BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah menjelaskan, praktik perbankan syari ah di masa sekarang

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2002, hlm.91. 2

2017, No khusus terhadap kredit atau pembiayaan bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam; e. bahwa berdasarkan pertimba

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan lembaga keuangan syariah non-bank yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi pioner bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan. sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional.

BAB I PENDAHULUAN. krisis, perbankan syariah mulai dapat berdiri sedangkan sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai keunikan secara prinsip dapat mendukung usaha mikro, kecil

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai moraldan prinsip-prinsip syari ah Islam.

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Menurut Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. umum dan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Agama islam tidak hanya meliputi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada Hukum Ekonomi Syariah yang ada di Lembaga Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara. Salah satu lembaga moneter ini adalah Lembaga

2017, No penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan atau pembiayaan bank bagi bank umum; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Baitul Maal wa Tamwil (BMT) selalu berupaya untuk. sehingga tercipta pemerataan ekonomi untuk semua kalangan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk muslim

BAB I PENDAHULUAN. syariah di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB 1 PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjalankan bisnis dengan izin operasional sebagai

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam. memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya harus sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Koperasi syariah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan permasalahan dan kehidupan dunia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. periode 5 tahun terakhir ini telah muncul bank-bank yang menjalankan kegiatan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

BAB 1 PENDAHULUAN. hlm.15. Press, 2008,hlm. 61

BAB I PENDAHULUAN. syariah prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB I PENDAHULUAN. pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural banking. Di Indonesia, rural banking

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian di suatu negara. Pada perekonomian yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang kegiatan usahanya yaitu. menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus) dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep

BAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan perbankan syariah sistem pembiayaan mudharabah

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dana yang dimiliki suatu lembaga harus benar-benar efektif. agar pendapatan yang diperoleh meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan sektor perbankan telah tumbuh dengan pesat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kantor, 24 Unit Usaha syariah (UUS) denga n 554 kantor, dan 160 Bank

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Baitul Mal wa Tamwil atau di singkat BMT adalah lembaga. yang ada pada Alquran dan Hadist. Sesuai dengan namanya yaitu baitul

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total Aset sebesar Rp. 57 triliun (Republika :

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi umat islam. Rasa terpercaya, amanah dan aman serta

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil (non bunga)

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah),

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. dengan mengambil judul Analisis Kelayakan Pembiayaan Mikro pada Bank

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang membutuhkan dana disebut dengan debitur. satu, yang sering disebut dengan pooling of fund yang sesuai dengan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat; kedua, penyaluran dana (financing) merupakan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa

BAB I PENDAHULUAN. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perekonomian pasti ada hubungannya dengan dunia keuangan dan

BAB I PENDAHULUAN. syariah di Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang begitu cepat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang sangat penting dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lembaga keuangan, khususnya lembaga perbankan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Adapun salah satu ukuran keberhasilan suatu bank adalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia ditandai dengan perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan lembaga kuangan syariah di Indonesia mengalami peningkatan pesat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya bank-bank syariah yang mulai bermunculan di Indonesia. Tabel. 1.1. Jumlah Jaringan Kantor Perbankan Syariah Jaringan Kantor Perbankan Syariah Indikator 29 21 211 212 213 214 Bank Umum Syariah - Jumlah Bank - Jumlah Kantor Unit Usaha Syariah - Jumlah Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS - Jumlah Kantor Bank Pembiyaan Rakyat Syariah - Jumlah Bank - Jumlah Kantor 6 711 25 287 138 225 11 1.215 23 262 15 286 11 1.41 24 336 155 364 11 1.745 24 517 158 41 11 1.998 23 59 163 42 12 2.151 22 32 163 439 215 (Juni) 12 2.121 22 327 161 433 Total Kantor 1.223 1.763 2.11 2.663 2.99 2.91 2.881 Sumber : Statistik Perbankan Syariah Juni 215, Otoritas Jasa Keuangan Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 215, jumlah jaringan bank syariah di Indonesia mencapai 2.881 unit kantor. Artinya, terjadi perkembangan yang sangat signifikan terkait perkembangan lembaga keuangan syariah. Data tersebut menunjukkan bahwa ada respon positif dari 1

