BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Adanya hubungan keagenan, ketika terjadi kontrak antara satu pihak, yaitu pemilik (principals) dengan pihak lain, yaitu manajer (agent). Dalam kontrak, manajer terikat untuk memberikan jasa bagi pemilik. Pada intinya menjelaskan hubungan kontraktual antara pemilik dan manajer. Hubungan kontraktual ini terjadi ketika ada pemisahan fungsi pengelolaan dan kepemilikan perusahaan, yaitu pemilik mendelegasikan sebagian otoritas pengambilan keputusan kepada manajer. Hal ini pemilik ingin mengetahui segala informasi termasuk aktivitas terkait dengan investasi yang dilakukan dengan meminta laporan pertanggungjawaban pada manajer. Berdasarkan laporan tersebut, pemilik dapat menilai kinerja manajer (Nirmala, 2013:29). Di samping itu, adanya pemisahan fungsi pengelolaan dan kepemilikan perusahaan, meskipun terdapat kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principals), dapat memicu munculnya asimetri informasi (information asymmetry), yaitu manajer memiliki informasi lebih banyak perihal kondisi perusahaan dibanding pemilik. Asimetri informasi yang terjadi karena manajer tidak bersedia memberikan informasi yang dimilikinya kepada pemilik. Oleh karena itu, asimetri informasi dapat merugikan pemilik. Sebab, pemilik tidak mampu mengetahui keadaan perusahaan secara utuh dan 26
27 pemilik menjadi kurang percaya pada manajer atas laporan pertanggung jawaban yang dibuat oleh manajer berupa laporan keuangan (Messier et.al., 2014:9). Kemungkinan manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik, sehingga dapat memicu terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest). Jadi, untuk dapat mengurangi konflik kepentingan, pihak manajer harus mempertanggung jawabkan atas kepercayaan yang diberikan oleh pemilik berupa laporan keuangan auditan. Auditor mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajer (agent) untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya. Agency theory membantu auditor sebagai pihak ketiga untuk memahami adanya konflik kepentingan yang muncul antara manajer dan pemilik. Pemilik selaku investor bekerja sama dan menjalin kontrak kerja dengan manajer perusahaan. Diharapkan dengan adanya auditor independen, tidak ada kecurangan dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajer, tetapi juga dapat mengevaluasi kinerja manajer sehingga informasi yang dihasilkan relevan dan dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan investasi. 2.1.2 Kualitas Audit Audit merupakan suatu proses yang sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta dalam penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
28 berkepentingan. Ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, audit adalah pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut (Mulyadi, 2009:11). Audit bukan hanya merupakan proses review terhadap laporan keuangan, namun juga mengenai pengkomunikasian yang tepat terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Hal itu digunakan sebagai dasar pengukuran kualitas audit. Oleh sebab itu, kualitas audit adalah hal yang harus dipertahankan oleh seorang auditor dalam proses pengauditan. Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Arens et al. (2011:71) ada lima prinsip yang harus diterapkan auditor adalah sebagai berikut : 1. Integritas adalah para auditor harus terus terang dan jujur serta melakukan praktik secara adil dan sebenar-benarnya dalam hubungan profesional mereka. 2. Objektivitas adalah para auditor harus tidak kompromi dalam memberikan pertimbangan profesionalnya karena adanya bias, konflik kepentingan atau karena adanya pengaruh dari orang lain yang tidak semestinya. 3. Kompetensi profesional dan kecermatan adalah auditor harus menjaga pengetahuan dan keterampilan profesional mereka dalam tingkat yang cukup tinggi dan tekun dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka ketika memberikan jasa profesional.
