PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB l PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

umur tahun berjumlah 2.9 juta jiwa (Susenas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. fisik maupun mental (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

VOLUME 1 NO. 2 (JULI DESEMBER 2016) P-ISSN: E-ISSN:

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI KELAS 2 TENTANG VULVA HYGIENE DENGAN KEPUTIHAN DI MTs MASHLAHIYAH KRECEK BADAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN ALAT GENITALIA SAAT MENSTRUASI

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

PENGARUH PENYULUHAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP PERSEPSI MENJAGA KEBERSIHAN ORGAN GENETALIA PADA SISWI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala

HUBUNGAN MASALAH KEBERSIHAN VULVA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN (FLOUR ALBUS) PADA SISWI SMA NEGERI 2 BANGKINANG TAHUN 2014

Kata kunci : Pengetahuan, remaja puteri, kebersihan, genetalia eksterna PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan sosial. Sebagian besar masyarakat memandang sebelah mata

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengambil peran yang cukup besar daripada ayah terutama pada. perkembangan anak perempuan, karena kesamaan gender dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN ABSTRAK

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO)

Atnesia Ajeng, Asridini Annisatya Universitas Muhammadiyah Tangerang ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi Asia dan tertinggi ke-3 di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

HUBUNGAN PERILAKU EKSTERNAL DOUCHING DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI DESA CATUR TUNGGAL DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang kaum wanita. Selain itu kecenderungan peningkatan. payudara masih tinggi, terutama pada negara-negara sedang berkembang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan secara proses maupun fungsi pada sistem reproduksi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut WHO kanker leher rahim (serviks) merupakan jenis kanker

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

Perilaku Vulva Hygiene Berhubungan dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Putri Kelas XII SMA GAMA 3 Maret Yogyakarta

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva...

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesehatan reproduksi menjadi masalah serius yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. Population and Development atau ICPD kairo, 1994). Mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa. Perkembangan fisik pada remaja biasanya ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

HUBUNGAN ANTARA USIA, PEKERJAAN, PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker leher rahim (kanker serviks) masih menjadi masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, 2009, p.1). Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta social kultural (Admin, 2008). Secara umum alat reproduksi wanita dibagi atas dua bagian yaitu alat kelamin (genetalia) luar dan alat kelamin bagian dalam (Manuaba, 2000, p.47). Anatomi genetalia eksterna (alat kelamin bagian luar) dari wanita lebih sederhana dibandingkan laki-laki, hal itu karena sebagian besar alat reproduksi wanita berada di rongga panggul, sehingga genetalia interna (alat kelamin wanita bagian dalam) lebih kompleks. Karena itu, evaluasi terhadap fungsi alat reproduksi wanita lebih rumit dibandingkan dengan laki-laki. 1 1

2 Genetalia eksterna wanita terdiri dari labium mayus, labium minus, clitoris dan liang vagina (Santosa, 2007). Sama seperti tubuh kita, organ reproduksi kita juga rentan terkena penyakit apabila kita kurang memperhatikan kebersihan dan kesehatannya. Pada wanita dapat timbul penyakit mulai dari keputihan hingga kanker pada leher rahim, rahim, indung telur, payudara, vagina atau pun saluran telur. Sebelum terlambat, alangkah baiknya apabila kita dapat mencegah penyakitpenyakit tersebut menyerang organ reproduksi kita, salah satunya dengan senantiasa merawat dan menjaga kebersihan organ reproduksi kita. Merawat kebersihan daerah pribadi (organ seksual), mungkin tidak kita lakukan sesering merawat kebersihan organ tubuh lainnya. Padahal kebersihan pada daerah tersebut, juga membutuhkan perhatian yang ekstra. Oleh karena pada daerah-daerah organ seksual tersebut keringat yang dihasilkan cukup berlebih. Sehingga daerah tersebut menjadi lebih lembab, yang dapat menimbulkan bakteri, penyakit dan bau tidak sedap berkembang-biak dengan baik (PIOGAMA, 2009). Kebanyakan remaja tidak memiliki yang akurat tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain itu mereka juga tidak memiliki akses terhadap pelayanan terhadap informasi kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi. Informasi biasanya hanya dari teman dan atau media, yang biasanya sering tidak akurat. Hal inilah yang menyebabkan remaja perempuan rentan terhadap kematian maternal, kematian anak dan bayi, 2

3 aborsi tidak aman, IMS, kekerasan atau pelecehan seksual, dan lain-lain (Widyastuti, 2009). Kesehatan reproduksi di kalangan wanita harus memperoleh perhatian yang serius. Beberapa penyakit infeksi organ reproduksi wanita adalah trikomoniasis, vaginosis bakterial, kandidiasis vulvo vaginitis, gonore, klamidia, sifilis. Salah satu gejala dan tanda-tanda penyakit infeksi organ reproduksi wanita adalah terjadinya keputihan. Keputihan merupakan salah satu masalah yang sejak lama menjadi persoalan bagi kaum wanita. Keputihan (Flour Albus) adalah cairan berlebih yang keluar dari vagina (Dwiana, 2008). Di Indonesia, wanita yang mengalami keputihan ini sangat besar, 75% wanita Indonesia pasti mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya. Angka ini berbeda tajam dengan Eropa yang hanya 25% saja. Kondisi cuaca Indonesia yang lembab menjadi salah satu penyebab banyaknya wanita Indonesia yang mengalami keputihan, hal ini berbeda dengan Eropa yang hawanya kering sehingga wanita tidak mudah terinfeksi jamur (Elistyawaty, 2006). Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 2 Semarang pada tahun 2008, didapatkan bahwa 48 (96%) siswi mengalami keputihan dan sekitar 23 (47,9%) di akibatkan kurangnya tentang merawat organ Badan Litbang Kesehatan menyatakan, hasil pengumpulan dan analisa pada tahap pertama atau tahun pertama (1999/2000) di enam Dati II (Dati II 3

