BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya, Bandung, 2011, hlm Diah Harianti, Model dan Contoh Pengembangan Diri Sekolah Menengah Pertama,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGEMBANGAN DIRI MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN (FASHOLATAN)

BAB I PENDAHULUAN. Meity H. Idris, Peran Guru dalam Mengelola Keberbakatan Anak, Cet.2, PT Luxima Metro Media, Jakarta, hlm, 171.

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Al-Hadis, melalui kegiatan. bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB 1 PENDAHULUAN. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm.1. 2 Tatang S, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.14.

BAB I PENDAHULUAN. Choirul Mahfud, Pendidikan Multi Kultural, Kita, Pustaka Belajar, Yogyakarta, Cet I, 2006, hlm.34. 2

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat berkembang dengan baik. Pendidikan dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Abdurrahmabn Mas ud.et.al, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 2007, hlm.1. Republik Indonesia, Jakarta, 2003, hlm.1.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, hlm Endang Poerwanti, dkk, Perkembangan Peserta didik, Malang: UMM Press, 2002, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB V PEMBAHASAN. 1. Pembelajaran Intrakurikuler yang dilakukan Guru Pendidikan Agama

1988), 2 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm.364.

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun dan mengembangkan karakter manusia yang seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2000, hlm 38 2 Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesioanalisme

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai), Alfabeta, Bandung, 2009, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. manusia tentang dirinya sendiri, dan tentang dunia dimana mereka hidup.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan. 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Moh. Rosyid, Sosiologi Pendidikan, Idea Press, Yogyakarta, 2010, hlm.58. 3

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Offset, 2014, hlm Ibid, hlm Helmawati, Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Adri Efferi, Materi dan Pembelajaran Qur an Hadits MTs-MA, STAIN Kudus, Kudus, 2009, hlm. 2-3

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Agus Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Pemikiran Gus Dur, Nadi Pustaka, Yogyakarta, 2012, hlm. 73.

BAB V PEMBAHASAN. A. Motivasi Belajar Membaca Al-Qur an pada Siswa di Madrasah. karena itu peran seorang guru bukan hanya semata-mata mentransfer ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dianugerahkan oleh Allah menjadi anak yang benar-benar berakhlak mulia. Semua

BAB I PENDAHULUAN. DEPDIKNAS, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 Butir 4. 2

PENERAPAN KONSEP PEMBELAJARAN HOLISTIK DI SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL JANNAH WARU SIDOARJO PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Binti Maunah, Landasan Pendidikan, Sukses Offset, Yogyakarta, 2009, hlm. 3 2

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hasan Basri, Landasan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm Ibid., hlm. 15.

BAB II. TINJAUAN FIKIH MTs, IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGANNYA. 1. Pengertian dan Ruang Lingkup fikih MTs.

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 34 2

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning) dan. konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik 1.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu, Semarang, 2005, hal. 2 2 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Raja

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan, Rajawali Pres, Jakarta, 2011, hlm. 266.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta, 2013, hlm Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

BAB I PENDAHULUAN. Islam dimana norma-norma agama senantiasa dijadikan sumber pegangan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi

Implementasi Pengelolaan dan Sistem Perkuliahan di IAIN SU untuk Menciptakan Mahasiswa yang Bertaqwa, Intelektual, dan Profesional

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2007), hlm E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 173.

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hlm Redaksi Citra Umbara, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas &

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku

BAB I PENDAHULUAN. Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2012, hal iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya, sebab pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membuat. daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabiat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Prenada Media Group, 2012), hlm Abdul Kadir, dkk., Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Kencana

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang saling mempengaruhi, misalnya persoalan administrasi,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan dilakukan agar pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 2000, hlm Agus Mahfud, Ilmu Pendidikan Islam Pemikiran Gus Dur, Nadi Pustaka, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. kompleks sehingga sulit dipelajari dengan tuntas. Oleh sebab itu masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengajaran dan pendidikan agama dari guru Pendidikan Agama Islam.

