BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan

BAB I PENDAHULUAN. ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGGUNA WEBSITE PORNO RAFIKA DURI / D

LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran I. Daftar Pertanyaan kepada Unit IV Cybercrime Subdit II Ditreskrimsus

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI MELALUI MEDIA ONLINE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

Dibuat Oleh A F I Y A T I NIM Dosen DR. Ir Iwan Krisnadi MBA

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI Universitas Mercu Buana Yogyakarta Program Studi : 1. Teknik Informatika

Ringkasan Putusan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI [LN 2008/181, TLN 4928]

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

I. PENDAHULUAN. Pada saat ini banyak sekali ditemukan berbagai macam event-event hiburan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

MELINDUNGI PENGGUNA INTERNET DENGAN UU ITE

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

Muatan yang melanggar kesusilaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sanksi Pidana adalah suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

MAKALAH UU ITE DI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING TAHUN 2016 TENTANG ITE

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

Absurditas Penegakan Hukum dalam Kasus Video Mirip Artis Oleh: Sam Ardi*

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

BAB III KEPUTUSAN HUKUM DALAM PUTUSAN NOMOR: 2191/ PID.B/ 2014/ PN.SBY TENTANG HUKUMAN ELEKTRONIK DAN PORNOGRAFI

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR: 27 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA WARUNG INTERNET DAN GAME ONLINE DI KABUPATEN SRAGEN

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

No berbangsa, yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya tindakan asusila, pencabulan, prostitusi, dan media pornografi, sehingga diperlu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Isi Undang-Undang Pornografi & Pornoaksi

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan merupakan sebuah hal yang tidak dapat dihindari, sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR : 14 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA WARUNG INTERNET

PENUNJUK UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

I. PENDAHULUAN. membawa dampak positif, tapi juga dampak negatif. Perkembangan teknologi internet yang sangat cepat dan mudahnya cara

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. melakukan hubungan melalui jaringan internet 1. dampak perkembangan internet adalah cybercrime; bahkan pembajakan

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Bab 2 Etika, Privasi

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

SINERGI KAWAL INFORMASI UNTUK MENANGKAL BERITA HOAX

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG TINDAK PIDANA SUAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat diimbangi

Transkripsi:

A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam konteks itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum berfungsi untuk mengatur seluruh kehidupan bermasyarakat terutama menjadikan masyarakat sebagai komunitas yang beradab. Kehadiran hukum ditujukkan untuk mencegah terjadinya berbagai kejahatan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, eksistensi hukum terletak pada kemampuannya untuk memperbaiki keadaan yang chaos menjadi aman, tertib dan berkeadilan. Dalam fungsinya untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, hukum dihadapkan pada berbagai persoalan kemasyarakatan baik berupa pelanggaran maupun kejahatan. Luasnya pelanggaran dan kejahatan menyebabkan hukum pada umumnya digolongkan dalam 3 (tiga) bagian yaitu hukum tata negara, hukum perdata, dan hukum pidana. Istilah pidana merupakan istilah yang sangat khusus dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan tindakan kejahatan. 1 Kejahatan yang berkaitan dengan pidana misalnya pencurian, pemerkosaan, perdagangan orang, perzinahan, korupsi, dan lain-lain. Definisi pidana diartikan sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat pemidanaan 2. Pengaturan mengenai tindak pidana diatur dalam hukum pidana.

Hukum pidana adalah aturan hukum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana 3. Segala peraturan mengenai hukum pidana dikodifikasikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana bertujuan untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat serta melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak mengacu pada tindakan yang akan diancam dengan sanksi pidana. 4 Hukum pidana sendiri terbagi lagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu hukum pidana secara umum dan hukum pidana secara khusus. Hukum pidana secara umum yaitu segala bentuk perbuatan melawan hukum pidana yang tindakannya atau perbuatannya diatur di dalam KUHP, misalnya pencurian, pemerkosaan, pelanggaran, pembunuhan, penipuan, dan lain-lain; sedangkan hukum pidana khusus merupakan segala bentuk perbuatan melawan hukum pidana yang tindakannya atau perbuatannya diatur di luar KUHP. Maksudnya adalah perbuatan tersebut tidak diatur dalam KUHP melainkan diatur tersendiri dalam Undang-undang; contoh hukum pidana khusus adalah tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana di bidang perpajakan, tindak pidana teknologi informasi, dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan Teknologi Informasi, terdapat beberapa tindak pidana yang muncul sebagai akibat dari pesatnya kemajuan teknologi informasi,

