BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak menjadi mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%) (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

Peningkatan Pengetahuan Remaja dan Pemuda tentang Kesehatan Reproduksi dan Hubungannya dengan Lingkungan Sosial di Palangka Raya ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia. dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia merupakan remaja berumur tahun dan sekitar 900

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanakkanak. menjadi masa dewasa. Masa transisi ini kadang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) (2017), masa remaja ada dalam rentang usia 10-19 tahun. Sedangkan menurut Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), remaja disebut sebagai anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun yang kemudian disatukan dalam istilah kamu muda (young people) dengan rentang usia 10-24 tahun. Hingga tahun 2015, jumlah penduduk remaja didunia mencapai 1,2 milyar jumlah penduduk seluruh dunia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2014, remaja adalah penduduk yang berusia 10-18 tahun sedangkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) remaja merupakan penduduk dengan rentang usia 10-24 tahun dan belum menikah (Kemenkes, 2014). Selain itu, berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), proyeksi populasi remaja 2014, jumlah remaja mencapai sekitar lebih dari 63 juta jiwa yang terdiri dari lebih dari 22, 6 juta usia 10-14 tahun, lebih dari 20, 8 juta jiwa usia 15-19 tahun dan lebih dari 19,8 juta jiwa usia 20-24 tahun. atau 26,6% persen dari 237,6 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia. Sumatera utara sendiri, jumlah remaja usia 10-14 tahun sebanyak 1,3 juta jiwa, usia 15-19 tahun sebanyak 1,3 juta jiwa dan usia 20-24 tahun 1,3 juta jiwa (BPS, 2014). Menurut Sarwono (2009) remaja adalah periode dimana terjadi peralihan antara anak-anak dan dewasa.bila dilihat dari rentang kehidupan, masa remaja merupakan masa transisi dari perkembangan manusia yang penting.hal ini terjadi karena pada fase remaja terdapat perubahan yang sangat cepat baik secara fisik maupun psikis. Menurut Kusmiran (2011), masa remaja merupakan masa terjadinya eksplorasi psikologis, dimana pada masa ini individu akan mulai menemukan konsep dirinya untuk menemukan identitas diri, memandang diri dengan penilaian dan standar pribadi melalui lingkungan sosialnya. 1

2 Remaja merupakan salah satu aset nasional yang sangat penting dalam mempersiapkan generasi masa depan. Selain itu, populasi remaja menempati angka yang cukup signifikan di Indonesia.Segala tindakan yang dilakukan remaja kini menjadi sorotan karena permasalahan remaja begitu kompleks, tidak hanya menyangkut perkembangan fisik tapi juga perkembangan psikososial.perkembangan-perkembangan yang terjadi saat ini baik itu kondisi teknologi, ilmu pengetahuan serta kondisi sosial dan budaya dapat menyebabkan tekanan-tekanan pada masa remaja yang menyebabkan adanya gangguan perilaku pada remaja.remaja cenderung dituntut untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi (Achjar, 2006). Perubahan perilaku ini yang cukup menonjol adalah bila dihadapkan denagan masalah seksualitas. Pada masa remaja, kematangan seksual dimulai dari umur 10 tahun hingga menjelang dewasa yaitu usia 20 tahun. Pada periode ini perilaku seksual remaja akan mulai tumbuh yang apabila tidak mendapatkan informasi dan pendidikan yang tepat, maka akan menyebabkan adanya perilaku yang salah. Sementara pengetahuan remaja di Indonesia mengenai masalahini masih belum optimal. Hingga saat ini pendidikan seksual di lingkungan sekolah dan keluarga masih dianggap hal yang tabu sehingga remaja akan memperoleh informasi dari lingkungan atau media massa dimana informasi tersebut belum tentu sesuai dengan kondisi remaja tersebut (Nurmillahdkk., 2014). Pada usia remaja, perkembangan manusia diisi dengan adanya pertumbuhan, perubahan, peluang beserta resiko dan masalah-masalah kesehatan. Oleh karena itu, kebutuhan akan pengetahuan mengenai kesehatan terhadap remaja kini telah menjadi salah satu prioritas pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Konsep ini diawali dengan adanya International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo, sejak konferensi ini banyak negara-negara di dunia telah menerapkan berbagai program untuk memberikan pelayanan kepada remaja mengenai kesehatan remaja (Kilbourne, 2000). Walaupun di seluruh dunia program pelayanan kesehatan remaja telah mulai diterapkan, namun pelaksanaannya masih belum optimal.terlebih untuk masalah kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan aktifitas seksual

