Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu wilayah yang unik secara geologis, ekologis, dan merupakan domain biologis yang sangat penting bagi banyak kehidupan di daratan dan di perairan, termasuk manusia (Beatley et al,1994). Wilayah pesisir juga unik dari segi ekonomi karena wilayah ini menyediakan ruang bagi aktivitas manusia yang menghasilkan manfaat ekonomi yang besar (Cincin-Sain and Knecht, 1998). Selain itu, Wilayah pesisir merupakan mosaik dari ekosistem dan sumberdaya yang sangat beragam, sehingga pesisir merupakan wilayah yang strategis bagi kondisi ekonomi dan kesejahteraan sosial serta pembangunan negara (Cincin- Sain and Knecht, 1998). Salah satu wilayah pesisir yang penting secara ekonomi dan ekologi adalah wilayah pesisir Kota Makassar. Wilayah ini merupakan wilayah pesisir yang memiliki ciri pemanfaatan beragam dan berkaitan satu sama lain. Di wilayah ini terdapat kegiatan ekonomi yang berbasiskan sumberdaya alam seperti perikanan, pemukiman, pelabuhan dan pariwisata bahari. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian lahan wilayah pesisir Kota Makassar secara berkelanjutan. Analisis kesesuaian lahan di wilayah pesisir Kota Makassar diarahkan untuk pengembangan 9 peruntukan yaitu (i) pemukiman (ii) budidaya tambak (iii) budidaya karamba jaring apung, (iv) budidaya rumput laut dan (v) konservasi Analisis didasarkan atas faktor pembatas untuk masing-masing peruntukan ditinjau dari aspek biofisik. Analisis ini dimaksudkan untuk menilai kelayakan atau kesesuaian lahan untuk pengembangan dari kesembilan peruntukan tersebut diatas. Hasil analisis kesesuaian lahan dikelompokkan kedalam empat kategori/kelas, yaitu (i) sangat sesuai (S1), (ii) sesuai (S2), (iii) sesuai bersyarat (S3), dan (iv) tidak sesuai (N). Berdasarkan analisis spasial dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG) dengan cara tumpan susun (overlay) diperoleh hasil kesesuaian lahan untuk masing-masing peruntukan sebagai berikut.

2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis kesesuaian lahan wilayah pesisir Kota Makassar untuk, wilayah pemukiman, pelabuhan umum, budidaya tambak, parawisata pantai, kawasan konservasi, budidaya rumput laut, budidaya karamba jaring apung, pelabuhan perikanan pantai dan kawasan industri. 2. Memberi pertimbangan arahan pengembangan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir Kota Makassar berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan Oktober 2014, di Wilayah Pesisir Pantai Makassar. Analisis Spatial (Keruangan) Analisis spatial dengan teknik tumpang tindih (overlay) menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kesesuaian Lahan untuk kawasan Pemukiman Parameter yang digunakan dalam menganalisis kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman meliputi 6 parameter yaitu: (i) kemiringan lahan (ii) ketersediaan air tawar (iii) jarak dari pantai, (iv) jarak dari sarana jalan, (v) land use dan (vi) drainase. Berdasarkan hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap 8 kecamatan yang mempunyai akses langsung dengan wilayah pesisir Kota Makassar, ternyata kategori sangat sesuai seluas 6.662,6 ha, kategori sesuai seluas 4.176,5 ha, kategori sesuai bersyarat seluas 1.001,4 ha, dan kategori tidak sesuai seluas 419,8 ha, untuk lebih jelasnya luas dan lokasi kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan peta lokasi kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 1. Luas dan Lokasi Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Pemukiman Kecamatan Tidak Sangat Bersyarat JUMLAH 1 Biringkanaya 1,7 23,8 1.360,5 2.553,4 3.949,3 Mariso 5,5

