al-ba>i dalam terminologi fiqh kadang digunakan untuk pengertian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

A. Analisis Praktek Jual Beli Mahar Benda Pusaka di Majelis Ta lim Al-Hidayah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. pertanggung jawabannya. Begitu pula dalam hal jual beli.

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI ALAT TERAPI DI PASAR BABAT KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN.

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDARISASI TIMBANGAN DIGITAL TERHADAP JUAL BELI BAHAN POKOK DENGAN TIMBANGAN DIGITAL

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. orang lain. Setiap manusia akan membutuhkan orang lain, bertolong-tolongan,

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB IV ANALISIS JUAL BELI MESIN RUSAK DENGAN SISTEM BORONGAN DI PASAR LOAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS SADD AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK MERTELU LAHAN PERTANIAN CABAI MERAH DI DESA SARIMULYO KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV ANALISIS MENURUT EMPAT MAZHAB TERHADAP JUAL BELI CABE DENGAN SISTEM UANG MUKA DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN BANYUPUTIH KABUPATEN SITUBONDO

BAB IV. pemilik sapi kemudian pelunasan akan dibayar ketika jangka waktu yang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi maksud-maksudnya yang kian hari makin bertambah. 1 Jual beli. memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah saw. diberi amanat oleh Allah swt. untuk menyampaikan kepada. tercapainya kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG ARISAN BERSYARAT DI PERUMAHAN GATOEL MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rachmad Syafei, Ilmu Usul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hlm. 283.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB II KONSEP JUAL BELI DALAM ISLAM. Jual beli dalam istilah fiqh disebut al-ba i yang menurut etimologi

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN POTONGAN TABUNGAN BERHADIAH DI TPA AL- IKHLAS WONOREJO KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN TARIF JUAL BELI AIR PDAM DI PONDOK BENOWO INDAH KECAMATAN PAKAL SURABAYA

MUZARA'AH dan MUSAQAH

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PATOKAN HARGA BERAS DALAM ARISAN DARMIN DI DESA BETON KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagaimana firman Allah Qs. An- Nisa ayat 29 :

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMOTONGAN HARGA JUAL BELI BESI TUA DAN GRAM BESI DI PT. FAJAR HARAPAN CILINCING JAKARTA UTARA

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. melengkapi, tidak mungkin bagi siapapun untuk memenuhi seluruh kebutuhannya

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Akad Kerjasama antara Pemilik Modal. dengan Pemilik Perahu di Desa Pengambengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU NO 7 TAHUN 2004 TERHADAP JUAL BELI AIR IRIGASI DI DESA REJOSARI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

GHARAR Dalam Transaksi KOMERSIAL

BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Orang Yang Meninggal Namun Berhutang Puasa

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI. orang yang melakukan akad meneruskannya untuk mengambil dan. memberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan dan pembelian

BAB II JUAL BELI, IJARAH DAN AKAD DALAM ISLAM. menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal albay

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

BAB II KONSEP JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

Transkripsi:

BAB II KONSEP JUAL BELI DAN KHIYA>R A. Jual Beli Dalam Islam 1. Pengertian Jual Beli Secara terminologi fiqh jual beli disebut dengan al-ba>i yang berarti menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba>i dalam terminologi fiqh kadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-shira> yang berarti membeli. Dengan demikian, kata al-ba>i berarti menjual dan membeli atau jual beli. 1 Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut: a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan. b. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tas}arruf) dengan i>ja>b qabu>l, dengan cara yang sesuai dengan syara. c. Penukaran benda dengan benda lain dengan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan. 2 Selain itu juga terdapat beberapa definisi yang dikemukakan ulama fiqh. Menurut ulama Hanafiyah adalah: 1 Mardani, Fiqih Ekonomi Syari ah: Fiqih Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012), 101. 2 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 68. 18

19 صو ص Artinya : Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan) م ب اد ل ة م ال ب ال ع ل ى و ج و م Cara khusus yang dimaksud Ulama Hanafiyah adalah ija>b dan qabu>l antara penjual dan pembeli. Definisi lain juga dikemukakan ulama Malikiyah, Syafi iyah, dan Hanabilah menurut mereka, jual beli adalah: م ب اد ل ة ال م ال ب ال م ال ت ل ي ك ا و ت ل ك ا Artinya : Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan 3 Pada definisi ini bahwa jual beli adalah pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keridhaan antara kedua belah pihak, dengan cara memindahkan hak milik dengan hak milik lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi. 4 Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara suka rela antara kedua belah pihak, yang satu menerima bendabenda dan pihak yang lain menerima harga sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan syara dan disepakati. 5 2. Dasar Hukum Jual Beli Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan kuat dalam al-qur an dan as-sunnah, diantaranya : 3 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 112. 4 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Nor Hasanuddin, dkk, 4 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 121. 5 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 69

20 a. Al-Quran, surat al-baqarah ayat 275: Artinya : Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. 6 Serta dalam surat an-nisa> ayat 29: Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa : 29). 7 b. Dasar hukum jual beli berdasarkan sunah Rasu>lullah: H{adi>s yang diriwayatkan oleh Al-Hakim yang bersumber pada Rifa ah ibn Rafi :... س ئ ل الن ب ص ل ى هللا ع ل ي و و س ل م : أ ي ال ك س ب أ ط ي ب ق ل : ع م ل الر ج ل ب ي د ه و ك ل ب ي ع م ب ر و ر. )رواه البزار و احلاكم( Artinya : Rasu>lullah saw. ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik? Rasulullah saw. menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim). 8 c. Berdasarkan Ijma> ulama: Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya sendiri, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau 6 Departemen Agama RI, Al -Qur an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2010), 47. 7 Ibid., 83. 8 Imam Ahmad Ibn Hanbal, al-musnad al-imam Ahmad Ibn Hanbal, jilid 4 (Beirut: Darul Kutub al-ilmiyah, 1993), 173-174.