3 remaja.hal ini dapat terlihat dari data yang menyebutkan bahwa angka masalah kesehatan reproduksi dikalangan remaja masih cukup tinggi.berdasarkan data WHO tahun 2015, masalah utama di kalangan remaja secara global adalah kematian remaja putri usia 15 hingga 19 tahun yang sebabkan oleh adanya komplikasi selama kehamilan dan kelahiran. Diperkirangan 11% angka kelahiran di seluruh dunia terjadi pada remaja putri usiausia 15-19 tahun, dan terbesar berada di negara-negara dunia ketiga. Menurut data UN Populatioan Disivion, diseluruh dunia diperkirakan 44 dari 1000 kelahiran adalah remaja putri yang masih di bawah umur. Setiap tahun diperkirakan 3 juta remaja putri usia 15-19 tahun melakukan aborsi yang tidak sehat. Sejak tahun 2011 hingga kini diketahui bahwa 140 juta gadis di dunia telah menikah di usia kurang dari 18 tahun dan 50 juta menikah diusia kurang dari 15 tahun. Sedangkan pada usia ini, organ reproduksi wanita masih dalam proses perkembangan yang menyebabkan remaja putri tersebut rentan untuk mengalami gangguan kesehatan di organ reproduksinya. Selain itu, dampak perilaku seksual yang tidak sehat dapat meningkatkan terjadinya peningkatan penularan HIV yang merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian pada remaja.konsumsi alkohol dan narkotika juga dapat menyebabkan perilaku seks yang tidak aman (WHO, 2015). Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengenai Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja diperoleh data bahwa sebanyak 4,5% remaja laki-laki telah melakukan hubungan seksual pranikah di usia 15-19 tahun dan 14,6% diusia 20-24 tahun. Sedangkan 0,7% remaja putri telah melakukan hubungan seksual pra nikah di usia 15-19 tahun dan 1,8% di usia 20-24 tahun. Dari data SKRR diatas juga diketahui bahwa hanya 40,5% remaja putri usia 15-19 tahun yang menggunakan kondom saat berhubungan seks dan hanya 61% jumlah remaja yang berubungan seksual hanya dengan 1 pasangan. Hal ini tentu saja rentan menjadi penyebab hamil usia dini dan melahirkan usia dini, pernikahan dini, aborsi, terinfeksi HIV dan tertular penyakit menular seksual. Selain itu, menurut data dari United Nations Development Economic and Social Affairs (UNDESA) tahun 2010, Indonesia masuk ke dalam 37 negara dengan angka pernikahan usia muda tertinggi. Di

4 Indonesia, batas usia minimal menikah adalah 16 tahun, dimana banyak negaranegara lainnya menetapkan usia minimal menikah adalah 18-21 tahun. Pernikahan usia muda tentu saja memiliki resiko terhadap kesehatan reproduksi (Kemenkes RI, 2014). Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang diselenggarakan tahun 2013, diketahui pula bahwa dari wanita hamil usia 10-54 tahun diperoleh data bahwa terdapat 0,02% ibu hamil berusia <15 tahun di daerah perkotaan dan 0,03% didaerah pedesaan. Sedangkan proporsi kehamilan usia 15-19 tahun diperoleh data sebesar 1,97%. Kejadian ini tentu akan mempengaruhi kesehatan reproduksi ibu dan meningkatkan resiko kematian bayi neonatal, postneonatal, bayi dan balita (Kemenkes RI, 2014). Kasus aborsi karena kehamilan yang tidak diinginkan di usia muda juga memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Berdasarkan dara Riskesdas 2010 ditemukan bahwa terdapat 1,7% wanita hamil di usia 15-19 tahun dan 1,3% wanita tersebut melakukan aborsi dan terdapat 11,8% wanita hamil di usia 20-24 tahun dan sebanyak 8,1% wanita ingin melakukan aborsi(pranata, 2012). Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan BPS Sumut menyebutkan 10 sampai 11% wanita usia subur (WUS) menikah di usia 16 tahun pada 2010, dan menurut keterangan dari BPS Sumut sendiri paling tidak, ada 47,79% perempuan dikawasan pedesaan kawin pada usia dibawah 16 tahun, sementara diperkotaan besarnya mencapai 21,75% pada tahun 2011. Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 jumlah PUS (Pasangan Usia Subur) dengan usia istri dibawah 20 tahun sebanyak 75.512 orang (Pendataan Keluarga Tahun 2014). Data Angka kelahiran menurut kelompok umur atau Age Spesific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun pada tahun 2012 di Sumatera Utara sebanyak 18 per 1.000 kelahiran (Zuraidah, 2016). Salah satu target spesifik dari Sustainable Development Goal (SDG) bidang kesehatan tahun 2030, bahwa dunia telah menjamin akses terhadap pelayanan kesehatan untuk seksual dan reproduksi, pelayanan ini mencakup keluarga berencana, informasi dan edukasi dan strategi dan program kesehatan reproduksi nasional yang terintegrasi. Menurut WHO, banyak faktor yang