2 masyarakat terkait perkembangan lembaga keuangan syariah selama lebih dari 6 tahun belakangan ini, dimana pada tahun 29 hanya berjumlah 1.223 unit kantor saja. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perbankan syariah cukup baik sehingga berkontribusi positif bagi perekonomian indonesia Seiringnya dengan hal tersebut, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ruang lingkupnya mikro seperti Kopsyah/BMT juga semakin menunjukkan eksistensinya. Kopsyah/BMT pada dasarnya bukan lembaga perbankan murni, melainkan lembaga keuangan mikro syariah yang menjalankan sebagian sistem operasional Perbankan Syariah. Koperasi dengan sistem syariah menggunakan asas kebersamaan dan keadilan. Koperasi syariah menjadi unit usaha yang berprespektif, karena unit usaha ini memiliki manfaat ganda yaitu pengelolaan koperasi syariah bagi para anggotanya dan pengelolanya. 1 Sebagai lembaga bisnis, BMT/Kopsyah lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni simpan pinjam. Kegiatan usaha ini seperti perbankan yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. 2 Pada praktik di lapangan, lembaga keuangan syariah dalam lingkup mikro ini juga menawarkan beberapa produk pembiayaan di antaranya adalah mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, dan lain-lain. 1 Inggrid Tan, Bisnis dan Investasi Syariah: Perbandingan dengan Sisem Konvensional, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 29), hal. 38 2 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press, 24), hal. 126

3 Dalam pelaksanaan pembiayaan ini pun tentunya tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang terjadi antara pihak lembaga dengan debitur dalam pelaksanakan pembiayaan. Dari segi pengelolaan risiko, risiko kredit yang dihadapi oleh lembaga keuangan syariah diperkirakan relatif meningkat lebih tinggi dari sebelumnya meskipun masih dalam taraf yang terkendali, hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini. Tabel 1.1. Pembiayaan BUS dan UUS Berdasarkan Kualitas Pembiayaan (dalam Miliar Rupiah) Kolektibilitas pembiayaan 29 21 211 212 213 214 215 (Juni*) Lancar - Lancar - Dalam perhatian khusus Non Lancar - Kurang lancar - Diragukan - Macet Total Pembiayaan 45.4 41.931 3.74 1.882 435 582 865 46.886 66.12 63.6 3.114 2.61 677 332 1.52 68.181 1.67 95.48 4.587 2.588 1.75 297 1.216 12.655 144.236 138.483 5.753 3.269 98 535 1.753 147.55 179.292 171.229 8.63 4.828 1.353 739 2.735 184.12 19.697 177.231 13.467 8.632 2.467 1.71 4.465 199.33 194.187 173.16 21.81 9.77 3.14 1.743 4.95 23.894 Persentase NPF 4,1% 3,2% 2,52% 2,22% 2,62% 4,33% 4,76% *) Angka - angka sementara Sumber : Statistik Perbankan Syariah Juni 215, Otoritas Jasa Keuangan Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kualitas pembiayaan yang tergolong macet mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun

4 214 kredit pembiayaan dengan kolektibilitas macet sebesar 4.465 miliar rupiah sedangkan pada tahun 215 meningkat menjadi 4.95 miliar rupiah. Sedangkan tingkat pembiayaan bermasalah berdasarkan jenis penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel. 1.2. Pembiayaan Non Lancar BUS dan UUS berdasarkan Jenis Penggunaan (dalam Miliar Rupiah) Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi 21 211 212 213 214 1.7 521 47 1.61 428 551 1.671 71 888 2.253 1.21 1.554 4.742 1.854 2.35 215 (April) 4.474 2.444 2.394 Total 2.61 2.588 3.269 4.828 1.81 9.312 Sumber : Statistik Perbankan Syariah Juni 215, Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pembiayaan non lancar atau bermasalah yang paling banyak terjadi adalah pembiayaan modal kerja. Akan tetapi dibandingkan jenis penggunaan yang lain, penggunaan pembiayaan konsumsi meskipun nilainya paling sedikit namun terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan jenis penggunaan pembiayaan yang lain seperti modal kerja dan investasi cenderung mengalami fluktuasi. Pembiayaan konsumsi ini meliputi pembiayaan murabahah, ijarah muntahia bi tamlik, dan lain-lain. Dilihat dari jenis akadnya, secara umum penyaluran pembiayaan dalam lembaga keuangan syariah masih didominasi oleh akad murabahah. Pada periode laporan pembiayaan murabahah tumbuh 25,% (yoy), sehingga

