BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan pertama yang terbaik bagi bayi hingga usia 4-6 bulan, setelah itu bayi harus diperkenalkan dengan ragam makanan padat, meski ASI masih tetap diberikan hingga anak berumur dua tahun. Pemenuhan kebutuhan gizi terutama diperlukan sejak masa janin sampai anak berusia lima tahun, pemenuhan gizi pada masa rawan ini sangat menentukan kualitas seseorang ketika mencapai usia reproduksi (Krisnatuti, 2000). Pada usia 6 bulan kebutuhan bayi akan zat gizi menjadi semakin bertambah dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi, sedangkan produksi ASI mulai menurun. Oleh karena itu, bayi sangat memerlukan makanan tambahan sebagai pendamping ASI (Djitowiyono, 2010). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA tentang Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat (RAPGM) Tahun 2010-2014, secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan menurun selama 3 tahun terakhir dari tahun 2006-2008. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0 6 bulan selama 3 tahun terakhir turun dari 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun 2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008, Sedangkan pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2006-2007 hanya mencakup 67% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yakni, 54% pada bayi usia 2-3 bulan dan 19% pada bayi usia 7-9. Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga 1
2 bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan (Sentra Laktasi Indonesia, 2010). Menurut Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat (RAPGM) tahun 2010-2014, cakupan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI, belum adanya Peraturan Pemerintah tentang pemberian ASI serta belum maksimalnya kegiatan penyuluhan dan pembinaan kelompok pendukung terkait pemberian ASI maupun MP-ASI dan masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIE ASI dan MP-ASI. Pencapaian tumbuh kembang optimal pada bayi, dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding. WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. MP ASI harus mudah dicerna, harus disesusaikan dengan umur dan kebutuhan bayi dan MP ASI harus mengandung kalori dan mikronutrien yang cukup (Depkes, 2006). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MP ASI meliputi kapan MP-ASI harus diberikan, jenis bentuk dan jumlahnya (Krisnatuti, 2000). Pada saat bayi tumbuh dan menjadi lebih aktif, akan mencapai usia tertentu ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Dengan demikian, makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI. Pada usia enam bulan pencernaan bayi mulai kuat, sehingga pemberian makanan pendamping ASI harus setelah usia enam bulan. (Sentra Laktasi Indonesia, 2010).
3 Pengetahuan adalah salah satu faktor intern yang mempengaruhi terbentuknya perilaku manusia, agar pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) berjalan baik maka diperlukan pengetahuan dan perilaku yang baik pula mengenai MP-ASI (Notoatmodjo,2007). Pengetahuan pada dasarnya adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Perilaku kesehatan dipengaruhi pula oleh pengetahuan sebagai faktor predisposisi. Jika pengetahuan tentang MP-ASI baik diharapkan pula pada akhirnya perilaku terhadap pemberian MP-ASI juga baik (Notoatmodjo, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Yensi Ambar (2010) di Kabupaten Klaten menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan perilaku pemberian MP-ASI. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, masalah pemberian MP-ASI yang tidak tepat juga terjadi di wilayah kerja Puskesmas Kaliwungu Selatan. Berdasarkan data yang didapat dari DKK Kendal tahun 2010 terdapat 199 bayi dari 269 jumlah bayi di wilayah Puskesmas Kaliwungu Selatan yang mendapat ASI eksklusif sedangkan sisanya sebanyak 70 bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif. Dari data tersebut dapat disimpulkan masih ada ± 26,02% bayi yang sudah diberi MP-ASI kurang dari 6 bulan, dan berdasarkan data primer yang didapat dari Puskesmas Kaliwungu Selatan pemberian MP-ASI yang tidak tepat salah satunya ada di Desa Plantaran dan Desa Sukomulyo Kecamatan Kaliwungu Selatan terdapat ± 50% ibu yang memberikan MP-ASI kurang dari 6 bulan. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yohana Indri Kusumaningrum tahun 2008 beberapa kemungkinan penyebab ibu memberikan makanan pendamping ASI dini pada bayi usia < 6 bulan antara lain, pengetahuan ibu yang kurang tentang MP ASI, tingkat pendapatan orang tua, status pekerjaan ibu, dan tingkat pendidikan
