dalam hidupnya. Remaja memiliki penghayatan mengenai siapakah mereka dan apa yang membedakan dirinya dari orang-orang lain. Lundborg berpendapat tingginya perasaan juga menyebabkan seseorang menjadi kecanduan dan ditemukan resiko kematian berdasarkan hasil penelitian memiliki perubahan yang signifikan dan perasaan negatif pada sikap perokok (Lundborg, 2007 : 231). 2
3 Harga diri adalah evaluasi keseluruhan seseorang atau pandangan seseorang akan diri sendiri (Pamela, 2006 : 16). Setiap manusia memiliki harga diri termasuk pada remaja juga memiliki harga diri yang di dorong oleh beberapa faktor seperti : orang tua, teman sebaya, lingkungan, iklan, dll. Harga-diri didefinisikan sebagai suatu evaluatif global mengenai diri sendiri. Harga-diri (self-esteem) pada remaja sering disebut juga sebagai martabat-diri (self-worth) atau gambaran-diri (self-image), merupakan suatu dimensi dari. Individu mendapatkan nilai harga-diri melalui persepsi yang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Harga-diri mencerminkan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan realitas (Santrock, 2007 : 177 185). Menurut Santrock, harga-diri remaja dapat mengindikasikan persepsi mengenai menarik atau tidaknya dirinya, meskipun persepsi itu mungkin tidak tepat (Santrock, 2007 : 185). Penilaian tinggi terhadap diri sendiri adalah penilaian terhadap kondisi diri dengan menghargai kelebihan, memahami potensi diri, dan menerima kekurangan yang ada dalam dirinya. Suatu penilaian rendah terhadap diri sendiri adalah penilaian tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri sendiri, tidak menghargai kelebihan diri, dan selalu melihat dirinya sebagai sesuatu yang selalu kurang. Dengan demikian, harga-diri yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat atau benar mengenai mertabatnya sebagai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan pencapaiannya. Perkembangan harga diri pada anak remaja bergantung pada tingkat ketertarikan dan penerimaan teman sebayanya. Masa-masa remaja, sebagian besar anak muda akan bergumul dengan kemandirian dan kebebasannya sendiri, ingin membuat keputusan sendiri serta suka mengetes batasan 3
4 dari otoritas seseorang, ingin mengekspresikan diri sendiri, dan merasakan kuatnya tekanan pergaulan teman sebaya. Rokok adalah lintingan tembakau yang dihisap sebagai bagian dari ritual pemujaan terhadap dewa dan roh pada masa lalu oleh bangsa indian di Amerika Serikat. Lintingan tembakau sekarang disebut sebagai rokok. Benda yang menyuburkan sebuah lahan industri yang paling menguntungkan, sekaligus paling kontroversial. Rokok menjadi sebuah simbol kenikmatan saja tidak lebih, yang demi mencapai kenikmatan itulah, ratusan juta manusia dibumi ini baik dari laki-laki dan perempuan memutuskan untuk terus menghisap rokok. Merokok adalah suatu kebiasaan (habituation) dan bukan satu ketergantungan (Husaini, 2007 : 123). Fenomena merokok biasanya mulai dilakukan selama masa kanak-kanak dan masa remaja, di kalangan remaja merokok bukan menjadi hal asing lagi. Hal ini didukung oleh pernyataan Shaniya dan Sharma bahwa semua orang perokok yang telah dewasa hampir semua melalukan eksperimen sebelum usia mereka 18 tahun (Shaniya & Sharma, 2012 : 372). Gajdosova et al berpendapat banyak faktor yang mempengaruhinya diantara lain adanya suatu dorongan dari teman sebaya sebagai penciptaan harga-diri serta persepsi yang salah akan adanya merokok dikalangan remaja sebagai trend di zaman modern (Gajdosova, 2009 : 183). Joffer et al (2014) menyebukan adanya beberapa faktor yang mendorong seseorang menjadi perokok yaitu : faktor sosial demografis, faktor faktor lingkungan, dan faktor perilaku. faktor sosial demografis menemukan bahwa masalah sosial sulit dijelaskan, serta berbeda dengan faktor sosial ekonomi. Sosial demografis merupakan meliputi gender dan tempat tinggal remaja. Faktor lingkungan juga merupakan suatu masalah yang timbul karna yang dimaksudkan yaitu terpengaruh teman, dan dalam interaksi keluarga menjadi kunci utama untuk menjauhkan diri dari perilaku merokok. 4