BAB I PENDAHULUAN. Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, A.H Ba adillah Press, Jakarta, 2002, hlm

BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan eksistensi pendidikan. Jika pendidikan memiliki kualitas tinggi, maka

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata. mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Umbara, Bandung, 2003, hlm Ahmad Juntika Nurihsan dan Akur Sudiarto, Manajemen Bimbingan dan Konseling di

BAB I PENDAHULUAN. negara maka semakin besar peluang kemajuan yang akan dicapai. Seiring

Faturrahman Dkk, Pengantar Pendidikan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2012, hlm. 1 Faturrahman, Ibid, hlm. 15 3

BAB I PENDAHULUAN. secara jasmani dan rohani manusia supaya tetap bisa bertahan hidup. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

HaidarPputra Daulay, Pendidikan Islam, Kencana, Jakarta, 2004, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak bisa terlepas dari individu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak bergulirnya era reformasi di negeri ini, dunia pendidikan juga mengalami perubahan. Salah satu perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan adalah kebijakan yang dahulunya bersifat sentralistik menjadi desentralistik. Sejalan dengan diberlakukannya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menegaskan bahwa, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1 butir 1). Selain itu dalam pasal 4 ayat (4) undang-undang tersebut dinyatakan bahwa paradigma pembiasaan yang harus dibangun adalah pemberian keteladanan, pembangunan kemauan dan pengembangan kreativitas dalam konteks kehidupan sosial kultural madrasah. 1 Sebagaimana halnya Suyono dan Hariyanto juga menjelaskan bahwa pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia melalui kegiatan pembelajaran dalam bentuk aktualisasi potensi manusia menjadi kemampuan atau kompetensi. Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membentuk manusia yang seutuhnya. Manusia yang seutuhnya adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek ketakwaan terhadap Tuhan, intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. 2 Melihat potensi yang dimiliki peserta didik, menjadi penting dan sangat menguntungkan jika usaha pengembangannya difokuskan pada aspek-aspek 1 Diah Harianti, Model dan Contoh Pengembangan Diri Sekolah Menengah Pertama, Puskur Balitbang Depdiknas, Jakarta, 2007, hlm. 2. 2 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran (Teori dan Konsep Dasar), PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011, hlm. 33. 1

2 positif dari pada menyoroti sisi negatifnya. Usaha mempersiapkan peserta didik menghadapi masa depan yang serba kompleks, salah satunya dengan mengembangkan kepribadiannya. Untuk itu, peserta didik dalam mencari nilai-nilai hidup harus mendapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah, dan suci atau fitrah. Sedangkan lingkungan sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan bagi anak. 3 Dalam Al-Qur an disebutkan: Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum : 30) 4 Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. 5 Hal tersebut menandakan bahwa pendidkan Islam sejak awal merupakan salah satu usaha untuk menumbuhkan dan memantapkan ekcenderungan tauhid yang telah menjadi fitrah manusia. Agama menjadi petunjuk dan penuntun. Oleh karena itu, pendidikan Islam selalu menyelenggarakan pendidikan agama. Namun, agama disini lebih kepada fungsinya sebagai sumber moral dan nilai. Dengan pengertian ini, titik berat pengajaran agama bukan pada kedudukan teknisnya sebagai suatu disiplin ilmu, melainkan dalam rangka pencerdasan manusia dan penanaman 3 Zuhairini, et.al., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm. 170-171. 4 Al-Qur an surat Ar-Ruum ayat 30, Al-Qur an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Proyek Pengadaan Kitab Suci al-qur an, Jakarta, 1985, hlm. 645. 5 Ibid., hlm. 645.

3 nilai dan motal yang sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan dan prinsip-prinsip kemanusiaan yang menjadi esensi ajaran agama. 6 Melihat hal tersebut, jelas bagaimana pentingnya peranan orang tua untuk menanamkan pandangan hidup keagamaan terhadap anak didiknya. Agama anak didik yang akan dianut semata-mata bergantung pada pengaruh orang tua dan alam sekitarnya. Dasar-dasar pendidikan agama ini harus sudah ditanamkan sejak anak didi itu masih usia muda, karena kalau tidak demikian halnya kemungkinan mengalami kesulitan kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diberikan pada masa dewasa. 7 Upaya untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan menajdi sikap dan perilaku dewasa, tidak semuanya dapat dengan mudah dicapai baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Pada masa ini remaja menghadapi tugas-tugas dalam perubahan sikap dan perilaku yang besar, sedang di lain pihak harapan ditumpukan pada remaja muda untuk dapat meletakkan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku. Kegagalan dalam mengatasi ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan menurunnya harga diri dan akibat lebih lanjut dapat menjadikan remaja bersikap tidak percaya diri, pendiam atau kurang percaya diri. 8 Mengingat banyaknya beban pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik sedangkan waktu kegiataan belajar mengajar juga terbatas, maka sebagai jalan keluarnya adalah pihak madrasah mengadakan kegiatan di luar jam pelajaran guna membantu pengembangan diri peserta didik. Pengembangan diri ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik agar dapat mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi madrasah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan. Kegiatan ini lazim disebut dengan kegiatan ekstrakurikuler. 9 6 Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Amzah, Jakarta, 2010, hlm. 213. 7 Zuhairini, et.all., Filsafat Pendidikan Islam Op.Cit., hlm. 172. 8 Sunarto dan B. Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2013, hlm. 70. 9 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik Pengembangan KTSP), Kencana Perdana Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 146.

