WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

BAB I PENDAHULUAN. masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan,

LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN,

LAMPIRAN IX KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR :1451 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

INDOCEMENT AWARDS STR WRITING COMPETITION

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN

KATA PENGANTAR. Manfaat dalam melakukan kegiatan pembuatan lubang biopori antara lain :

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan

LAMPIRAN V KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

-1- KETENTUAN TEKNIS SPAM BJP

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

Dr. Zulkifli Rangkuti, MM

PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI TAMAN PEMBIBITAN TEBET

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KONSERVASI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

~JaIcana PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SUMUR RESAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR HUJAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN PERSILNYA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENJAGA KEBERLANGSUNGAN AIR TANAH DI PERKOTAAN DENGAN SISTEM SUMUR RESAPAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BIOPORI TANAH SEBAGAI RESAPAN AIR DI DESA BUKIT RATA DUSUN MELUR KUALA SIMPANG: ACEH TAMIANG

MEMAKSIMALKAN FUNGSI TAMAN SEBAGAI MEDIA RESAPAN AIR HUJAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DRAINASE PERKOTAAN SUMUR RESAPAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. rendah. Studi mengenai aliran air melalui pori-pori tanah diperlukan dan

SUMUR RESAPAN AIR HUJAN SEBAGAI WAHANA KONSERVASI AIR

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

PEMANFAATAN BAK RESAPAN DAN BIOPORI SISTEM GUNA MENGATASI MASALAH GENANGAN AIR

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

B. BENTUK, FORMAT DAN ISI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2015 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK ATAU PERMUKIMAN

2016, No Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III LANDASAN TEORI

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

BAK PENAMPUNGAN AIR BAMBU SEMEN (KAPASITAS LITER)

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

DAFTAR ISI. Halaman. Daftar Isi... BAB I DESKRIPSI Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan Ruang Lingkup...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup

MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SUMUR GALI

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GENTONG PENAMPUNGAN CARA CETAKAN (KAPASITAS 250 LITER)

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Transkripsi:

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara pemanfaatan air hujan yang diatur dalam Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pemanfaatan Air Hujan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kondisi saat ini; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksankan ketentuan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan Juncto Pasal 37 Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2008 tentang Bangunan Gedung, maka perlu ditetapkan Peraturan Walikota tentang Pemanfaatan Air Hujan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Repubik Indonesia Nomor 5059); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 1

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 5. Undang Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5608); 6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pemanfaatan Air Hujan; 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036); 8. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2008 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah KotaProbolinggo Tahun 2008 Nomor 4); 9. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Probolinggo Tahun 2009-2028 (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2010 Nomor 2); 10. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2012 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Probolinggo Tahun 2012 Nomor 4); 11. Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Daerah Kota Probinggo Tahun 2013 Nomor 3); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN. 2

Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Kota adalah Kota Probolinggo. 2. Walikota adalah Walikota Probolinggo. 3. Pemanfaatan air hujan adalah serangkaian kegiatan mengumpulkan, menggunakan dan/atau meresapkan air hujan kedalam tanah. 4. Sumur resapan adalah lubang yang dibuat untuk meresapkan air hujan kedalam tanah dan/atau lapisan batuan pembawa air. 5. Kolam pengumpul air hujan adalah kolam atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh diatap bangunan (Rumah, gedung, perkantoran atau industri) yang disalurkan melalui talang;. 6. Lubang resapan biopori adalah lubang yang dibuat secara tegak lurus (vertikal) kedalam tanah dengan diameter 10-25 cm dan kedalaman sekitar 100 cm atau tidak melebihi kedalaman muka air tanah, digunakan untuk mengurangi genangan. 7. Penanggungjawab bangunan adalah pemilik bangunan atau orang perseorangan atau badan hukum yang diberi kuasa untuk menempati atau mengelola bangunan. 8. Adaptasi adalah upaya aktif untuk menyesuaikan diri dengan daya dukung lingkungan terhadap perubahan iklim sehingga dapat mengurangi dampak yang terjadi. 9. Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Pasal 2 Maksud dari Peraturan Walikota ini adalah sebagai pedoman bagi penanggungjawab bangunan dalam penyelenggaraan pemanfaatan air hujan dan sebagai pedoman bagi Pemerintah Kota dalam melakukan pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung, khususnya penyelenggaraan pemanfaatan air hujan. Pasal 3 Tujuan dari Peraturan Walikota ini adalah untuk mengurangi genangan air atau banjir serta mempertahankan kualitas dan meningkatkan kuantitas air tanah/konservasi air, sebagai upaya aksi adaptasi perubahan iklim. 3