4 Semarang, Surakarta dan Karang anyar di Propinsi Jawa Tengah, Dati II Surabaya dan Malang di Jawa Timur dan Dati II Denpasar di Bali). Total sebanyak 18 Puskesmas sebagai lokasi penelitian. Responden terdiri dari 900 remaja, 180 orang tua remaja, 180 guru sekolah, 90 tokoh masyarakat dan 90 petugas kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa 60% petugas kesehatan, 65% orang tua remaja, 83,3% guru sekolah dan 77,3% remaja mempunyai kurang tentang perkembangan reproduksi remaja, perubahan psikologis dan emosional remaja, penyakit menular seksual dan tentang bahaya kehamilan remaja serta abortus. Remaja sangat sedikit memperoleh informasi dari sumber yang berkompeten tentang hal-hal tersebut diatas. Sebagian besar remaja 45% mendapat informasi dari teman sekolah, 16,3% dari guru, 12,8% dari petugas kesehatan, 8,7% dari orang tua dan 6,8% dari tokoh agama (Suwondo, 2002). Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian kesiswaan SMA Futuhiyah Mranggen Demak pada bulan maret tahun 2010, didapatkan bahwa masih kurangnya pendidikan tentang kesehatan reproduksi yang diberikan di SMA tersebut serta belum pernah mendapatkan penyuluhan atau seminar kesehatan mengenai kesehatan reproduksi remaja khususnya mengenai perawatan organ Sedangkan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada siswi SMA Futuhiyyah Mranggen Demak, bulan Maret 2010. Sebanyak 10 siswi untuk diberikan pertanyaan mengenai perawatan organ genetalia eksterna yang meliputi apakah tahu mengenai perawatan organ 4

5 genetalia eksterna, apakah melakukan dan bagaimana cara melakukan perawatan organ 7 atau 70% siswi kurang mengetahui dan memperhatikan kebersihan daerah kewanitaan. Serta riwayat keputihan meliputi: apakah pernah mengalami keputihan, kapan, apakah berbau, apakah timbul rasa gatal, dan bagaimana warnanya. Didapatkan bahwa 7 dari 10 atau sekitar 70% siswi mengalami keputihan. Berdasarkan uraian pada latar belakang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian Hubungan tingkat dan sikap dengan perilaku perawatan organ genetalia eksterna pada siswi SMA Futuhiyah Mranggen Demak Tahun 2010 B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut Apakah ada hubungan antara dan sikap dengan perilaku perawatan organ genetalia eksterna pada siswi SMA Futuhiyah Mranggen Demak tahun 2010 C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara tingkat dan sikap dengan perilaku perawatan organ genetalia eksterna pada siswi SMA Futuhiyah Mranggen Demak tahun 2010. 5

6 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan remaja putri tentang perawatan organ b. Mendeskripsikan sikap remaja putri tentang perawatan organ c. Mendeskripsikan perilaku remaja putri tentang perawatan organ d. Menganalisis hubungan antara remaja putri dengan perilaku perawatan organ genetalia eksterna pada siswi SMA Futuhiyah Mranggen Demak. e. Menganalisis hubungan antara sikap remaja putri dengan perilaku perawatan organ genetalia eksterna pada siswi SMA Futuhiyah Mranggen Demak. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi: 1. Bagi Peneliti Dapat meningkatkan dan mengaplikasikan materi yang diperoleh dari perkuliyahan dalam hal kesehatan reproduksi remaja khususnya perawatan organ 2. Bagi Responden Dapat menambah dan wawasan tentang perawatan organ 6

7 3. Bagi tempat penelitian Dapat digunakan sebagai sumber informasi dan sarana bagi pihak sekolah untuk mengetahui masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja. 4. Bagi Institusi Pendidikan Menambah daftar kepustakaan dibidang kesehatan, dan sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya. 7

8 E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1. Keaslian Penelitian No Judul Penelitian 1. Hubungan antara tingkat dan perilaku merawat organ genetalia eksterna wanita dengan keputihan yang dialami siswi SMA Negeri 2 Semarang 2. Hubungan Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja dengan Praktik Perawatan Organ Reproduksi Eksternal pada Siswi SMA N 3 Mranggen Kabupaten Demak Nama Wiwit Putri Noviati Eni Retno Purwanti Tahun dan tempat penelitian 2008 SMA Negeri 2 Semarang 2009 SMA N 3 Mranggen Rancangan Penelitian Metode survey analitik dengan cross sectional Penelitian kuantitatif yaitu studi korelasi dengan cross sectional Variabel penelitian Variabel bebas yaitu tingkat dan perilaku merawat organ genetalia eksterna variabel terikat yaitu keputihan Variabel bebas yaitu tingkat tentang kesehatan reproduksi remaja variabel terikat yaitu praktik perawatan organ reproduksi eksternal Hasil Sebanyak (47,14%) mengalami keputihan. Pengetahuan mayoritas baik (57,14%) dan perilaku mayoritas baik (58,57%). Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat dan perilaku merawat organ genetalia eksterna dengan keputihan dengan p value 0,006. Sebanyak 82,5% siswi mempunyai cukup, 11,1% kurang dan 6,3% baik. Dan sebanyak 84,1% mempunyai praktik cukup, 11,1% kurang dan 4,8% baik Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat tentang kesehatan reproduksi dengan praktik perawatan organ reproduksi eksternal dengan p value 0,000. 8

9 9