21 barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai. 9 3. Rukun dan Syarat Jual Beli Dalam menentukan rukun jual beli, di antara para ulama terdapat perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah i>ja>b dan qabu>l yang menunjukkan pertukaran barang secara rida}, baik dengan ucapan maupun perbuatan. 10 Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu: a. Orang yang berakad (penjual dan pembeli) b. S}iga>t (lafal i>ja>b dan qabu>l) c. Ma qu>d alaih (objek jual beli) d. Ada nilai tukar pengganti barang. Menurut jumhur ulama, bahwa syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang disebutkan diatas adalah sebagai berikut: a. Berikut ini syarat orang yang melakukan akad jual beli harus memenuhi syarat: 1) Berakal, jadi orang gila dan orang mabuk tidak sah jual belinya 2) Balig, jual beli anak kecil yang belum balig hukumnya tidak sah. Akan tetapi jika anak itu sudah mumayiz (mampu membedakan baik dan buruk), dibolehkan melakukan jual beli terhadap barang- 9 Rachmat Syafe i, Fiqih Muamalah, cet. 2 (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 75. 10 Ibid.

22 barang yang harganya murah. 11 seperti: permen, kue, minuman dan lain-lain. 3) Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa) 4) Yang melakukan akad adalah orang yang berbeda b. S}iga>t (lafal i>ja>b dan qabu>l) Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari i>ja>b dan qabu>l yang dilangsungkan. 12 Adapun syarat i>ja>b qabu>l sebagai berikut: 1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal. 2) Qabu>l sesuai dengan i>ja>b. 3) I>ja>b qabu>l harus dilaksanakan dalam satu majlis, antara keduanya terdapat persesuaian dan tidak terputus, tidak digantungkan dengan sesuatu yang lain dan tidak dibatasi dengan periode waktu tetentu. 13 c. Ma qu>d alaih (objek jual beli) Syarat-syarat barang yang diakad adalah sebagai berikut: 1) Barang tersebut bermanfaat bagi manusia Barang tersebut dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Maka, bangkai, khamr, dan darah tidak sah untuk 11 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 115. 12 Ibid., 116. 13 Gufron A. Mas adi, Fiqih Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 125.

23 dijadikan objek jual beli, karena dalam pandangan syara bendabenda tersebut tidak bermanfaat bagi muslim. 2) Milik orang yang melakukan akad Tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak seizin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan menjadi miliknya. Adapun barang yang belum dimiliki seseorang tidak boleh dijualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan yang masih di laut atau emas yang masih di dalam tanah, karena ikan dan emas itu belum dimiliki penjual. 3) Mampu diserahkan oleh pelaku akad Barang tersebut bisa diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung. 14 4) Barang dan nilai diketahui Barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya, maka tidak sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak. 15 demikian juga harganya harus diketahui, baik itu sifat, nilai pembayaran, jumlah maupun massanya. Jika barang dan nilai harga atau salah satunya tidak diketahui, maka jual beli dianggap tidak sah, karena mengandung unsur penipuan. Syarat barang diketahui cukup dengan mengetahui 14 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 118. 15 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 73.

24 keberadaan barang tersebut sekalipun tanpa mengetahui jumlahnya, seperti pada jual beli taksiran. 16 5) Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad. Dalam penerimaan benda yang tidak bergerak dapat dilakukan dengan cara menyerahkan suatu barang antara kedua belah pihak atau salah satu pihak, sehingga dapat dimanfaatkan. Sedangkan penerimaan terhadap barang yang bergerak seperti makanan, pakaian, dan lain-lain adalah sebagai berikut: a) Dengan ukuran, timbangan dan takaran, jika dapat dilakukan. b) Dengan cara memindahkan barang tersebut, jika jual beli dengan menggunakan taksiran. c) Dengan berdasarkan kebiasaan yang berlaku apabila dua cara di atas tidak dapat dilakukan. 17 d. Syarat nilai tukar (harga barang) Nilai tukar barang adalah termasuk unsur terpenting. Zaman sekarang disebut uang. Ulama fikih mengemukakan syarat nilai tukar sebagai berikut: 1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya. 2) Dapat diserahkan pada saat waktu akad (transaksi). 3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara. 18 16 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah..., 131. 17 Ibid., 134.