5 Faktor diri sendiri menjelaskan bahwa rendahnya harga diri dapat mendorong seseorang untuk melakukan perilaku merokok. Faktor perilaku juga menjadi pendorong seseorang untuk merokok yaitu, apabila pengguna alkohol maka akan ada juga perilaku merokok pada individu tersebut. Maka dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor untuk mendorong seorang individu melakukan kegiatan merokok (Joffer, 2014 : 1-2). Hasil penelitian yang dilakukan di negara Swedia ini juga menunjukan bahwa dari usia 12-13 tahun terdapat 3,3% dan pada usia 17-18 tahun, remaja mengalami peningkatan sebanyak 25,1% yang terjadi pada 2,8% laki-laki serta 1,4% wanita dari data pengguna rokok. Dengan hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut dengan rendahnya informasi dari orang tua, rendahnya kesadaran keluarga, rendahnya penilaian diri tentang kesehatan rendahnya harga diri, rendahnya sikap negatif terhadap rokok (Joffer, 2014 : 4). Penelitian terdahulu juga menyebutkan bahwa Gajdosova yang dilakaukan di Netherlands dengan hasil sebanyak 11,1% laki-laki serta sejumlah 12,6% wanita yang melakukan perilaku merokok setiap hari 6-10 batang, sebanyak 15 batang rokok perhari juga dilakukan pada 3,4% laki-laki dan 0,8% wanita pada responden. Data yang diperoleh yaitu pada wanita serta laki-laki mengalami tingginya penjelajahan pada diri individu, terdapat gangguan emosi/perasaan, rendahnya penilaian positif terhadap harga diri dengan tingginya nilai penilaian negatif pada harga dirinya, tingginya arti kehidupan namun juga rendahnya pengendalian (Gajdosova, 2009 : 187). Penelitian dilakukan pada remaja usia 15-16 tahun sebanyak 0,425% sedangkan pada usia 17-18 tahun terdapat 0,384% dengan nilai keseluruhan usia yang merokok yaitu 0.406% (Lundborg, 2007 : 227). Hal ini sama terjadi peningkatan jumlah perokok di Indonesia disebabkan oleh mudahnya memperoleh rokok, tidak adanya batasan umur yang melarang orang 5
6 membeli rokok, kapan pun dan dimana pun mereka membeli rokok selalu tersedia. Hasil survey Riskesdas tahun 2007 menunjukkan angka 34,2%. Pada tahun 2010 hasil dari Riskesdas menunjukkan angka 34,7%. Pada tahun 2013 Riskesdas mengeluarkan hasil survey yang menunjukkan angka 36,3% yang sama dengan kelompok usia tahun. Proporsi menurut Rikesdas 2013 pada provinsi jawa timur sebanyak 23,9% yang masih menjadi perokok aktif. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2011 juga menunjukan bahwa data proporsi perokok pada tahun tersebut sebanyak 67,0% lakilaki dan perempuan sebanyak 2,7% (Rikesdas, 2013 : 170). Global Adult Tobacco Survey (GATS) juga merilis dalam kompasiana yang di keluarkan pada tanggal 12 september 2014 menyatakan bahwa Indonesia menjadi peringkat ke 3 di dunia dengan 65 juta penduduk indonesia menjadi perokok aktif, dan 270 milliar rokok dibakar tiap tahun (Effendi, 2015). Ini menunjukan peningkatan yang cukup tajam terhadap kenaikan perokok di Indonesia. Hasil data Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengkonsumsi rokok pada tiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini menjadi suatu yang lumrah karna mengingat rokok tersebut mudah diperoleh dimana saja serta tidak terdapat batasan usia sebagai pengkonsumsinya. Ini juga didukung oleh kurangnya informasi dari orang terdekat mereka, seperti orang tua dan cara bergaul dengan teman sebaya mereka yang dapat mendorong perilaku merokok pada remaja. Penyelesaian yang diberikan Gajdosova dalam penelitiannya individu diberikan intervensi untuk mengatasi isu, memberikan rencana, dan pengertian tentang emosi individu (Gajdosova, 2009 : 190). Penyelesaian yang hampir sama diberikan oleh Shaniya & Sharma dalam penelitiannya diberikan upaya program merokok dan komunikasi untuk upaya pencegahan pada remaja (Shaniya & Sharma, 2012 : 372). Penelitian terbaru yang diberikan oleh Joffer yaitu hasil yang sama 6
7 dengan penelitian Shaniya & Sharma yaitu diberikan usaha promosi pencegahan pada remaja. Dengan melibatkan orang tua, pihak sekolah, perkumpulan para remaja dan peraturan yang diterima oleh semua pihak. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tentang hubungan self-esteem dan persepsi tentang penggunaan rokok dengan intensi merokok pada remaja dengan cara turun pada lingkungan berkumpul murid SMK KARTIKA-IV didapatkan data yang juga menunjukan banyaknya remaja yang melakukan hal merokok dikarnakan berawal mengikuti teman yang terus menjadi kebiasaan namun juga banyaknya beberapa orang tua yang juga tidak memberikan informasi tentang merokok sehingga mereka melakukan perilaku merokok tidak dalam lingkup keluarga. Hasil yang sama saya dapatkan pada salah satu guru yang mengajar pada sekolah tersebut dengan hasil tidak dipungkiri kalau semua anak laki-laki kebanyakan merokok. Maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan merokok diawali karna banyak faktor dari hal diri sendiri serta karna lingkungan. Kesimpulan remaja merupakan masa dimana seorang anak akan mengalami beberapa perkembangan yang akan berdampak pada perubahan biologis, psikologis, serta pola pikir yang berbeda-beda tergantung dengan informasi yang mereka dapatkan. Hal ini mengakibatkan dimana informasi yang didapat kan oleh remaja akan dicerna sebagai persepsi yang menimiliki dampak pada tinggi dan rendahnya yang dimiliki seorang remaja. Terdapatnya tinggi serta rendahnya harga diri pada remaja akan mengacu pada perilaku remaja sendiri yang dapat perupa perilaku positif atau negatif. Penelitian ini ingin mengetahui seberapa rendahnya harga diri pada remaja yang menimbulkan perilaku negatif seperti merokok yang akan diteliti. 7