3 6,8 56,4 217,4 286,1 Tallo 49,9 171,6 112,0 498,9 832,4 Tamalanrea 78,0 696,8 1.366,8 1.601,9 3.743,5 Tamalate 249,9 100,0 1.259,9 1.105,5 2.715,3 Ujungpandang 0,0-3,1 285,1 288,3 Ujungtanah 24,9 2,3 17,8 206,9 252,0 Waio 0,0-0,0 193,4 193,5 JUMLAH 419,8 1.001,4 4.176,5 6.662,6 2260,4 1 Pengembangan pemukiman di Kawasan pesisir Kota Makassar dimaksudkan sebagai pengembangan seluruh fasilitas yang terkait sebagai satu kesatuan dalam pemukiman penduduk. Hal tersebut mengacu pada definisi pemukiman menurut BAPPENAS (2000) yaitu penggunaan lahan yang dimanfaatkan untuk pengembangan perumahan, sarana dan prasarana umum, perdagangan, perkantoran, fasilitas rekreasi, dan yang banyak berhubungan dengan aktifitas kehidupan masyarakat. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar tahun 2005 2010 dan kondisi exsisting maka, wilayah kecamatan Makassar dan kecamatan Ujung Pandang diarahkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, pelabuhan laut dan peti kemas, industri kimia serta penataan kembali perumahan penduduk. Wilayah Kecamatan Makassar dan Kecamatan Ujung Pandang diarahkan untuk perdagangan dan jasa, pusat pemerintahan Kota Makassar, transportasi regional dan pengembangan pemukiman. Sedangkan wilayah Kecamatan Panakukang, Biringkanaya dan Tamalanrea diarahkan untuk pusat pemerintahan Propinsi Sulawesi Selatan, pusat pendidikan, industri dan parawisata. Pembangunan pemukiman merupakan jenis pembangunan fisik yang paling berkembang, sebagai akibat dari perkembangan perekonomian kota dan pertambahan jumlah penduduk. Dalam pengembangan kawasan pemukiman diwilayah pesisir Kota Makassar, ada beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain, masih terbatasnya kemampuan daerah dalam upaya memperbaiki lingkungan pemukiman, belum meratanya penyediaan fasilitas, tingginya laju pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan yang berdampak pada

4 ketidakseimbangan lahan dan jumlah penduduk, serta kepadatan yang tinggi pada lingkungan perkotaan. 2. Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Budidaya Tambak Parameter yang digunakan dalam menganalisis kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya tambak meliputi 7 parameter, yaitu (i) salinitas perairan, (ii) jenis tanah, (iii) jarak dari sungai (iv) jarak dari jalan, (v) jarak dari pantai, (vi) landuse, dan (vii) kemiringan lahan Tabel 2. luas dan lokasi kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya tambak Kecamatan Tidak Bersyarat Sangat JUMLAH Biringkanaya 1.995,9 17,5 1.836,7 99,2 3.949,3 Mariso 0,2 198,2-87,7 286,1 Tallo 82,8 207,4 270,3 271,9 832,4 Tamalanrea 618,8 132,5 2.230,8 761,5 3.743,5 Tamalate 761,8 19,6 1.455,7 478,3 2.715,3 Ujungpandang 31,2 225,6 16,1 15,4 288,3 Ujungtanah 114,6 54,5 37,6 45,2 252,0 Waio 187,4 6,1 193,5 JUMLAH 3.792,7 855,2 5.853,2 1.759,3 12.260,4 Berdasarkan hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap 8 kecamatan di wilayah pesisir Kota Makassar ternyata kategori sangat sesuai seluas 1.759,3 ha, kategori sesuai seluas 5.853,2 ha dan kategori tidak sesuai seluas 3.792,7 ha. Untuk lebih jelasnya luas dan lokasi kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya tambak dapat dilihat pada tabel. Sedangkan peta lokasi kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya tambak dapat dilihat pada Gambar 3. Dalam program pengembangan tambak yang berwawasan lingkungan dan bernuansa wisata tetap menjadi prioritas pemerintah daerah Kota Makassar dan upaya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan Kota Makassar yang berorientasi pembangunan yang aman dan lestari dengan sasaran pada 2 aspek yaitu aspek produksi dan aspek wisata tambak sasaran aspek produksi adalah untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan produksi tambak yang sudah dicapai selama ini, sedangkan sasaran aspek wisata tambak adalah untuk

