BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pentingnya informasi laba membuat setiap perusahaan berlombalomba

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan kontrak atau mengambil keputusan investasi menjadi informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu pihak yang berkepentingan untuk mengetahui seberapa baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. disebut agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu prinsipal

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Laporan keuangan yang menjadi sumber informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan laporan keuangan tahunan. Laporan keuangan merupakan sarana

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam teori keagenan (agency theory), adanya pemisahan antara. kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang Pengaruh Investment Opportunity Set, Komisaris

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang wajib dipublikasikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

BAB I PENDAHULUAN. baik jika laba tersebut menjadi indikator yang baik untuk laba masa mendatang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Salah satu indikator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak eksternal maupun pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pada era

BAB I PENDAHULUAN. bagi pengguna laporan keuangan baik internal maupun eksternal. Menurut SFAC

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas laba dapat dipandang dalam dua sudut. Pandangan pertama

BAB I PENDAHULUAN. tersebut meka suatu perusahaan akan mendapat suntikan dana dan mampu

BAB I PENDAHULUAN. menampilkan informasi informasi akuntansi dan non-akuntansi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh sumber dana dan bagaimana mengalokasikan dana tersebut

BAB I PENDAHULUAN. adalah laporan keuangan. Laporan keuangan selain merupakan media

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. komprehensif untuk mengungkapkan (disclosure) semua fakta, baik transaksi

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ketatnya persaingan dalam dunia bisnis menjadi pemicu yang kuat bagi

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. jangka panjang dari perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi para pemegang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan tahunan (annual report) adalah suatu laporan resmi mengenai keadaaan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan produk akuntansi yang menyajikan data-data

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II RERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. beberapa hal yang berkaitan dengan Komite Audit dalam perusahaan:

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama investor dalam menanamkan modalnya di sebuah perusahaan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan jangka panjang perusahaan adalah untuk mengoptimalkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan bagi pengguna laporan keuangan baik pihak internal

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju membuat para pelaku ekonomi semakin mudah dalam mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dasar akuntansi keuangan adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja

BAB I PENDAHULUAN. antara pemilik perusahaan (principal), manajemen (agent), dan karyawan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan mekanisme yang di dalamnya terdiri dari berbagai partisipan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. menyatakan bahwa teori keagenen mendeskripsikan pemegang saham sebagai principal

BABl PENDAHULUAN. Kebijakan dividen merupakan keputusan perusahaan tentang pembagian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kondisi perusahaan dicerminkan dari Laporan Keuangan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Tujuan laporan

BAB I PENDAHULUAN. kinerja suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi. Menurut IAI (2011) tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas informasi laba merupakan hal yang sangat penting dari produk

BAB I PENDAHULUAN. mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan (Soemarso, 2004 : 34). Salah satu unsur dalam laporan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebijakan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan adalah UKDW

akibatnya dapat menghambat tingkat pertumbuhan perusahaan (rate of growth)

BAB I PENDAHULUAN. operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Laporan keuangan merupakan media komunikasi bagi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan dengan pihak pihak yang berkepentingan dengan data atau

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi sebagai bentuk pertanggungjawaban atas wewenang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi tersebut berisikan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi dan deviden terhadap nilai pemegang saham. Kajian teorinya sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Hubungan agensi terjadi karena adanya suatu perjanjian atau kontrak yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal penyediaan barang dan jasa yang bermutu, tetapi juga dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Good Corporate Governance oleh perusahaan-perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. tidak. Bagi perusahaan yang terdaftar di pemerintah, mereka mempunyai badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dapat tercapai dan lebih unggul dari perusahaan lain dalam

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jangka panjang, memprediksi laba, dan menaksir risiko dalam investasi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan pertambangan go public yang tercatar pada tahun 1995

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. oleh Wibowo dan Rossieta, (2009:31), yang mengacu pada pemenuhan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas. Tujuan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya akuntansi keuangan dan laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini meneliti tentang Corporate Governance, Kualitas Laba,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peran laporan keuangan tidak hanya berlaku di internal suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi dan kinerja suatu perusahaan bagi pihak eksternal. Menurut PSAK No. 1