8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu adakah Hubungan Antara Self Esteem dengan Intensi Merokok Pada Remaja?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Antara Self Esteem tentang Penggunaan Rokok dengan Intensi Merokok Pada Remaja. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui self-esteem tentang penggunaan rokok pada remaja di SMK KARTIKA-IV 2. Mengetahui intensi merokok pada remaja di SMK KARTIKA-IV 3. Mengidentifikasi hubungan self esteem dengan intensi merokok pada remaja di SMK KARTIKA-IV 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Mengimplikasikan dan menerapkan pengetahuan tentang mata kuliah riset keperawatan serta dapat menambah wawasan, pemahaman dan informasi tentang remaja melalui hubungan antara Self Esteem dengan intensi merokok pada remaja. 1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan Sebagai masukan bagi bidang ilmu keperawatan tentang apa yang peneliti lakukan agar menampah informasi bagi keperawatan komunitas tentang remaja dan perilaku. 8
9 1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Bagi institusi pendidikan diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu pengetahuan tentang Self- Esteem remaja dengan intensi merokok. 1.4.4 Bagi lembaga pendidikan Sebagai informasi sehingga dapat dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan pengetahuan dan pendekatan kepada remaja yang membutuhkan informasi yang mungkin tidak di dapatkan di dalam lingkungan keluarga agar menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk kesehatan masa depan generasi bangsa ke depannya. 1.4.5 Bagi Peneliti lain Diharapkan bagi peneliti lain agar ilmu yang dilakukan peneliti bisa memberikan gambaran, informasi, serta pengetahuan baru sehingga dapat mengembangkan penelitian ini yang lebih mendalam. 1.5 Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ferrante et al (2013) dengan judul prevalence of smoking habits, attitudes, knowledge, and beliefs among health professional school students : a cross sectional study. Desain penelitian menggunakan besar sampel 422 responden. Metode penelitian ini adalah cross-sectional. hasil penelitian ini dianalisa berdasarkan analisis multivariat. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa hasilnya terfokuskan untuk perhatian dan pelatihan berhenti merokok. Perbedaan penelitian ini 9
10 dengan penelitiaan sebelumnya adalah peneliti ingin mengetahui prevalensi merokok, kebiasaan, sikap, pengetahuan, dan keyakinan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Ade Maya Azakiyati (2012) dengan judul hubungan antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok di SMK Putra Bangsa. Desain penelitian yang digunakan adalah korelasi dengan besar sampel 109 responden. Metode sampling penelitian ini adalah kuesioner. hasil penelitian ini dianalisa berdasarkan analisis univariat dan analisi bivariat. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Perbedaan penelitian ini dengan penelitiaan sebelumnya adalah peneliti ingin mengetahui karakteristik persepsi remaja, harga diri, serta hubungan antara persepsi dengan harga diri. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Barati et al (2015) dengan judul factor associated with tobacco smoking among male adolenscents : the role of psychologic, behavioral, and demographic risk factor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan besar populasi 810 remaja laki-laki. Metode sampling penelitian ini adalah random sampling. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor risiko psikososial, perilaku, dan demografi status merokok remaja. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Monica Virly (2013) dengan judul hubungan persepsi tentang bahaya merokok dengan perilaku merokok pada karyawan PT. Sintas Kumara Perdana kawasan industri pupuk kujang cikampek. Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan cross sectional study dengan besar populasi seluruh karyawan yang merokok dan tidak merokok. Metode sampling penelitian ini adalah purposive sampling. hasil 10
11 penelitian ini dianalisa berdasarkan analisis univariat dan analisi bivariat. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang bahaya merokok dengan perilaku merokok pada karyawan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitiaan sebelumnya adalah responden remaja SMA serta hubungan harga diri dan persepsi pada remaja. 11