25 4. Macam-macam Jual Beli Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu: dari objek jual beli, dari segi pelaku jual beli, dan dari segi hukumnya. 19 Pertama, ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli. Dikemukakan oleh pendapat Imam Taqiyuddin, bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk bentuk, yaitu: ال ب ي و ع ث ل ث ة ب ي ع ع ي م ش اى د ة و ب ي ع ش ي ئ م و ص و ف ف الذ م ة و ب ي ع ع ي غ ائ ب ة ل ت ش ا ى د Jual beli itu ada tiga macam: jual beli benda yang kelihatan, jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan jual beli benda yang tidak ada. Dari keterangan di atas bahwa jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli, adapun jual beli yang disebutkan sifatsifatnya dalam janji ialah jual beli salam atau jual beli tidak tunai (pesanan). Sedangkan jual beli benda yang tidak ada ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan. Kedua, ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga bagian, dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan: a. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang diakukan oleh kebanyakkan orang, bagi orang bisu diganti dengan isyarat yang menunjukkan maksud dan tujuan dalam menampakkan kehendak. b. Penyampaian akad jual beli melalui perantara, utusan, misalnya via pos. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak 18 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 119. 19 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 75-77.

26 berhadapan dalam satu majelis akad, akan tetapi melalui perantara, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara. c. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa i>ja>b dan qabu>l seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang pembayaran kepada penjual. Ketiga, ditinjau dari segi hukumnya Menurut jumhur ulama hukum jual beli terbagi menjadi dua, yaitu jual beli s}ah{i>h dan jual beli ba>t}il, sedangkan menurut ulama Hanafiyah jual beli terbagi menjadi tiga, jual beli s}ah{i>h, jual beli ba>t}il dan fa>sid. 20 a. Jual beli yang s}ah{i>h Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang s}ah{i>h apabila memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan syara, bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiya>r lagi. b. Jual beli yang ba>t}il Kata ba>t}il berarti sia-sia, hampa, tidak ada subtansi dan hakikatnya. Adapun jual beli dikatakan sebagai akad ba>t}il atau rusak apabila tidak memenuhi salah satu rukun atau syaratnya, sehingga tidak mempengaruhi hukum. 21 20 Rachmat Syafi i, Fiqih Muamalah..., 93. 21 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Abdul Hayyie al-kattani, dkk, 5 (Jakarta: Gema Insani, 2011), 90.

27 c. Jual beli yang fa>sid Kata fa>sid berasal dari kata Arab dan merupakan kata sifat yang berarti rusak. Menurut ahli-ahli hukum Hanafi, adalah akad yang menurut syara sah pokoknya, tetapi tidak sah sifatnya. Jadi akad fasid adalah akad yang telah memenuhi rukun dan syarat pembentukan akad, akan tetapi tidak memenuhi syarat keabsahan akad. 22 5. Gharar dalam Jual Beli Menurut ahli fiqh, gharar adalah sifat dalam muamalah yang menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti (mastur al- aqibah). Pengaruh gharar terhadap akad mu awadhah (transaksi bisnis), bisa terjadi baik dalam sighat akad atau dalam objek akad atau dalam syarat akad adalah sebagai berikut 23 : a. Gharar dalam shigat akad, diantara contoh gharar dalam shigat akad adalah: 1) Al-jam u baina bai ataini fi bai ah (menggabungkan dua transaksi dalam satu transaksi), seperti menjual barang dengan harga seribu secara tunai atau dengan harga dua ribu secara tidak tunai, tanpa ditentukan salah satu dari dua pilihan tersebut. 2) Akad jual beli atas objek yang tidak pasti, seperti bai al-hashah yakni menjual sesuatu dengan cara melempar kerikil ke objek yang 22 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 248. 23 Adiwarman A. Karim, Oni Sahroni, Riba, Gharar, dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah: Analisis Fikih dan Ekonomi (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 87.

28 akan dibeli, setiap objek yang terkena lemparan, maka itu yang akan dibeli. b. Gharar dalam objek akad, diantara contoh gharar dalam objek akad adalah: 24 1) Gharar yang terjadi pada objek akad meliputi: a) Bentuk dan jenis objek akad tidak diketahui dengan jelas (majhu>l). Seperti menjual barang, tetapi tidak dijelaskan jenisnya atau menjual mobil tanpa diketahui modelnya. b) Objek akadnya tidak ditentukan, seperti menjual sebidang tanah tanpa ditentukan tempat dan letaknya. c) Sifat objek akad tidak diketahui dalam barang yang memiliki sifat yang berbeda-beda, seperti menjual barang yang tidak ada di tempat tanpa dijelaskan sifat-sifatnya d) Jumlah barang yang menjadi objek akad tidak diketahui, seperti bai al-jazaf (secara taksiran) 2) Gharar yang terjadi pada harga (s aman) atau (u>jrah), Diantara seperti: a) Menjual barang tanpa disebutkan harganya atau diserahkan kepada salah satu pihak akad atau orang asing untuk menentukannya b) Membeli sesuatu dengan uang yang ada disakunya 24 Ibid., 88.