Pasal 4 (1) Setiap penanggungjawab bangunan gedung harus melakukan pemanfaatan air hujan. (2) Pemanfaatan air hujan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara membuat : a. kolam pengumpul air hujan; b. sumur resapan dan/atau; c. lubang resapan biopori. (3) Perencanaan pembuatan pemanfaatan air hujan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dicantumkan dalam gambar rencana bangunan yang merupakan salah satu persyaratan permohonan Izin Mendirikan Bangunan. (4) Perencanaan pembuatan sarana pemanfaatan air hujan yang tertuang dalam gambar rencana bangunan harus direalisasikan dalam bentuk fisik nyata. (5) Keharusan pemanfaatan air hujan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b dan huruf c dikecualikan pada kawasan karst, rawa, dan/atau gambut; (6) Tata cara pemanfaatan air hujan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. Pasal 5 (1) Walikota melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air hujan dan ketersediaan sarana pemanfaatan air hujan pada setiap bangunan gedung. (2) Dalam melakukan pemantauan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Walikota membentuk tim pemantauan dan pengawasan (3) Tim sebagimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur : a. Badan Lingkungan Hidup; b. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan; c. Dinas Pekerjaan Umum; d. Satuan Polisi Pamong Praja; e. Kecamatan setempat; dan f. Kelurahan setempat. 4

Pasal 6 (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam pemanfaatan air hujan. (2) Peran serta masyarakat dapat berupa: a. pengawasan sosial b. pemberian saran, pendapat, usul, pengaduan dan/atau c. penyampaian informasi dan/atau laporan kepada pemerintah daerah d. pembiayaan pembangunan sarana pemanfaatan air hujan e. pemeliharaan sarana pemanfaatan air hujan ; dan/ atau f. penyebaran informasi / kampanye pemanfaatan air hujan (3) Peran serta masyarakat dilakukan untuk : a. meningkatkan kepedulian dalam konservasi air tanah b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan dan kemitraan; dan c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan (4) Untuk mendukung peningkatan peran serta masyarakat Pemerintah Kota melakukan penyediaan media informasi dan komunikasi, melakukan sosialisasi, pendampingan teknis, melakukan jaring pendapat aspirasi masyarakat dan aktif memberikan tanggapan terhadap kendala yang disampaikan oleh masyarakat. Pasal 7 (1) Walikota dapat melakukan kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah daerah lain, kelompok masyarakat, badan usaha yang berbadan hukum, perguruan tinggi dan lembaga lainnya dalam pemanfaatan air hujan (2) Lingkup kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain : a. penyediaan/pembangunan sarana pemanfaatan air hujan; b. pengembangan teknologi pemanfaatan air hujan; c. pengembangan kajian tentang pemanfaatan air hujan; atau d. pemanfaatan air hujan untuk selain konservasi dan/atau usaha lain yang produktif. (3) Tatacara pelaksanaan kerjasama dilakukan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 8 Dengan ditetapkanya Peraturan Walikota ini maka Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 11 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemanfaatan Air Hujan (Berta Daerah Kota Probolinggo Tahun 2012 Nomor 11) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 5

Pasal 9 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Probolinggo. Ditetapkan di Probolinggo pada tanggal 4 Pebruari 2016 Diundangkan di Probolinggo pada tanggal 4 Pebruari 2016 WALIKOTA PROBOLINGGO, Ttd R U K M I N I SEKRETARIS DAERAH KOTA PROBOLINGGO, Ttd JOHNY HARYANTO BERITA DAERAH KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 NOMOR 11 Salinan sesuai dengan aslinya, KEPALA BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KOTA PROBOLINGGO, WAHONO ARIFIN, SH, MM NIP. 19650912 199303 1 008 6

