BAB I PENDAHULUAN. secara keseluruhan pasti melakukan kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia sebagai makhluk hidup sangatlah beragam, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

Boks 2 SURVEI INDIKATOR PERBANKAN RIAU TAHUN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini industri perbankan pasca krisis multidimensi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Kondisi Perekonomian Indonesia

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara bisa berjalan dengan lancar. Pertumbuhan

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

SURVEI PERBANKAN PERBANKAN SEMAKIN OPTIMIS KREDIT 2015 TUMBUH SEBESAR 17,1%

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan ekonomi membutuhkan modal dasar sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kondisi global menghadapi tekanan yang berat dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian di suatu negara. Pada perekonomian yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan perekonomian suatu bangsa, bank memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang begitu pesat perkembangannya menyebabkan dampak terhadap muncul

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari

BAB V. Simpulan dan Saran. sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar dan Indeks

PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak orang berlomba untuk berinvestasi. Baik itu dari kalangan

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN IV I II III IV I II III IV

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan produk perbankan seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM membuat

Bab I. Pendahuluan. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan (financial institution) yang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kegiatan perekonomian, dunia perbankan sangat dibutuhkan. Hal

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

I. PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional. Hal ini

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dewasa ini mengalami perkembangan dan

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Terintegrasinya perekonomian global telah menyebabkan krisis di suatu

BAB I PENDAHULUAN. mengelola dana masyarakat secara baik dan benar.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. perbankan, juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia bank,

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. serius dalam bisnis perbankan, sebagian besar bank kesulitan karena modal

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari setiap individu, perusahaan dan masyarakat secara keseluruhan pasti melakukan kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi dilakukan karena adanya keinginan untuk memperoleh barang dan jasa. Kegiatan konsumsi dilakukan dengan tujuan akhir untuk mencapai tingkat kepuasan atau utilitas maksimum. Berbagai macam barang dikonsumsi oleh masyarakat sesuai dengan tujuan dan manfaatnya. Mulai dari barang yang bersifat pokok seperti makanan, baju, rumah sampai pada barang mewah seperti perhiasan dan mobil. Secara umum dapat dikatakan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat adalah jumlah kebutuhan yang tidak terbatas. Pada umumnya, seseorang tidak akan pernah puas dengan barang atau jasa yang telah diperoleh, selalu ada saja alasan untuk menambah kebutuhan hidup. Apabila kebutuhan masa lalu telah tercapai maka kebutuhan baru akan muncul. Masalah yang muncul kemudian adalah sumber daya untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut jumlahnya terbatas. Pada saat ini trend pertumbuhan konsumsi masyarakat mulai bergeser dari kebutuhan pokok yang seharusnya dipenuhi terlebih dahulu menjadi barang atau jasa yang sebenarnya tidak mendesak. Saat ini masyarakat lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan terhadap barang barang durable (tahan lama) seperti mobil, alat alat elektronik, perabot rumah tangga dari pada barang barang nondurable (tidak tahan lama) seperti makanan dan kebutuhan pokok lainnya. xv

Padahal barang barang durable tersebut harganya mahal namun masyarakat tetap menyanggupi untuk membelinya. Masyarakat pada saat ini sering dikatakan sebagai masyarakat pertumbuhan, namun masyarakat tidak semakin mendekatkan diri pada masyarakat yang berkecukupan sebab keinginan masyarakat selalu melampaui produksi barang dan jasa (Baudrilliard, 1997:19). Kebutuhan masyarakat pada barang barang durable tersebut sebenarnya cukup beralasan mengingat akan tuntutan perkembangan zaman yang mengharuskan seseorang memiliki barang barang tersebut seperti mobil atau komputer. Barang barang ini seolah oleh menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat saat ini yang kehidupannya selalu mobile, berkembang dan dinamis. Yang menjadi permasalahan adalah harga barang barang tersebut relatif mahal dan sangat fluktuatif harganya. Masyarakat selalu mencari cara untuk mendapatkan barang barang tersebut. Salah satunya dengan cara mencari sumber dana atau pinjaman dari perbankan. Perbankan adalah institusi yang memiliki peran sebagai lembaga intermediasi yang artinya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan. Dana tersebut dihimpun dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit, baik kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi (Kasmir, 2001:8). Permintaan kredit oleh masyarakat pada dasarnya berasal dari proses memaksimumkan fungsi utilitas individu berdasarkan preferensi mereka mengenai konsumsi sekarang dan konsumsi yang akan datang (Insukindro, 1993:115) xvi