4 Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dinyatakan bahwa, pengembangan diri merupakan salah satu komponen struktur kurikulum setiap satuan pendidikan, dan menyatakan bahwa pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi madrasah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. 10 Kegiatan pengembangan diri dalam pelaksanaannya sesuai dengan konsep kurikulum sebagai aktualisasi diri (humanistik). Dalam kurikulum ini, John Dewey menekankan bahwa tugas pendidikan yang utama adalah mengembangkan anak sebagai individu selain sebagai makhluk sosial, hak untuk menentukan diri, serta pengembangan fisik dan emosionalnya. Kurikulum ini sering berdasarkan konsepsi child-centered. 11 Jika ditelaah dari psikologi pendidikan, istilah pengembangan diri disini tampaknya dapat disepadankan dengan istilah pengembangan kepribadian. Meski sebetulnya istilah diri ( self) tidak sepenuhnya identik dengan kepribadian ( personality). Istilah diri dalam bahasa psikologi disebut pula sebagai aku, ego atau self yang merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari kepribadian, yang di dalamnya meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita, baik yang disadari ataupun yang tidak disadari. Aku yang disadari oleh individu biasa disebut self picture (gambaran diri), sedangkan aku yang tidak disadari disebut unconscious aspect of the self (aku tak sadar). 12 10 Diah Harianti, Model dan Contoh Pengembangan Diri...Op.Cit., hlm. 2. 11 S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 21. 12 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 139.

5 Dalam struktur kurikulum di tingkat menengah pertama dijelaskan bahwa kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler masuk dalam kategori komponen pengembangan diri. Intrakurikuler adalah kegiatan di luar pelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada waktu tertentu, misalnya seperti pengajian kelas dilakukan setiap sebulan sekali, shalat dzuhur berjamaah yang dilaksanakan setiap hari dan pesantren kilat yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Bagi para peserta didik madrasah salah satunya yaitu dengan mengikuti kegiatan intrakurikuler yang tujuannya agar peserta didik lebih menghayati apa yag dipelajari dan ditentukan di luar madrasah. Sedangkan Ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan di luar struktur program yang pada umumnya merupakan kegiatan pilihan. Selain itu diartikan kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka, dilaksanakan di madrasah atau di luar madrasah agar lebih memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran. 13 MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus adalah salah satu lembaga pendidikan yang sangat mendukung kegiatan pengembangan diri. Seluruh komponen madrasah dilakukan sebagaimana planning yang telah direncanakan dalam kurikulum yaitu mata pelajaran, muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri. Kegiatan pengembangan diri yang akan diteliti di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus ini merupakan berbagai kegiatan yang sebagian besar merupakan kegiatan yang mendukung pemahaman peserta didik terhadap materi keagamaan yang ada pada Madrasah Tsanawiyah tersebut. MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus adalah salah satu lembaga pendidikan yang melaksanakan kegiatan pengembangan diri yang bertujuan untuk menunjang potensi peserta didik. 14 Salah satu kegiatan pengembangan diri keagamaan tersebut ialah fasholatan yang dilaksanakan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Pendidikan ibadah shalat merupakan bagian dari mata pelajaran Fiqih. Ibadah 13 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 271. 14 Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti ketika melaksanakan PPL (Praktik Profesi Lapangan), STAIN Kudus, 2015.