misalnya pembajakan atau hacker, judi online, penjualan organ tubuh online. Salah satu tindak pidana terkait kemajuan teknologi informasi adalah pornografi melalui internet. Pornografi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi 5, sedangkan menurut Undang-undang No 44 Tahun 2008 Pasal 1 butir 1 menyatakan pornografi adalah: gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/ atau pertunjukkan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat Pornografi secara implisit tidak hanya sekedar memamerkan gambar atau tubuh yang mengeksploitasis seksual tetapi bahkan bisa melebihi dari ekspektasi yang ada, dimana hal yang berlebih tersebut dapat mengarah ke arah prostitusi serta perdagangan orang atau human trafficking. Seperti yang diketahui, segala bentuk kegiatan yang mengandung pornografi bertentangan dan melanggar dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia, seperti norma agama, norma kesopanan, norma hukum dan khususnya norma kesusilaan dan juga nilai-nilai Pancasila. Norma kesusilaan menjadi norma yang penting karena norma kesusilaan mencerminkan sikap, perilaku, tindakan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Pornografi mencerminkan kegiatan yang dilakukan menandakan sikap, perilaku, tindakan seseorang tidak baik, tidak

patut dicontoh serta menujukkan tidak memiliki moral. Bentuk tindakan pidana pornografi tidak hanya terjadi di dalam dunia nyata saja melainkan dapat terjadi di dunia maya apalagi dibantu dengan semakin majunya teknologi dan informasi. Para pelaku memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi untuk melakukan tindak pidana pornografi melalui media sosial. Seperti diketahui media sosial menjadi hal yang menarik dengan kemajuan teknologi dan juga media sosial dapat dimanfaatkan oleh khalayak umum baik anak kecil, anak muda, bahkan orang dewasa sekalipun.bentuk tindak pidana pornografi di media sosial adalah menawarkan jasa prostitusi dengan memberikan tarif untuk melakukan hubungan seks. Menawarkan jasa prostitusi di media sosial dapat dilakukan secara perseorangan dan juga bahkan kelompok. Makna berkelompok dalam hal ini adalah membuat komunitas online. Tidak hanya jasa prostitusi saja, media sosial dijadikan sebagai bahan hiburan untuk penikmat seksual, salah satunya adalah aplikasi Blackberry Messenger (BBM). Aplikasi Blackberry Messenger (BBM) adalah aplikasi berbasis Android dan ios yang bertujuan untuk menyiarkan aktivitas sehari-hari pemilik akun ke member lainnya 6. Banyak akun atau member Blackberry Messenger (BBM) di-banned atau dinonaktifkan karena memberikan penyiaran yang tidak layak dengan memamerkan lekuk tubuh. Berdasarkan data yang diperoleh oleh KOMINFO (Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia), masyarakat Indonesia pengguna internet

berjumlah 63 juta orang, yang mana sebagian dari pengguna internet merupakan pengguna media sosial. Masyarakat pengguna internet untuk kepentingan media sosial, terdiri dari 65 juta pengguna Facebook aktif; 19,5 juta pengguna Twitter; 700.000 pengguna Path; 10 juta pengguna Line 7. Tidak hanya data dari KOMINFO saja, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tahun 2015 kasus pornografi dan Cybercrime pada anak terdapat 197 kasus, 66 kasus anak korban kejahatan seksual online, 28 kasus anak pelaku kejahatan online, 49 kasus anak korban pornografi media sosial 8. Banyaknya tindak pidana pornografi di media sosial, menimbulkan pertanyaan mengenai penegakan hukumnya. Penegakan hukum mengenai tindak pidana pornografi diwujudkan dengan adanya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE dibuat bertujuan untuk memberikan batasan-batasan kepada para pengguna teknologi dan informasi agar tidak secara bebas melakukan apapun yang disuka dan dikehendaki oleh dirinya. Tujuan dibentuknya UU ITE juga dicantumkan dalam Pasal 3 dan Pasal 4. Bunyi pasal tersebut ialah Pasal 3 UU ITE:

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi Pasal 4 UU ITE: Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk: a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia; b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk menunjukkan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggungjawab; dan d. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi. Dari 2 (dua) pasal terkait dapat disimpulkan bahwa UU ITE dibuat untuk memberikan kepastian hukum, rasa aman bagi setiap penggunannya meskipun ada batasan-batasan di dalamnya yang menginginkan para pengguna untuk beritikad baik dan bertanggungjawab terhadap tindakannya. Adapun larangan mengenai tindak pidana pornografi di media sosial diatur dalam Pasal 27 ayat (1). Bunyi Pasal 27 ayat (1) yaitu: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan kesusilaan Bunyi pasal ini berarti bahwa setiap orang yang melakukan pendistribusian, mempermudah dalam pengaksesan Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik yang mengandung unsur kesusilaan yang dilakukan dengan sengaja, dilarang oleh undang-undang. Apabila pelaku dengan sengaja dan tanpa hak