29 c) Membeli sesuatu dengan mata uang tertentu yang tidak disebutkan (tanpa ada urf/kebiasaan yang menentukan) 3) Waktu akadnya tidak diketahui Jika akad disepakati tanpa menentukan waktu penyerahan barangnya maka akadnya tidak sah, karena ketidak pastian waktu penyerahan objek akad itu termasuk gharar. 4) Objek akadnya tidak ada dan belum dimiliki atau objek akadnya ada tapi tidak bisa diserahterimakan 5) Objek akad tidak bisa dilihat Tidak boleh menjual barang yang tidak ada tanpa ditentukan sifatnya dan ciri-cirinya karena barang yang tidak bisa dilihat itu membuat akad tidak sempurna. 6. Pendapat Ulama tentang Jual Beli Borongan Jual beli secara borongan sama halnya dengan jual beli secara taksiran yang jumlahnya tidak diketahui secara detail. Dalam bahasa arab istilah taksiran yaitu jazaf (taksiran atau perkiraan) yang mempunyai definisi sebagai jual beli sesuatu tanpa ditakar, ditimbang atau dihitung secara satuan, tetapi hanya dikira-kira atau ditaksir keseluruhan setelah melihat objek transaksi. Jenis jual beli semacam ini telah dikenal para sahabat pada zaman Rasu>lullah saw. Modelnya kedua belah pihak melakukan akad atas

30 suatu barang, tetapi tidak diketahui jumlahnya secara pasti, kecuali dengan cara perkiraan dan taksiran oleh orang yang berpengalaman. 25 Di dalam as-sunnah terdapat beberapa hadits yang menunjukkan disyariatkannya jual beli jizaf, diantaranya adalah dua hadits berikut: 1. Diriwayatkan oleh Muslim dan Nasa i dari Jabir ra., ia berkata, Rasu>lullah melarang untuk transaksi sejumlah (s}ubrah) 26 kurma yang tidak diketahui takarannya dengan kurma yang diketahui takarannya. Pada h{adi>s ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa boleh membeli kurma secara borongan/jizaf, apabila alat pembayarnya berasal dari barang selain kurma. Apabila alat pembayarannya juga kurma, maka jual beli itu menjadi haram karena mengandung riba fad}l. Hal itu karena jual beli sesuatu barang sejenisnya sedangkan salah satu diantara keduanya tidak diketahui kadarnya adalah haram. Tidak diragukan lagi bahwa tidak mengetahui salah satu alat tukar atau keduanya menjadi peluang diperkirakan terjadinya kelebihan atau kekurangan. Segala sesuatu yang memungkinkan terjadinya sesuatu yang haram maka wajib untuk dijauhi. Sudah menjadi hal yang diketahui bahwa kurma termasuk kedalam kategori komoditas ribawi. 27 2. Dalam h{adi>s riwayat jamaah kecuali Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar ra., ia berkata, mereka (masyarakat) mekukan transaksi makanan secara jizaf diujung pasar (tempat yang jauh dari pasar), kemudian 25 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah.., 132. 26 s}ubrah (sejumlah) adalah apa saja yang dikumpulkan dari jenis makanan, tanpa ditakar dan ditimbang atau tidak diketahui takarannya 27 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu.., 291.

31 Rasu>lullah melarang mereka untuk menjualnya sehingga mereka memindahkan (dari tempat) nya. Hadits ini menunjukkan adanya persetujuan Nabi saw terhadap perbuatan sahabat yang melakukan transaksi secara jizaf. Akan tetapi, beliau melarang mereka melakukan jual beli sesuatu sebelum terjadinya serahterima. Para Imam mazhab yang empat telah sepakat terhadap kebolehan transaksi s}ubrah pada makanan secara jizaf (taksiran), meskipun berbeda pendapat dalam perinciannya sebagai berikut: 28 Menurut pendapat Imam Abu Hanifah membolehkan jual beli satu takaran pada s}ubrah yang mengandung jahalah (ketidak jelasan barang) dalam barang mitsliyat dan melarangnya pada barang qimiyat. 29 Hal ini berbeda dengan pendapat dua sahabatnya yang membolehkan transaksi pada seluruhnya, baik barang yang dibeli itu mitsliyat maupun qimiyat. Menurut imam malik, dibolehkan untuk menjual shubrah yang tidak diketahui kadarnya dengan menentukan harga tertentu untuk setiap takarannya. S}ubrah yang mencapai takaran tertentu setelah ditakar, dihitung harganya secara keseluruhan berdasarkan harga setiap takaran dari s}ubrah. Menurut ulama Malikiyah tidak ada larangan dalam transaksi ini, 28 Ibid., 292-296. 29 Barang mitsliyat adalah jenis barang-barang yang bisa ditakar, ditimbang, dihitung satuan dengan ukuran yang mendekati, dan sebagian jenis barang yang diukur panjang. Barang qimiyat adalah jenis yang berbeda tiap satuannya, dimana setiap satuannya memiliki kategori dan harga tersendiri seperti binatang, bangunan, tanaman, karet, dan pakaian. (Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu.., 293)

