BSN^ BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 8TAHUN 2013 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

WALIKOTA PROBOLINGGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PALANGKA RAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan. Geofisika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan

2015, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Komisi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5035); 2. Undang-Undang No

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

\- Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pasal 9

BAGIAN TATA USAHA DAN PROTOKOL, BIRO KEUANGAN DAN UMUM KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURANMENTERI PERHUBUNGANREPUBLIKINDONESIA NOMOR PM. 27 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGANKEMENTERIANPERHUBUNGAN

QLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

POKOK-POKOK PENGERTIAN TENTANG KEPROTOKOLAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN Disusun oleh : H. Kusmindar, S.Pd, MM

DASAR DASAR KEPROTOKOLAN. Frans Dellian, SSTP, M.Si

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PROTOKOL PROVINSI GORONTALO

FORMULIR B TATA UPACARA PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE 66 KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN

2017, No Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1987 TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

L E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996

UU 8/1987, PROTOKOL. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:8 TAHUN 1987 (8/1987) Tanggal:28 SEPTEMBER 1987 (JAKARTA) Tentang:PROTOKOL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 1994 SERI : D NO : 6 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELENGGARAAN ACARA RESMI DAN UPACARA BENDERA Nomor: SOP /TU 02 01/UM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 7 TAHUN : 1993 SERI D.4

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG KEPROTOKOLAN DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 8 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 01 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005

\- Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pasal 9

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MOJOKERTO

BUPATI POLEWALI MANDAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BANTUL NOMOR : 11 TAHUN 1994 T E N T A N G

BERITA NEGARA. LAN. Keprotokolan. Peraturan.Pencabutan. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 14 TAHUN 1994

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

PP 24/2004, KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2006 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA

a. bahwa dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 32 Tabun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan adanya perbedaan penafsiran beberapa ketentuan dalam

PEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT JENDERAL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 51 TAHUN 2005 SERI : A PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 01 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENGUCAPAN SUMPAH/JANJI DAN PELANTIKAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 1995 SERI A NO. 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

Transkripsi:

BSN^ PERATURAN KEPALA NOMOR 8TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN KEPALA, Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentxian Pasal 7 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan, dipandang perlu mengatur Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan dalam Acara Resmi yang diselenggarakan oleh Badan Standardisasi Nasional; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional tentang Pedoman Keprotokolan Badan Standardisasi Nasional; Mengingat 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5166) 2. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020); 3. Keputusan....

BSN^ 3. Keputusan Presiden Nomor 84/M Tahun 2012 tentang Pengangkatan Kepala Badan Standardisasi Nasional; r\ 4. Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 965/BSN-I/HK,35/05/2001 tentang Organisasi dan Tata Keija Badan Standardisasi Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala Badsin Standardisasi Nasional Nomor 4 Tahun 2011; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL TENTANG KEPROTOKOLAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Badan Standardisasi Nasional yang selanjutnya disingkat BSN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. 2. Keprotokolan adalah serangkaian aturan dalam Acara Resmi BSN yang meliputi aturan mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya. 3.Acara.... D:\SK-SK\3013\Pedooian PreielQ)ler\<liaft pedonuui preteloiler.ctoc

BSN^ 3. Acara Resmi adalah acara yang bersifat resmi yang diatur dan dilaksanakan oleh BSN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintahan serta undangan lainnya. 4. Tata Tempat adalah aturan mengenai urutan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, pejabat BSN, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Resmi BSN. 5. Tata Upacara adalah aturan untuk melaksanakan upacara dalam Acara Resmi BSN. 6. Tata Penghormatan adalah aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, dan Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Resmi yang diselenggarakan oleh BSN. 7. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pejabat Negara yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang. 8. Pejabat Pemerintahan adalah pejabat yang menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. 9. Tokoh Masyarakat Tertentu adalah tokoh masyarakat yang berdasarkan kedudukan sosialnya mendapat pengaturan Keprotokolan. BAB II. D:\SK-SK\3O13\Pe<l0raan Pn(ekoter\draA pedamm prolokoler.doe

