BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah. melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. individu. Interaksi yang utama dan paling sering terjadi adalah interaksi

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Sepanjang masa hidupnya, manusia mengalami perkembangan dari sikap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI JURUSAN IPS SMA PGRI 2 KAYEN TAHUN AJARAN 2008/2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS X UPTD SMAN 1 MOJO KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

I. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku untuk mencapai kematangan emosi. Emosi itu sendiri merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia (terjemahan Kartono, 2001:163). Emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa melainkan mengelola perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif. Emosi memainkan peran yang sedemikian penting dalam kehidupan, maka penting diketahui proses perkembangan dan pengaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi dan sosial. Perkembangan remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, ketika ketegangan emosi meninggi yang diakibat perubahan fisik dan kelenjar. Emosi yang meninggi dikarenakan remaja berada di bawah tekanan sosial, dan selama masa kanak-kanak, mereka kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Sebagian dari mereka memang mengalami ketidakstabilan emosi sebagai dampak dari pola asuh, penyesuaian diri dan sosial (Hurlock, 1999: 212-213). 1

2 Menurut Biehler yang ditulis dibukunya menjelaskan ciri-ciri perkembangan emosi remaja usia 15-18 tahun (Sunarto & Agung, 2008: 156): a. Pemberontak remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal masa kanak-kanak ke dewasa. b. Bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua mereka. Mereka mungkin mengharapkan simpati dan nasihat dari orang tua atau guru. c. Remaja pada usia 15-18 tahun seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak diantara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu. Usia 15-20 tahun menurut Rousseau, (1712-1778) bahwa usia tersebut merupakan masa kesempurnaan remaja dan merupakan puncak perkembangan emosi (Sarlito, 2004:23). Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongandorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih/murung); sedangkan remaja akhir, sudah mampu mengendalikan emosinnya (Yusuf, 2007:196-197).

3 Mencapai tingkat kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam arti kondisinya diwarnai oleh hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka remaja cenderung dapat mencapai kematangan emosionalnnya. Sebaliknya, apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya, mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan atau ketidaknyamanan emosional (Yusuf, 2007:197). Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remaja tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain, melainkan menunggu waktu yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima. Petunjuk kematangan emosi yang lain adalah bahwa individu menilai situasi secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang (tingkat kematangan emosi rendah atau tidak dapat menahan emosinya sendiri). sehingga, remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain, seperti dalam periode sebelumnya (Hurlock, 1999:213).

4 Untuk mencapai tingkat kematangan emosi yang bagus, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi sebagaian oleh rasa aman dalam hubungan sosial dan sebagian oleh tingkat kesukaannya pada orang sasaran (yaitu remaja mau mengutarakan berbagai kesulitannya, dan oleh tingkat penerimaan orang sasaran itu) (Hurlock, 1999:213). Dalam menghadapi ketidaknyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang mereaksi secara defensive (membela diri), sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya. Reaksi itu tampil dalam tingkah laku tidak mampu menyesuaikan diri (maladjustment), seperti; 1) agresif: melawan, keras kepala, bertengkar, berkelahi dan senang mengganggu; dan 2) melarikan diri dari kenyataan: melamun, pendiam, senang menyendiri, dan meminum-minuman keras atau obat-obat terlarang (Yusuf, 2007:197). Hurlock, (1997) Keluarga merupakan elemen sosial pertama dan yang utama bagi anak untuk tumbuh, berkembang dan berinteraksi. Keluarga memiliki pengaruh yang cukup besar bagi pembentukan dan perkembangan kepribadian anak, terutama orang tuanya. Banyak hal dalam keluarga, yang berpengaruh kepada perkembangan kepribadian anak, diantaranya cara-cara orang tua dalam memperlakukan anak atau yang lebih dikenal dengan pengasuhan orang tua kepada anaknya (Casmini, 2007:1). Pengasuhan tidak hanya sebatas cara orang tua memperlakukan anaknya dengan baik, akan tetapi lebih kepada cara orang tua mendidik, membimbing dan