32 baik barang yang dijual adalah dari jenis mitsliyat atau qimiyat maupun jenis satuan. Menurut ulama Syafi iyah seperti ulama Malikiyah yang membolehkan transaksi s}ubrah pada jenis mitsliyat dan qimiyat. Secara umum, menurut pendapat paling kuat diantara dua qaul imam Syafi i, transaksi s}ubrah secara jizaf adalah dimakruhkan. Hal ini ditegaskan oleh Imam Nawawi dan yang lain, karena didalamnya ada unsur gharar Ulama mazhab Hambali membolehkan transaksi s}ubrah secara jizaf, tanpa diketahui kadarnya baik oleh pembeli maupun penjual, baik barang yang dibeli itu adalah makanan, pakaian maupun hewan. B. Khiya>r dalam Jual Beli 1. Pengertian Khiya>r Kata al-khiya>r dalam bahasa Arab berarti pilihan. Pembahasan alkhiya>r dikemukakan para ulama fiqih dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad). Sehingga, ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi jual beli, maka khiya>r akan menjadi salah satu jalan tengah dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. 30 Secara terminologi, para ulama fiqh telah mendefinisikan al-khiya>r, antara lain menurut ulama Sayyid Sabiq: 31 30 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 129. 31 Abdul Rahman Ghazaly, Et Al. Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Media Group, 2010), 97.

33 ال ي ار ى و ط ل ب خ ي ال م ر م ن ال م ض اء أ و ال ل غ اء. Artinya : Khiya>r adalah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau membatalakan (jual beli). Definisi lain dikemukakan oleh ulama Wahbah al-zuhaily, khiya>r adalah: 32 أ ن ي ك و ن ل ل م ت ع اق د ال ي ار ب ي إ م ض اء ال ع ق د و ع د م إ م ض ائ و ب ف س خ و ر ف ق ا ل ل م ت ع ا ق د ي ن Artinya : Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi. Dari definisi di atas bahwa hak khiya>r ditetapkan syariat Islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, diadakannya khiya>r oleh syara agar kedua belah pihak dapat memikirkan lebih jauh kemaslahatan masing-masing dari akad jual belinya, supaya tidak menyesal di kemudian hari, dan tidak merasa tertipu. Jadi, hak khiya>r itu ditetapkan dalam Islam untuk menjamin kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual beli. Dari satu segi memang khiya>r ini tidak praktis karena mengandung arti ketidakpastian suatu transaksi, namun dari segi kepuasan pihak yang melakukan transaksi, khiya>r ini adalah jalan terbaik. 33 32 Ibid. 33 Ibid., 98.

34 2. Dasar Hukum Khiya>r memiliki landasan dan dasar hukum dalam al-qur an dan sunnah Rasulullah Saw. Khiya>r diperbolehkan dalam jual beli, adapun dasar hukum yang berasal dari al-qur an terdapat dalam surah an-nisa> ayat 29: Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa : 29). 34 Sedangkan dasar hukum khiya>r yang berasal dari sunnah Rasu>lullah saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a yaitu: م م د ب ن ر م ح ال م ص ر ى. أ ن ب أ ن ا ال لي ث ب ن س ع د, ع ن ن ا ف ع, ع ن ع ب د هللا ب ن ع م ر ع ن ر سول ا و ك ان ا هللا ص ل ى هللا ع ل ي و و س ل م ق ال : إ ذ ا ت ب اي ع الر ج ل ن ف كل و اح د م ن هم ا ب ال ي ار ما ل ي ت ف ر ق ج ي ع ا أ و ي ي. أ ح ده ا ال خ ر ف إ ن خ ي ر أ ح ده ا ال خ ر ف ت ب اي ع ا ع ل ى ذ ل ك, ف ق د و ج ب ال ب ي ع و إ ن ت ف ر ق ا ب ع د أ ن ت ب اي ع ا و ل ي ت ر ك و اح د م ن هم ا ال ب ي ع ف ق د و ج ب ال ب ي ع Artinya : diceritakan dari Muhammad bin Rumhin al-mishi: al-laits bin Sa ad mengabarkan kepadaku dari Nafi dari Ibnu Umar r.a dari Rasu>lullah SAW, beliau bersabda: Apabila dua orang melakukan jual beli, masing-masing dari kedua belah pihak mempunyai hak pilih selama mereka berdua belum berpisah dan masih bersama, atau selama salah seorang diantara keduanya tidak menentukan khiya>r kepada yang lainnya. Jika salah seorang menentukan khiya>r kepada yang lain, lalu mereka melakukan jual beli atas dasar itu, terjadilah jual beli tersebut. jika mereka berpisah setelah melakukan jual beli atas dasar itu, jadilah jual beli tersebut. jika mereka berpisah setelah 34 Departemen Agama RI, Al -Qur an dan Terjemahnya..., 83.

35 melakukan jual beli dan masing-masing orang tidak mengurungkan jual beli, jadilah jual beli itu 35 Dari h}adi>s di atas tersebut jelas adanya khiya>r dalam jual beli dibolehkan, dikarenakan apabila terjadi ketidakpuasan atau barang yang cacat (ai>b) bisa merugikan pembeli. Maka khiya>r boleh dilakukan oleh pembeli. 3. Syarat dan Batalnya Khiya>r a. Syarat-syarat khiya>r Kedudukan khiya>r akan berlaku jika memenuhi syarat-syarat khiya>r kriterianya sebagai berikut: 1) Hak khiya>r hanya berlaku pada transaksi jual beli. Hal ini dikarenakan bahwa ada beberapa bentuk transaksi yang tidak termasuk dalam kategori jual beli seperti: sewa, hibah, waqaf, dan lainnya. 2) Adanya kerusakan yang melekat pada barang tersebut sehingga merugikan salah satu pihak yang mengadakan akad jual beli. 3) Adanya perjanjian atau kerelaan antara kedua belah pihak yang mengadakan perikatan dalam menetapkan akad baru. 4) Terjadinya pertukaran barang dalam suatu majelis. b. Batalnya khiya>r Adapun batalnya hak khiya>r pada kedua belah pihak yang melakukan transaksi dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini: 36 35 Al-Hafids abi Abdillah bin Yazid al-qozwini, Sunan Ibn Majah (Beirut: Darul Kutub al- Ilmiyah) 736 No: 2181.