BSN^ BAB II TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Pengaturan Keprotokolan bertujuan untuk: a. memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, pejabat BSN, perwakilan negara asing dan/atau organisasi intemasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, organisasi dan masyarakat; b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara yang diselenggarakan BSN agar berjalsin tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun intemasional; dan c. menciptakan hubimgan baik dalam tata pergaulan antar lembaga. Pasal 3 (1) Ruang lingkup pengaturan keprotokolan di lingkungan BSN ini meliputi: a. Tata Tempat; b. Tata Upacara; c. Tata Penghormatan. (2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan hanya dalam Acara Resmi yang diselenggarakan oleh BSN bagi: a. Pejabat Negara; b. Pejabat Pemerintahan; c. perwakilan negara asing dan/atau organisasi intemasional; dan d. Tokoh Masyarakat Tertentu. BAB III. D:\5K.SK\2013\fedoinan ftatokolcr\draft peddtdbn pcotokiiler.dm:

fisyo BAB III ACARA RESMI Pasal 4 (1) Penyelenggaxaan Acara Resmi dilaksanakan sesuai dengan aturan Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan. (2) Acara Resmi dapat berupa upacara bendera atau bukan upacara bendera. (3) Dalam hal teijadi situasi dan kondisi tertentu yang tidak memungkinkan terlaksananya atau berlangsungnya Acara Resmi, pelaksanaan acara dimaksud menyesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu tersebut. (4) Penyesuaian pelaksanaan Acara Resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diputuskain oleh inspektur upacara. Pasal 5 (1) Penyelenggaraan Keprotokolan Acara Resmi di BSN dilaksanakan oleh Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga, Biro Perencanaan, Keuangan dan Tata Usaha. (2) Penyelenggaraan Acara Resmi diselenggarakan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan/atau dapat di luar Ibukota Negara Republik Indonesia. BAB IV TATA TEMPAT Pasal 6 Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi intemasional, Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Resmi mendapat tempat sesuai dengan pengaturan Tata Tempat. Pasal 7.... O:\SK-SK\20l3\Msman Protolcoler\diaft pedoamn pro(okaler.doe

BSK> Pasai 7 (1) Tata Tempat dalam Acara Resmi yang diselenggarakan oleh BSN ditentukan dengan urutan: a. Presiden Republik Indonesia; b. Wakil Presiden Republik Indonesia; c. mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia; d. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI); e. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI); f. Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI); g. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI); h. Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI); i. Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI); j, Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI); k. duta besar/kepala Perwakilan negara asing dan Organisasi Internasional; 1. Wakil Ketua MPR RI, Wakil Ketua DPR RI, Wakil Ketua DPD RI, Gubemur Bank Indonesia, Ketua Badan Penyelenggara Pemilihan Umum, Wakil Ketua BPK RI, Wakil Ketua MA RI, Wakil Ketua MK RI, dan Wakil Ketua KY RI; m. menteri, pejabat setingkat menteri, anggota DPR RI, dan anggota DPD RI, serta Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia; n. Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU); o. pemimpin partai politik yang memiliki wakil di DPR RI; p. anggota BPK RI, Ketua Muda dan Hakim Agung MA RI, Hakim MK RI, dan anggota KY RI; q.pemimpin.... 0:\SK-SK\20I3\Pedon)iin Pn>ula>Ier\<lnilt pedoman pralokoter.doe

BSN^ BADAN STANDARDiSASI NASIONAL q. pemimpin lembaga negara yang ditetapkan sebagai Pejabat Negara, pemimpin lembaga negara lainnya yang ditetapkan dengan undang-undang, Deputi Gubemur Senior dan Deputi Gubemur Bank Indonesia, serta Wakil Ketua Badan Penyelenggara Pemilihan Umum; r. gubemur kepala daerah; s, pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan tertentu; t. pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, Wakil Menteri, Wakil Kepala Staf TNI AD, AL, dan AU, Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia, Wakil Gubemur, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, pejabat eselon I atau yang disetarakan; u. bupati/walikota dan Ketua DPRD kabupaten/kota; dan V, Pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan tingkat nasional yang secara faktual diakui keberadaannya oleh Pemerintah dan masyarakat. (2) Tata Tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diadakan di luar Ibukota Negara Republik Indonesia diatur dengan berpedoman pada urutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 8 Tata Tempat bagi Pejabat BSN yang menjadi tuan rumah dalam pelaksanaan Acara Resmi baik yang diadakan di Pusat atau di Daerah ditentukan sebagai berikut: a. Apabila Acara Resmi tersebut dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, Kepala BSN mendampingi Presiden dan/atau Wakil Presiden sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Apabila tidak dihadiri Presiden dan/atau Wakil Presiden, Kepala BSN mendampingi Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintahan yang tertinggi kedudukannya. Pasal 9.... D:\SK-SK\2Q13\Pedaman ProtokaIer\cln>ft pedoman jirotakiilar.dae