5 menempati pangsa % dari total pembiayaan BUS dan UUS. Sementara pada pembiayaan BPRS pangsa akad murabahah mencapai 8,3%. 3 Hal ini juga didukung oleh tabel berikut: Tabel 1.3. Komposisi Pembiayaan yang Diberikan BUS dan UUS (dalam Miliar Rupiah) Akad Akad Mudharabah Akad Musyarakah Akad Murabahah Akad Salam Akad Istishna Akad Ijarah Akad Qard Lainnya Tahun 29 21 211 212 213 214 6.597 1.412 26.321 423 1.35 1.29 8.631 14.6624 37.58 347 2.341 4.731 1.229 1.96 56.365 326 3.839 12.937 12.23 27.667 88.4 376 7.345 12.9 13.625 39.874 11.565 582 1.481 8.995 14.354 49.387 117.371 633 11.62 5.965 215 (Juni * ) 14.96 54.33 117.777 678 11.561 4.938 Total 46.886 68.181 12.655 147.55 184.122 199.33 23.894 Sumber : OJK, Statistik Perbankan Syariah Juni 215 Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa akad murabahah adalah akad yang paling banyak digunakan dan diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan akad-akad yang lain. Akan tetapi, meskipun akad murabahah begitu mendominasi praktik pembiayaan di lembaga keuangan syariah, namun tetap ada risiko-risiko yang menyertainya. Risiko pembiayaan yang terjadi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal bank. Dari sisi internal salah satunya 3 Otoritas Jasa Keuangan, Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Tahun 213, hal. 6. http://www.ojk.go.id, diakses pada 22 Desember 215 pukul 11.5 WIB

6 adalah kurangnya kompetensi SDM (kualitas dan kuantitas) dalam penyaluran kredit yang memicu peningkatan pembiayaan bermasalah akibat melemahnya kemampuan analisa dan monitoring kedit. Sedangkan dari sisi eksternal, adalah melambatnya perekonomian, inflasi, dan suku bunga yang tinggi dapat memicu penururan kemampuan bayar debitur. Selain itu, hal yang ditengarai menyebabkan kredit macet relatif lebih tinggi tersebut di antaranya adalah prosedur dan persyaratan pembiayaan yang sederhana sehingga mengakibatkan seleksi atas calon debitur yang kredibel menjadi lebih longgar. 4 Dalam menghadapi permasalahan tersebut tentunya setiap lembaga keuangan syariah harus memiliki strategi-strategi tersendiri guna menangani serta meminimalisir terjadinya pembiayaan bermasalah. Pihak lembaga harus melakukan penyelamatan dengan tindakan dan keputusan yang tepat sehingga tidak akan menimbulkan kerugian yang dapat merugikan lembaga keuangan syariah tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) ASRI Tulungagung dan Baitul Maal Waattammwil Harapan Ummat (BMT HARUM) Tulungagung sebagai objek penelitian dikarenakan LKS ASRI merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang sudah berdiri sejak tahun 29 sedangkan BMT HARUM juga merupakan salah satu lembaga keuangan mikro syariah di Tulungagung yang sudah berdiri selama 2 tahun. Selain itu, peneliti lebih memilih produk murabahah sebagai fokus penelitian 4 Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan No. 23, September 214, hal. 14 & 116. http://www.bi.go.id, diakses pada 22 Desember 215 pukul 11.57 WIB

7 dikarenakan produk murabahah adalah salah satu produk yang paling diminati masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah anggota pembiayaan di LKS ASRI yang keseluruhan anggotanya menggunakan produk murabahah yakni sekitar 1.6 anggota. 5 Sedangkan di BMT HARUM jumlah anggota pembiayaan murabahahnya sekitar 15. dengan total jumlah anggota pembiayaan keseluruhan sekitar 16. anggota. 6 Berdasarkan uraian di atas maka penulis berusaha meneliti lebih lanjut dengan skripsi yang berjudul Studi praktik pembiayaan murabahah bermasalah dan penyelesaiannya di LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung. B. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimanakah prosedur pemberian pembiayaan murabahah di LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung? 2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan murabahah bermasalah di LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung? 3. Bagaimana strategi yang dilakukan untuk menangani permasalahan yang terjadi dalam pembiayaan murabahah di LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung? 5 Hasil wawancara dengan Pak Leksana selaku manajer LKS ASRI Tulungagung 6 Laporan rincian Rekening, BMT Harapan Umat Tulungagung