5 mendisiplinkan serta melindungi anak dalam menuju proses kedewasaan sehingga terbentuk norma-norma yang dikehendaki masyarakat secara umum. Pengasuhan anak merupakan cara orang tua berinteraksi dengan anak yang didalamnya terdapat pemberian aturan, hadiah, hukuman, pemberian perhatian, serta tanggapan terhadap perilaku anak. Tujuan pengasuhan untuk mendidik anak agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya atau dapat diterima oleh masyarakat. Pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan kedekatan dan kasih sayang antara anak dengan orang tuanya atau sebaliknya, adanya penerimaan dan tuntutan dari orang tua untuk melihat cara orang tua menerapkan disiplin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola asuh orang tua yang otoriter dengan sikap remaja terhadap teman sebaya, yang artinya semakin tinggi pola asuh orang tua otoriter semakin negatif sikap remaja terhadap teman sebaya, dan sebaliknya semakin rendah pola asuh otoriter, maka semakin positif sikap remaja terhadap teman sebaya (Khusnawati, 2014:68). Bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan sikap remaja terhadap teman sebaya di SMA Islam Duduksampeyan Gresik, yang artinya semakin tinggi pola asuh otoriter semakin negatif sikap remaja terhadap teman sebaya, dan sebaliknya semakin rendah pola asuh otoriter, maka semakin positif sikapremaja terhadap teman sebaya. Berdasarkan hasil data dari penelitian lain bahwa ada hubungan persepsi terhadap pola asuh otoriter orang tua dengan kecenderungan pemalu (shyness) pada remaja awal, yang artinya semakin besar persepsi remaja

6 awal terhadap pola asuh otoriter orang tua maka akan semakin besar pula kecenderungan shyness yang akan mereka alami (Rahmania. 2007: 25-26). Aplikasi pengasuhan orang tua, didalamnya terdapat gaya pola asuh. Salah satu aspek pengasuhan adalah membentuk kepribadian anak yang didalamnya juga menyangkut masalah emosi anak. Usia dini pada anak merupakan hal yang paling penting untuk menanamkan nilai-nilai norma dan pendidikan pada anak. Baumrind, (1971) Beberapa model konsep pengasuhan orang tua bisa menjadi pilihan yang tepat untuk pembentukan kepribadian yang didalamnya menyangkut pembentukan emosi antara lain model konsep pengasuhan indulgent (sangat sabar) orang tua yang sangat menerima namun tidak pernah ada tuntutan, kedua model pengasuhan otoritatif (pemberi wewenang) orang tua yang penerimaan dan tuntutannya terhadap anak sama tingginya, ketiga model pengasuhan otoriter, orang tua yang sangat menuntut anaknya, keempat model pengasuhan indeferent (acuh tak acuh) orang tua yang tidak pernah menuntut maupun tidak menerima anaknya (Casmini, 2007:50). Chabib Thoha menjelaskan bahwa Pola Asuh orang tua merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Kohn (1971) berpendapat yang dikutib oleh Chabib Thoha; mengemukakan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak

7 (Casmini, 2007:47). Dengan demikian yang dimaksud dengan Pola Asuh Orang Tua adalah cara mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pola pengasuhan yang baik dari orang tua belum tentu dapat diterima secara baik oleh anak. Hal ini tergantung sepenuhnya pada pemahaman anak terhadap tujuan atas perlakuan yang diberikan oleh orang tuanya. Positif atau negatifnya sebuah penilaian/pemahaman terhadap pola asuh tersebut tergantung pada bagaimana anak memandang pola asuh sebagai stimulus yang responnya juga tergantung dari pemahaman anak itu sendiri. Penilaian dari berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknnya suatu persepsi (Rahmania. 2007: 25-26). Rahmat (2008) mendefinisikan persepsi sebagai suatu pengalaman terkait sebuah obyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan. Persepsi merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk memberi penilaian atas suatu obyek yang dihadapi, obyek persepsi disini adalah pola asuh (Sobur, 2013:446). Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris (Walgito, 2003: 87). Sebelum anak mengenal lingkungan yang lebih luas, anak terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Karena sebelum anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat umum, pertama kali anak menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya (Sarlito, 2004:113).