36 1) Pengguguran secara jelas, yaitu jika orang yang memiliki hak khiya>r berkata, saya gugurkan hak khiya>r ini, atau saya rela dengan jual beli ini dan sebagainya. Dengan mengucapkan kata-kata itu maka hak khiya>r-nya batal. 2) Pengguguran dengan isyarat, yaitu jika terdapat tindakan dari orang yang memiliki khiya>r yang menunjukkan pada persetujuan jual beli dan penetapan kepemilikan. Seperti: menjualnya, menggadaikannya, menghibahkannya, atau menyewakannya. 3) Batas waktu khiya>r yang ditetapkan oleh kedua pihak yang bertransaksi telah habis. Ulama Syafi iyah dan H{anabilah menyatakan khiya>r menjadi gugur setelah habis waktu yang telah ditetapkan walaupun tidak ada pembatalan dari pihak yang melakukan khiya>r. 4) Jika salah satu pelaku transaksi meninggal dunia dalam masa khiya>r maka ahli waris menempati posisi yang bersangkutan. 5) Adanya hal-hal yang semakna dengan mati, seperti halnya berubah akal, gila dan lainnya, maka hakimlah yang menentukan keputusan meneruskan atau membatalkan. 6) Barang rusak ketika masih khiya>r. Ulama H{ana>fiyah dan Syafi iyah mengenai hal ini menerangkan bahwa jika barang rusak dengan sendirinya khiya>r gugur dan jual belipun batal. 36 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu.., 196-202.

37 7) Adanya cacat pada barang. Manakalah khiya>r berasal dari penjual dan cacat terjadi dengan sendirinya, khiya>r gugur dan jual belipun batal. Akan tetapi jika cacat barang itu perbuatan pembeli atau orang lain, khiya>r tidak gugur tetapi pembeli berhak khiya>r dan bertanggung jawab atas kerusakannya. Begitu pula jika orang lain yang merusaknya, ia bertanggungjawab atas kerusakannya. Bila khiya>r berasal dari pembeli dan ada cacat, khiya>r gugur, tetapi jual beli tidak gugur, sebab barang berada pada tanggungjawab pembeli. 4. Macam-macam Khiya>r Khiya>r yang bersumber dari syara adalah khiya>r majelis, khiya>r aib, dan khiya>r ru yah. Adapula yang bersumber dari kedua belah pihak yang berakad, seperti khiya>r syarat} dan khiya>r at-ta yin Berikut dikemukakan pengertian masing-masing khiya>r dimaksud: a) Khiya>r majelis Khiya>r majelis adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan transaksi yang telah dilakukan antara meneruskannya atau membatalkannya selama keduanya masih berada dalam majelis (tempat) akad. 37 Dasar hukum diperbolehkannya khiya>r majelis antara lain hadith yang bersumber dari Ibn Umar r.a. bahwa Rasu>lullah Saw. bersabda: م م د ب ن ر م ح ال م ص ر ى. أ ن ب أ ن ا ال لي ث ب ن س ع د, ع ن ن ا ف ع, ع ن ع ب د هللا ب ن ع م ر ع ن ر س ول هللا ص ل ى هللا ع ل ي و و س ل م ق ال : إ ذ ا ت ب اي ع الر ج ل ن ف ك ل و اح د م ن ه م ا ب ال ي ار م ا ل ي ت ف ر ق ا و ك ان ا ج ي ع ا أ و ي ي أ ح د ه ا ال خ ر. 37 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Jakarta: Prenada Media, 2003), 213.