8 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk menjelaskan bagaimana prosedur pemberian pembiayaan Murabahah di LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung. 2. Untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan murabahah bermasalah di LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung 3. Untuk menjelaskan strategi yang dilakukan oleh LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung dalam menangani pembiayaan murabahah bermasalah di lembaganya. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan khususnya pada bidang perbankan syariah serta menambah wawasan terkait permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pembiayaan murabahah serta pemecahan masalahnya. 2. Secara Praktis a. Bagi LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung Penelitian in diharapkan mampu memberikan masukan serta bahan evaluasi kepada lembaga terkait

9 b. Bagi Praktisi Diharapkan para pengambil kebijakan dalam kedua lembaga tersebut dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. c. Bagi pihak lain Sebagai bahan informasi dan sumber ilmu pengetahuan serta gambaran proses yang diterapkan oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam menangani pembiayaan murabahah bermasalah bagi yang tertarik sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut. E. Penegasan Istilah 1. Penegasan Konseptual a. Pembiayaan (financing) adalah pendanaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: (1). Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; (2). Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyah bit tamlik; (3). Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna ; (4). Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk qardh; dan (5). Transaksi sewa-menyewa jasa dala bentuk ijarah untuk transaksi multijasa; berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah serta/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan

1 dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 7 b. Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dan nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara Bank Syariah dan nasabah. 8 c. Kredit atau pembiayaan bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Kredit bermasalah menurut Bank Indonesia merupakan kredit yang digolongkan kedalam kolektibilitas Kurang Lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M). 9 2. Penegasan Operasional Definisi operasional merupakan definisi variabel secara operasional, secara praktik, secara nyata dalam lingkup objek penelitian atau objek yang diteliti. 1 Pembiayaan bermasalah merupakan suatu penyaluran dana yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah yang dalam 7 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 21), hal. 59 591 8 M. Nadratuzzaman Hosen dan AM. Hasan Ali, Kamus Populer Keuangan dan Ekonomi Syariah, (Jakarta: Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, 27), hal. 57 9 Suhardjono, Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMPYKPN), hal. 252 1 Abd.Aziz dkk,pedoman Penyusunan Skrips,.(Tulungagung: STAIN Tulungagung, 212), hal. 8.

11 pelaksanaan pembayaran pembiayaan oleh nasabah itu terjadi hal-hal seperti pembiayaan tidak lancar, pembiayaan yang tidak sesuai angsuran, dan lain-lain. Hal ini tentu saja dapat merugikan pihak lembaga keuangan syariah. Oleh karena lembaga keuangan harus memiliki strategi-strategi itu guna mencegah dan mengatasi terjadinya pembiayaan bermasalah tersebut sehingga dapat meminimalisir kerugian. F. Sistematika Pembahasan Dalam mengarahkan penulisan skripsi ini untuk lebih sistematis dan sesuai dengan pokok permasalahan sehingga memudahkan pembaca untuk kandungan dari karya tulis ini, penulis membagi dalam enam bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan sistematika sebagai berikut: Bab I berisi pendahuluan yang menjadi acuan awal proses penelitian, di dalamnya diuraikan antara latar belakang berupa fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Bab ini terdiri dari enam sub bab yaitu (a) konteks penelitian, (b) fokus penelitian, (c) tujuan penelitian, (d) kegunaan penelitian, (e) penegasan istilah, dan (f) sistematika pembahasan. Bab II kajian pustaka, terdiri dari (a) diskripsi teori, (b) penelitian terdahulu, dan (c) paradigma penelitian. Bab III, berupa metode penelitian dalam bab ini membahas (a) rancangan penelitian, (b) kehadiran peneliti, (c) lokasi penelitian, (d) sumber data, (e) teknik pengumpulan data, (f) analisa data, (g) pengecekan keabsahan temuan, dan (h) tahap-tahap penelitian. Bab IV hasil penelitian, terdiri dari

12 deskripsi data, temuan penelitian, dan analisis data. Bab V terdiri dari pembahasan. Bab ke VI penutup, terdiri dari (a) kesimpulan dan (b) saran. Bab akhir, terdiri dari (a) daftar rujukan, (b) lampiran-lampiran, (c) surat pernyataan keaslian tulisan.