Perkembangan kredit perbankan sejak awal tahun 2003 semakin meningkat dengan pesat. Hal ini sejalan dengan keadaan perekonomian yang semakin membaik, usaha pemerintah yang ingin menggeliatkan perputaran ekonomi masyarakat serta didukung oleh konsumsi masyarakat yang semakin baik pasca krisis tahun 1997 sampai 1998. Perbankan memulai ekspansi kreditnya pada tahun 2004 sebesar 559 triliun rupiah, 49 % dari total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh bank umum di Indonesia. Bahkan pada tahun 2010 saat ini Kredit hampir menyamai besar PDB Indonesia sendiri. Selanjutnya, kredit perbankan tetap menunjukkan trend kenaikan, karena didukung oleh himpunan dana pihak ketiga yang cukup besar, permintaan masyarakat akan kredit semakin membaik serta kebijakan pemerintah untuk mendorong perkembangan kredit agar tingkat investasi pada sektor riil dan konsumsi masyarakat semakin membaik. Tabel.1 Perkembangan Kredit Modal Kerja, Investasi dan Konsumsi Pada Bank Umum Di Indonesia Perekonomian global sepanjang tahun 2008 sangat bergejolak (volatile) yang dipicu oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat serta harga minyak dunia yang tak terkendali. Namun keadaan tersebut mulai menunjukkan kondisi yang semakin kondusif pada akhir tahun 2009 walaupun masih memiliki potensi berfluktuasi kembali. Berdasarkan data pada Laporan Kebijakan Moneter Triwulan ke 4 tahun 2009, tekanan pada kondisi ekonomi global berdampak pada kontraksi ekonomi xvii

makro Indonesia. Kajian Bank Indonesia pada september 2008 menginformasikan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan I/2008 disebabkan, pertama, pertumbuhan ekonomi daerah yang melambat, dengan penyebab utama menurunnya tingkat konsumsi dan ekspor tiap tiap daerah, melemahnya daya beli masyarakat serta menurunnya permintaan luar negeri seiring dengan perlambatan ekonomi global. Penyebab lain adalah faktor sektoral yaitu melambatnya kinerja sektor perdagangan sebagai respon atas melambatnya permintaan domestik karena meningkatnya sebagai dampak kenaikan harga bahan baku dan bahan bakar minyak. Lonjakan inflasi tahunan (year-on-year) pada Juni 2008 sebesar 11,03% merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2005 hal ini disebabkan kenaikan harga minyak dunia. Kondisi makro ekonomi pada 2005 walaupun tidak sepenuhnya sama namun bisa dikatakan identik dengan kondisi tahun 2008 yaitu peningkatan inflasi yang dipicu oleh meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pada tahun 2005 harga BBM meningkat 2 kali yaitu sebesar 30% (BBM 1, Maret 2005)dan sebesar 100% (BBM 2, Oktober 2005) sehingga inflasi mencapai 17,11% pada Desember 2005. Strategi Bank Indonesia dalam menekan laju inflasi melalui piranti moneter misalnya BI rate, pengendalian volatilitas nilai tukar, penyerapan ekses likuiditas, optimalisasi Operasi Pasar Terbuka (OPT) maupun instrumen lain secara efektif dan simultan. Sejauh ini melalui BI rate terbukti relatif efektif dalam menekan laju inflasi. Peningkatan BI rate merupakan pil pahit yang harus ditelan oleh pelaku dunia usaha agar inflasi tidak berdampak bola salju (snow ball effects) yaitu semakin memperparah kondisi lingkungan bisnis. Meningkatnya inflasi dan BI rate akan menekan laju kredit perbankan. xviii