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada suatu periode akan melaporkan semua kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi di pasar modal, struktur modal telah menjadi salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang pengaruh profitabilitas, arus kas bebas, dan investment

BAB I PENDAHULUAN. likuid dan efisien. Pasar modal dikatakan likuid jika penjual dapat menjual dan

BAB II KUALITAS INFORMASI AKUNTANSI, MANAJEMEN LABA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. tersebut melalui suatu analisis yang dapat dijadikan pedoman untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh perusahaan yang dilaporkan kepada pihak internal maupun

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang bermanfaat bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini didukung oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dunia usaha pada mulanya merupakan perusahaan perseorangan atau

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh good corporate governance

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kualitas Laba Menurut Ujiyantho dan Bambang (2007), laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan untuk menilai posisi keuangan dan kinerja perusahaan. Laporan keuangan memberikan gambaran mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan. Laporan keuangan ini juga menjadi alat bagi perusahaan dalam menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pengelolaan sumber daya pemilik. Pengguna laporan keuangan menggunakan informasi laba untuk membuat berbagai keputusan penting. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan yang tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan sehingga laba yang diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai perusahaan yang sebenarnya (Rachmawati dan Hanung, 2007). 12

Menurut Wulansari (2013), kualitas laba merupakan kualitas informasi laba yang tersedia untuk publik yang mampu menunjukkan sejauh mana laba dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan. Laba yang berkualitas adalah laba yang mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sebenarnya (Irawati, 2012). Menurut Wulansari (2013) untuk menjadi informasi yang berguna, laba sebagai bagian dari laporan keuangan harus berkualitas. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) dimasa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan kas, serta dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Wulansari, 2013). 2.1.1.1 Karakteristik Kualitas Laba Menurut Warianto dan Rusiti (2013), laba yang berkualitas merupakan laba yang memiliki 3 karakteristik berikut ini : 1. Mampu mencerminkan kinerja operasi perusahaan saat ini dengan akurat, 2. Mampu memberikan indikator yang baik mengenai kinerja perusahaan di masa depan, 3. Dapat menjadi ukuran yang baik untuk menilai kinerja perusahaan. 2.1.1.2 Kategori Kualitas Laba Wulansari (2013) mengklasifikasikan proksi dari kualitas laba ke dalam tiga kategori utama yaitu: 13

1. Kualitas laba tergantung pada informasi yang relevan dalam membuat keputusan. Dengan demikian, pendefinisian kualitas laba di atas hanya dalam konteks model keputusan tertentu. Kategori pertama meliputi persistensi laba (earnings persistence), ukuran besarnya akrual (magnitude of accruals), nilai sisa model akrual (residual models accrual), perataan laba (earnings smoothness), dan ketepatan pengakuan rugi (timely loss recognition). 2. Kualitas dari angka laba yang dilaporkan dilihat dari apakah informasi tersebut menggambarkan kinerja keuangan suatu perusahaan. Kategori kedua meliputi earnings response coefficient (ERC). 3. Kualitas laba secara bersama-sama ditentukan oleh relevansi dari kinerja keuangan yang mendasari. Dan kategori ketiga meliputi: Accounting and Auditing Enforcement Releases (AAERs), pernyataan kembali (restatements), dan ketidakefisienan prosedur internal kontrol berdasarkan Sarbanes Oxley Act (internal control procedure deficiencies reported under the Sarbanes Oxley Act). Kualitas laba dalam penelitian ini dilihat dari respon investor terhadap laba. Koefisien respon laba adalah ukuran besaran abnormal return suatu sekuritas sebagai respon terhadap komponen laba kejutan (unexpected earnings) yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan sekuritas tersebut (Romasari, 2013). Earnings response coefficient (ERC) dapat diukur melalui beberapa tahap perhitungan. Tahap pertama menghitung cumulative 14

