BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila, dan dituntut untuk menjunjung tinggi norma Bhinneka Tuggal Ika,

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

PENGELOLAAN SEKOLAH DASAR STANDAR NASIONAL Studi Situs Di SD Negeri Karangtowo 1 Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak TESIS

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

faktor eksternal. Berjalannya suatu pendidikan harus didukung oleh unsur-unsur pendidikan itu sendiri. Unsur-unsur pendidikan tersebut adalah siswa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 memaparkan beberapa cakupan yang dibahas dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I akan dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang mesti didapatkan oleh semua orang, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, dan sebagainya. sebaliknya dalam individu berbakat pasti ditemukan kecacatan tertentu.

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Sistem

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta ) T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. yang bermutu, sehingga tidak boleh adanya diskriminasi. Sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

I. PENDAHULUAN. perbedaan kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari siswa seringkali dihadapkan pada berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan yang bermutu atau berkualitas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai dengan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama maupun gender. Dalam dunia pendidikan pemerintah mewajibkan setiap warga negaranya terutama anak-anak untuk wajib belajar 12 tahun tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Pada dasarnya anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama dengan anak normal. Pendidikan juga dapat menjadi akses yang merata dan dilakukan peningkatan mutu pendidikan, akan membuat manusia memiliki kecakapan hidup, sehingga dapat mencapai pembangunan manusia seutuhnya. Implementasi dalam kecakapan hidup perlu diprogramkan guna membantu tercapainya pendidikan yang sesuai dengan subyek didik khususnya anak autis. Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan juga harus menjamin bahwa peserta didik yang terlayani adalah dari dan untuk semua peserta didik tanpa terkecuali, dimana pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak 1

2 diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.(sisdiknas,2003) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan menyatakan bahwa penerimaan peserta didik pada setiap satuan pendidikan dilakukan tanpa diskriminasi. Bentuk diskriminasi yang dimaksud antara lain pembedaan batas dasar gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau mental anak. Guna menjamin pelayanan pendidikan sebagaimana yang dimaksud, maka Pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah menerbitkan Peraturan Mendiknas nomor 70/2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/ atau Bakat Istimew (Mendiknas, 2009). Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 2 juga disebutkan bahwa warga negara yang memiliki fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak mendapatkan pendidikan khusus (Sisdiknas,2003). Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 telah dijelaskan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan Inklusif sebagai filosofi pendidikan menempatkan prioritas tertinggi pada pemenuhan hak untuk memperoleh pendidikan kepada semua anak, termasuk di dalamnya peserta didik berkebutuhan khusus. Implementasi pendidikan Inklusif membawa konsekuensi pada pengembangan sistem pendidikan dimana secara bersama-sama

3 semua warga sekolah (guru, keplaa sekolah, pengurus yayasan, petugas administrasi, penjaga sekolah, orang tua) dan masyarakat sadar serta memiliki tanggung jawab bersama dalam mendidik semua peserta didik, sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang mereka miliki (Permendiknas, 2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa menyebutkan bahwa pemerintah kabupaten/ kota perlu menyediakan paling sedikit 1 (satu) orang guru pembimbing khusus (GPK) pada satuan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif (Permendiknas,2009). Pentingnya guru pembimbing khusus (GPK) di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif sesuai dengan Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa: Setiap satuan pendidikan yang telah melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus (Peraturan Pemerintah,2005). Kecakapan hidup merupakan satu unsur penting dalam pendidikan yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam jenjang pendidikan apapun. Secara definisi kecakapan hidup merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah untuk memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu

4 mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk menghadapi perannya di masa yang akan datang. Jika menilik dari definisi dan tujuan dari adanya pendidikan kecakapan hidup tersebut sangat nampak jelas bahwa pendidikan kecakapan hidup berusaha untuk lebih mendekatkan pendidikan dengan kehidupan sehari-hari seorang anak, dan mempersiapkannya menjadi orang yang dewasa yang dapat hidup dengan baik dimanapun serta dengan kondisi apapun dia berada. Autis berasal dari kata auto yang berarti sendiri, penyandang autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autis baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo,2003). Autis adalah suatu keadaan seseorang sejak lahir atau usia balita yang mengalami cacat pada perkembangan psikis dan syarafnya. Anak autis merupakan salah satu anak yang memerlukan penanganan khusus mengalami gangguan perkembangan dalam perilaku, bahasa, serta interaksi sosial dan dapat dideteksi sebelum usia 3 tahun sehingga memerlukan layanan khusus. Seorang anak autis tidak bisa membentuk hubungan sosial dan komunikasi yang normal dengan lingkungannya. Sama seperti anak normal pada umumnya, anak autis juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak baginya. Sebaiknya jangan membedakan antara anak autis dengan anak pada normalnya. Karena jika anak autis diberikan pendidikan yang baik serta layak, anak autis akan dapat berkembang dengan normal. Cara yang paling efektif dalam membantu anak autis adalah dengan menyediakan bentuk layanan pendidikan yang memadai dan disesuaikan dengan karakteristik anak autis tersebut. Untuk itulah diperlukan

5 pendidikan bagi penyandang anak autis yang dapat membantu mereka dalam hal pendidikan serta berinteraksi dengan orang lain. Seperti pendidikan kecakapan hidup sangat diperlukan bagi anak autis karena anak autis tergolong anak yang kurang dapat berinteraksi sehingga dengan adanya pendidikan kecakapan hidup anak penyandang autis dapat lebih bisa mandiri terhadap dirinya sendiri. Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran kecakapan hidup yang diberikan oleh guru pembimbing khusus masih melaksanakan pendidikan kecakapan hidup sehari-hari sesuai dengan bina dirinya, seperti memakai sepatu sendiri, makan, minum, mengancingkan baju, dan sebagainya. Padahal kawasan pendidikan kecakapan hidup sehari-hari sangat luas. Apabila hanya dilaksanakan berdasarkan bina dirinya masih belum seutuhnya tercakup sehingga implementasinya dalam memberikan pendidikan kecakapan hidup masih belum tercapai maksimal. Dengan implementasinya pendidikan kecakapan hidup yang dilakukan guru pembimbing khusus, diharapkan guru mampu melaksanakan pendidikan kegiatan hidup sehari-hari yang merupakan salah satu dari kecakapan hidup yang hendaknya dikuasai oleh anak autis supaya mampu menolong dirinya sendiri, dan mandiri. Guru pembimbing khusus masih mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan kecakapan hidup dari segi pemahamannya. Karena pada dasarnya anak autis ini memiliki kekurangan tidak hanya dari segi autisnya tapi juga pelafalan pada saat berbicara. Anak autis tersebut terkadang masih menunjukkan sikap yang sangat aktif dan kurang bisa memahami apa yang sedang diinstruksikan. Tidak hanya kurang tercapainya pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup. Kendala yang dialami oleh Guru Pembimbing Khusus karena

6 terbatasnya waktu dalam melaksanakan pelayanan, terbatasnya tempat yang masih berpindah-pindah dan tidak memiliki ruang khusus untuk melaksanakan proses pembelajaran maupun pendidikan kecakapan hidup serta minimnya tenaga pendidik khusus sehingga Guru Pembimbing Khusus yang ada di SD Muhammadiyah 9 Malang bekerja sama dengan guru kelas ataupun guru pendamping kelas untuk membantu memberikan pelayanan pada saat proses dilakukan di kelas regular dan tidak mendapatkan pendampingan dari Guru Pembimbing Khusus. Anak autis yang peneliti tangani saat ini ada dua anak autis yang telah duduk di kelas I dan di kelas VI. Untuk anak yang kelas I dia memiliki sikap yang hiperaktif sehingga untuk mengondusifkan dirinya sangat dibutuhkan pendampingan khusus, terlebih dia sekarang masih dalam proses adaptasi di lingkungan baru. Anak autis yang saat ini duduk di kelas VI telah mampu menulis dengan lancar, tetapi disaat membaca dia masih kurang dapat jelas dalam menyampaikan apa yang ia ingin sampaikan. Terkadang apa yang peneliti dan Guru tanyakan padanya terespon jauh dari pembicaraannya, seakan apa yang pernah dia lakukan itu yang dia sampaikan. Kondisi di lapangan dan melihat kenyataan implementasi kecakapan hidup pada anak autis di SD Muhammadiyah 9 Malang yang masih dirasa kurang terimplementasi, untuk itu peneliti berusaha untuk menganalisis implementasi pendidikan kecakapan hidup yang diberikan kepada Guru Pembimbing Khusus dan penelitian ini oleh peneliti diberi judul Implementai Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) Anak Autis di SD Muhammadiyah 9 Malang.