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN I. PENDAHULUAN Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan, yang sebagian besar masuk ke sungai dan akhirnya bermuara di laut. Air hujan yang jatuh ke bumi tersebut menjadi sumber air bagi makhluk hidup. Curah hujan di wilayah Indonesia cukup tinggi, yaitu 2.000-4.000 mm/tahun dapat menjadi sumber air bersih, tetapi sering menimbulkan banjir pada musim penghujan, karena air hujan tidak dapat meresap ke tanah seiring dengan menurunnya daerah resapan. Di sisi lain dengan pertumbuhan jumlah penduduk, maka kebutuhan air bersih meningkat, diperkirakan pemanfaatan air tanah untuk memenuhi kebutuhan penduduk sebesar 100 liter/hari/orang. Pemanfaatan air tanah yang berlebihan akan menimbulkan dampak negatif antara lain: intrusi air laut, penurunan muka air tanah, amblesan tanah (land subsidence) yang menyebabkan genangan banjir dimusim penghujan. Sementara itu alih fungsi lahan pada daerah resapan akan menurunkan resapan air hujan, sehingga terganggunya ketersedian air bersih. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka perlu dipertahankan kesetimbangan air tanah melalui proses pengambilan dan pengisian air hujan (presipitasi dan infiltrasi) dengan meresapkan ke dalam pori-pori/rongga tanah atau batuan, serta dilakukan upaya konservasi air. Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan cara membuat kolam pengumpul air hujan, sumur resapan dangkal, sumur resapan dalam dan lubang resapan biopori. Pemanfaatan air hujan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, nilai kelulusan batuan (konduktivitas hidrolik), luas tutupan bangunan, muka air tanah, dan lapisan akuifer. Agar dapat terimplementasikan pada masyarakat atau pengelola bangunan maka diperlukan tata cara pemanfaatan air hujan. 7

II. TATA CARA PEMBUATAN KOLAM PENGUMPUL AIR HUJAN, SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI A. Kolam Pengumpul Air Hujan 1. Kolam Pengumpul Air Hujan di atas Permukaan Tanah a. Persyaratan lokasi Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1) muka air tanah dangkal < 1 m; 2) jenis tanah yang mempunyai kapasitas infiltrasi rendah seperti lempung dan liat; atau 3) kawasan karst, rawa, dan/atau gambut. b. Konstruksi 1) membuat saluran air dari talang bangunan (dengan bahan PVC) ke dalam kolam pengumpul air hujan; 2) membuat kolam pengumpul air hujan dari beton, batu bata, tanah liat atau bak fiber/aluminium, dilengkapi dengan saluran pelimpasan keluar dari kolam pengumpul air hujan; dan 3) membuat penutup kolam pengumpul air hujan. c. Pemeliharaan 1) membersihkan talang dan saluran air dari kotoran seperti ranting, dedaunan agar tidak tersumbat; dan/atau 2) melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air di dalam kolam pengumpul air (bila perlu). 8

2. Kolam Pengumpul Air Hujan di bawah Permukaan Tanah a. Persyaratan lokasi Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) daerah bebas banjir; 2) muka air tanah dangkal > 2 m; 3) keterbatasan ruang di atas tanah; dan/atau 4) daerah dengan ketinggian permukaan tanah minimal di atas 10 m di atas permukaan laut dengan luas lahan terbatas. b. Konstruksi 1) membuat saluran air (PVC) dari talang bangunan ke dalam kolam pengumpul air hujan; 2) membuat kolam pengumpul air hujan dari beton, batu bata, atau bak fiber/aluminium dilengkapi dengan saluran pelimpasan keluar dari kolam pengumpul air hujan. Apabila kolam pengumpul tersebut dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari maka dapat dilengkapi dengan pompa air yang diletakkan pada permukaan tanah; dan 3) membuat penutup kolam pengumpul air hujan. c. Pemeliharaan 1) membersihkan talang dari kotoran seperti ranting, dedaunan agar tidak tersumbat; dan/atau 2) melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air di dalam kolam pengumpul air (bila perlu). 9