4 ibu. Dari beberapa faktor tersebut, faktor pengetahuanlah yang kemungkinan paling berpengaruh dalam ketepatan waktu pemberian MP- ASI karena jika ibu tidak mempunyai pengetahuan yang cukup maka mereka memberikan MP-ASI terlalu dini pada bayinya dan tidak bervariasi. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI di Desa Plantaran Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat adalah "Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan ketepatan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) di Desa Plantaran dan Desa Sukomulyo Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal?". C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan ketepatan pemberian makanan pendamping ASI di Desa Plantaran dan Desa Sukomulyo Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal. 2. Tujuan Khusus a. Teridentifikasinya karakteristik ibu di Desa Plantaran dan Desa Sukomulyo Kecamatan Kaliwungu Selatan. b. Teridentifikasinya tingkat pengetahuan ibu di Desa Plantaran dan Desa Sukomulyo Kecamatan Kaliwungu Selatan. c. Teridentifikasinya ketepatan pemberian makanan pendamping ASI di Desa Plantaran dan Desa Sukomulyo Kecamatan Kaliwungu Selatan. d. Teridentifikasinya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan ketepatan pemberian makanan pendamping ASI.
5 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Tenaga Kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada tenaga kesehatan khususnya perawat untuk meningkatkan penyuluhan tentang makanan pendamping ASI di masyarakat. 2. Bagi Kader Kesehatan dan Masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi kader kesehatan dan masyarakat tentang manfaat pemberian makanan pendamping ASI yang baik dan benar. 3. Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dalam ilmu keperawatan anak dalam keluarga tentang adanya hubungan pengetahuan ibu dengan ketepatan pemberian MP-ASI. 4. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk penelitian lebih lanjut khususnya dalam hal ini ilmu keperawatan anak tentang makanan pendamping ASI. E. Bidang Ilmu Bidang ilmu dalam penelitian ini adalah bidang ilmu keperawatan anak. F. Originalitas Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain, adapun penelitian yang pernah ada tertera dalam tabel 1.1 berikut :
6 Tabel 1.1 Penelitian Sejenis yang Pernah Diteliti Nama Judul Desain Hasil 1. Yohanaindri Hubungan antara observational Ada hubungan tingkat Kusumaningrum pengetahuan ibu dan anlitik dengan pengetahuan ibu dan (2008) faktor-faktor social pendekatan cross ada hubungan antara ekonomi orang tua sectional. tingkat pendapatan dengan praktek orang tua, status pemberian MP-ASI pekerjaan, dan tingkat pada bayi usia 6 bulan pendidikan dengan di Desa Kemuning praktek pemberian MP- Kecamatan ASI. Ampelgading Kabupaten Pemalang. 2. Yensi Ambar Wati (2010) Hubungan antara pengetahuan ibu tentang mp-asi dengan sikap dan perilaku pemberian MP-ASI di Kelurahan Jemawan Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten. Penelitian observasional dengan rancangan crossectional Terdapat hubungan pengetahuan pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan sikap dan perilaku pemberian MP-ASI di Kalurahan Jemawan 3. Iin Indriyawati (2010) Faktor Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini Pada Bayi Usia < 6 Bulan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Tidak ada hubungan antara status pekerjaan ibu dan sikap ibu terhadap pemberian ASI eksklusif 6 bulan ASI dini. Ada hubungan antara pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu ASI dini. 4. Rita Bahri (2010) Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Ketepatan Pemberian MPASI di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010 Deskriptif analitik dengan desain cross sectional Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dan hubungan yang signifikan antara sikap ASI.
7 5. Dahlia Simandjuntak (2001) Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi di Kecamatan Pasar Rebo, Kotamadya Jakarta Timur tahun 2001 Deskriptif analitik dengan desain cross sectional Ditemukan dua faktor yang berhubungan bermakna ASI dini pada bayi yaitu pengetahuan ibu tentang dampak pemberian MP-ASI dini pada bayi dan pemberian ASI pertama kali atau inisiasi menyusui merupakan faktor yang dominan pengaruhnya.