7 1.2 Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah pada latar belakang, peneliti dapat mengemukakan bahwa permasalahan dan pembahasan tersebut sangat luas dan karena adanya keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan peneliti, sehingga permasalahan dan pembahasan pada penelitian ini peneliti batasi mengenai implementasi pendidikan kecakapan hidup pada anak autis di SD Muhammadiyah 9 Malang yang mencangkup pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup dan hambatan dalam pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup pada anak autis. Pada penelitian ini peneliti membatasi dengan meneliti anak autis yaitu satu anak autis yang duduk di kelas I dan satu anak autis yang duduk di kelas VI di SD Muhammadiyah 9 Malang. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan. Di antaranya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi pendidikan kecakapan hidup pada anak Autis yang ada di SD Muhammadiyah 9 Malang? 2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan implementasi pendidikan kecakapan hidup pada anak Autis yang ada di SD Muhammadiyah 9 Malang? 1.4 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, peneliti dapat menyimpukalan tujuan penelitian kali ini. Berikut merupakan paparannya.

8 1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan implementasi kecakapan hidup pada anak autis yang ada di SD Muhammadiyah 9 Malang 2. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan faktor penghambat pelaksanaan implementasi kecakapan hidup pada anak autis di SD Muhammadiyah 9 Malang 1.5 Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis 1) Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah penelitian dibidang pendidikan kecakapan hidup siswa autis, yang berkaitan dengan kemandirian anak autis di SD Muhammadiyah 9 Malang. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memandirikan dirinya. 2) Untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan keilmuan penulis tentang pendidikan kecakapan hidup anak autis untuk meningkatkan kemandirian bagi siswa autis. b. Secara Praktis 1) Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pembimbing yang dalam hal ini adalah Guru Pembimbing Khusus tentang implementasi pendidikan kecakapan hidup anak autis. 2) Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan akademik dan para peneliti berikutnya sebagai bahan kajian untuk melakukan penelitian lebih luas dan mendalam.

9 3) Sebagai evaluasi bagi di SD Muhammadiyah 9 Malang dalam mengimplementasikan pendidikan kecakapan hidup anak autis untuk meningkatkan kemandirian siswa autis. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Dalam ruang lingkup penelitian, penulis dan mengambil batasan yang mengacu pada implementasi pendidikan kecakapan hidup yang diberikan kepada anak autis di SD Muhammadiyah 9 Malang. Upaya-upaya yang dilakukan dalam mempersiapkan kecakapan hidup anak berkebutuhan khusus: - Meningkatkan Kualitas Kecakapan Hidup siswa khususnya Anak Berkebutuhan Khusus - Meningkatkan Kualitas Guru Pembimbing Khusus dalam memberikan pendidikan kecakapan hidup 1.7 Definisi Istilah 1) Kecakapan Hidup (Life Skill) Kecakapan hidup ialah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar (Lanny Hardi, 2002:5). Kecakapan hidup yang dimaknai juga seseorang yang memiliki pengetahuan (knowledge) dan kecakapan (skills) tertentu untuk dapat hidup layak secara normatif (Amirin, 2002:60). 2) Autis Autis adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak yang gejalanya telah timbul sebelum anak itu mencapai usia 3 tahun. Hal yang menunjukkan anak autis memang mengalami gangguan dalam

10 berkomunikasi, keterlambatan berbicara atau sama sekali tidak dapat berbicara, menggunakan bahasa yang aneh dan sulit memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain, dan kata-kata yang di gunakan tidak sesuai arti (Eka Mawarti, 2006).