1. BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

BAB I. merupakan bagian dari program Nawacita maka dibutuhkan modernisasi irigasi. Hal ini

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia memposisikan pembangunan pertanian sebagai basis utama

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Kebutuhan yang paling banyak memerlukan air yaitu lahan pertanian.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN AIR IRIGASI COLO BARAT (DENGAN ADANYA PENGEMBANGAN AREAL) T E S I S

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2008 NOMOR 5

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

I. PENDAHULUAN. besar yaitu 76% dari total kebutuhan air. Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah, terletak antara 2 lintang utara -

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI BUPATI LEBAK,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

3. BAB III METODE PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Sungai ( Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3441 ); 10.

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

TINJAUAN PUSTAKA. menjangkau beberapa teknis sebagai berikut : 1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani.

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NO LD. 23 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 2 Tahun 2010 Seri E Nomor 2 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

NO SERI. C PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2004 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIAK

NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih memegang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

DESAIN BENDUNG LANANG DI KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH. Rizky Herdianto Singgih, Ryan Hermawan Nasrudin Robert J. Kodoatie, Sutarto Edhisono *)

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012

BUPATI PESISIR SELATAN

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

Pengaruh Pergeseran Jadwal Tanam Terhadap Produktivitas Padi di Daerah Irigasi Krueng Aceh

QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Transkripsi:

1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian sumberdaya air dan meningkatnya daya rusak air. Fungsi lingkungan yang rusak menyebabkan terjadinya krisis air di berbagai wilayah. Kebutuhan air oleh manusia lebih besar dari pada ketersediaannya. Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi serta pelaksanaan pembangunan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan mendukung terjadinya krisis sumberdaya air ini. Hal ini disebabkan karena kesalahan pengelolaan air yang tercermin pada tingginya tingkat pencemaran, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, kelembagaan pengelola air yang masih lemah dan peraturan perundangundangan yang tidak memadai (Dharma, 2011). Salah satu pemanfaatan sumberdaya air adalah untuk kebutuhan air irigasi. Pembangunan sarana dan prasarana irigasi bertujuan untuk penyediaan air irigasi bagi tanaman guna meningkatkan produktivitas sektor pertanian untuk swasembada pangan. Sarana dan prasarana irigasi agar dapat berfungsi baik membutuhkan pengelolaan sistem irigasi dalam suatu daerah irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan untuk daapat mencapai peningkatan produktivitas pertanian. Dalam Peraturan Pemerintah No 20/2006 disebutkan azas dalam pengelolaan irigasi di Indonesia adalah: (i) azas good governance sebagai bingkai azas pembangunan keberlanjutan, kerakyatan dan manajemen provisi (Pasal 2 s/d Pasal 6); dan (ii) azas partisipatif (pasal 84). Kebijakan pengelolaan irigasi yang hanya ditangani oleh pemerintah awalnya berdampak baik. Infrastruktur irigasi dapat terbangun sampai dengan lokasi-lokasi pedalaman di seluruh tanah air, hingga akhirnya pada tahun 1984 Indonesia disebut menjadi negara yang berswasembada pangan. Terjadi penurunan fungsi dari prasarana irigasi tersebut dalam beberapa kurun waktu sehingga membuat kualitas dan kuantitas sistem irigasi menjadi menurun. Penurunan ini diduga karena kekurangpedulian petani pemanfaat prasarana irigasi 1