38 Artinya : Diceritakan dari Muhammad bin Rumhin al-mishi: al-laits bin Sa ad mengabarkan kepadaku dari Nafi dari Ibnu Umar r.a dari Rasu>lullah SAW, beliau bersabda: Apabila dua orang melakukan jual beli, masing-masing dari kedua belah pihak mempunyai hak pilih selama mereka berdua belum berpisah dan masih bersama, atau selama salah seorang diantara keduanya tidak menentukan khiya>r kepada yang lainnya. 38 Berdasarkan h}adi>s di atas, maka kedua belah pihak memiliki hak memilih, selama keduanya secara fisik belum berpisah dari tempat terjadinya transaksi. Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiya>r majelis tidak berlaku lagi, atau batal. 39 b) Khiya>r aib Khiya>r Aib adalah hak yang dimiliki seorang pengakad untuk membatalkan akad atau meneruskannya apabila ia mendapatkan cacat pada salah satu dari dua badal (barang atau harga) dan ia tidak mengetahui hal tersebut ketika akad dilaksanakan. Jadi, sebab adanya khiya>r aib adalah adanya cacat pada barang atau pada badal yang dapat mengurangi harganya atau mengurangi tujuan yang diinginkan dari barang, dan pihak yang bersangkutan tidak mengetahui adanya cacat tersebut ketika akad dilangsungkan. Oleh karena itu khiya>r ini dinamakan khiya>r aib. 40 Adanya hak khiya>r aib, diterangkan oleh h{adi>s Nabi saw. yang berbunyi: م م د ب ن ب ش ار. ثنا و ى ب ب ن ج ر ي ر. ثنا أ ب : س ع ت ي ي اب ن أ ي و ب ي د ث ع ن ي ز ي د ب ن أ ب ح ب ب, ع ن ع ب د الر ح ن ب ن ش ا س ة, ع ن ع ق ب ة ب ن ع ا م ر, ق ال : س ع ت ر س و ل 38 Al-Hafids abi Abdillah bin Yazid al-qozwini, Sunan Ibn Majah..., 736 No: 2181. 39 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 83. 40 Wahbah al-zuhaily, Terjemah Fiqh al Islami wa Adillatuhu..., 209

39 هللا ص ل ى هللا ع ل ي و و س ل م ي ق و ل : ال م س ل م أ خ و ال م س ل م. و ل ي ل ل م س ل م با ع م ن أ خ ي و ب ي ع ا, ف يو ع ي ب, إ ل ب ي ن و ل و. Artinya : diceritakan kepadaku oleh Muhammad bin Bassyar, wahab bin Jarir, dan ayahku: saya mendengar yahya bin Ayyub bercerita dari Yazid bin Abi Habib, dari Abdur Rohman bin Syumasah, dari uqbah bin Amir berkata: saya mendengar Rasulullah saw. seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Tidak halal bagi seorang muslim menjual pada saudaranya sebuah barang yang terdapat cacat di dalamnya, kecuali jika dia menjelaskan kepadanya. 41 Dalam h{adi>s di atas menerangkan bahwa seorang muslim tidak boleh menjual barang yang cacat terhadap sesama muslim, kecuali jika telah dijelaskan. Ketika pembeli mengetahui barang tersebut terdapat cacat, maka pembeli berkesempatan melakukan khiya>r aib. Apabila cacatnya barang baru diketahui setelah akad jual beli terjadi. Maka ada tiga alternatif bagi pembeli: Pertama: apabila pembeli rela, maka barang itu harus diterima oleh pembeli dan jual beli itu dipandang sah. Kedua: membatalkan sama sekali akad jual beli segera setelah cacat itu diketahui. Ketiga: menuntut ganti rugi dari pihak penjual, yang seimbang dengan cacat barang atau menerima potongan harga barang sebanding dengan cacatnya. Ibnu al-mundasir menerangkan: H{asan, Syuriah, Abdullah bin H{asan, Ibnu Abi Laila, S auri dan ahli-ahli ra yu, sepakat bahwa apabila seseorang membeli barang yang diketahui ada cacatnya, lalu dia jual lagi, maka khiya>r telah terhapus. 42 Prinsip-prinsip yang ditentukan oleh syara menunjukkan hikmah ajaran Islam yang luhur. Dimana syara 41 Al-Hafids abi Abdillah bin Yazid al-qozwini, Sunan Ibn Majah..., 755. no: 2246 42 Hamzah Ya qub, Kode Etik Dagang Islam..., 106.

40 tidak menghendaki adanya pihak yang teraniaya dalam aktivitas muamalah. Aktivitas muamalah diharapkan berlangsung dengan tertib, lancar dan harmonis serta mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. c) Khiya>r ru yah Khiya>r ru yah adalah hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu obyek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung. Jumhur ulama fiqh yang terdiri dari ulama Hanafiyah, Ma>likiyah, Hanabilah, dan Zahiriyah menyatakan bahwa akad seperti ini, boleh terjadi disebabkan objek yang akan dibeli itu tidak ada ditempat berlangsungnya akad, atau karena sulit dilihat seperti ikan kaleng (sardencis). Khiya>r ru yah mulai berlaku sejak pembeli melihat barang yang akan ia beli. Akan tetapi ulama Syafi iyah, dalam pendapat baru (al-mazhab al-jadid), mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu, menurut mereka, khiya>r ru yah tidak berlaku karena akad itu mengandung unsur penipuan yang boleh membawa kepada perselisihan. 43 d) Khiya>r syarat} Khiya>r syarat} adalah hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya atau bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih dalam tenggang waktu yang 43 Abdul Rahman Ghazaly, et al. Fiqh Muamalat..., 101.