6 shalat merupakan salah satu ibadah yang mahdloh. Pada materi pembelajaran ibadah shalat, peran guru sangat penting, karena materi ibadah shalat tidak cukup disampaikan secara teori, maka pembelajaran dengan melibatkan keaktifan peserta didik akan lebih baik hasilnya. Pelaksanaan kegiatan keagamaan di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus bersifat desentralisasi, dan kegiatan tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan perkembangan sosial kondisi madrasah. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Eisner, yang memandang bahwa kurikulum adalah: pengembangan proses kognitif, teknologi, humanistik (aktualisasi diri anak), rekonstruksi sosial dan akademik. 15 Adapun pelaksanaan kegiatan keagamaan dilaksanakan setiap harisebelum jam pelajaran dimulai, yaitu pukul 06.15 s/d 07.00 WIB. Tujuan dari kegiatan keagamaan tersebut adalah untuk membiasakan peserta didik agar disiplin melaksanakan praktik keagamaan sehinggga memiliki akhlak yang mulia. 16 Kegiatan keagamaan yang ditetapkan di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus meliputi; Qira at Al-Qur an, shalat berjamaah, albarzanji, tahlilan, kegiatan fasholatan, PHBI, kuliah tujuh menit, pesantren kilat, pengumpulan zakat fitrah, dan lain sebagainya. Keaktifan belajar keagamaan tersebut selain menambah wawasan dan pengetahuan agama, juga mendidik peserta didik untuk mengamalkan ajaran agamanya. Dengan demikian keberhasilan pendidikan agama Islam di madrasah tidak terlepas dari berbagai keaktifan peserta didik dalam belajar agama yang dilakukan peserta didik di luar madrasah. Sesuai dengan konteks ini, MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh 15 S. Nasution, Pengembangan Kurikulum...Op.Cit., hlm. 15. 16 Hasil wawancara, dengan Bapak. Ali Ghufron, S.Ag, M.Pd., (selaku Waka Kurikulum), mengenai pengembangan diri peserta didik melalui kegiatan keagamaan (fasholatan, albarzanji dan tahlil) di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus.

7 Dawe Kudus merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memperhatikan perkembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. 17 Dari pengantar di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan dalam bentuk pengembangan diri melalui kegiatan keagamaan yaitu salah satunya adalah kegiatan fasholatan. Untuk itu peneliti mengangkat hal tersebut dengan judul penelitian Pelaksanaan Pengembangan Diri Peserta Didik Melalui Kegiatan Keagamaan (Fasholatan) di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus. B. Fokus Penelitian Fokus penelitian umumnya dilihat dari gejala yang bersifat holistik (menyeluruh dan tidak dapat dipisah-pisahkan) sehingga peneliti kualitatif tidak akan mendapatkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti. Fokus penelitian yang dimaksud ialah pelaksanaan pengembangan diri peserta didik melalui kegiatan keagamaan (fasholatan) peserta didik kelas VII, VIII dan VIII di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus. C. Rumusan Masalah Berdasarkan pada fokus penelitian yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, maka peneliti merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pengembangan diri peserta didik melalui kegiatan keagamaan (fasholatan) di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus? 2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pengembangan diri peserta didik melalui kegiatan keagamaan (fasholatan) di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus? Januari 2017. 17 Hasil Observasi, di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus pada Tanggal 9

8 D. Tujuan Peneletian Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan pengembangan diri peserta didik melalui kegiatan keagamaan (fasholatan) di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus. 2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pengembangan diri peserta didik melalui kegiatan keagamaan (fasholatan) di MTs. NU Nahdlatul Athfal Puyoh Dawe Kudus. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis a. Dapat memberikan kontribusi pemikiran yang konstruktif dalam pelaksanaan pengembangan diri peserta didik melalui kegiatan keagamaan (fasholatan). b. Dapat menjadi salah satu karya tulis ilmiah yang dapat menambah hazanah bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terlebih bagi pendidikan Islam. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: a. Peserta didik Dengan adanya pelaksanaan pengembangan diri peserta didik melalui kegiatan keagamaan (fasholatan), diharapkan para peserta didik akan mendapatkan suasana pembelajaran yang baru sehingga dapat menumbuhkan motivasi selalu aktif dalam pembelajaran praktik keagamaan.

9 b. Pendidik Dengan adanya pelaksanaan pengembangan diri peserta didik melalui kegiatan keagamaan (fasholatan), maka akan menambah wawasan pembelajaran bagi pendidik dalam mengajar. c. Madrasah Dengan penelitian ini tentunya akan menjadi masukan yang sangat berharga bagi madrasah, mengenai sarana prasarana, fasilitas dan media pembelajaran untuk lebih dilengkapi, serta mendapatkan referensi baru tentang pelaksanaan pengembangan diri melalui kegiatan keagamaan (fasholatan).