B. Sumur Resapan 1. Sumur Resapan Dangkal a. Persyaratan lokasi Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1) tinggi muka air tanah > 0,5 m; dan/atau 2) berada pada lahan yang datar dan berjarak minimum 1m dari pondasi bangunan. b. Konstruksi 3) sumur resapan dangkal dibuat dalam bentuk bundar atau empat persegi dengan menggunakan batako atau bata merah atau buis beton; 4) sumur resapan dangkal dibuat diameter antara 1-2 m 2 (satu sampai dengan dua meter persegi) atau panjang 1-2 m (satu sampai dengan dua meter) lebar 1 2 m (satu sampai dengan dua meter) pada kedalaman di atas muka air tanah atau kedalaman antara 0,5 10 m di atas muka air tanah dangkal dan dilengkapi dengan memasang ijuk, koral serta pasir sebesar 25% dari volume sumur resapan dangkal; 5) sumur resapan dangkal dilengkapi dengan bak kontrol yang dibangun berjarak +50 cm dari sumur resapan dangkal yang berfungsi sebagai pengendap; 6) sumur resapan dangkal dan bak kontrol dilengkapi dengan penutup yang dapat dibuat dari beton bertulang, kayu atau plat besi; 7) membuat saluran air dari talang rumah atau saluran air di atas permukaan tanah untuk dimasukkan ke dalam sumur dengan ukuran sesuai jumlah aliran. Sumur resapan yang sumber airnya dialirkan melalui talang bangunan tidak selalu membuat bak kontrol; dan 8) memasang pipa pembuangan yang berfungsi sebagai saluran limpasan jika air dalam sumur resapan sudah penuh. c. Pemeliharaan 1) membersihkan bak kontrol dan sumur resapan dangkal dengan mengangkat filter yang berupa ijuk, koral dan pasir pada setiap menjelang musim penghujan atau disesuaikan dengan kondisi tingkat kebersihan filter; dan/atau 2) dapat melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air yang masuk ke dalam sumur resapan apabila terdapat unsurunsur tercemar. Parameter analisa air tanah dapat mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. 10

2. Sumur Resapan Dalam a. Syarat Lokasi 1) diutamakan di daerah land subsidence dan/atau daerah genangan; 2) penurunan muka air tanah dalam kondisi kritis; 3) ketinggian muka air tanah > 4 m; dan/atau 4) sumur resapan dalam dapat dipadukan dengan sumur eksploitasi yang telah ada dan/atau yang akan dibuat. b. Konstruksi 1) sumur resapan dalam dibuat melalui pemboran dengan lubang bor tegak lurus dan diameter minimal 275 mm (11 inchi) untuk seluruh kedalaman; 2) diameter pipa lindung dan saringan minimal 150 mm (6 inch); 3) kedalaman sumur resapan dalam disesuaikan dengan kondisi akuifer dalam yang ada; 11

