BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi terasa semakin penting pada saat manusia membutuhkan eksistensinya diakui, karena secara naluriah manusia terdorong untuk selalu bergaul dengan makhluk lain, hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Manusia berhubungan dengan manusia lain dan saling berbagi tanpa memandang usia dari lawan bicara. Kegiatan ini membutuhkan alat, sarana, atau media yaitu bahasa. Sejak saat itulah bahasa menjadi alat, sarana, atau media. Bahasa merupakan suatu bentuk ungkapan. Dengan bahasa manusia dapat mengungkapkan perasaan, ide, atau gagasannya. Bahasa dapat diartikan sebagai alat komunikasi karena bahasa sebagai penyatu keluarga, masyarakat, dan bangsa dalam segala kegiatannya, baik membantu manusia dalam berdiskusi, menyampaikan informasi, bertukar pendapat, sampai dengan mengajarkan sesuatu kepada generasi yang akan datang. Bahasa biasanya berhubungan dengan ujaran karena media bahasa yang terpenting adalah bunyi (kemampuan lisan) walaupun kemudian ditemui ada juga media tulisan (kemampuan menulis). 1
2 Kemampuan berbahasa lisan maupun kemampuan berbahasa tulis seseorang dapat dilakukan jika, seseorang telah memperoleh pendidikan keterampilan tentang ke Dua kemampuan tersebut. Ke dua kemampuan tersebut tentulah memiliki perbedaan antar keduanya, Arifin (2009:19) menyatakan Jika ragam lisan mengendaki adanya orang ke dua, teman berbicara yang berada di depan pembicara, dan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berda di depan. sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar dan huruf miring. Oleh karena itu keterampilan berbahasa sangatlah penting dan berpengaruh. Keterampilan berbahasa pada hakekatnya memiliki empat aspek keterampilan berbahasa, keempat aspek tersebut adalah keterampilan menyimak (listening skills), berbicara (speaking skills), membaca (reading skills), dan menulis (writing skills). Setiap keterampilan tersebut saling berhubungan erat sekali. Memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya melalui suatu hubungan urutan yang teratur. Sebelum memperoleh keterampilan berbicara terlebih dahulu memperoleh keterampilan menyimak. Melatih keterampilan menyimak akan melatih keterampilan berfikir, sehingga siswa dapat menerima, memahami, mengidentifikasi dan mereaksi informasi kemudian menyampikan informasi baik dalam bentuk lisan (berbicara) maupun tulisan (menulis). Sebelum memperoleh keterampilan berbicara terlebih dahulu melaksanakan keterampilan membaca, dari membaca siswa dapat memperoleh kosa kata atau istilahistilah baru sehingga siswa mampu mengembangkan keterampilan berbicaranya. Setelah memperoleh keterampilan berbicara dan keterampilan membaca dapat
3 memperoleh keterampilan menulis. Siswa terlebih dahulu diperkenalkan huruf-huruf, suku kata, kata, kalimat sederhana dan seterusnya. Sehingga bisa dikatakan bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah pula jalan pikirannya. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berfikir (Tarigan, 1980). Melatih keterampilan berbahasa harus dilakukan sejak masa usia anak-anak. Anak-anak pada umumnya cenderung lebih cepat menguasai suatu bahasa, terutama bahasa ibunya. Sejak lahir sebenarnya seorang bayi sudah memproduksi bunyi-bunyi yaitu menangis. Sejalan dengan pertumbuhan bayi bunyi-bunyi yang diproduksinya itu mulai ada kecenderungan mempunyai kemiripan dengan bahasa (kata-kata) orang dewasa, anak mulai mengucapkan kata-kata sederhana misalnya: Mama, maem, dll yang diperolehnya dari pengalaman indrawi yang dilalui anak. Anak mulai membangun pengetahuan tentang kombinasi bunyi-bunyi tertentu, penyebutan benda atau peristiwa secara berulang-ulang anak akan mengingat kata-kata tentang sesuatu sekaligus mengingat pula cara mengucapkannya. Dengan demikian anak akan mencoba belajar berbicara mengucapkan kata-kata yang diperolehnya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Ellies dkk, 19(89) mengemukakan bahwa anak belajar berbicara sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, agar anak dapat memenuhi kebutuhannya, maka anak dapat dilatih melalui salah satu keterampilan berbahasa yaitu keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek dari ke empat aspek keterampilan berbahasa. Tarigan (2008) mengemukakan bahwa berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
4 mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Ujaran sebagai suatu cara berkomunikasi yang sangat mempengaruhi kehidupankehidupan individu. Karena dalam sistem inilah kita saling bertukar pendapat, gagasan, perasaan, dan keinginan dengan lambang-lambang yang disebut kata-kata. Sidiarto mengemukakan secara umum, manusia dalam kesehariannya lebih banyak berbicara dan yang paling sedikit adalah menulis. Budaya lisan atau berbicara lebih dominan dari pada budaya membaca dan menulis. Walaupun demikian, kemampuan berbicara seseorang perlu terus dipupuk atau ditingkatkan supaya mutu atau kualitas berbicara semakin baik (dalam Zulkifli, 2012:4). Oleh karena itu, suatu keterampilan berbicara menjadi sangat penting untuk dilatih dan dikembangkan. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada bulan Mei 2015 menunjukkan bahwa pada dasarnya siswa kelas II SDN Kauman 2 Malang tergolong siswa yang cerdas hal tersebut terbukti dari mengerjakan tugas dan ketika proses pembelajaran. Akan tetapi, pada kegiatan berbicara di dalam kelas menunjukkan permasalahan, siswa berbicara kurang teratur dan kurang maksimal. Siswa bertanya dan mengungkapkan pendapat didominasi oleh beberapa siswa saja. Kalimat yang diutarakan siswa terkadang tidak baku dan masih dipengaruhi bahasa Daerah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila diberikan kesempatan berbicara, siswa terlihat antuasias. Namun, pelafalan siswa pada saat berbicara masih belum jelas dan volume suara yang kurang nyaring. Data yang diambil pada observasi berupa hasil tes berbicara siswa ketika menyampaikan maksud hasil gambarannya di depan kelas karena data yang diperlukan merupakan data mengenai keterampilan berbicara siswa. Seluruh siswa masih belum