8 Kepribadian ini terlihat dari perilaku remaja pada saat berada di sekolah. Sekolahan telah menerapkan tata tertib dengan tujuan agar remaja terbiasa bersikap disiplin dan menghormati peraturan-peraturan yang ada. Namun masih ada remaja yang sering melakukan pelanggaran disekolah SMA Negeri 1 Gresik. Berikut adalah data dari siswa yang melanggar di sekolah SMA Negeri 1 Gresik: Tabel 1. Data Jumlah Pelanggaran Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Gresik Pada Tahun 2015-2016 Kelas September Oktober November Desember Januari Febuari X-C1 2-3 - 2 7 X-IPS 1 2 3 - - 2 - X-IPS 2 3 3 3-7 1 X-IPS 3-2 3-2 - X-MIPA 1 3 1 6 1 1 1 X-MIPA 2 4 3 3 1 7 2 X-MIPA 3 6 3 3 1 3 1 X-MIPA 4 2 3 3-5 3 X-MIPA 5 6 4 6-2 3 X-MIPA 6 8 1 4 2 5 4 X-MIPA 7 5 3 3-2 2 Jumlah 41 26 37 5 38 24 Sumber : SMA Negeri 1 Gresik. Tabel 2. Data Jumlah Pelanggaran Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Gresik Pada Tahun 2015-2016 Kelas September Oktober November Desember Januari Febuari XI-C1 2-3 - 3 5 XI-IPS 1 2 5 1-1 2 XI-IPS 2 1 2 2-6 3 XI-IPS 3 4-1 - 1 - XI-MIPA 1 2 1 1-1 3 XI-MIPA 2 3 2 5 1 5 2 XI-MIPA 3 1 4 4-5 2

9 XI-MIPA 4 5 6 5-6 3 XI-MIPA 5 1 2 3 1 2 6 XI-MIPA 6 2 4 4-2 3 XI-MIPA 7 3 3 5-3 2 Jumlah 26 29 34 2 35 31 Sumber : SMA Negeri 1 Gresik. Tabel 3. Data Jumlah Pelanggaran Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Gresik Pada Tahun 2015-2016 Kelas September Oktober November Desember Januari Febuari XII-IPS 1 3 5 3-2 - XII-IPS 2 5 4 2-9 2 XII-MIPA 1 7 5 2 2 7 3 XII-MIPA 2 4 1 2 1 7 3 XII-MIPA 3 3 4 3 4 2 1 XII-MIPA 4 4 4 4-6 3 XII-MIPA 5 4 6 1 1 4 2 XII-MIPA 6 9 5 7-2 6 XII-MIPA 7 4 4-1 4 - XII-MIPA 8 3 1 6 3 2 5 Jumlah 46 39 30 12 45 25 Sumber : SMA Negeri 1 Gresik Keterangan: Jenis-jenis pelanggaran : - terlambat masuk sekolah. - lupa bawa seragam ganti. - atribut seragam. - membeli minuman saat jam pelajaran sekolah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dilapangan yang peneliti peroleh pada tanggal 6 Agustus 2012 kepada siswa SMA Negeri 1 Gresik, pada kematangan emosi remaja usia 15-16 tahun, ada 10 dari sekitar 2000 remaja yang berperilaku kurang sesuai dengan norma di SMA Negeri 1 Gresik menurut penjelasan dari pak Ale selaku guru BK di SMA Negeri 1 Gresik Banyak siswa dan siswi yang melanggar tata tertib di sekolah seperti tidak adanya kedisiplinan

10 siswa, memakai seragam yang tidak sesuai dengan jadwal, atribut-atribut seragam yang tidak lengkap, kurang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas sekolah, sering terlambat kesekolah. Keadaan ini timbul karena kurangnya pengendalian diri (emosi) pada remaja, sehingga membuat remaja kurang memiliki rasa tanggungjawab atas dirinya sendiri. Remaja yang emosinya matang, akan tahu tanggungjawab atas kehidupannya sendiri, dan memiliki komunikasi yang efektif agar terhindar dari terjadinya kesalahan dalam komunikasi (Walgito, 2004:43). Kejadian yang terjadi pada kematangan emosi remaja usia 15-16 tahun tidak terlepas dari pengaruh orang tua dalam bentuk pola asuh, seperti yang dikatakan Baumrind bahwa aplikasi dari teori model pengasuhan anak dikatakan pertama, anak dalam keluaraga indulgent (sangat sabar) akan menjadi kurang matang, tidak bertanggung jawab, condong cocok dengan teman sebaya, dan kurang mampu berada pada posisi pemimpin. Kedua, anak dalam keluarga otoritatif akan menjadi lebih bertanggung jawab, memiliki ketenangan diri, adaptif, kreatif, penuh perhatian, terampil secara sosial dan berhasil disekolah. Ketiga, anak dalam keluarga otoriter akan menjadi tergantung kepada orang lain, lebih pasif, penyesuaian diri kurang, kurang ketenangan diri, dan kurang perhatian secara intelektual. Keempat anak dalam keluarga indefferent akan menjadi sering implusif, lebih banyak terlibat dalam tingkah laku nakal, dan cenderung berlaku agresif. Berdasarkan permasalahan latar belakang diatas, penulis terdorong untuk meneliti apakah benar bahwa kematangan emosi remaja yang terjadi dilingkungan sekitar merupakan akibat yang ditimbulkan oleh adanya persepsi terhadap