fisiyo Pasal 9 (1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Resmi dapat didampingi istri atau suami. (2) Istri atau suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menempati urutan sesuai Tata Tempat suami atau istri. Pasal 10 (1) Dalam hal Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, kepala perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu berhalangan hadir pada Acara Resmi, tempatnya tidak dapat diisi oleh yang mewakilinya; (2) Seorang yang mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapat tempat sesuai dengan kedudukan sosial dan kehormatan yang diterimanya atau jabatannya. Pasal 11 Dalam hal Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan memangku jabatan lebih dari satu yang tidak sama tingkatnya, maka baginya berlaku Tata Tempat yang urutannya lebih dahulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). Pasal 12 Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan dan Tokoh Masyarakat Tertentu tingkat Daerah dalam Acara Resmi yang diselenggarakan oleh BSN di daerah, mendapat tempat sesuai dengan ketentuan Tata Tempat dan peraturan yang berlaku. BAB V. D:\SK-SK\30l3\PedoinBii Prol0kDler\draft peddcum praulcolerjioe

BSN^ BAB V TATA UPACARA Bagian Kesatu Upacara Bendera Pasal 13 (1) Upacara bendera hanya dapat dilaksanakan untuk Acara Resmi: a. hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia; b. hari besar nasional; c. hari ulang tahun lahirnya BSN; (2) Tata Tempat upacara bendera yang dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum pada lampiran I peraturan ini; (3) Tata Tempat upacara bendera yang dimsiksud pada ayat (1) huruf b, dan huruf c dapat menggunakan lampiran I dengan penyesuaian jenis upacaranya. Pasal 14 Tata Upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Resmi meliputi: a. tata urutan upacara bendera; b. tata bendera negara dalam upacara bendera; c. tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera; dan d. tata pakaian dalam upacara bendera. Pasal 15 Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a meliputi tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan tata urutan upacara bendera dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b sampai dengan huruf c. Pasal 16.... D:VSK-3K\20I3\Pc<]Btiuin PiDiela>lu\drA(t pedoman protoknler.dee

fisiy) 10 Pasal 16 Tata urutan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a sekurang-kurangnya meliputi: a. pengibaran bendera negara diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya; b. mengheningkan cipta; c. pembacaan naskah Pancasila; d. pembacaan Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan e. pembacaan doa. Pasal 17 Tata urutan upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya meliputi: a. pengibaran bendera negara diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya; b. mengheningkan cipta; c. mengenang detik-detik Proklamasi selama satu menit; d. pembacaan Teks Proklamasi; dan e. pembacaan doa. Pasal 18 Tata bendera negara dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b meliputi: a. bendera dikibarkan sampai dengan saat matahari terbenam; b. tiang bendera didirikan di tempat upacara; dan c. penghormatan pada saat pengibaran bendera. Pasal 19.... D-.\SK-SK\2013\Pedamais ProlokDler\draft pedomon preleloler.doo

fisro 11 Pasal 19 (1) Tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi: a. pengibaran bendera negara dengan diiringi lagu kebangsaan; b. iringan lagu kebangsaan dalam pengibaran bendera negara dilakukan oleh korps musik atau genderang dan/atau sangkakala, sedangkan selumh peserta upacara mengambil sikap sempuma dan memberikan penghormatan menurut keadaan setempat. (2) Dalam hal tideik ada korps musik atau gendering dan/atau sangkakala pengibaran bendera negara diringi dengan lagu kebangsaan oleh seluruh peserta upacara. (3) Waktu pengiring lagu untuk pengibaran bendera tidak dibenarkan menggunakan musik dari alat rekam. Pasal 20 (1) Tata pakaian dalam upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d dalam Acara Resmi disesuaikan menurut jenis acara. (2) Dalam Acara Resmi dapat digunakan pakaian sipil harian atau seragam resmi lain yang telah ditentukan. Pasal 21 (1) Untuk melaksanakan upacara bendera dalam Acara Resmi diperlukan kelengkapan dan perlengkapan. (2) Kelengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. inspektur upacara; b. komandan upacara, c. penanggung j awab upacara; d. peserta upacara; e. pembawa naskah; f. pembaca naskah;dan g. pembawa acara. (3)Perlengkapan.... D:\3K*SK\2013\Pedoiiuui Protoko!er\droft pedooiui praiokdler.doc

