BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia hingga saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan makin meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun. Di Indonesia kejadian diare diperkirakan sebesar 40-50% pertahun, dengan episode diare satu/dua kali setiap tahun. Hasil survey subdit diare angka kesakitan diare semua umur tahun 2000 adalah 301/1000 penduduk, tahun 2003 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah 423/1000 penduduk. Secara proporsional kejadian diare pada golongan balita sebesar 55%. Dengan kematian balita akibat diare sebesar 75,3 per 100.000 kejadian diare (Depkes, 2008). Angka kejadian diare di Jawa Tengah hampir menyebar di berbagai wilayah kabupaten maupun kota, sebanyak 633 desa dinyatakan sebagai endemis diare. Sebagian besar dari para korban adalah anak-anak. Umumnya korban mengeluh sakit perut, buang air besar dan lemas. Sebagian besar korban diare berasal dari daerah yang masyarakatnya kurang memperhatikan kebersihan lingkungan (Krisna, 2004). Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, yang terdiri dari sarana air bersih, kepemilikan jamban, pembuangan sampah dan kepemilikan sarana pembuangan air limbah. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare. Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare, namun hasilnya belum sesuai yang diharapkan. Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian diare. Faktor yang diduga erat dengan kejadian diare adalah faktor 1
2 sanitasi lingkungan seperti air bersih dan jamban serta faktor perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) oleh masyarakat. PHBS seperti mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, menyajikan, menyimpan makanan dan minuman, serta sanitasi air minum merupakan salah satu faktor penyebab terjadinyan diare terutama pada anak umur 1-2 tahun (Ngastiyah, 1997). Perilaku hidup bersih dan sehat yang salah satunya mencuci tangan merupakan faktor yang mempunyai kontribusi besar dalam menurunkan angka kejadian diare. Menurut Depkes (2009) 45% penyakit diare dapat dicegah dengan mencuci tangan. Secara teori tangan merupakan jalur penularan atau penghantar utama masuknya kuman ke dalam tubuh manusia, salah satunya kuman penyebab diare. Kejadian diare pada balita sangat erat kaitannya dengan perilaku sehat keluarga, sehingga kajian terhadap perilaku sehat keluarga terhadap kesehatan balitanya perlu dilakukan guna memberi tolak ukur mekanisme pencegahannya. Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku kesehatan adalah bentuk respon seseorang terhadap stimulus berupa sakit dan penyakit, makanan dan minuman serta lingkungan. Dalam praktik program kesehatan selalu bersinggungan dengan perilaku. Aspek perilaku merupakan faktor resiko dari semua masalah kesehatan. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa perilaku kesehatan terukur dari 3 domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau perilaku. Dalam penelitian ini yang akan diukur adalah sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Diterapkannya perilaku hidup bersih dan sehat oleh keluarga akan menentukan status kesehatan balitanya. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan pengasuh, pelindung dan pendidik yang selalu berada dekat dengan balitanya. Dengan kata lain perilaku keluarga yang bersih dan sehat dapat melindungi balitanya dari bahaya penyakit, termasuk penyakit diare. Di Kabupaten Pekalongan penyakit diare mulai mewabah, hal tersebut terlihat di Rumah Sakit Umum Daerah Kraton. Di bangsal anak, penderita 2
3 yang masih dirawat mencapai 30% dari total pasien yang ada. Penderita diare harus mendapat pertolongan agar tidak mengalami kekurangan cairan. Selain penanganan pada pasien, masyarakat juga dihimbau untuk melakukan pencegahan terhadap merebaknya penyakit tersebut. Hal itu dilakukan dengan menetapkan pola hidup sehat, terutama berkaitan dengan kebersihan makanan dan lingkungan. Dan yang terpenting apabila seseorang terkena diare, sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. (Warsito, 2006). Di tingkat Puskesmas kejadian diare hampir menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Pekalongan. Salah satu Puskesmas yang endemis adalah Puskesmas Lebakbarang. Berdasar data yang ada, jumlah kasus diare pada balita dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan, yakni tahun 2007 