melakukan pendistribusian, pengaksesan informasi elektronik yang memuat unsur kesusilaan, maka pelaku tersebut akan mendapatkan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang berbunyi: Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Berdasarkan bunyi pasal di atas diketahui bahwa UU ITE sangat tegas dalam melakukan penegakan hukum kepada para pelaku tindak pidana pornografi di media sosial dengan memberikan sanksi hukuman pidana penjara dan denda. Sifat dari sanksi hukuman pidana ini dapat bersifat kumulatif atau tunggal. Sanksi hukum sifat kumulatif maksudnya adalah pelaku mendapatkan 2 (dua) sanksi hukuman pidana sekaligus yaitu hukuman penjara dan hukuman denda; sedangkan sanksi hukum sifat tunggal, pelaku hanya mendapatkan salah satu dari 2 (dua) jenis sanksi hukuman pidana. Dalam kenyataannya, meskipun pengaturan mengenai larangan tindak pidana pornografi di media sosial sudah ditetapkan dalam UU ITE beserta dengan sanksi hukumnya, namun penerapannya masih lemah. Penerapannya yang masih lemah dapat disebabkan oleh 2 (dua) faktor yaitu faktor bunyi undang-undang itu sendiri dan faktor pelaku itu sendiri. Faktor bunyi undang-undang dimaksudkan bahwa bunyi undang-undang memberikan multitafsir atau bias sehingga banyak orang tidak mengetahui maksud dari undang-undang tersebut; sedangkan faktor dari pelaku dimaksudkan bahwa pelaku sendiri tidak mengetahui apakah tindakan

pornografi di media sosial yang dilakukannya melanggar hukum atau tidak. Seringkali pelaku merasa dirinya tidak melakukan kesalahan dan tidak melanggar padahal bunyi undang-undang sudah baik dan penerapan (implementasi) juga baik. Faktor ketidaktahuan pelaku mengenai tindak pidana pornografi di media sosial dapat disebabkan karena pelaku belum memahami dan mengetahui bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Pelaku yang belum memahami dan mengetahui bentuk pertanggungjawaban pidana akan menjadi masalah hukum. Masalah hukum jika dibiarkan akan menimbulkan cacat hukum dan mengindikasikan penegakan hukum di Indonesia tidak hanya tumpul ke atas tetapi juga tumpul ke bawah. Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, KAJIAN TENTANGPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DI MEDIA SOSIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian iniadalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pornografi di media sosial ditinjau dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pornografi di media sosial ditinjau dari Undangundang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya Tindak Pidana Tertentu dalam hal pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pornografi di media sosial serta sebagai bahan kajian bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian dengan bidang yang sama.

2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dengan memberikan informasi kepada pelaku tindak pidana pornografi di media sosial, pemerintah serta masyarakat secara umum mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pornografi di media sosial ditinjau dari UUITE. E. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu metode yang digunakan pada saat melakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi secara lengkap yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga tujuan penelitian dapat terwujud. Metode penelitian yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualititatif. Metode kualitatif adalah metode yang berorientasi pada hal-hal yang berbeda di lapangan atau bersifat natural bertujuan untuk mengumpulkan berbagai pendapat, informasi, tanggapan yang berkaitan dengan masalah agar masalah tersebut dapat selesai dan bermanfaat secara praktis dan akademis. Bentuk dari metode kualititatif dituangkan dalam kalimat atau kata-kata. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif analitis. Bentuk deskriptifnya yaitu dengan memberikan gambaran secara jelas dan detail mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana

pornografi di media sosial berdasarkan fakta, prosedur, karakterisitik dari objek serta subjek penelitian. Bentuk analitisnyadengan menyelesaikan permasalahan mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pornografi di media sosial yang dianalisis menggunakan aturan atau hukum yang berlaku, pendapat para ahli, studi pustaka. Untuk memperoleh data dan fakta berkaitan dengan tindak pidana pornografi di media sosial, peneliti melakukan studi online terhadap masalah. Studi online adalah studi atau penelitian yang memperoleh data melalui penelusuran berbagai sumber website dan laman internet yang kredibel. 3. Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalahseluruh informasi tentang pertanggungjawaban para pelaku yang melakukan tindak pidana pornografi di media sosialdengan sampeltwitter dan Blackberry Messenger (BBM). Peneliti akan mencari data-data online terkait tindak pidana pornografi di media sosial khususnya media sosialtwitter dan Blackberry Messenger (BBM). Alasannyaadalah kedua media sosial ini sering kali digunakan untuk melakukan tindak pidana pornografi oleh pelaku. Elemen dalam penelitian ini adalah berbagai penyebaran konten pornografi elalui Twitter dan Blackberry Messenger (BBM) dan peraturan perundang-undangan yaitu UU Pornografi dan UU ITE