BSN^ 12 (3) Perlengkapan upacara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi: a. bendera; b. tiang bendera dengan tali; c. mimbar upacara; d. naskah Proklamasi; e. naskah Pancasila; f. naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; dan g. teks doa. Pasal 22 Dalam hal terjadi situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan terlaksananya Tata Upacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Tata Upacara dilaksanakan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tersebut. Bagian Kedua Upacara Bukan Upacara Bendera Pasal 23 (1) Upacara bukan upacara bendera dapat dilaksanakan untuk Acara Resmi lainnya. (2) Upacara bukan upacara bendera meliputi: a. Pelantikan, pengambilan sumpah jabatan dan serah terima jabatan; b. Pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil; 0. Pemberian penghargaan; d. Penandatanganan keijasama atau Memorandum of Understanding; e. Konferensi/seminar/pertemuan tingkat nasional maupun intemasional; f. Rapat kerja BSN. (3)Tata Tempat.... 0:V8K-SK\20l3\PecioiDaa Pratolmter\<lraft pedoman pratolaler-dee

BS^O BADAN STANDARDISASI NASiONAL 13 (3) Tata Tempat upacara bukan upacara bendera yang dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum pada lampiran II peraturan ini. (4) Tata Tempat upacara bukan upacara bendera yang dimaksud pada ayat (1) huruf b tercantum pada lampiran III peraturan ini. (5) Tata Tempat upacara bukan upacara bendera yang dimaksud pada ayat (1) huruf c tercantum pada lampiran IV peraturan ini. (6) Tata Tempat upacara bukan upacara bendera yang dimaksud pada ayat (1) huruf d, e, f dan huruf g, dilaksanakan sesuai kebutuhan. Pasal 24 Tata Upacara bukan upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Resmi meliputi: a. tata urutan upacara bukan upacara bendera; dan b. tata pakaian upacara. Pasal 25 Tata urutan upacara bukan upacara bendera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dalam Acara Resmi terdiri dari: a. menyanyikan dan/atau mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya; b. pembukaan/sambutan; c. acara pokok; dan d. penutup. Pasal 26 Tata pakaian upacara bukan upacara bendera dalam Acara Resmi disesuaikan menurut jenis acara tersebut. Pasal 27. Di\SK.SK\20I3\P«loman PnU)ki>ler\<lraft pedoman protaiaiier.doc

fisro 14 Pasal 27 Dalam Acara Resmi upacara bukan upacara bendera, bendera negara dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar. BAB VI TATA PENGHORMATAN Pasal 28 (1) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi intemasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Resmi mendapat penghormatan. (2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penghormatan dengan bendera negara; b. penghormatan dengan lagu kebangsaan; dan/atau c. bentuk penghormatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Tata Penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakein sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII TAMU BSN Pasal 29 (1) Tamu BSN mendapat pengaturan keprotokolan sebagai penghormatan sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan dalam tata pergaulan kelembagaan. (2) Tamu BSN dapat terdiri atas Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi intemasional serta Tokoh Masyarakat Tertentu. (3)Kunjungan.... D:\SK-SK\2013\Pedoman PTO(ekoler\diBfl pedamnn procokolar.dee