abnormal return (CAR) dan tahap kedua menghitung unexpected earnings (UE). 2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba Konsep kualitas laba berhubungan dengan teori keagenan (agency theory). Teori keagenan menjelaskan mengenai dua pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda, yaitu prinsipal dan agen. Prinsipal adalah pihak yang memberi kontrak atau pemegang saham, sedangkan agen adalah pihak yang menerima kontrak dan mengelola dana prinsipal. Kedua pihak ini memiliki kepentingan yang berbeda, prinsipal cenderung menginginkan perusahaannya terus berjalan (going concern) dan mendapatkan return yang sebesar-besarnya dan secepatnya atas investasi yang telah dilakukan sehingga menuntut agen untuk selalu mendapatkan laba yang tinggi, sedangkan agen cenderung untuk berusaha mempertahankan jabatannya dan mendapatkan kompensasi yang tinggi atas kinerjanya, sehingga agen akan berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan laba yang tinggi meski sering kali menggunakan tindakan yang tidak etis dengan melakukan manajemen laba (earnings management). Manajemen laba yang dilakukan agen dapat menyebabkan turunnya kualitas laba dan nilai perusahaan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laba diantaranya adalah mekanisme corporate governance (komite audit, komisaris independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial), persistensi laba, alokasi pajak antar periode, struktur modal, leverage, ukuran 15

perusahaan, investment opportunity set, pertumbuhan laba dan likuiditas. Dari beberapa variabel tersebut, peneliti mengambil variabel leverage, ukuran perusahaan, investment opportunity set, pertumbuhan laba dan likuiditas sebagai penelitian, untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel tersebut terhadap kualitas laba. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai teori dan variabel yang berhubungan dengan kualitas laba. 2.1.2 Teori Keagenan Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya konflik yang disebut agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu prinsipal (yang memberi kontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak dan mengelola dana prinsipal) mempunyai kepentingan yang saling bertentangan. Jika agen dan prinsipal berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka ada alasan untuk percaya bahwa agen (manajemen) tidak selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal (Rachmawati dan Hanung, 2007). Pemikiran bahwa pihak manajemen dapat melakukan tindakan yang hanya memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri didasarkan pada suatu asumsi yang menyatakan setiap orang mempunyai perilaku yang mementingkan diri sendiri atau self interested behaviour. Keinginan, motivasi dan utilitas yang tidak sama antara manajemen dan pemegang saham menimbulkan kemungkinan 16

manajemen bertindak merugikan pemegang saham, antara lain berperilaku tidak etis dan cenderung melakukan kecurangan akuntansi. Konflik keagenan dapat mengakibatkan adanya sifat manajemen melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya. Jika hal ini terjadi akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Laba yang diukur atas dasar akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik atas kinerja perusahaan dibandingkan arus kas operasi karena akrual mengurangi masalah waktu dan mismatching yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam jangka pendek (Rachmawati dan Hanung, 2007). Dalam prosesnya dasar akrual memungkinkan adanya perilaku manajer dalam melakukan rekayasa laba atau earnings management guna menaikkan atau menurunkan angka akrual dalam laporan laba rugi. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kelonggaran (fleksibility principles) dalam memilih metode akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Kelonggaran dalam metode ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai laba yang berbeda-beda di setiap perusahaan. Perusahaan yang memilih metode penyusutan garis lurus akan berbeda hasil laba yang dilaporkan dengan perusahaan yang menggunakan metode angka tahun atau saldo menurun. Praktik seperti ini dapat memberikan dampak terhadap kualitas laba yang dilaporkan (Rachmawati dan Hanung, 2007). 17

2.1.3 Leverage Leverage digunakan untuk menjelaskan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset dan sumber dana untuk memperbesar hasil pengembalian kepada pemiliknya. Perusahaan dengan leverage yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan menggunakan lebih banyak utang dalam struktur modalnya. Wulansari (2013) menjelaskan bahwa: 1. Penggunaan utang akan memberikan perlindungan pajak, sebagai akibatnya penggunaan utang yang lebih besar akan mengurangi pajak dan menyebabkan makin banyak laba operasi perusahaan yang akan diterima investor. 2. Dalam dunia nyata perusahaan memiliki rasio utang yang meminta utang kurang dari 100% dengan alasan untuk mengurangi dampak potensi kebangkrutan yang buruk. 3. Terdapat batas tingkat penggunaan utang dimana struktur modal optimal terjadi ketika manfaat perlindungan pajak marjinal sebanding dengan biaya-biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan manajerial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan utang akan meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga pasar sahamnya sampai pada batas tertentu. Namun setelah batas tersebut tercapai maka penambahan utang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat dari penggunaan utang lebih kecil dari biaya yang harus ditanggung perusahaan. 18