4) bibir sumur atau ujung atas pipa lindung terletak minimal 0,25 m di atas muka tanah dan dilengkapi dengan penutup pipa; 5) saringan sumur resapan dalam harus ditempatkan tepat pada kedudukan akuifer yang disarankan untuk peresapan. Apabila akuifernya mempunyai ketebalan lebih dari 3m, maka panjang minimal saringan yang dipasang harus 3 m, ditempatkan di bagian tengah akuifer; 6) ruang antara dinding lubang bor dan pipa lindung di atas dan di bawah pembalut kerikil diinjeksi dengan lumpur penyekat, sehingga terbentuk penyekat-penyekat setebal 3m di bawah kerikil pembalut dan setebal minimal 2m di atas kerikil pembalut; 7) ruang antara dinding lubang bor dan pipa jambang di atas kerikil pembalut mulai dari atas lempung penyekat hingga kedalaman 0,25 m di bawah muka tanah harus diinjeksi dengan bubur semen, sehingga terbentuk semen penyekat; 8) di sekeliling sumur harus dibuat lantai beton semen dengan luas minimal 1 m2, berketebalan minimal 0,5 m mulai 0,25 m di bawah muka tanah hingga 0,25 m di atas muka tanah; 9) sumur resapan dalam dilengkapi dengan 2 buah bak kontrol yang dibuat secara bertingkat dengan menggunakan batu bata, batako, atau cor semen secara berhimpit berukur panjang 1m, lebar 1,5m dan kedalaman 1,5 m dasar bak kontrol disemen; dan 10) untuk bak penyaring, dibuat dengan kedalaman 1m dan diisi dengan pasir dengan ketebalan 25 cm, koral setebal 25 cm dan ijuk setebal 25 cm. Bak kontrol 2, dengan kedalaman 1,5 m diisi dengan pasir setebal 25 cm, arang aktif setebal 25 cm, koral setebal 25 cm, dan ijuk setebal 25 cm. c. Pemeliharaan 1) membersihkan atau mengganti penyaring dari kotoran dan endapan/lumpur yang menyumbat pada bak penyaring, pada musim penghujan dan kemarau atau sesuai dengan keperluan; dan/atau 2) melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air yang masuk ke dalam sumur resapan. Parameter analisa air tanah dapat mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat- Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. 12

C. Lubang Resapan Biopori (LRB) 1. Persyaratan lokasi a. daerah sekitar pemukiman, taman, halaman parkir dan sekitar pohon; dan/atau b. pada daerah yang dilewati aliran air hujan. 2. Konstruksi a. membuat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10-20 cm, kedalaman 80-100 cm atau tidak melampaui kedalaman air tanah. Jarak pembuatan lubang resapan biopori antara 50 100 cm; b. memperkuat mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan: 1) paralon dengan diameter 20 cm, panjang minimal 10 cm; atau 2) adukan semen selebar 2-3 cm, setebal 2 cm di sekeliling mulut lubang. c. mengisi lubang LRB dengan sampah organik yang berasal dari dedaunan, pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur; dan d. menutup lubang resapan biopori dengan kawat saringan. 3. Pemeliharaan a. mengisi sampah organik kedalam lubang resapan biopori; b. memasukkan sampah organik secara berkala pada saat terjadi penurunan volume sampah organik pada lubang resapan biopori; dan/atau c. mengambil sampah organik yang ada dalam lubang resapan biopori setelah menjadi kompos diperkirakan 2-3 bulan telah terjadi proses pelapukan. 13

III. KEBUTUHAN SUMUR RESAPAN DAN LUBANG RESAPAN BIOPORI A. Jumlah Unit Sumur Resapan Dangkal, Sumur Resapan Dalam dan Lubang Resapan Biopori yang diperlukan berdasarkan Luas Tutupan Bangunan Jenis Pemanfaatan Sumur Resapan Dangkal Sumur Resapan Dalam Lubang Resapan Biori Luas Tutupan Bangunan (m 2 ) Volume Resapan per Unit (m 3 ) Daya Resap per Unit (m 3 /hari) Jumlah Unit Resapan yang diperlukan Keterangan 50 1-1 setiap tambahan 25 50 m2 luas tutupan bangunan diperlukan tambahan 1 unit atau volume 1 m 3 1000-40 1 setiap tambahan 500 1000m2 luas tutupan bangunan diperlukan tambahan 1 unit setiap tambahan luas tutupan bangunan 7 m2 diperlukan tambahan 1 unit LRB 14

B. Nilai Kelulusan Batuan (Konduktivitas Hidrolik) Berdasarkan Jenis Batuan No Jenis Batuan Nilai Kelulusan Batuan (Konduktivitas Hidrolik) (m/hari) 1 Pasir 2,5 2 Campuran Pasir - lempung 1,3 3 Lempung 0,08 WALIKOTA PROBOLINGGO, Ttd R U K M I N I 15