BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan yang terbaik untuk bayi usia 0-6 bulan adalah ASI. Air susu ibu (ASI) merupakan sumber energi terbaik dan paling ideal dengan komposisi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan bayi pada masa pertumbuhan, manfaat pemberian ASI tidak hanya dirasakan oleh bayi tetapi juga oleh ibu, lingkungan bahkan negara. Pemberian ASI ini diberikan sampai bayi berusia 6 bulan, setelah 6 bulan harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, dan ASI masih tetap diberikan hingga bayi berusia 2 tahun (Waryana, 2010). Pada usia 6 bulan kebutuhan bayi akan zat gizi makin bertambah karena seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi, sedangkan produksi ASI mulai menurun, sehingga bayi sangat memerlukan makanan tambahan sebagai pendamping ASI (Djitowiyono, 2010). Setelah 6 bulan pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan makanan bayi, ASI hanya akan memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan bayi, sedangkan yang 30-40% harus dipenuhi dari makanan pendamping atau makanan tambahan. Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman tambahan yang mengandung zat gizi, yang diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 untuk memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). Sementara itu pemberian makanan tambahan yang tidak tepat dalam kualitas dan kuantitasnya dapat menyebabkan bayi menderita gizi kurang (indiarti, 2008). Pada bayi dan anak kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak di atasi secara dini dapa berlanjut hingga dewasa. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis, periode emas dapat terwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memeperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang anak yang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini memperoleh makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu 1
tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada masa ini maupun masa selanjutnya (Depkes Ri, 2006). World Health Organization (WHO) merekomendasikan para ibu untuk menyusui secara eksklusif selama 6 bulan, melanjutkan dengan memberikan makanan pendamping ASI dari bahan-bahan lokal yang kaya nutrisi sambil tetap memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun (World Health Assembely Resulotion, 2010). Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (susenas) (2002) terdapat banyak ibu yang memberikan makanan terlalu dini kepada bayinya, yaitu 32% ibu yang memebrikan makanan tambahan kepada bayi yang berumur 2-3 bulan, seperti bubur, nasi, dan pisang, sedangkan 69% adalah pada bayi usia 4-5 bulan. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2007) di Pusat Pelatihan dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan, diperoleh hasil bahwa lebih dari 50% bayi di Indonesia telah mendapat makanan pendamping ASI dengan usia kurang dari 1 bulan. Menurut susanty dkk (2012) pemberian makanan pendamping ASI yang telalu dini dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti seperti diare, Sebaliknya pemberian makanan yang terlalu lambat mengakibatkan bayi mengalami kesulitan belajar mengunyah, tidak menyukai makanan padat, dan bayi kekurangan gizi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningsih (2009) di desa Gogik Kecamatan Ungaran Barat, menemukan hasil bahwa 58,3% dari 22 subjek yang diteliti memberikan MP-ASI tidak sesuai dengan usia bayi, jenis, frekuensi dan jumlah pemerian berstatus gizi kurang, dapat di simpulkan bahwa ada hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi (α = 0,05 diperoleh hasil p = 0,005). Hasil peneletian Susanty dkk (2012) di kelurahan Pannampu Makasar memberikan hasil bahwa kecukupan konsumsi kalori memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi buruk dan merupakan faktor resiko terjadinya gizi buruk. Hasil penelitian yang sama juga ditemukan oleh Manalu (2008) bahwa anak yang memiliki status gizi kurang/gizi buruk disebabkan oleh MP-ASI yang kurang baik dari segi jenis maupun kualitasnya. Kekurangan tersebut dipengaruhi oleh rendahnya pendapatan keluarga, pengetahuan ibu/keluarga tentang zat gizi/anggapan yang dipercayai oleh ibu.