5 memberikan nilai tambah terhadap lahan pertambakan yang ada agar dapat berfungsi ganda, yakni disamping sebagai sarana produksi sekaligus juga sebagai sarana obyek wisata yang merupakan ungkapan yang merefleksikan sekaligus mengabadikan kebanggaan, potensi dan kekhasan Kota Makassar yakni hutan mangrove yang merupakan green belt yang melingkari Kota Makassar yang memiliki fungsi-fungsi fisik, ekologis, dan sosial ekonomi yang menjadi andalan jaminan keberlangsungan kota. 3. Kesesuaian Lahan Untuk Kawasan Karamba Jaring Apung Parameter yang digunakan dalam menganalisis kesesuain lahan untuk penangkaran ikan dengan karamba jaring apung, meliputi 9 parameter yaitu kedalaman air dari dasar jaring, temperatur perairan, salinitas, kecepatan arus, tinggi pasang surut, ph perairan, oksigen terlarut, nitrat dan posfat. Berdasarkan hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap parameter tersebut diketahui bahwa lahan yang sangat sesuai berada di sekitar perairan pantai Makassar. Total luas perairan yang ternasuk kategori sangat sesuai adalah 699,9 ha (Tabel3.). Perairan dengan kelas ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kedalaman air dari dasar jaring > 10 meter, temperatur perairan 30 32 o C, salinitas perairan > 30 permil, kecepatan arus 10 13 cm/detik, tinggi pasang surut > 1 m, PH perairan 8, oksigen terlarut > 6 ppt, kadar nitrat <0,1 mg/liter, dan kadar posfat < 0,1 mg/liter. Lahan yang termasuk pada kategori sesuai, total luas perairannya adalah 1.261,4 km 2. perairan dengan kelas sesuai dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kedalaman air dari dasar jaring 4 10 meter, temperatur perairan 28 30 o C, salinitas perairan 20 30 permil, kecepatan arus 3,8 10 cm/detik, tinggi pasang surut 0,5 1 m, PH perairan 6-9, oksigen terlarut 3 5 ppt, kadar nitrat 0,1 0,9 mg/liter, dan kadar posfat 0,1 0,9 mg/liter. Lahan yang termasuk pada kategori sesuai bersyarat, total luas perairannya adalah 0 km 2. perairan dengan kelas sesuai bersyarat dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kedalaman air dari dasar jaring 4 meter, temperatur perairan 28 o C, salinitas perairan 20 permil, kecepatan arus 3,8 cm/detik, tinggi pasang surut 0,5 m, PH perairan <6 dan >9, oksigen terlarut <3 ppt, kadar nitrat >0,9 mg/liter, dan kadar posfat >0,9 mg/liter. Untuk jelasnya hasil analisis kesesuaian lahan, untuk karamba jaring apung dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 3. Luas kesesuaian lahan untuk kawasan keramba jaring apung di lokasi penelitian Kategori lahan luas KJA (unit/ha)

6 Sangat 699,9 1.261,4 Bersyarat - Tidak 108.158,2 JUML AH 110.119,6 4. Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Rumput Laut Parameter yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan budidaya rumput laut meliputi 7 parameter yaitu : kedalaman perairan, material dasar perairan, temperatur perairan, salinitas, PH perairan, kecepatan arus, tinggi gelombang. Berdasarkan hasil analisis spasial (Tabel 18.) yang dilakukan terhadap parameter tersebut, diketahui bahwa lahan yang sangat sesuai adalah 324,3 Km 2, perairan denga kelas sangat sesuai dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut: memiliki kedalaman perairan 1,0 2,5 m, material dasar perairan adalah pasir, karang dan lamun, temperatur perairan 24 29 o C, salinitas perairan 32 34 permil, ph perairan 7,5 8, kecepatan arus 20 30 cm/detik, dan tinggi gelombang 0 15 cm. Lahan dengan kategori sesuai total luas perairan adalah 1.639,3 Km 2, perairan dengan kelas ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut: memiliki kedalaman perairan 2,5 2,7 m, material dasar perairan adalah pasir, karang dan lamun, temperatur perairan 29-30 o C, salinitas perairan 30 32 permil, ph perairan 7-7,5 dan 8 8,5, kecepatan arus 30 40 cm/detik, dan tinggi gelombang 15 25 cm. Untuk kategori sesuai bersyarat total luas perairan adalah 108.049 Km 2, perairan dengan kelas ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut: memiliki kedalaman perairan 2,7-10 m, material dasar perairan adalah berkarang, temperatur perairan 30-31 o C, salinitas perairan 28 30 permil, dan tinggi gelombang 25 35 cm. Untuk jelasnya analisis kesesuain lahan untuk budidaya rumput laut. Tabel 4. Luas kesesuaian lahan untuk kawasan budidaya rumput laut di lokasi penelitian Kategori lahan luas (ha) Sangat 324,3 1.639,3