Sektor perbankan pada tahun 2008 sampai dengan 2009, menunjukkan perkembangan kredit yang belum sesuai dengan harapan. Selama tahun 2009 pertumbahan kredit baru mencapai 56,8 triliun rupiah (naik 5% dari tahun sebelumnya) menjadi 1.410,4 trilliun, jauh lebih rendah dari pertambahan kredit pada tahun 2008 sebesar 297,8 trilliun (naik sebesar 28,5% dari tahun sebelumnya). Semakin menurunnya pertumbuhan kredit ini sejalan dengan menurunnya kredit baik dalam rupiah dan valas, juga karena faktor psikologis akibat krisis global yang baru saja terjadi pada awal 2008 lalu. Turunnya permintaan kredit pada tahun awal 2009 sejalan dengan rendahnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang tercermin pada turunnya konsumsi dan investasi pada periode peralihan 2008 ke 2009. Selain itu lambatnya pertambahan kredit juga sejalan dengan suku bunga kredit yang masih tinggi saat itu. Kredit yang mencatat pertumbuhan yang cukup besar walaupun terjadi resesi bahkan selama 6 tahun terakhir mencatat pertumbuhan yang sangat baik adalah kredit konsumsi. Kredit konsumtif ini adalah pembiayaan untuk keperluan konsumsi atau non produktif. Kredit ini selama kurun waktu 2001 2009 menunjukkan pertumbuhan yang tertinggi dibandingkan kredit modal kerja dan kredit investasi. Pertambahan kredit konsumsi yang pesat ini seiring dengan komposisi PDB Indonesia yang masih didominasi dan didorong oleh konsumsi swasta dalam pertumbuhan ekonomi. Besarnya konsumsi tercermin dari PDB yang komposisinya sangat besar dipengaruhi oleh konsumsi. Dilihat dari distribusinya, pangsa utama PDB tahun 2009 masih bersumber dari konsumsi swasta dan ekspor. Pangsa konsumsi swasta terhadap PDB pada tahun 2009 cenderung stabil dibandingkan dengan tahun xix

2008, sedangkan pangsa ekspor cenderung menurun. Ekspor Indonesia mengalami penurunan mulai dari triwulan ke empat tahun 2008 sebesar 8,65% dari triwulan ke tiga sebesar 10,6% dan menjadi minus sepanjang tahun 2009. Penurunan pangsa ekspor terhadap PDB sehubungan dengan memburuknya pertumbuhan ekspor akibat belum pulihnya kondisi perekonomian negara mitra dagang di periode pertama tahun 2009. Amerika serikat yang menjadi negara utama tujuan ekspor Indonesia merupakan inti (core) dari krisis global tidak mampu menampung kembali ekspor Indonesia dan Indonesia juga tidak memiliki daerah lain untuk tujuan ekspor selain kawasan di benua Amerika, Eropa yang rata rata ikut terkena imbas krisis global. Konsumsi rumah tangga pada pertengahan tahun 2009 tumbuh membaik diikuti dengan semakin pulihnya kondisi perekonomian. Selain itu kondisi semakin baiknya pertumbuhan konsumsi rumah tangga diindikasikan oleh kenaikan pertumbuhan konsumsi barang tahan lama (durable goods) pada akhir 2009. Masyarakat mulai bergairah kembali untuk meningkatkan konsumsinya. Pertumbuhan konsumsi juga terlihat dari transaksi kartu kredit dan kartu debit yang semakin meningkat pada akhir tahun 2009. Cukup tingginya konsumsi masyarakat selama tahun 2009 cukup dipengaruhi oleh faktor pengeluaran pemilu dan kebijakan pemerintah. Pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2009 cukup membantu masyarakat untuk menaikkan pendapatan dan meningkatkan konsumsi. Walaupun belum lama terkena dampak krisis global, masyarakat tidak terlalu merespon hal tersebut akibat kondisi dalam negeri yang sedang menyelengarakan pesta demokrasi, dan ditambah lagi dengan naiknya gaji pegawai negeri sipil sesuai dengan xx