41 ditentukan. 44 Para ulama fiqh sepakat menyatakan, bahwa khiya>r syarat} diperbolehkan dengan tujuan untuk memelihara hak pembeli dari unsur penipuan yang mungkin terjadi dari pihak penjual. 45 Khiya>r syarat} menurut ulama fiqh hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti: jual beli, sewamenyewa, perserikatan dagang dan ar-rah}n (jaminan utang). Sedangkan transaksi yang sifatnya tidak mengikat kedua belah pihak, seperti hibah, pinjam-meminjam, perwakilan (al-wakalah) dan wasiat. Khiya>r seperti ini tidak berlaku. Demikian juga halnya dalam akad jual beli pesanan (bai as-salam) dan as}-s{arf (valuta asing) khiya>r syarat} juga tidak berlaku. Meskipun kedua akad itu bersifat mengikat kedua belah pihak yang berakad, hal ini di karena dalam jual beli pesanan disyaratkan pihak pembeli menyerahkan seluruh harga barang ketika akad disetujui dan dalam akad as{-s{arf diisyaratkan nilai tukar uang yang dijual belikan harus diserahkan dan dapat dikuasai (diterima) masing-masing pihak setelah persetujuan dicapai dalam akad. Sedangkan khiya>r syarat} menentukan, bahwa baik barang maupun nilai atau harga barang baru dapat dikuasai secara hukum, setelah tenggang waktu khiya>r yang disepakati itu selesai. 46 Adapun khiya>r syarat} diisyaratkan tenggang waktunya selama tiga hari. Apabila lebih dari tiga hari, akad harus dilanjutkan. Masa tenggang 44 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), 80. 45 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: Fiqh Muamalat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 140. 46 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 132-133.

42 waktu tiga hari untuk melaksanakan hak khiya>r syarat} tersebut dianggap cukup untuk mengetahui sesuatu yang berhubungan dengan harga barang yang sudah diperjualbelikan itu. 47 Sebagaimana disebutkan dalam h{adi>s Rasu>lullah Saw. yang berbunyi: ل ى هللا ع ل ي و و س ل م : ل س ل ع ة ت ب ت ا إ ذ ا ب اي ع ت ف ق ل ل خ ل ب ة ث أ ن ت ف ك ق ال ر س ول هللا ص ع ه ا ب ال ي ار ث ل ث ل ي ال, ف إ ن ر ض يت ف أ م س ك, و إ ن س خ ط ت ف ار د د ى ا ع ل ى ص اح ب ه ا. Artinya : Rasulullah saw. Bersabda: Jika engkau menjual maka katakanlah, tidak ada penipuan. Setelah itu, engkau memiliki hak khiyar selama tiga hari atas setiap barang yang kau beli. Jika engkau rela maka ambillah. Namun jika engkau tidak menginginkannya maka kembalikanlah barang tersebut kepada pemiliknya. 48 Tenggang waktu khiya>r syarat}, menurut jumhur ulama fiqh harus jelas. Apabila waktu khiya>r tidak jelas atau bersifat selamanya, maka khiya>r syarat} tidak sah. Adapun hak khiya>r batal dengan ucapan dan tindakan pembeli terhadap barang, dengan jalan mewakafkan, menghibahkan, atau membayar harganya, karena yang demikian itu menunjukkan kerelaannya. 49 e) Khiya>r at-ta yin Khiya>r ta yin adalah hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli. 50 Adapun syarat-syarat dalam khiya>r ta yin antara lain: 1) Pilihan hendaknya hanya terdapat sebanyak-banyaknya tiga barang saja. 47 Ibnu Mas ud, Fiqh Maz hab Syafi i (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 44. 48 Al Imam al Hafizh Ali bin Umar, Sunan ad-daraquthni (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 151. 49 Abdul Rahman Ghazaly, et al. Fiqh Muamalat..., 103. 50 Hamzah Ya qub, Kode Etik Dagang Islam (Bandung: CV. Diponegoro, 1984), 79.

43 2) Barang-barang yang akan dipilih berbeda-beda satu dari yang lain, dan harganya pun harus diketahui dengan pasti. 3) Waktu khiya>r supaya dibatasi agar pihak penjual dapat jelas kapan akad mempunyai kepastian Khiya>r ta yin dipandang batal bila pembeli telah menentukan pilihan secara jelas barang tertentu yang akan dibeli, atau pembeli telah memperlakukan barang-barang yang diperjualbelikan dengan cara yang menunjukkan bahwa ia telah memilih dan menentukannya. Menurut ulama H{anafiyah khiya>r ta yin adalah boleh. Dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda kualitasnya sangat banyak, yang kualitasnya itu tidak diketahui secara pasti oleh pembeli, sehingga, ia memerlukan bantuan seorang pakar. Agar pembeli tidak tertipu dan agar produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya. Akan tetapi, jumhur ulama fiqih tidak menerima keabsahan khiya>r ta yin yang dikemukakan ulama H{anafiyah ini. Alasan mereka, dalam akad jual beli ada ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan harus jelas, baik kualitas maupun kuantitasnya. 51 5. Hikmah Khiya>r Diantara hikmah khiya>r sebagai berikut: a. Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsipprinsip Islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli. 51 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 132.

44 b. Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli, sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau benarbenar disukainya. c. Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli, dan mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan barangnya.. d. Terhindar dari unsur-unsur penipuan, baik dari pihak penjual maupun pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli. e. Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama. Adapun ketidakjujuran atau kecurangan pada akhirnya akan berakibat dengan penyesalan, dan penyesalan disalah satu pihak biasanya dapat mengarah kepada kemarahan, kedengkian, dendam, dan akibat buruk lainnya. 52 52 Abdul Rahman Ghazaly, Et Al., Fiqh Muamalat..., 104.