yang telah terbangun. Petani merasa perbaikan prasarana irigasi adalah tanggung jawab pemerintah bukan urusan petani. Maka dalam kebijakan pengelolaan irigasi sekarang ini dikembangkan sistem pengelolaan irigasi partisipatif untuk mendukung peningkatan produktivitas lahan dan produksi pertanian. Pengembangan Pengelolaan Irigasi Partisipatif dilakukan melalui pemberdayaan petani yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A). Sebagian penduduk Kabupaten Grobogan terutama di Kecamatan Penawangan dan Karangrayung, hidup dari hasil pertanian. Namun keadaan lahan yang sangat gersang dan tandus, dimana pada musim kemarau sangat kekurangan air dan sebagian besar petani mengandalkan sawah tadah hujan. Daerah irigasi (DI) Lanang dibangun dengan tujuan untuk meningkatkan fungsi lahan sawah tadah hujan menjadi sawah beririgasi teknis. Pembangunan Daerah Irigasi Lanang direncanakan seluas 1900 Ha merupakan pengembangan dari daerah irigasi Sidorejo (6.038 Ha), yang merupakan bagian dari masterplan pengembangan sistem irigasi Waduk Kedung Ombo disamping jaringan irigasi lainnya yang telah dibangun yaitu DI Sedadi 16.055 Ha, DI Klambu (kanan & kiri) 37.451 Ha. Prasarana irigasi untuk Daerah Irigasi Lanang yang telah dibuat yaitu Bendung Lanang, dibangun pada tahun anggaran 1989/1990 di Desa Lajer Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan (Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana, 2009). Sejak dibangun Bendung Lanang, Daerah Irigasi Lanang belum berfungsi optimal karena tidak didukung dengan prasarana jaringan irigasi yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari intake bendung menuju petak-petak lahan sawah. Pengembangan Daerah Irigasi Lanang mulai dilaksanakan tahun 2009. Kegiatan pengembangan Daerah Irigasi Lanang meliputi kegiatan pembangunan saluran suplesi di hulu Bendung Lanang yang diambil dari saluran induk Sidorejo dengan debit 3,30 m³/detik, saluran induk, saluran sekunder, saluran tersier, dan jaringan drainase. Rencana daerah layanan seluas 1900 ha. Pada tahun 2013, seluruh pekerjaan pengembangan jaringan irigasi Daerah Irigasi Lanang selesai dan dapat difungsikan. Bendung Lanang diresmikan dan dioperasikan kembali pada bulan April tahun 2013. Setelah dioperasikan kembali, diharapkan ribuan hektare sawah di 12 desa dari Kecamatan Penawangan dan Karangrayung yang semula tadah hujan menjadi sawah irigasi. Luas areal sawah di daerah itu sekitar 1.813 hektar sebelumnya berupa sawah tadah hujan dan hanya dapat ditanami padi satu kali dalam setahun, menjadi dapat 2

ditanami padi dua kali selama setahun. Daerah Irigasi Lanang juga diperkirakan bisa mendorong peningkatan produksi padi dari 3 ton/ha menjadi 5-6 ton/ha, serta mendorong peningkatan intensitas tanam dari 100% menjadi 250%. Pelaksanaan pengembangan jaringan irigasi Daerah Irigasi Lanang ini pun didukung dengan pembentukan kelembagaan petani pemakai air yang akan mengelola jaringan irigasi tersebut secara partisipatif. Kelambagaan petani pemakai air tersebut terdiri dari Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A). Pembentukan P3A dan GP3A dilaksanakan oleh petani yang mengerjakan sawah di Daerah Irigasi Lanang yang difasilitasi oleh pemerintah dalam hal ini adalah dinas terkait pengelolaan daerah irigasi baik Dinas Pengairan maupun Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan. Permasalahan mendasar yang dihadapi dalam operasional Daerah Irigasi Lanang ini adalah bagaimana menjaga ketersediaan air untuk irigasi, khususnya mempertahankan debit air di Waduk Kedungombo. Sejak beroperasi tahun 2013 dimana air mulai dialirkan melalui saluran tersier ke sawah-sawah petani, kondisi yang dikeluhan petani adalah terkadang air tidak sampai ke saluran tersier akibat rusaknya saluran sekunder. Petani tidak bisa memperbaiki langsung saluran tersebut karena saluran ini adalah tanggung jawab dari dinas pengairan kabupaten. Hal ini cukup menghambat dalam kelancaran penyediaan air irigasi di sawah-sawah petani. Setelah daerah irigasi tersebut beroperasi kembali, permasalahan yang muncul adalah bagaimana pengelolaan sistem irigasi sehingga dapat berfungsi dan memberikan pelayanan yang berkelanjutan. Untuk mempertahankan keberlanjutan fungsi dari Daerah Irigasi Lanang yaitu guna mendukung peningkatan hasil pertanian, dilakukan upaya pengelolaan DI Irigasi Lanang secara partisipatif melalui pemberdayaan P3A dan GP3A yang telah terbentuk di wilayah tersebut. Pengelolaan daerah irigasi melibatkan unsur pemerintah sebagai penentu kebijakan dan pelaksana di lapangan, serta petani dalam hal ini adalah P3A dan GP3A pengguna air irigasi. B. Rumusan Masalah Daerah Irigasi Lanang adalah bagian dari Sistem Kedungombo yang dibangun dengan tujuan untuk sarana penyediaan air irigasi sebagai upaya meningkatkan produksi 3