Selain itu, kaitan penyakit infeksi dengan keadaan kurang gizi merupakan hubungan timbal balik yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk kedaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi, penyakit yang umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain adalah diare. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian pada balita, selain itu diare juga penyebab gizi kurang (Nugraheni, 2010). Berdasarkan data dari profil kesehatan (2010) Jumlah penderita diare di Kota Semarang tahun 2008 sebanyak 12.264, Pada tahun 2009 angka kejadian diare menurun menjadi 10.443, dan pada tahun 2010 angka kejadian diare mengalami peningkatan, pada anak usia kurang dari 1 tahun sebanyak 4. 402 dan, Anak usia 1-4 tahun sebanyak 10.194. Menurut Wardhani (2012) dari 37 puskesmas yang ada di Semarang, puskesmas Kedungmundu menduduki prevalensi tertinggi kejadian diare pada balita, kejadian diare di puskesmas Kedungmundu pada tahun 2010 sebanyak 632 anak <1 tahun, berdasarkan laporan puskesmas fakor yang menyebabkan diare adalah status gizi,pemebrian ASI eksklusif dan lingkungan. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukan bahwa kejadian diare di puskesmas Kedungmundu mengalami peningkatan sebanyak 989 balita pada tahun 2012 ( Dinkes, 2012). Dari uraian dan data di atas menunjukan jika pemberian MP-ASI tidak tepat dalam kualitas dan kuantitas dapat menyebabkan bayi menderita kurang gizi, pemberian yang terlalu dini juga dapat menyebabakan gangguan pencernaan seperti diare. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan ketepatan pemberian makanan pendamping ASI dan status gizi dengan kejadian diare pada anak usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini apakah ada hubungan anatara ketepatan pemebrian MP-ASI dan status gizi dengan
kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara ketepatan pemberian MP-ASI dan status gizi dengan kejadian diare pada anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Kedungmundu Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik sampel (umur, berat badan, jumlah anggota keluarga). b. Mendekripsikan ketepatan pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan c. Mendeskripsikan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan. d. Mendeskripsikan status gizi pada bayi usia6-12 bulan. e. Menganalisis hubungan ketepatan pemberian MP-ASI dengan kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan. f. Menganalisis hubungan ketepatan pemberian MP-ASI dengan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan D. Manfaat penelitian 1. Bagi responden Dengan adanya penelitian ini, orang tua dapat termotivasi untuk meningkatkan perilaku hidup sehat dalam memperbaiki status gizi dserta mencegah diare sehingga dapat meningkatkan status dan derajat kesehatan pada anak. 2. Bagi pengembangan ilmu keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau informasi untuk dijadikan bahan dalam mengembangkan ilmu keperawatan sehingga dapat dijadikan dasar untuk penyediaan fasilitas di layanan kesehatan yang mendukung dalam memperbaiki status gizi dan mengurangi kejadian diare pada bayi usia 6-12 bulan. 3. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan yang berguna bagi institusi pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan program ketepatan pemberian MP-ASI. Penelitian ini dapat juga dijadikan sebagai salah satu bahan untuk menyusun perencanaan program Ketepatan pemberian MP- ASI yang tepat bagi bayi usia 6-12 bulan di puskemas Kedungmundu Semarang. 4. Bagi penelitian Hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat menjadi rujukan untuk melakukan penelitian lain terkait ketepatan pemberian MP-ASI, pencegahan diare, dan peningkatan status gizi. E. Bidang Ilmu Bidang ilmu penelitian ini adalah keperawatan anak. F. Keaslian Penelitian Peneleitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain, adapun penelitian yang pernah ada tertera dalam tabel 1. Berikut :
Tabel 1.1 Originalitas penelitian Peniliti/tahun Judul Sampel Metode Hasil Anatus Faktor-faktor 50 ibu yang Total S yang memiliki anak sampling 2011 Berhubungan dengan Pemberian Makanan usia 0-12 bulan di Kelurahan Gebangsari Tri puspa. K 2009 Merry S, Mesri k, Veni H, Sri ah A. 2012 Tambahan Pada Bayi Usia kurang Dari 6 Bulan di Kelurahan Gebangsari Kecamatan Genuk Kota Semarang Hubungan antara pemberian MP-ASI dengan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di desa Gogik kec. Ungaran Barat Hubungan pola pemberian ASI dan MP-ASI dengan status gizi buruk pada anak usia 6-24 bulan di Kelurahan Pannampu Makasr. Kecamatan Genuk semarang Kota 22 bayi yang berusia 6-12 bulan di desa Gogik kecamatan ungaran barat 60 balita yang berusia 6-24 bulan di Puskesmas Kaluku Bodoa, kel. Pannampu Kec. Tallo Makasar. Metode cross sectional Metode sectional cross Dari Hasil chi square di peroleh p value 0,04; sehingga p= 0,041 < 0,05 atau Ho ditolak, dan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara petugas penolong persalinan dengan pemberian MP-ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan di kelurahan Kecamatan Genuk Kota Semarang Hasil dari uji chi square dengan nilai α = 0,05 di peroleh p value= 0,005, karena α < p atau Ho ditolak, dan dapat disimupulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan Terdapat hubungan yang signifikan antara pola pemberian ASI berdasarkan frekuensi menyusui dan lama menyusui dengan kejadian diare. Demikian juga dengan pola pemberian MP-ASI (konsumsi kalori) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian gizi buruk dan merupakan faktor resiko.