4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data berkaitan dengan sumber data dan cara yang digunakan untuk memperoleh data yang terkait dengan tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi online Studi online adalah studi dimana peneliti melakukan penelitian mencari-cari objek penelitian, informasi penelitian di laman internet terpecaya khususnya media sosial Twitter dan Blackberry Messenger (BBM) guna menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pornografi di media sosial.peneliti menggali informasi yang berkaitan dengan hal tersebut guna menspesifikasikan apakah informasi yang ada di media sosial dipergunakan untuk melakukan tindak pidana pornografi. b. Studi lapangan Studi lapangan adalah suatu cara atau teknik dalam pengumpulan data dimana peneliti melakukan wawancara terhadap informan key (pelaku tindak pidana pornografi di media sosial) guna mendapatkan data primer. Cara yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan mewawancaraiinforman key kemudian diberikan pertanyaan terkait masalah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pornografi di media sosial. Adapun informan key yang dituju yaitu 4 (empat) pelaku tindak pidana pornografi di media

sosial yang terdiri dari 3 (tiga) pelaku yang menggunakan media sosial Twitter dan 1 (satu) pelaku yang menggunakan media sosial Blackberry Messenger (BBM).Penulis juga melakukan wawancara terhadap Pakar IT Universitas Katolik Soegijapranata dan Kepala Bagian Unit IV Cybercrime Ditreskrimsus Polda Jateng yang menambah data serta informasi sesuai dengan bidangnya. c. Studi pustaka Studi pustaka adalah suatu teknik atau cara dalam memperoleh data sekunder yang diperoleh melalui buku-buku, peraturan-peraturan atau perundang-undangan, jurnal atau literatur. Studi pustaka yang dilakukan meliputi studi terhadap Bahan Hukum Primer, Sekunder dan Tersier yang meliputi: 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berisikan ketentuan-ketentuan mengenai peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan ialah: a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder ialah bahan hukum yang dipergunakan pada saat penelitian yang sifatnya memberikan tambahan informasi dan bahan hukum pendukung dari bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang akan digunakan berupa buku-buku mengenai pertanggungjawaban pelaku tindak pidana, buku-buku mengenai tindak pidana pornografi serta dari jurnal ilmiah, artikel, dan lain-lain. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang sifatnya menambahkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dan mendukung informasi untuk membantu menyelesaikan penelitian. Bentuk dari bahan hukum tersier berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan websiteinternet. 5. Metode Pengolahan dan Penyajian Data Pengolahan dan penyajian data bertujuan untuk mengumpulkan seluruh data yang diperoleh selama penelitian dan kemudian data tersebut disajikan untuk diteliti apakah data tersebut dapat dipertanggungjawabkan yang dihubungkan dengan fakta atau keadaan di lapangan. Metode pengolahan dan penyajian data dilakukan secara induktif dengan melakukan pengolahan dan

penyajian data, mempermudah peneliti untuk melakukan tahap selanjutnya yaitu menganalisis data. 6. Metode Analisis Data Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, karena data yang digunakan sifatnya deskritif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang dilakukan pada data yang tidak bisa dihitung dan berwujud kasus-kasus. Data yang disajikan berupa uraian yang dikaitkan dengan fakta, kondisi, akibat, serta situasi selama penelitian. Hasil analisis penelitian disusun dalam laporan penelitian berbentuk skripsi. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan bertujuan agar penulisan ini agar dapat terarah dan sistematis sehingga dalam penulisan ini, penulis membagi menjadi 4 (empat) bab yang terdiri dari: BAB I, adalah BAB PENDAHULUAN yang didalamnya memuat latarbelakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II, adalah BAB TINJAUAN PUSTAKA yang didalamnya akan mengemukakan tinjauan tentang Pertanggungjawaban Pidana, tinjauan tentang Pelaku Tindak Pidana, tinjauan tentang Tindak Pidana Pornografi di Media Sosial. BAB III, adalah BAB HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN yang didalamnya memuat hasil-hasil observasi atau penelitian yang dilakukan oleh

peneliti serta perpaduan teori-teori yang ada dibab II untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. BAB IV, adalah BAB PENUTUP yang didalamnya memuat kesimpulan dan saran-saran penulis.