Tetapi tingkat debt ratio yang terlalu kecil juga tidak baik, sebab akan menyebabkan tingkat kembalian yang semakin kecil. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi berarti memiliki utang yang lebih besar dibandingkan modal. Menurut Wulansari (2013) kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan leverage, yaitu: 1. Semakin tinggi debt ratio, semakin berisiko perusahaan, karena semakin tinggi biaya tetapnya yaitu berupa pembayaran bunga. 2. Jika sewaktu-waktu perusahaan kesulitan keuangan dan operating income tidak cukup untuk menutup beban bunga, maka akan menyebabkan kebangkrutan. Leverage dibagi menjadi dua yaitu leverage operasi (operating leverage) dan leverage keuangan (financial leverage). Leverage operasi adalah suatu indikator perubahan laba bersih yang diakibatkan oleh besarnya volume penjualan sedangkan leverage keuangan merupakan penggunaan utang untuk meningkatkan laba. Semakin besar rasio leverage, berarti semakin tinggi nilai utang perusahaan. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk manajemen laba. 19

2.1.4 Ukuran Perusahaan Menurut Irawati (2012), ukuran perusahaan adalah suatu ukuran perusahaan yang dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut log size. Ukuran perusahaan berhubungan dengan kualitas laba karena semakin besar perusahaan maka semakin tinggi pula kelangsungan usaha suatu perusahaan dalam meningkatkan kinerja keuangan sehingga perusahaan tidak perlu melakukan praktek manipulasi laba. Menurut Diantimala (2008), ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaaan menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, penjualan bersih, dan kapitalisasi pasar perusahaan (market capitalization). Jadi semakin besar ukuran suatu perusahaan maka semakin besar pula modal yang ditanamnya pada berbagai jenis usaha, lebih mudah dalam memasuki pasar modal, memperoleh penilaian kredit yang tinggi dan sebagainya, yang kesemuanya ini akan mempengaruhi keberadaan total aktivanya. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori (Diantimala, 2008), yaitu: a. Perusahaan besar (large firm) adalah Perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar di atas 5 triliun. b. Perusahaan menengah (medium firm) Perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasarnya antara 1 triliun sampai 5 triliun. 20

c. Perusahaan kecil (small firm) adalah Perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar yang kurang dari 1 triliun. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Ibrahim, 2008). 2.1.5 Investment Opportunity Set Menurut Wulansari (2013) investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa datang. Investment opportunity set merupakan nilai sekarang dan pilihan perusahaan untuk membuat investasi dimasa mendatang. Menurut Wulansari (2013), investasi dimasa mendatang tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan perusahaan dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dalam suatu kelompok industrinya. Investment Opportunity Set (IOS) adalah tersedianya alternatif investasi di masa datang bagi perusahaan (Adriani, 2011). Menurut Adriani 21

(2011), pilihan pertumbuhan memiliki pengertian yang fleksibel. Perusahaan yang tumbuh tidak selalu perusahaan kecil yang sedang aktif melakukan penelitian dan pengembangan. Perusahaan kecil sering menghadapi keterbatasan pilihan dalam menentukan proyek baru atau merestrukturisasi asset. Perusahaan besar cenderung mendominasi posisi pasar dalam industrinya, sehingga seringkali perusahaan besar lebih memiliki keunggulan kompetitif dalam mengeksplorasi kesempatan investasi. 2.1.6 Pertumbuhan Laba Pertumbuhan laba adalah suatu kenaikan laba atau penurunan laba pertahun yang dinyatakan dalam prosentase (Irawati, 2013). Pertumbuhan laba adalah variabel yang menjelaskan prospek pertumbuhan perusahaan pada masa mendatang. Perusahaan yang memiliki kesempatan untuk tumbuh yang lebih besar mempunyai koefisien respon laba yang tinggi. Pertumbuhan laba dimungkinkan ada pengaruh dengan kualitas laba perusahaan karena jika perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh terhadap labanya berarti kinerja keuangan perusahaan tersebut baik dan dimungkinkan juga memiliki kesempatan bertumbuh terhadap kualitas labanya. Menurut Pagalung (2006) pertumbuhan laba adalah variabel yang menunjukkan prospek pertumbuhan perusahaan pada masa yang akan datang. Perusahaan yang memiliki kesempatan untuk tumbuh yang lebih besar mempunyai koefisien laba yang tinggi, kondisi ini menunjukkan semakin besar kesempatan perusahaan 22