padi di daerah Kecamatan Penawangan dan Karangrayung Kabupaten Grobogan. Pengembangan sistem irigasi pada Daerah Irigasi Lanang diharapkan dapat menjadikan sawah tadah hujan dapat menjadi sawah beririgasi teknis. Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan daerah irigasi adalah adanya beberapa ruas saluran sekunder longsor yang tidak sesuai dengan elevasi rencana sejak direhabilitasi dan difungsikan, sehingga tidak dapat melayani dengan baik. Beberapa petani masih terlambat menanam padinya dengan alasan kekurangan tenaga kerja untuk menanam padi. Bertolak dari permasalahan tersebut, apakah benar rehabilitasi dan pengembangan infrastruktur penyediaan irigasi wilayah Daerah Irigasi Lanang dapat mengatasi permasalahan kekurangan air irigasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat? Beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana dampak pengembangan Daerah Irigasi Lanang terhadap kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi? 2. Bagaimana kinerja P3A dan GP3A sebagai wadah kelembagaan petani pemakai air dalam pengelolaan jaringan irigasi Daerah Irigasi Lanang secara partisipatif? 3. Bagaimanakah strategi pengelolaan Daerah Irigasi Lanang secara partisipatif melalui pemberdayaan P3A dan GP3A? 4. Bagaimana prioritas strategi pengelolaan sistem irigasi di Daerah Irigasi Lanang secara partisipatif melalui Pemberdayaan P3A dan GP3A? C. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi dampak pengembangan Daerah Irigasi Lanang terhadap kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi; 2. Mengevaluasi kinerja P3A dan GP3A sebagai wadah kelembagaan petani pemakai air dalam pengelolaan jaringan irigasi Daerah Irigasi Lanang secara partisipatif; 3. Menyusun strategi pengelolaan Daerah Irigasi Lanang secara partisipatif melalui pemberdayaan P3A dan GP3A; 4. Menentukan prioritas strategi pengelolaan sistem irigasi di Daerah Irigasi Lanang secara partisipatif melalui Pemberdayaan P3A dan GP3A. 4

D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi dampak pengembangan Daerah Irigasi Lanang sebagai bagian dari jaringan irigasi sistem Kedungombo; 2. Memberi masukan kepada Pemerintah Kabupaten Grobogan serta pihak-pihak terkait yang berwenang dalam memanfaatkan dan mengelola sistem irigasi Daerah Irigasi Lanang secara partisipatif melalui pemberdayaan P3A dan GP3A agar dapat memberikan kontribusi peningkatan produksi padi di Kabupaten Gorobagan. 3. Memberikan motivasi kepada petani agar dapat mengelola irigasi secara partisipatif dan meningkatkan sence of belonging (rasa memiliki) terhadap prasarana irigasi sehingga sistem irigasi dapat terpelihara dan berfungsi secara berkelanjutan. 5