pengumuman pemerintah pada awal januari 2010. Hal hal tersebut menjadi dorongan optimisme masyarakat untuk melakukan konsumsi. Dorongan konsumsi yang besar tersebut ikut juga mendorong kredit konsumtif masyarakat. Kredit konsumtif sebagai penopang konsumsi masyarakat sangat ekspansif dan begitu pesat meningkatnya, karena kredit ini tidak begitu terpengaruh akan kondisi makro ekonomi seperti fluktuasi inflasi dan BI rate. Karena rumah tangga atau individu tetap meminta kredit konsumtif walaupun kondisi perekonomian sedang labil. Sejak tahun 2003, peningkatan pertumbuhan kredit ini sangat besar, lebih besar dari pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja. Melihat perilaku masyarakat dalam kredit jenis ini, tentu saja perbankan tertarik untuk mengembangkan kredit ini. Beberapa pertimbangan perbankan untuk fokus pada kredit konsumtif yaitu imbal hasil (yield) yang tinggi bahkan yang paling tinggi dari yield jenis kredit lain, risiko yang tersebar pada banyak debitur, proses kredit yang sederhana, dan jaminan (second way out) yang cenderung terapresiasi (properti). Beberapa produk kredit konsumtif seperti : kredit kepemilikan rumah, kartu kredit, kredit multiguna (kredit tanpa agunan), dan kredit kendaraan bermotor sangat atraktif ditawarkan oleh pihak bank. Melihat persaingan dalam kredit konsumtif ini,bank tidak mau kalah dalam persaingan. Bahkan banyak bank menerapkan manajemen pemasaran yang menyimpang dari kaidah kaidah pemberian kredit. Seperti tidak lagi menilai debitur baik dari segi kemampuan keuangannya maupun nilai jaminannya, bank langsung saja menyetujui pengajuan kredit konsumtif tersebut. Bahkan pada beberapa kasus tidak disertakan jaminan untuk kredit tersebut. Sehingga manajemen resiko tidak diperdulikan lagi. Pada xxi

segmen kartu kredit, sejak tahun 2003 sampai saat ini, perkembangannya begitu pesat. Hal ini dapat dilihat dari inovasi kartu kredit itu sendiri mulai dari bunga kredit yang rendah, batas pengambilan kredit yang semakin besar serta berbagai macam discount (potongan) ditawarkan oleh bank yang membuat masyarakat semakin konsumtif. Namun, pada akhirnya banyak dari masyarakat yang tidak mampu membayar kembali uang pinjaman dari kartu kredit tersebut yang menyebabkan bertambahnya kredit macet pada perbankan. Hal ini pada mulanya sudah dapat diprediksi akan terjadi akibat pola penawaran kartu kredit oleh perbankan yang tidak melihat kredibilitas dan kemampuan membayar kembali nasabah yang ditawarkannya. Lain lagi dengan produk kredit konsumtif pada segmen perumahan (kredit kepemilikan rumah). Mulai dari tahun 2004 jenis kredit konsumtif ini merupakan penyumbang kredit macet (non performing loan) diantara jenis kredit konsumtif lainnya bahkan juga terbesar dari antara NPL kredit investasi dan modal kerja. Bahkan di Amerika serikat, macetnya kredit perumahan inilah sebagai awal dari krisis global yang merambat keseluruh dunia. Kredit perumahan menjadi begitu berbahaya ketika unit perumahan yang dibeli tidak dapat dibayar cicilannya oleh pembeli yang berdampak pada pembayaran kredit investasi developer (pengembang) kepada bank pemberi kredit investasi. Sehingga terjadi efek domino dimana kerugian sifatnya berantai dan pada akhirnya berimbas pada dunia perbankan secara nasional. Salah satu hal yang mempengaruhi bertumbuhnya kredit konsumtif adalah status nasabah yang bekerja atau tidak. Sebagian besar segmen nasabah yang meminta kredit konsumtif dan lalu disetujui oleh pihak bank adalah para pekerja, xxii