7 Bersyarat 108.049,0 Tidak 106,9 JUMLAH 110.119,6 5. Kesesuaian Lahan Untuk Kawasan Konservasi Parameter yang digunakan untuk menganalisis kesesuain lahan untuk kawasan konservasi (mangrove dan terumbu karang) meliputi 8 parameter yaitu kemiringan lahan, jarak dari pantai, vegetasi pantai, vegetasi laut, temperatur perairan, salinitas, tekanan penduduk, dan aspirasi masyarakat. Berdasarkan hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap parameter tersebut diketahui bahwa total luas lahan kawasan yang sangat sesuai untuk konservasi mangrove adalah di pesisir pantai Kota Makassar dengan luas 7,3 Ha dan untuk konservasi karang adalah di perairan Pantai Kota Makassar dengan luas 32,9 Km 2 (Tabel 19). Lahan dengan kelas ini dicirikan denga karakteristik sebagai berikut : Kemiringan lahan 0 15 %, jarak dari pantai < 100 meter, vegetasi pantai adalah mangrove, vegetasi laut adalah karang hidup, temperatur perairan 29 30 o C, salinitas 30 32 permil, tekanan penduduk sangat serius, dan aspirasi masyarakat sangat mendukung. Lahan dengan kategori sesuai, luas kawasan untuk konservasi mangrove adalah seluas 32,9 Ha dan untuk konservasi terumbu karang adalah seluas 7,3 Km 2. Lahan dengan kelas ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut: Kemiringan lahan 15-25 %, jarak dari pantai 100-150 meter, vegetasi pantai adalah mangrove, vegetasi laut adalah karang hidup, temperatur perairan 30 33 o C, salinitas 32 34 permil, tekanan penduduk serius, dan aspirasi masyarakat mendukung. Lahan dengan kategori sesuai bersyarat, total luas kawasan untuk konservasi mangrove adalah seluas 180,2 Ha dan untuk konservasi terumbu karang adalah seluas 7 Km 2. Lahan dengan kelas ini dicirikan denga karakteristik sebagai berikut: Kemiringan lahan 25 40 %, jarak dari pantai 150-200 meter, vegetasi pantai adalah mangrove, vegetasi laut adalah karang hidup, temperatur perairan 28 29 o C, salinitas 30 31 permil, tekanan penduduk kurang serius, dan aspirasi masyarakat kurang mendukung. Mengingat wilayah/posisi Kota Makassar merupakan daerah yang sangat potensil dan sangat strategis untuk berbagai kegiatan pembangunan, maka untuk menjaga kelestarian sumber daya pesisir dan laut terutama ekosistem mangrove dan terumbu karang tersebut

8 dalam kaitan dengan fungsinya sebagai tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah atau berkembang biak (spawning ground) dan tempat tumbuh besar atau pengasuhan (nursery ground) bagi sebagian besar biota laut, maka harus diperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan secara berkelanjutan antara lain: Konversi terhadap ekosistem mangrove hanya dapat dilakukan sampai dengan batas 40% dari total luas kawasan mangrove yang ada. Konversi terhadap ekosistem mangrove yang berada di pinggir sungai harus memperhatikan lebar sempadan yaitu > 100 meter. Konversi terhadap ekosistem mangrove yang berada di pinggir pantai harus memperhatikan lebar sempadan pantai yaitu > 200 meter. Penangkapan ikan karang dapat dilakukan di sekitar terumbu karang tetapi tidak boleh menggunakan bahan peledak (bom ikan) dan atau bahan beracun (potasium sianida). Tabel 5. Distribusi kesesuaian lahan untuk konservasi Kecamatan Tidak Bersyarat Sangat JUMLAH Biringkanaya 3.934,0 0,2 15,0-3.949,2 Mariso 278,6 7,0 0,5-286,1 Tallo 809,3 22,0 1,0-832,4 Tamalanrea 3.556,1 158,0 9,4-3.743,5 Tamalate 2.650,2 10,8 7,0 7,3 2.715,3 Ujungpandang 288,2-0,0-288,3 Ujungtanah 252,0-0,0-252,0 Waio 193,4-0,0-193,5 JUMLAH 11.961,9 198,0 32,9 7,3 12.260,4

9 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) terlihat bahwa wilayah pesisir Kota Makassar dapat dimaanfaatkan untuk berbagai kegiatan dengan jenis pemanfaatan meliputi (i). Kawasan pemukiman dengan kategori sesuai seluas 6.662,6 Ha, sesuai 4.176,5 Ha, sangat sesuai seluas 2.493,4 Ha, sesuai 6.867,6 Ha dan tidak sesuai 1.804,7 Ha (ii) Kawasan Budidaya Tambak dengan kategori sangat sesuai seluas 1.759,3 Ha, sesu ai 5.853,2 Ha dan tidak sesuai 3.792 Ha (iii) Kawasan Budidaya Jaring Apung, sangat sesuai 324 Ha, sesuai 1.261,4 Ha, tidak sesuai 108.049,0 ha. (iv) Kawasan Budidaya Rumput Laut, sanagat sesuai 324 Ha, sesuai 1.639,3 Ha. Tidak sesuai 106,9 Ha. Saran Mengingat hasil anaalisis kesesuaian lahan bersifat normatif dan terlihat beberapa tempat masih terjadi tumpang tindih (overlay) dalam kesesuaian lahan, maka untuk lebih memperjelas hasil analisis kesesuaian lahan tersebut, diharapkan adanya penelitian lanjutan seperti kajian analisis daya dukung dan kajian lain yang dianggap relevan dengan perencanaan dan pengelolaan kawasan pesisir Pantai Makassar. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Makassar 2007. Makassar Dalam Angka Tahun 2007. Makassar Bakosurtanal, 2000. Pedoman Kesesuaian Lahan. www.bakosurtanal.go.id. Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama [DKP] Depatemen Kelautan dan Perikanan 2002. Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta Gunawan, I. 1998. Typical Geographic Imformation System (GIS) Application for Coastal Resources Management Indonesia. J. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir. Lautan Indon. 7 (10) : 23