mendapatkan laba atau menambah laba pada masa yang akan datang. Dengan demikian semakin pesat pertumbuhan perusahaan maka laba yang dihasilkan perusahaan akan semakin berkualitas. Menurut Angkoso (2006) menyebutkan bahwa pertumbuhan laba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. Besarnya perusahaan. Semakin besar suatu perusahaan, maka ketepatan pertumbuhan laba yang diharapkan semakin tinggi. b. Umur perusahaan. Perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam meningkatkan laba, sehingga ketepatannya masih rendah. c. Tingkat leverage. Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan pertumbuhan laba. d. Tingkat penjualan. Tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi, membuat semakin tinggi pula tingkat penjualan di masa yang akan datang, sehingga pertumbuhan laba semakin tinggi. e. Perubahan laba masa lalu. Semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba yang diperoleh di masa mendatang. 2.1.7 Likuiditas Menurut Pagalung (2006) rasio likuiditas adalah rasio keuangan yang mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka 23

pendek dengan aktiva lancarnya. Menurut Raharjo (2009), likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi dalam jangka pendek atau satu tahun terhitung sejak tanggal neraca dibuat. Menurut Wulansari (2013), untuk menjaga kestabilan perusahaan, penting bagi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya secara fundamental. Perusahaan yang likuid dapat diidentifikasikan sebagai kondisi ketika perusahaan mampu memenuhi semua kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo. Untuk menjamin semua kewajiban jangka pendek tersebut, perusahaan harus menjaminkan aset-asetnya yang likuid. Likuiditas merupakan indikator yang baik apakah perusahaan memiliki masalah dalam arus kas atau tidak. Tingkat likuiditas yang optimal berpengaruh pada nilai perusahaan sehingga harga sahamnya cenderung lebih stabil. Karena likuiditas mempengaruhi nilai perusahaan, maka sangat penting bagi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Aset yang likuid adalah aset yang dapat dikonversi menjadi kas dengan cepat tanpa harus mengurangi harga aset tersebut terlalu banyak (Wulansari, 2013). Likuiditas mempunyai pengaruh terhadap kualitas laba karena jika suatu perusahaan memiliki kemampuan dalam membayar hutang jangka pendeknya berarti perusahaan memiliki kinerja keuangan yang baik dalam pemenuhan hutang lancar sehingga perusahaan tidak perlu melakukan praktek manipulasi laba. 24

2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan oleh para peneliti lain untuk menguji pengaruh leverage, ukuran perusahaan, investment opportunity set (IOS), pertumbuhan laba dan likuiditas terhadap kualitas laba dengan menggunakan earnings response coefecient (ERC) sebagai alat ukur kualitas laba, antara lain: Irawati (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur modal, pertumbuhan laba, ukuran perusahaan dan likuiditas terhadap kualitas laba. Penelitian ini dilakukan terhadap 33 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2008 sampai 2010. Hasil dari penelitian ini adalah struktur modal tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, pertumbuhan laba berpengaruh negatif terhadap kualitas laba, ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kualitas laba dan likuiditas berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Novianti (2012) melakukan penelitian mengenai kajian kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Penelitian ini dilakukan terhadap 31 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2008 sampai 2009. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran perusahaan secara individual tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, struktur modal secara individual tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, kualitas akrual secara individual berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba dan Investment 25