11 pengasuhan (pola asuh) demokratis atau otoritatif yang tepat. Berdasarkan dengan masalah diatas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul: Hubungan Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Dengan Tingkat Kematangan Emosi Remaja usia 15-16 Tahun Di SMA Negeri 1 Gresik. B. Identifikasi Masalah Dalam budaya Amerika, periode remaja ini di pandang sebagai masa storm and stress frustasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisih) (Yusuf,2007:184). Sebagaimana yang telah diketahui untuk mencapai perkembangan emosi yang matang, proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama lingkungan orang tua dan kelompok teman sebaya. Apabila di lingkungan orang tua membuat remaja merasa nyaman dan senang maka kondisi keluarga diwarnai oleh hubungan yang harmonis, saling percaya, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab. Sebaliknya apabila kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang, dari orang tua atau teman sebaya, maka akan cenderung mengalami kecemasan, perasaan tertekan atau ketidaknyamanan emosi yang membuat tingkat kematangan emosi yang tidak stabil. Persepsi merupakan pengalaman yang terkait oleh obyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh melalui penginderaan. Pengalaman yang didapat akan ditafsirkan atau memaknai pesan yang didapat. Pola asuh demokratis yang diberikan orang tua dapat mempengaruhi interaksi dalam keluarga. Penilaian remaja dipengaruhi oleh persepsi sehingga

12 menimbulkan perilaku atau tindakan remaja baik yang bersifat positif maupun negatif. Persepsi yang positif dapat menghasilkan tindakan yang positif sedangkan persepsi yang negatif akan menghasilkan tindakan yang negatif (Irwanto, 2002:75). Oleh karena itu penulis ingin mengetahui hubungan persepsi terhadap pola asuh demokratis dengan tingkat kematangan emosi remaja usia 15-16 tahun. C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah cara untuk membatasi permasalahan dengan jelas, agar terhindar dari pembahasan masalah yang menyimpang dari masalah yang sebenarnya. Berdasarkan dari latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dibahas, maka penelitian ini akan membatasi masalah pada: 1. Tingkat kematangan emosi remaja kemampuan untuk mengendalikan dan mengungkapkan emosi sendiri dengan baik. 2. Persepsi terhadap pola asuh demokratis yang mempengaruhi cara pandang anak terhadap orang tua dalam memberikan penerapan pendidikan dan melakukan bimbingan pada anak-anaknya dan menanamkan norma-norma yang ada, sehingga apabila seorang anak yang mempersepsi pola asuh orang tuanya secara positif atau negatif menurut pengalaman yang diterima anak. D. Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah, Apakah ada hubungan persepsi terhadap pola asuh demokratis dengan tingkat kematangan emosi remaja usia 15-16 tahun di SMA Negeri 1 Gresik?

13 E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalah yang telah dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empirik Hubungan Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis dengan Tingkat Kematangan Emosi Remaja usia 15-16 Tahun. F. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat Teoritis: Memberikan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu dibidang psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan pola asuh orang tua. 2. Manfaat Praktis: a. Manfaat untuk subyek, Memberikan masukan mengenai sikap positif terhadap lingkungan. b. Manfaat untuk orang tua, Memberikan masukan kepada orang tua mengenai Hubungan Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis dengan Tingkat Kematangan Emosi Remaja usia 15-16 Tahun. c. Manfaat untuk peneliti selanjutnya, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau pengetahuan peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.