fisiyo BADAN STANDARDISASl NASIONAL 15 (3) Kunjungan tamu Kepala BSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. kunjungan resmi yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan / perwakiian negara lain / pimpinan organisasi internasional dengan tujuan menindaklanjuti atau mengembangkan suatu perjanjian kerjasama yang disepakati sebelumnya atau berdasarkan undangan BSN. b. kunjungan keija yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan/ perwakiian negara lain/pimpinan organisasi internasional dalam rangka menghadiri Acara Resmi BSN atau kepentingan lainnya. c. kunjungan pribadi yang dilakukan karena keperluan pribadi/ khusus dan semaksimal mungkin mengurangi hal-hal yang bersifat protokoler. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 15 Februari 2013 KEPALA BADAN STANDARDISASl NASIONAL, \ BAMBANG PRASETYA O:\SK-SIC\2013\Pedonian PrDtakolec\dnift pedaman pntekeler.dae

fisno BADAN STANDARDiSASI NASIONAL 16 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA NOMOR : 8Tahun20I3 TANGGAL : 15 Februari 2013 TATA TEMPAT UPACARA BENDERA 19 20 12 10 13 11 14 15 16 17 Keterangan: 1. Tiang bendera Merah Putih 2. Mimbar Inspektur upacara 3. Komandan Upacara 4. Pembawa Acara 5. Pembaca Pembukaan UUD 1945.

fisiyo BADAN STANDARDISAS! NASIONAL 17 6. Pembaca Do'a 7. Pembaca Keputusan Penerima Satya Lancana 8. Pembawa nampan Satya Lancana 9. Pendamping penyematan 10. Petugas Pengibar Bendera 11. Barisan Penerima Satya Lancana 12. Pejabat Eselon I dan II 13. Pengurus Darma Wanita BSN 14. Barisan Sestama dan Inspektorat 15. Barisan Kedeputian I 16. Barisan Kedeputian II 17. Barisan Kedeputian III 18. Ruang tunggu Inspektxir Upacara 19. Perwira upacara 20. Sound system KEPALA BADAN STANDARDISAS! NASIONAL, BAMBANG PRASETYA

fisno 18 LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA NOMOR : 8Tahun2013 TANGGAL : 15 Februari 2013 TATA TEMPAT UPACARA PELANTIKAN, PENGAMBILAN SUMPAH JABATAN, DAN SERAH TERIMA JABATAN 12 10 11 Keterangan: ( 1 ] Pejabat yang melantik s [isteri Pejabat/Suami Pejabat Pejabat yg akan dilantik 7 Pejabat Eselon II Pejabat Lama I 7 I Saksi ^ ^Rohamwan Para Undangan 11 Wartawan 12 Meja Penandatanganan 13 Back drop Bendera Merah Putih 15 ^ Gambar Presiden Gambar Wakil Presiden rnkepala & Waka LPNK, Pejabat Eselon I 10 Panitia ^7 ^ Logo Garuda KEPALA, BAMBANG PRASETYA

BSN^ 19 LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA NOMOR : 8Tahun2013 TANGGAL : 15 Februari 2013 TATA TEMPAT UPACARA PELANTIKAN DAN PENGAMBILAN SUMPAH JABATAN/SERAH TERIMA JABATAN i I 11 I 10 Keterangan: Pejabat yang melantik e \ Pejabat Eselon U Pejabat yg akan ( ) Rohaniwan dilantik I 3 I Saksi I 4 I Pejabat Eselon I I 8 I ParaUndangan I 9 I Panitia 111 I Back drop Bendera Merah Putih (i^ Gambar Presiden Gambar Presiden I 5 I Istri/Suami Pejabat Lq I Meja /^J^Logo Garuda Eselon I Penandatanganan Wakil KEPALA, BAMBANG PRASETYA

BSN^ BADAN STANDARDiSASi NASIONAL 20 LAMPIRAN IV PERATURAN KEPALA NOMOR : 8Tahun2013 TANGGAL : 15 Februari 2013 TATA TEMPAT UPACARA PENGAMBILAN SUMPAH PNS r^ 10 I Keterangan: Pejabat yang mengambil sumpah suiiipaxi Rohaniwan Gambar Presiden Pegawai yang akan 7 Para Undangan Gambar Wakil disumpcih vzx Presiden I 8 I Panitia " I 3 I Saksi I 8 I Panitia Logo Garuda I 4 I Pejabat Eselon I Bendera Merah ' ' ^ Putih I 5 I Pejabat Eselon II 110 Back drop KEPALA, BAMBANG PRASETYA