Opportunity Set (IOS) secara individual berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba. Wulansari (2013) melakukan penelitian mengenai Pengaruh investment opportunity set, likuiditas dan leverage terhadap kualitas laba. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2008 sampai 2011. Hasil dari penelitian ini adalah investment opportunity set berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kualitas laba, likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas laba dan leverage berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kualitas laba. Romasari (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh persistensi laba, struktur modal, ukuran perusahaan dan alokasi pajak antar periode terhadap kualitas laba. Penelitian ini dilakukan terhadap 76 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2008 sampai 2011. Hasil dari penelitian ini adalah persistensi laba tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba, struktur modal tidak berpengaruf signifikan negatif terhadap kualitas laba, ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba dan pajak antar periode perpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba. Dira dan Ida, (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh struktur modal, likuiditas, pertumbuhan laba dan ukuran perusahaan pada kualitas laba. Penelitian ini dilakukan terhadap 33 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2009 sampai 2011. Hasil dari penelitian ini adalah 26

struktur modal tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, likuiditas tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, pertumbuhan laba tidak berpengaruh terhadap kualitas laba dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Afni et al., (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh persistensi laba, alokasi pajak antar periode, ukuran perusahaan, pertumbuhan laba dan profitabilitas terhadap kualitas laba. Penelitian ini dilakukan terhadap 36 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2010 sampai 2012. Hasil dari penelitian ini adalah persistensi laba berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba, alokasi pajak antar periode berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba, ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba, pertumbuhan laba berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laba dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. 2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Leverage Terhadap Kualitas Laba Leverage digunakan untuk menjelaskan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset dan sumber dana untuk memperbesar hasil pengembalian kepada pemiliknya. Perusahaan dengan leverage yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan menggunakan lebih banyak utang dalam struktur modalnya. Perusahaan manufaktur sebagian besar menggunakan sumber 27

dananya secara seimbang dari hutang dan modal untuk pembiayaan aktivanya terhadap besarnya hutang suatu perusahaan karena adanya kebijakan pendanaan dan kebijakan hutang yang masing-masing digunakan oleh perusahaan untuk menjaga keseimbangan financial. Adanya leverage pada suatu perusahaan menyebabkan investor menjadi kurang percaya terhadap laba yang dipublikasikan oleh suatu perusahaan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan respon pasar menjadi relatif rendah. Respon pasar yang relatif rendah ini pada akhirnya akan mencerminkan bahwa laba suatu perusahaan kurang atau tidak berkualitas (Lesia et al., 2007). Dengan demikian semakin besar tingkat leverage maka semakin rendah kualitas laba suatu perusahaan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Wulansari (2013) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Semakin tinggi leverage suatu perusahaan mengakibatkan investor takut berinvestasi di perusahaan tersebut, karena investor tidak ingin mengambil resiko yang besar. Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menarik hipotesis sebagai berikut: H1 = Leverage berpengaruh negatif terhadap kualitas laba 2.3.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kualitas Laba Menurut Irawati (2012) ukuran perusahaan adalah suatu ukuran perusahaan yang dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut log size. Ukuran perusahaan berhubungan dengan kualitas laba karena semakin besar perusahaan maka semakin tinggi pula kelangsungan usaha 28

suatu perusahaan dalam meningkatkan kinerja keuangan sehingga perusahaan tidak perlu melakukan praktek manipulasi laba. Hasil penelitian yang dilakukan Lesia et al. (2007) dan Dira dan Ida (2014), menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Suatu ukuran perusahaan dapat menentukan baik tidaknya kinerja perusahaan. Investor biasanya lebih memiliki kepercayaan pada perusahaan besar, karena perusahaan besar dianggap mampu untuk terus meningkatkan kinerja perusahaannya dengan berupaya meningkatkan kualitas labanya. Sehingga pada saat pengumuman laba, informasi laba akan direspon positif oleh investor. Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menarik hipotesis sebagai berikut: H2 = Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba 2.3.3 Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kualitas Laba Menurut Novianti (2012), nilai IOS bergantung pada pengeluaranpengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang (future discretionary expenditure) yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modal (cost of equity) dan dapat menghasilkan keuntungan. Tindakan manajer menjadi unobservable yang dapat menyebabkan prinsipal tidak dapat mengetahui apakah manajer telah melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan prinsipal atau tidak. Hal ini didasarkan pada teori agensi yang 29

mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Sehingga manajemen dapat memanfaatkan IOS untuk kepentingannya sendiri. Investment Opportunity Set (IOS) dari suatu perusahaan juga dapat mempengaruhi cara pandang manajer, pemilik, investor dan kreditor terhadap perusahaan. Artinya bahwa Investment Opportunity Set (IOS) secara individual berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba. Semakin tinggi Investment Opportunity Set (IOS) yang diproksikan dengan market to book value of asset, maka semakin tinggi pula kualitas labanya. Wulansari (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa investment opportunity set berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Novianti (2012) yang menyatakan bahwa investment opportunity set berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Semakin tinggi tingkat Investment Opportunity Set pada suatu perusahaan akan membuat perusahaan memiliki kesempatan tumbuh kembang yang lebih besar, sehingga laba akan terus meningkat, dengan pertumbuhan yang terus meningkat ini akan menarik minat investor untuk menanamkan modal pada perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menarik hipotesis sebagai berikut: H3 = Investment opportunity set berpengaruh positif terhadap kualitas laba 30

2.3.4 Pengaruh Pertumbuhan Laba Terhadap Kualitas Laba Pertumbuhan laba dimungkinkan ada pengaruh dengan kualitas laba perusahaan karena jika perusahaan yang memiliki kesempatan bertumbuh terhadap labanya berarti kinerja keuangan perusahaan tersebut baik dan dimungkinkan juga memiliki kesempatan bertumbuh terhadap kualitas labanya (Irawati, 2012). Perusahaan yang memiliki kesempatan untuk tumbuh yang lebih besar mempunyai koefisien respon laba yang tinggi. Kondisi ini menunjukkan semakin besar kesempatan perusahaan untuk bertumbuh maka semakin tinggi kesempatan perusahaan mendapatkan laba atau menambah laba pada masa mendatang. Dengan demikian semakin pesat pertumbuhan perusahaan maka laba yang dihasilkan perusahaan semakin berkualitas. Pertumbuhan laba tersebut dapat mempengaruhi kualitas laba. Hal ini sesuai dengan temuan-temuan sebelumnya yang menunjukkan bahwa pertumbuhan laba berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas laba (Afni et al., 2014). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan laba mempunyai hubungan yang positif dengan kualitas laba. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan tinggi akan mampu menyelesaikan proyekproyeknya. Karenanya peningkatan laba akan direspon positif oleh investor Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menarik hipotesis sebagai berikut: H4 = Pertumbuhan laba berpengaruh positif terhadap kualitas laba 31

2.3.5 Pengaruh Likuiditas Terhadap Kualitas Laba Menurut Wulansari (2013), tingkat likuiditas mencerminkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. Bagi beberapa perusahaan tingkat likuiditas yang tepat perlu dipertahankan. Karena selain terkait dengan kepentingannya dengan pihak kreditur, tingkat likuiditas juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan di mata investor. Nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Penelitian yang dilakukan oleh Wulansari (2013), menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas laba. Likuiditas mempunyai pengaruh terhadap kualitas laba karena jika suatu perusahaan memiliki kemampuan dalam membayar hutang jangka pendeknya berarti perusahaan memiliki kinerja keuangan yang baik dalam pemenuhan hutang lancar sehingga perusahaan tidak perlu melakukan praktek manipulasi laba. Rasio likuiditas yang umumnya digunakan adalah current ratio. Current ratio yang tinggi biasanya dianggap menunjukkan tidak terjadi masalah dalam likuiditas. Maka semakin tinggi likuiditas artinya laba yang dihasilkan suatu perusahaan berkualitas. Perusahaan dengan likuiditas tinggi akan memiliki risiko yang relatif kecil, sehingga kreditur merasa yakin dalam memberikan pinjaman kepada perusahaan dan investor akan tertarik untuk menginvestasikan dananya ke perusahaan tersebut, karena investor yakin bahwa perusahaan mampu bertahan. Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat menarik hipotesis sebagai berikut: 32

H5 = Likuiditas berpengaruh positif terhadap kualitas laba 2.4 Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori dan hipotesis yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti membuat kerangka pemikiran sebagai berikut : 33