29 4. Kerahasiaan adalah para auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama tugas profesional maupun hubungan dengan klien. Para auditor tidak boleh menggunakan informasi yang bersifat rahasia dari hubungan profesional mereka, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan pihak lain tanpa seizin klien mereka. Kecuali jika ada kewajiban hukum yang mengharuskan mereka mengungkapkan informasi tersebut. 5. Perilaku profesional adalah para auditor harus menahan diri dari setiap perilaku yang akan mendiskreditkan profesi mereka, termasuk melakukan kelalaian. Mereka tidak boleh membesar-besarkan kualifikasi atau pun kemampuan mereka dan tidak boleh membuat perbandingan yang melecehkan atau tidak berdasar terhadap pesaing. Selain itu akuntan publik harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis dan pertimbangan mengenai kualitas profesional mereka. Standar auditing yang berterima umum dapat dibagi menjadi tiga katagori yaitu (SA Seksi 150 dalam SPAP, 2011) : 1. Standar Umum a. Auditor harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai seorang auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
30 c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3. Standar Pelaporan a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika terdapat ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi, bahwa pernyataan demikian
31 tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Sehingga berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Selanjutnya menurut De Angelo (dalam Indah, 2010:33) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan (probability) dimana auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi klien. Adanya kemampuan untuk menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan perusahaan tergantung akuntabilitas yang dimiliki auditor, sedangkan kemahiran dalam menemukan bukti-bukti selama audit tergantung pada due professional care yang dimiliki auditor. 2.1.3 Due Professional Care Menurut SA Seksi 230 dalam SPAP (2011), kecermatan dan keseksamaan menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut, serta berhati-hati dalam bertugas, tidak ceroboh dalam melakukan pemeriksaan dan memiliki keteguhan dalam melaksanakan tanggung jawab. Secara sederhana, kemahiran profesional berarti bahwa auditor adalah profesional yang bertanggung jawab melaksanakan tugasnya dengan tekun dan saksama. Kecermatan mencakup pertimbangan mengenai kelengkapan dokumentasi audit, kecukupan bukti audit, serta ketepatan laporan audit. Sebagai
32 profesional, auditor tidak boleh bertindak ceroboh atau dengan niat buruk, tetapi mereka tidak juga diharapkan selalu sempurna (Arens et al., 2011:43). Untuk itu auditor dituntut untuk memiliki keyakinan yang memadai dalam mengevaluasi bukti audit. Penting bagi auditor untuk mengimplementasikan due professional care dalam pekerjaan auditnya. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan saksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan (fraud). Menurut Agustin (2013) melihat ada lima indikator yang digunakan untuk mengukur due professional care antara lain yaitu: a) Menggunakan kecermatan dan keterampilan dalam bekerja. b) Memiliki keteguhan dalam melaksanakan tanggung jawab. c) Kompeten dan berhati-hati dalam melaksanakan tugas. d) Adanya kemungkinan terjadi kesalahan, ketidakteraturan dan ketidakpatuhan. e) Waspada terhadap risiko signifikan yang dapat mempengaruhi objektivitas. 2.1.4 Akuntabilitas Menurut SA Seksi 110 dalam PSAP (2011), auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
33 Istilah akuntabilitas berasal dari Bahasa Inggris accountability yang artinya pertanggungjawaban atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk diminta pertanggungjawaban. Tetclock (dalam Madisar dan Sari, 2007:6), mendefinisikan akuntabilitas sebagai bentuk dorongan psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya. Sehingga auditor dituntut untuk mempertahankan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya dengan cara menjaga dan mempertahankan akuntabilitas. Libby dan Luft (dalam Febriyanti, 2014) melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu, yaitu: a. Seberapa besar motivasi mereka untuk meyelesaikan pekerjaan tesebut. Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. b. Seberapa besar usaha (daya pikir) yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Orang dengan akuntabilitas tinggi mencurahkan usaha (daya pikir) yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan (Cloyd, dalam Madisar dan Sari, 2007) c. Seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan. Keyakinan bahwa sebuah pekerjaan akan diperiksa atau dinilai orang lain dapat meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas. Seseorang dengan akuntabilitas tinggi memiliki keyakinan yang lebih tinggi bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa
34 oleh supervisor/manajer/pimpinan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki akuntabilitas rendah. 2.1.5 Time Budget Pressure De zoort (dalam Prasita dan Adi, 2007:6) mendefinisikan time budget pressure sebagai bentuk tekanan yang muncul dari keterbatasan sumber daya yang dapat diberikan untuk melaksanakan tugas. Sumber daya dapat diartikan sebagai waktu yang digunakan auditor dalam pelaksanaan tugasnya. Tekanan anggaran waktu (time budget pressure) adalah keadaan yang menunjukkan auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun atau terdapat pembatasan waktu dan anggaran yang sangat ketat dan kaku (Sososutikno dalam Nirmala, 2013:23). Auditor seringkali bekerja dalam keterbatasan waktu, untuk itu setiap KAP perlu membuat anggaran waktu dalam kegiatan pengauditan. Anggaran waktu dibutuhkan untuk menentukan kos audit dan mengukur kinerja auditor (Simamora dalam Muhshyi, 2013:28). Tekanan anggaran waktu merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Tekanan anggaran waktu dalam hal ini, merupakan suatu kondisi dimana auditor diberikan batasan waktu dalam mengaudit. Kondisi ini tidak dapat dihindari auditor, apalagi dengan semakin bersaingnya KAP. Dimana KAP harus bisa mengalokasikan waktu secara tepat karena berhubungan dengan kos audit yang harus dibayar klien. Apabila KAP tidak bisa mengalokasikan waktu, sehingga waktu audit menjadi lebih lama maka berdampak pula pada kos audit yang semakin besar. Hal ini akan membuat klien