5 memiliki keterampilan berbicara yang maksimal, siswa masih memperoleh nilai dibawah ketuntasan individu ( 70) sesuai yang ditetapkan Oleh SDN Kauman 2 Malang. Masalah keterampilan berbicara pada siswa kelas II SDN Kauman 2 Malang memiliki beberapa alasan yaitu siswa dalam proses pembelajaran masih terbiasa menggunakan bahasa Daerah sehingga komunikasi secara formal dengan menggunakan bahasa Indonesia masih belum maksimal. Siswa tidak lancar dalam mengutarakan pendapat apabila diberikan kesempatan dalam situasi yang formal. Guru juga berperan penting dalam peningkatan keterampilan berbicara siswa. Namun, pada kenyataan di lapangan pembelajaran yang dilaksanakan guru masih menggunakan model ceramah, guru lebih sering memberikan kesempatan membaca atau menulis kepada siswa, guru kurang memberikan kesempatan siswa untuk berbicara sebagai praktek langsung. Selain itu, siswa tidak terbiasa melaksanakan diskusi kelas yang dapat memberikan ruang bagi peserta didik untuk berkomunikasi secara lisan. Berdasarkan permasalahan yang muncul, maka peneliti akan menetapkan alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (keterampilan Berbicara) tema 1 (Hidup Rukun), sub tema 2 (Hidup Rukun dengan teman bermain). Jaringan kompetensi Jaringan dasar untuk pembelajaran 4 adalah Bahasa Indonesia, PPKn dan SBDP. Maka peneliti menggunakan salah satu model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Menurut Aris Shoimin (2014), model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah metode yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Metode ini digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik.
6 Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain (Lie, 2007:61). Pada model pembelajaran Two Stay Two Stray menyajikan kegiatan menyampaikan informasi secara unik yaitu dengan cara bertamu dan menerima tamu. Kegiatan tersebut dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkomunikasi secara lisan menyampaikan ide, gagasan dan pendapatnya. Kesempatan berkomunikasi yang diberikan oleh Two Stay Two Stray dapat membiasakan peserta didik untuk berbicara melalui praktek berbicara secara langsung sehingga dapat melatih keterampilan berbicara. Untuk mengoptimalkan pembelajaran kooperatif, keanggotaan sebaiknya heterogen baik dari kemampuan maupun karakteristiknya. Para siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan dapat memberikan keuntungan bagi siswa yang berkemampuan rendah atau sedang. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama diantara sesama anggota kelompok dan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan hasil belajar. Berdasarkan uraian di atas, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray tema 1 (Hidup Rukun) siswa kelas II SDN Kauman 2 Malang.
7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka rumusan permasalahan sebagai berikut: 1.Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray tema 1 (Hidup Rukun) siswa kelas II SDN Kauman 2 Malang? 2. Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara sesuai kaidah-kaidah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray tema 1 (Hidup Rukun) siswa kelas II SDN Kauman 2 Malang C. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray tema 1(Hidup Rukun) siswa kelas II SDN Kauman 2 Malang. 2. Mendeskripsikan peningkatan keterampilan berbicara sesuai dengan kaidah-kaidah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray tema 1 (Hidup Rukun) siswa kelas II SDN Kauman 2 Malang. D. Manfaat Penelitian Pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini mempunyai 2 manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis adalah manfaat yang diambil untuk mendapatkan teori baru tentang peningkatan keterampilan berbicara tema 1 (lhidup Rukun), sub tema 2 (Hidup
8 Rukun dengan teman bermain), pembelajaran 4 melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray sehingga dapat menambah wawasan berfikir untuk dapat dijadikan dasar bertindak bagi insan pendidik dan dunia kependidikan pada umumnya, baik oleh penulis PTK ini maupun penulis lainnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa, dan siswa akan lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran khususnya dalam keterampilan berbicara. b. Bagi guru Meningkatnya keterampilan berbicara siswa karena penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray tema 1 (Hidup Rukun), sub tema 2 (Hidup Rukun dengan teman bermain), pembelajaran 4, maka guru sebagai pendidik dalam proses belajar mengajar akan terpacu untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam menyampaikan pembelajaran tema 1 (Hidup Rukun), sub tema 1 (Hidup Rukun di Rumah), pembelajaran 4, maupun tema yang lainnya.
9 c. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat dijadikan titik tolak untuk mengadakan penelitian sejenis dan cakupannya lebih luas, serta dapat berguna bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Sasaran dari tujuan penelitian ini kepada siswa SDN Kauman 2 Malang, khususnya siswa kelas II yang selama ini masih menerapkan sistem lama yaitu siswa hanya mengikuti ceramah guru di kelas tanpa mengembangkan pola berfikir aktif dan kreatif di dalam kelas yang mana guru hanya sebagai fasilitator bagi siswa di dalam kelas. F. Batasan Istilah Untuk menghindari salah satu penafsiran pada kata yang digunakan dalam penelitian perlu dikumpulkan terhadap definisi sebgai berikut: a. Keterampilan Berbicara Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek dari keempat aspek keterampilan berbahasa yang tergolong dalam ragam bahasa lisan. Berbicara itu sendiri merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, 1981:16). b. Model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)
10 Menurut Aris Shoimin (2014), model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah metode yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Metode ini digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain (Lie, 2007:61).