5 mempengaruhi perilaku seksual remaja, misalnya pengetahuan remaja itu sendiri mengenai seks dan dampaknya terhadap kesehatan organ reproduksi. Selain itu, saat ini masih banyak negara-negara yang mengganggap bahwa seks adalah hal yang tidak dapat dibicarakan secara gamblang di lingkungan keluarga dan sekolah, kemajuan teknologi dan akses internet yang semakin mudah sehingga banyak remaja yang mendapatkan informasi cepat namun kurang tepat yang disertai dengan perubahan gaya pergaulan di lingkungan remaja dimana aktifitas seksual pranikah menjadi suatu tren tersendiri yang sulit untuk dicegah serta peran orang tua yang dianggap minim dalam mendampingi remaja dimasa pertumbuhannya (WHO, 2015). Pendidikan mengenai reproduksi sebenarnya sudah diberikan sejak remaja masih menjadi siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP).Pada masa ini adalah masa dimana remaja baru benar-benar mendapatkan pengalaman mengenai perubahan-perubahan organ reproduksi. Contohnya, remaja putri akan mengalami menstuasi dan juga terdapat perubahan bentuk tubuh seperti terbentuknya payudara, bertambah besarnya panggul pada remaja putri dan tumbuhnya rambut pubik di daerah ketiak dan kemaluan. Pada remaja pria juga terjadi perubahan-perubahan seperti tumbuhnya rabut pubik di daerah kemaluan dan ketiak, tumbuh jakun, kumis dan perubahan suara.selain itu, dimasa ini juga hormon perkembangan berkembang dengan cepat, seperti hormon estrogen pada remaja putri dan hormon testosteron pada remaja putra. Semua perubahan ini tentu saja akan membingungkan remaja bila tidak mendapatkan pendidikan reproduksi yang tepat (Nasution, 2012). Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku remaja terhadap seksualitas yang mempengaruhi kesehatan reproduksi.faktor-faktor tersebut pernah diteliti oleh beberapa peneliti.berdasarkan penelitian yang dilakukan Santina (2011), diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja terhadap kesehatan reproduksi di SMP PKBM BIM kota Depok terdiri dari 2, yaitu faktor personal yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pengetahuan dan sikap. Faktor yang kedua adalah lingkungan yang dimulai dari orangtua, guru, teman dan akses media massa baik melalui televisi, radio maupun internet. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Destariyani (2015) yang membahas

6 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah pada remaja SMP N 1 Talang Empat Kab.Bengkulu.Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah pengetahuan, lingkungan keluarga, pengaruh teman sebaya dan paparan media informasi.fresilia (2013) juga telah melakukan penelitian terhadap 129 siswa SMP di Jakarta secara acak tentang perilaku seks pranikah.berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah adalah pengetahuan, sikap, peran orang tua, status ekonomi keluarga dan sumber informasi. Perilaku seks pranikah yang beresiko tentu saja mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja.selain itu, remaja merupakan masa-masa keemasan yang harusnya diisi dengan berbagai kegiatan positif.sikap seorang remaja tentu saja dipengaruhi dengan pengetahuan dan lingkungan sekitar. Dari ketiga penelitan yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi di mulai dari karakteristik remaja itu sendiri seperti usia, jenis kelamin, pengetahuan yang diikuti dengan lingkungan sekitar seperti keluarga, sekolah, pergaulan secara sosial dan kemanjuan teknologi yang memudahkan remaja untuk terpapar informasi yang apabila tidak mendapatkan bimbingan yang tepat akan menyebabkan masuknya informasi yang salah yang kemudian memicu kecenderungan perilaku yang salah juga. SMP Negeri 2 Perbaungan adalah sekolah menengah pertama yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai dan berdiri tahun 1987. Sekolah ini terdiri kelas VII-IX, secara keseluruhan terdiri dari 24 kelas dan setiap tingkatan di bagi menjadi 8 kelas dengan rata-rata jumlah siswa perkelas 32-38 siswa. Sekolah ini merupakan salah satu sarana siswa untuk belajar dan mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi yang tepat.di sekolah ini tercatat ada 2 (dua) kasus dimana adanya siswa yang hamil sebelum menikah sehingga harus menikah dini dan putus sekolah.berdasarkan catatan yang ada, kejadian ini dialami 1(satu) siswi di tahun 2015 dan 1(satu) siswi di tahun 2016.Hingga saat ini, belum ada penelitian terkait dengan perilaku seksual remajayang dilakukan di sekolah ini, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian di SMP N 2 Perbaungan dengan judul, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