meskipun ada juga yang tidak bekerja. Pengajuan kredit tanpa status bekerja akan menjadikan individu menjadi terkendala kredit karena pihak bank menilai kemampuan individu membayar kembali cicilan kredit tersebut sangat rendah bahkan terancam macet akibat ia tidak memiliki pendapatan. Ketika seseorang dipecat dari pekerjaannya dan tidak bekerja lagi tentu ia akan mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan kredit dari perbankan. Bahkan kredit yang sedang dijalaninya kemungkinan akan terancam macet pula. Hal ini pun dapat dilihat dari fenomena yang terjadi di Indonesia berdasarkan data BPS (badan pusat statistik), ketika pengangguran naik mulai pada awal 2001 sebesar 8,1% dari angkatan kerja dan mencapai puncaknya pada tahun 2005 sebesar 10,26% dari angkatan kerja sejalan dengan meningkatnya non performing loan (NPL) di perbankan yang pada tahun 2005 juga meningkat 3% dari tahun 2004 sebesar 4,5% (25,174 trilliun) menjadi sebesar 7,56% (52,589 trilliun) pada tahun 2005 dan NPL menurun pada tahun berikutnya hingga akhir tahun 2008 sebesar 3,2% seiring dengan ikut menurunnya tingkat pengangguran sebesar 8.39% (9,39 juta penduduk). Nieto (2007), dalam penelitiannya pada kredit konsumtif di spanyol serta Hadad (2004) menyatakan bahwa masyarakat terkendala kredit akibat tidak ada atau kehilangan pekerjaannya. Sehingga pandangan faktor pekerjaan mungkin berpengaruh terhadap peningkatan kredit konsumtif. Kredit konsumsi memberi margin keuntungan yang cukup besar namun memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi dibandingkan kredit lainnya. Bahkan pada tahun tahun terakhir ini kredit konsumtif inilah yang menyumbang krisis di dunia perbankan seperti yang terjadi di Amerika serikat dan akhirnya berdampak di Indonesia. Lalu ditambah lagi masalah ketika manajemen perbankan dalam xxiii

menawarkan kredit ini dengan memberikan berbagai kemudahan dibandingkan jenis kredit lain menjadikan kredit ini lebih istimewa dibandingkan kredit investasi maupun modal kerja yang sebenarnya harus diprioritaskan untuk investasi pembangunan negeri. Hal hal inilah yang menjadikan kredit konsumtif menjadi lebih menarik untuk diteliti. Berdasarkan latar belakang di atas serta didukung oleh data dan beberapa penelitian sebelumnya, penulis mencoba untuk mengkaji fenomena yang terjadi pada jenis kredit konsumsi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan pendekatan model koreksi kesalahan dalam kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 melalui beberapa variabel ekonomi yang mungkin mempengaruhi kredit konsumsi tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka pendek suku bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka pendek produk domestik bruto satu tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia? 3. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka pendek jumlah pengangguran terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia? xxiv

4. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka panjang suku bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia? 5. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka panjang produk domestik bruto satu tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia? 6. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka panjang jumlah pengangguran terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek suku bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia. 2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek produk domestik bruto satu tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia. 3. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek jumlah pengangguran terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia. 4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka panjang suku bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia. xxv

5. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka panjang produk domestik bruto satu tahun sebelumnya terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia. 6. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka panjang jumlah pengangguran terhadap permintaan kredit konsumsi pada bank umum di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pemikiran bahan studi atau tambahan ilmu pengetahuan khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan. 2. Sebagai bahan tambahan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian selanjutnya. 3. Sebagai salah satu syarat bagi Penulis untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana. xxvi