sejumlah 221, tahun 2008 sejumlah 228 dan tahun 2009 sebanyak 264 kasus. Dalam 3 tahun terakhir diare juga mengalami tren kenaikan dalam urutan 10 besar penyakit. Tahun 2007 diare menempati 5 besar dari 10 besar penyakit yang ada di wilayah Puskesmas Lebakbarang. Tahun 2008 naik menjadi 4 besar dan puncaknya tahun 2009 naik menjadi 3 besar. Wilayah Puskesmas Lebakbarang terdiri dari 11 desa. Desa yang 3 tahun berturut-berturut dengan jumlah kasus diare pada balita terbanyak adalah desa Lebakbarang. Tahun 2007 sebanyak 74, 2008 sebanyak 64, 2009 sebanyak 79 kasus. Tahun 2010 data bulan Januari Agustus sebanyak 72 kasus. (Laporan P2 Diare Puskesmas Lebakbarang Kabupaten Pekalongan, 2010). Data jumlah penduduk tahun 2009 di Kecamatan Lebakbarang berjumlah 12.828 jiwa. Jumlah rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 1552 (53,24%) dari 2859 keluarga yang dipantau. Jumlah kepala keluarga (KK) yang menggunakan jamban yang memenuhi syarat sebanyak 42,03%. Jumlah KK dengan kondisi sarana pembuangan air limbah yang memenuhi syarat ada 34%. Di wilayah Kecamatan Lebakbarang tidak terdapat tempat pembuangan sampah sementara. Pada tahun 2009 jumlah tempat pengelolaan makanan (TPM) yang diperiksa sebanyak 91 TPM dan yang memenuhi syarat hanya 54 TPM (52,63%). Sedangkan pelayanan 3
4 hygiene dan sanitasi di tempat umum yang memenuhi syarat sebanyak 52,40%.(Profil Kesehatan Puskesmas Lebakbarang, 2009). Berdasar studi pendahuluan tentang PHBS yang dilakukan pada tanggal 11-12 Agustus 2010 pada 10 ibu yang memeriksakan balitanya di Puskesmas Lebakbarang, di dapat hasil bahwa sebagian besar (60%) ibu dalam menjawab pertanyaan tentang pengetahuan PHBS mendapat skor 7-9. Untuk meningkatkan kesehatan lingkungan seperti hygiene dan sanitasi dipengaruhi oleh kebiasaan dan cara hidup masyarakat. Seperti halnya dengan kejadian diare di wilayah Puskesmas Lebakbarang. Tingginya angka kejadian diare pada balita tanpa diimbangi perilaku hidup bersih dan sehat dapat meningkatkan resiko bertambahnya angka kejadian diare di wilayah tersebut. Berdasar data dan fenomena di atas maka perlu dikaji lebih mendalam apakah ada perbedaan pengetahuan PHBS pada keluarga yang balitanya mengalami diare dengan yang tidak diare di Desa Lebakbarang Kabupaten Pekalongan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di wilayah Puskesmas Lebakbarang Kabupaten Pekalongan yang meliputi jumlah rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 53,24 %, jumlah KK yang menggunakan jamban yang memenuhi syarat sebanyak 42,03 %, jumlah KK dengan kondisi sarana pembuangan air limbah yang memenuhi syarat hanya 34 %, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengkaji permasalahan tersebut. Untuk kepentingan ini maka dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu Adakah perbedaaan pengetahuan PHBS pada keluarga yang balitanya mengalami diare dengan yang tidak diare di Desa Lebakbarang Kabupaten Pekalongan. 4
5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan PHBS pada keluarga yang balitanya mengalami diare dengan yang tidak diare di Desa Lebakbarang Kabupaten Pekalongan. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pengetahuan PHBS keluarga yang balitanya mengalami diare. b. Mendeskripsikan pengetahuan PHBS keluarga yang balitanya tidak mengalami diare. c. Menganalisis perbedaan pengetahuan PHBS pada keluarga yang balitanya mengalami diare dengan yang tidak diare. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Keluarga balita Menambah wawasan dan pengetahuan keluarga tentang kejadian diare dan pencegahannya dengan berperilaku hidup bersih sehat. 2. Puskesmas Lebakbarang dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan Sebagai masukan bagi Puskesmas Lebakbarang dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan dalam peningkatan pengetahuan PHBS serta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan program pemberantasan penyakit diare terutama pada balita. 3. Perawat Sebagai referensi dalam meningkatkan pelayanan promosi kesehatan, khususnya pengetahuan PHBS. 4. Peneliti Mengetahui perbedaan pengetahuan PHBS pada keluarga yang balitanya mengalami diare dengan yang tidak diare di Desa Lebakbarang Kabupaten Pekalongan dan sebagai referensi penelitian selanjutnya. 5
6 E. Bidang Ilmu Bidang ilmu yang digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu keperawatan komunitas. 6