7 Seksual Siswa-Siswi Kelas IX di SMP N 2 Perbauangan Sumatera Utara Tahun 2017. 1.2.Perumusan Masalah Remaja merupakan individu yang masih berproses untuk membentuk jati dirinya. Seringkali dalam proses tersebut, banyak remaja yang kurang mendapat informasi dan pengetahuan yang kurang sehingga mudah terjerumus dalam lingkungan yang beresiko terhadap kesehatan seksual. Terlebih lagi, remaja cenderung mengikuti tren yang ada dalam lingkup sosialnya serta belum adanya pelayanan kesehatan khusus yang ditujukan untuk remaja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja.oleh karena itu, berdasarkan masalah dalam latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Siswa-Siswi Kelas IX di SMP Negeri 2 PerbaunganSumatera Utara Tahun 2017. 1.3.Pertanyaan Penelitian 1.3.1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual siswa-siswi Kelas IX di SMP N Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.2. Bagaimana gambaran perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.3. Bagaimana gambaran pengetahuansiswa-siswi kelas IXtentang seksualitas di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.4. Bagaimana gambaran sikap siswa-siswi kelas IX tentang seksualitas di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.5. Bagaimana gambaran lingkungan keluargasiswa-siswi kelas IX tentang seksualitas di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.6. Bagaimana gambaran lingkungan sekolah siswa-siswi kelas IXtentang seksualitas di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.7. Bagaimana gambaran keterpaparan informasi siswa-siswi kelas IX tentangseksualitasdi SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017?

8 1.3.8. Apakah ada hubungan antarapengetahuan dengan perilakuseksual siswa-siswi kelas IX di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.9. Apakah ada hubungan antarasikap dengan perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.10. Apakah ada hubungan antara lingkungan keluargadengan perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.11. Apakah ada hubungan antara lingkungan sekolah dengan perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.3.12. Apakah ada hubungan antaraketerpaparaninformasi dengan perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017? 1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017. 1.4.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017. b. Mengetahui gambaran pengetahuan siswa-siswi kelas IX tentang seksualitas di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017. c. Mengetahui gambaran sikapsiswa-siswi kelas IX tentang seksualitas di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017. d. Mengetahui gambaran lingkungan keluarga siswa-siswi kelas IXtentang seksualitas di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017.

9 e. Mengatahui gambaran lingkungan sekolah siswa-siswi Kelas IX tentang seksualitas di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017. f. Mengetahui gambaran keterpaparan informasi siswa-siswi kelas IX tentang seksualitas di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017. g. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017. h. Menganalisis hubungansikap dengan perilaku seksual siswasiswi kelas IX di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017. i. Menganalisis hubunganlingkungan keluarga dengan perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017. j. Menganalisis hubunganlingkungan sekolah dengan perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017 k. Menganalisis hubunganketerpaparan informasi dengan perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017 1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1. Universitas Esa Unggul a. Menjadi salah satu bahan pembelajaran dan sumber informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan reproduksi dikalangan remaja. b. Referensi bagi peneliti lain di masa yang akan datang. 1.5.2. Kesehatan Masyarakat

10 a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat sebagai bahan kajian pengetahuan terutama yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau referensi pihak-pihak terkait dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap kesehatan organ reproduksi remaja 1.5.3. SMP N 2 Perbaungan a. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi SMP N 2 Perbaungan Sumatera Utara dalam memberikan informasi tentang seksualitas yang positif bagi siswa-siswi dalam menjaga kesehatan reproduksi remaja di lingkungan sekolah. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Judul penelitian ini adalah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Siswa-Siswi Kelas IX di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual siswa-siswi kelas IX di SMP Negeri 2 Perbaungan Sumatera Utara Tahun 2017.Penelitian dilakukan terhadap siswasiswi berusia 13-15 tahun pada bulan November - Desember 2017, menggunakan metode kuantitatif dengan rancangan cross sectional, pengambilan data dilakukan dengan kuesioner yang diisi oleh siswa siswi SMP N 2 Perbaungan. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran siswa-siswi mengenai perilaku seksual sehat kesehatan reproduksi di kalangan remaja terutama siswa siswi sekolah menengah pertama.

11