35 memilih KAP lain yang bisa menyelesaikan tugas auditnya dengan efektif dan efisien (Sososutiksno dalam Muhshyi, 2013:29). Sehingga anggaran waktu sesuai dengan realisasi atas pekerjaan yang dilakukan dan muncul perilaku fungsional yang dapat meningkatkan kualitas audit. Hal ini sesuai dengan Nataline (dalam Muhshyi, 2013:28) yang menyebutkan bahwa saat menghadapi tekanan anggaran waktu, auditor akan memberikan respon dengan dua cara yaitu, fungsional dan disfungsional. Tipe fungsional adalah perilaku auditor untuk bekerja lebih baik dan menggunakan waktu sebaik-baiknya. Sedangkan, tipe disfungsional adalah perilaku auditor yang membuat penurunan kualitas audit. 2.1.6 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Prasita dan Adi (2007) berjudul pengaruh kompleksitas audit dan tekanan anggaran waktu terhadap kualitas audit dengan moderasi pemahaman terhadap sistem informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompleksitas audit dan tekanan anggaran waktu mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas audit. Interaksi antara kompleksitas, tekanan anggaran waktu, dan pemahaman terhadap sistem informasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Penelitian yang dilakukan Simanjuntak (2008) berjudul pengaruh time budget pressure dan risiko kesalahan terhadap penurunan kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa time budget pressure membuat auditor cenderung melakukan tindakan yang menyebabkan penurunan kualitas audit.
36 Penelitian yang dilakukan Singgih dan Bawono (2010) berjudul pengaruh independensi, pengalaman, due professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi, due professional care, dan akuntabilitas secara parsial berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2011) berjudul faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas audit auditor independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi dan akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman dan due professional care tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Arisinta (2013) berjudul pengaruh kompetensi, independensi, time budget pressure, dan audit fee terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi, independensi, time budget pressure, dan audit fee berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Muhshyi (2013) berjudul pengaruh time budget pressure, risiko kesalahan, dan kompleksitas audit terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa time budget pressure, risiko kesalahan, dan kompleksitas audit berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Febriyanti (2014) berjudul pengaruh independensi, due professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi dan akuntabilitas tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan due professional care berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
37 Tabel 1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Metode Penelitian Hasil peneliti 1 Prasita dan Adi (2007) berjudul pengaruh kompleksitas audit dan tekanan anggaran waktu terhadap kualitas audit dengan moderasi pemahaman terhadap sistem informasi. 2 Simanjuntak (2008) berjudul pengaruh time budget pressure dan risiko kesalahan terhadap penurunan kualitas audit. 3 Singgih dan Bawono (2010) berjudul pengaruh independensi, pengalaman, due professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Populasi: Kantor Akuntan Publik (KAP) di Semarang. Teknik sampel: metode survey. Populasi: Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta. Teknik sampel: teknik acak (random). Populasi: Kantor Akuntan Publik (KAP) Big Four di Indonesia. Teknik sampel: simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompleksitas audit dan tekanan anggaran waktu mempunyai tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa time budget pressure membuat auditor cenderung melakukan tindakan yang menyebabkan penurunan kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi, due professional care, dan akuntabilitas secara parsial berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
38 4 Badjuri (2011) berjudul faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas audit auditor independen. 5 Arisinta (2013) berjudul pengaruh kompetensi, independensi, time budget pressure, dan audit fee terhadap kualitas audit. 6 Muhshyi (2013) berjudul pengaruh time budget pressure, risiko kesalahan, dan kompleksitas audit terhadap kualitas audit. 7 Febriyanti (2014) berjudul pengaruh independensi, due professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Populasi: Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa Tengah. Teknik sampel: purposive sampling. Populasi: Kantor Akuntan Publik (KAP) di Surabaya. Teknik sampel: metode pengumpulan data survey. Populasi: Kantor Akuntan Publik (KAP) di DKI Jakarta. Teknik sampel: convenience sampling Populasi: Kantor Akuntan Publik (KAP) di Padang dan Pekanbaru. Teknik sampel: metode total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi dan akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman dan due professional care tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi, independensi, time budget pressure, dan audit fee berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa time budget pressure, risiko kesalahan, dan kompleksitas audit berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi dan akuntabilitas tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan due professional care berpengaruh positif terhadap kualitas audit.
39 2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan uraian yang dimulai dari latar belakang hingga penelitian terdahulu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi kualitas audit adalah due professional care, akuntabilitas, dan time budget pressure. Rerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Teory Agency Principals (Pemilik) Principals mendelegasikan sebagian otoritas kepada Agent Agent (Manajer) Conflict of interest Information Aseymmetry Audit Quality Auditor Due Professional Care Akuntabilitas Time Budget Pressure Gambar 1 Rerangka Pemikiran
40 2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Due Professional Care terhadap Kualitas Audit Due professional care memiliki arti kemahiran professional yang cermat dan seksama. Menurut SA Seksi 230 dalam SPAP (2011), kecermatan dan keseksamaan menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Auditor yang cermat dan seksama akan dapat menghasilkan audit yang berkualitas (Nirmala, 2013:13). Penelitian yang dilakukan oleh Febriyanti (2014) menyatakan bahwa due professional care berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hasil penelitian ini di dukung dengan Singgih dan Bawono (2010). Hal ini membuktikan bahwa kemahiran profesional dan keyakinan yang memadai atas bukti-bukti yang ditemukan akan sangat membantu auditor dalam melaksanakan pekerjaan audit. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diambil hipotesis alternatif yaitu : H 1 : Due Professional Care berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit
41 2.3.2 Pengaruh Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit Tetclock (dalam Mardisar dan Sari, 2007:6) mendefinisikan akuntabilitas sebagai bentuk dorongan psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya. Akuntan memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka berlindung, profesi mereka, masyarakat dan pribadi mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan berusaha menjaga integritas dan obyektivitas mereka. Auditor memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis mereka kepada organisasi, profesi, masyarakat, dan pribadi mereka sendiri dimana akuntan publik mempunyai tanggung jawab. Auditor yang memiliki akuntabilitas tinggi akan bertanggungjawab penuh terhadap pekerjaannya sehingga kualitas audit yang dihasilkan pun akan semakin baik. Penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2011), menyatakan bahwa Akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hasil penelitian ini di dukung Singgih dan Bawono (2010) yang memberi hasil bahwa akuntabilitas memberi pengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, hal ini membuktikan bahwa jika auditor menyadari perannya, maka akan memiliki keyakinan bahwa dengan melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, ia akan memberi kontribusi yang besar bagi masyarakat dan profesinya tersebut. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diambil hipotesis alternatif yaitu : H 2 : Akuntabilitas berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit
42 2.3.3 Pengaruh Time Budget Pressure terhadap Kualitas Audit Sososutikno (dalam Nirmala, 2013:36) menyatakan Time budget pressure adalah keadaan yang menunjukkan auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun atau terdapat pembahasan waktu anggaran yang sangat ketat dan kaku Dalam praktiknya, tekanan time budget digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas audit merupakan komponen penting dalam penilaian kinerja auditor antara lain terpacunya kinerja auditor untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat pada waktunya. Kondisi ini tidak dapat dihindari auditor, apalagi dengan semakin bersaingnya KAP. Dimana KAP harus bisa mengalokasikan waktu secara tepat karena berhubungan dengan kos audit yang harus dibayar klien. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arisinta (2013) menyatakan time budget pressure berpengaruh positif terhadap kualitas audit, hal ini membuktikan bahwa anggaran waktu dapat meningkatkan kualitas audit karena time budget pressure merupakan keadaan yang menunjukkan auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun atau terdapat pembahasan waktu anggaran yang sangat ketat dan kaku sehingga akan meningkatkan kualitas audit. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diambil hipotesis alternatif yaitu : H 3 : Time Budget Pressure berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit