BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. melalui pembenahan kebijakan dan peraturan perndang-undangan, penyiapan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum UU No.17 tahu 2003, pengelolaan keuangan negara dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Pola-pola lama

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalankan untuk dewan komisaris, manajemen, dan personel lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sistem pengendalian internal (Windiatuti, 2013). daerah adalah (1) komiten pimpinan (Management Commitment) yang kuat

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka wujud

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan Daerah yaitu dengan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas tentang kebijakan mengenai Sistem Pengendalian

STRATEGI PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance). Untuk mewujudkan tata. kelola tersebut perlunya sistem pengelolaan keuangan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

Persiapan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB 1 INTRODUKSI. Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Peraturan Walikota Bandung Nomor 1404 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja badan pengelolaan keuangan dan aset Kota Bandung, yang dimaksud dengan Badan adalah unsur penunjang urusan pemerintahan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Badan berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Kota Bandung merupakan penggabungan dari 2 (dua) bagian di lingkungan Sekretariat Kota Bandung, yaitu penggabungan dari Bagian Keuangan dan Bagian Pengelolaan Aset Sekretariat sehingga menjadi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, BPKA melaksanakan 2 (dua) urusan wajib pemerintahan yaitu : Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintah Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian, dan Persandian serta Urusan Wajib Pertahanan. BPKA Kota Bandung juga memiliki tugas pokok, yaitu melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah di bidang pengelolaan keuangan dan pengelolaan aset. Adapun fungsi dari BPKA Kota Bandung adalah sebagai berikut : 1. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang pengelolaan keuangan dan aset 2. Pelaksanaan tugas teknik pengelolaan keuangan dan aset yang meliputi anggaran, perbendaharaan, pemberdayaan aset dan akuntansi 3. Pelaksanaan pelayanan teknis administratif badan 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya BPKA Kota Bandung dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota dengan dibantu oleh 1 (satu) orang Sekretaris 1

Badan dan 4 (empat) orang kepala bidang, yang terdiri dari bidang anggaran, perbendaharaan, pemberdayaan aset, dan akuntansi. Pemilihan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung sebagai objek penelitian dikarenakan BPKA merupakan Badan yang mempunyai peran dan tanggungjawab di bidang pengelolaan keuangan Kota Bandung serta dalam rangka untuk mengetahui bagaimana pengendalian internal di BPKA Kota Bandung dalam memitigasi risiko terkait penyajian laporan keuangan, karena masih terdapat temuan mengenai lemahnya sistem pengendalian internal di Kota Bandung yang tentunya akan berdampak/berisiko terhadap pencapaian tujuan organisasi. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai bagian sekretariat dan bagian akuntansi. Pemilihan responden tersebut dipilih karena keduanya berhubungan dan bertanggung jawab terhadap laporan keuangan Kota Bandung. 1.2 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik dan transparansi dalam hal pengelolaan keuangan pemerintah, maka baik pemerintah pusat maupun daerah diwajibkan untuk memberikan informasi yang dapat mempertanggungjawabkan informasi tersebut kepada publik, salah satunya adalah informasi dalam bentuk laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban sebuah entitas kepada publik atas pengelolaan sumber daya yang telah dipercayakan kepada entitas tersebut. Tujuan laporan keuangan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Laporan keuangan pemerintah harus bermanfaat bagi banyak pihak, baik untuk pemegang saham, investor, kreditur, pemerintah, lembaga pemeriksa, maupun masyarakat umum, maka laporan keuangan pemerintah harus memenuhi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yang telah direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang 2

SAP. Perubahan yang terjadi dalam peraturan pemerintah tersebut adalah perubahan dari SAP berbasis kas menuju akrual menjadi berbasis akrual. Berdasarkan peraturan tersebut dikatakan bahwa SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP). Penyusunan PSAP sendiri dilandasi oleh Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, yang merupakan konsep dasar penyusunan dan pengembangan SAP, dan merupakan acuan bagi Komite SAP, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam PSAP. Perubahan peraturan pemerintah dari basis kas menuju akrual menjadi akrual diharapkan mampu meningkatkan kualitas sebuah laporan keuangan dan dapat memberikan gambaran yang lengkap atas posisi keuangan pemerintah, serta dapat menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai hak dan kewajiban pemerintah. Basis Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar (Ratmono, 2015:10). Penerapan akuntansi berbasis akrual ini diperlukan untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik serta penyajian laporan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel (Syarifudin, 2014). Salah satu upaya konkret untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah yang disusun dengan mengikuti standar akuntansi yang berlaku umum. Bentuk laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah selama satu tahun anggaran disebut sebagai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Pada tahun 2015, seluruh pemerintah daerah (pemda) diwajibkan untuk menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual sebagai bentuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Berdasarkan peraturan tersebut, laporan keuangan pemda yang semula terdiri atas Neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), bertambah 3 laporan yaitu Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih (LPSAL), Laporan Operasional (LO) dan Laporan Perubahan Ekuitas (LPE). Laporan tersebut kemudian disampaikan kepada DPR/DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa 3

Keuangan (BPK), yang selanjutnya akan dihasilkan sebuah opini setiap tahunnya sebagai indikator utama yang dapat digunakan untuk menilai kualitas sebuah laporan keuangan. Terdapat 4 (empat) opini dari hasil pemeriksaan yaitu : Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Opini Tidak Wajar (TW), dan Opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Ketika BPK memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKPD maka dapat dikatakan bahwa laporan keuangan tersebut telah disajikan dan diungkapkan secara wajar, tidak terdapat salah saji material, dan telah sesuai standar. Berdasarkan data Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2016 atas hasil pemeriksaan keuangan pemerintah daerah pada 533 LKPD, dari 542 pemda yang wajib menyerahkan LKPD tahun 2015, hanya 312 LKPD yang mendapat opini WTP, sedangkan 187 mendapatkan opini WDP, 30 TMP, dan 4 TW. Hasil opini tersebut telah mengalami peningkatan menuju yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Berikut disajikan perkembangan opini LKPD dari tahun 2013 hingga 2015 : J u m l a h L K P D 400 300 200 100 0 312 311 252 247 187 156 46 35 30 11 5 WTP WDP TMP TW Opini 4 2013 2014 2015 Gambar 1.1 Perkembangan Opini atas LKPD Tahun 2013-2015 (Sumber : www.bpk.go.id dan dengan olahan penulis, 2016) Jika dilihat secara umum, opini dari tahun 2013-2015 menunjukkan perubahan yang lebih baik dari tahun ke tahun, dimana opini WTP mengalami peningkatan dan opini lainnya mengalami penurunan. Namun, dari hasil pemeriksaan masih terdapat penurunan opini atas 30 LKPD tahun 2015 dan BPK juga menemukan temuan 4

mengenai kelemahan dalam penyajian laporan keuangan sesuai SAP pada akun-akun tertentu, kelemahan sistem pengendalian internal, dan permasalahan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang menyebabkan beberapa LKPD tersebut belum meraih opini WTP. Berikut akan dibahas mengenai permasalahan yang menyebabkan banyaknya LKPD masih belum meraih opini WTP: Pertama, dari hasil pemeriksaan menunjukkan penurunan opini atas 30 LKPD di tahun 2015. Hal tersebut dikarenakan terdapat kelemahan dalam penyajian laporan keuangan sesuai SAP pada beberapa akun seperti : Aset Tetap, Beban-LO, Belanja, Kas, Aset Lancar Selain Kas, Aset Lainnya, Pendapatan-LO, Investasi Jangka Panjang, Kewajiban, dan Akun Lainnya. Selain itu, terdapat permasalahan atas dana BOS di beberapa pemda, yaitu penerimaan dan penggunaan dana BOS belum dicatat dalam LO, sisa kas dari dana BOS tidak dapat ditelusuri karena masih tersebar di rekening sekolah-sekolah yang menjadi satu dengan dana penerimaan dari sumber lain, aset yang diperoleh dari dana BOS tidak dicatat dan di-inventarisasi sehingga berpengaruh terhadap penghitungan Beban Penyusutan dan Akumulasi Penyusutan. Kedua, dari hasil pengujian atas 533 LKPD, diungkapkan bahwa terdapat 6.150 permasalahan sistem pengendalian intern pada pemerintah daerah atas LKPD tahun 2015 yang terdiri dari permasalahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta struktur pengendalian intern. Permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern pada umumnya terjadi karena pejabat/pegawai yang bertanggungjawab lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian, kurang koordinasi antar pejabat terkait, belum membuat kebijakan/prosedur untuk suatu kegiatan operasional, serta belum menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK tahun sebelumnya. Permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern disajikan dalam tabel berikut : 5

Tabel 1.1 Permasalahan Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Daerah Permasalahan Jumlah Jumlah Masalah Entitas Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan 1. Pencatatan belum dilakukan atau tidak akurat 978 418 pemda 2. Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan 930 420 pemda 3. Lain-lain kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan 445 291 pemda Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja 1. Penyimpangan terhadap peraturan tentang pendapatan dan 682 353 pemda belanja 2. Perencanaan kegiatan tidak memadai 660 385 pemda 3. Pelaksanaan kebijakan mengakibatkan hilangnya potensi 495 311 pemda penerimaan 4. Lain-lain permasalahan kelemahan sistem pengendalian 613 324 pemda pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Kelemahan struktur pengendalian intern 1. SOP belum disusun 625 332 pemda 2. SOP tidak ditaati 394 263 pemda 3. Lain-lain permasalahan kelemahan struktur pengendalian intern 328 189 pemda (Sumber : www.bpk.go.id dan dengan olahan penulis, 2016) Ketiga, terkait dengan masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana dari hasil pemeriksaan atas 533 LKPD pada tahun 2015, ditemukan sebanyak 6.016 permasalahan yang berdampak finansial yaitu permasalahan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah, dan kekurangan penerimaan. Selain itu, terdapat permasalahan ketidakpatuhan yang tidak berdampak finansial berupa penyimpangan administrasi. Permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pada umumnya terjadi karena pejabat/pegawai yang bertanggung jawab telah lalai dan tidak cermat 6

dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, serta lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian. Permasalahan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan disajikan dalam tabel berikut : Tabel 1.2 Permasalahan Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan Permasalahan Jumlah Permasalahan Jumlah Entitas Kerugian Daerah 2.407 506 pemda Potensi Kerugian Daerah 339 231 pemda Kekurangan Penerimaan 901 406 pemda Penyimpangan Administrasi 2.369 510 pemda (Sumber :www.bpk.go.id dan dengan olahan penulis, 2016) Untuk wilayah Jawa Barat sendiri, seperti yang diungkapkan oleh BPK RI Perwakilan Jawa Barat saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun anggaran 2015 dari kabupaten/kota seprovinsi Jawa Barat pada tanggal 7 Mei 2016 bahwa dari 12 kabupaten/kota yang diperiksa keuangannya, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cirebon, dan Kabupaten Pangandaran hanya memperoleh opini WDP. Hal tersebut dikarenakan auditor masih mendapati adanya beberapa temuan mengenai dana BOS, pembukaan rekening baru oleh dinas-dinas tanpa persetujuan dari kepala daerah, masalah dalam pencatatan aset tanah, dan adanya kelebihan bayar di sejumlah Pemerintah Daerah mencapai Rp58,98 miliar (http://www.tempo.co/, diakses 25/09/2016). Salah satu kota di provinsi Jawa Barat yang akan dikaji lebih lanjut adalah pelaporan keuangan pemerintah daerah Kota Bandung karena meskipun Kota Bandung telah memperoleh penghargaan Akuntabilitas Kinerja Terbaik Nasional Tahun 2015 dengan predikat A (memuaskan), mengungguli kota dan kabupaten lainnya (https://ppid.bandung.go.id/, diakses 01/04/2017), namun berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, LKPD Kota Bandung masih mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) bahkan sejak tahun 2013. Hasil opini tersebut didapatkan karena 7

adanya masalah terkait pendataan aset yang menjadi temuan BPK seperti kepemilikan aset yang telah tercatat di Pemerintah Kota Bandung, namun tidak ada sertifikat dan lokasi telah dikuasai pihak ketiga sehingga tidak diakui oleh BPK karena keberadaannya tidak diyakini (http://www.tempo.co/, diakses 25/09/2016). Berbagai temuan yang telah dikemukakan tersebut, tentunya akan mempengaruhi kualitas dari sebuah laporan keuangan dan selanjutnya akan menggambarkan bagaimana kinerja keseluruhan dari sebuah entitas. Pemerintah daerah selaku pihak yang bertanggungjawab terhadap laporan keuangan mempunyai kewajiban untuk melaporkan kegiatan yang telah dilakukan dan hasil yang telah dicapai pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan pihak pengguna laporan keuangan. Oleh karena itu, laporan keuangan harus disusun sesuai dengan ketentuan dan standar yang berlaku agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010, dapat dijelaskan bahwa laporan keuangan yang berkualitas yaitu laporan yang memenuhi karakteristik relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Penyusunan laporan keuangan akan membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan dapat memahami bagaimana proses serta pelaksanaan akuntansi itu dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Komisi I DPRD Jabar bahwa SDM merupakan faktor kunci utama dalam penyajian laporan keuangan untuk meraih opini WTP, maka dalam proses penyusunan laporan keuangan tersebut diperlukan SDM yang mampu menguasai ilmu akuntansi dengan baik, memiliki pengalaman di bidang keuangan, dan didukung dengan pelatihan-pelatihan tentang akuntansi oleh pemerintah daerah. Kepala BPK Provinsi Jawa Barat, Arman Syifa, juga menyatakan bahwa dengan berlakunya sistem akrual sejak tahun 2015 maka pemerintah harus menyediakan SDM yang lebih kompeten. Namun kenyataannya, saat ini pemerintah daerah di Jawa Barat masih terhambat pada kualitas sumber daya manusianya yang belum mumpuni dalam menyajikan laporan keuangan (www.rmoljabar.com, diakses 01/04/2017). Penelitian yang dilakukan oleh Syarifudin (2014) menyatakan bahwa kompetensi SDM tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas LKPD karena menurut hasil penelitian tersebut tingkat kompetensi 8

SDM bukan satu-satunya faktor yang terpenting, tetapi ada faktor lain yang ikut menentukan kualitas LKPD seperti sistem pengendalian internnya, sebab masih terdapat kesalahan dalam pengelolaan keuangan dan kebijakan manajemen yang kurang hati-hati. Namun, menurut penelitian Nurillah (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kualitas SDM berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas laporan keuangan. Menurut hasil penelitiannya, semakin baik kualitas sumber daya manusia maka semakin baik pula kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Faktor lain yang mendukung kualitas laporan keuangan yaitu pemanfaatan teknologi informasi sebuah entitas. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, maka banyak organisasi/entitas yang telah menggunakan sistem informasi akuntansi berbasis komputer untuk mendukung kelancaran kegiatan operasi organisasi/entitas tersebut. Penyusunan laporan keuangan yang telah terkomputerisasi dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih akurat dan konsisten dibanding dengan sistem manual karena dapat membantu mengurangi tingkat kesalahan dalam perhitungan yang disebabkan oleh human eror serta dapat membantu menghemat waktu dalam proses penyusunannya. Kewajiban pemanfaatan teknologi informasi tersebut oleh pemerintah daerah juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, dimana dibutuhkan Sistem Informasi Keuangan Daerah untuk mengelola informasi sehingga dapat dihasilkan informasi yang akurat, relevan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun, menurut Walikota Bandung dalam rapat koordinasinya pada tanggal 28 Maret 2016, menyatakan bahwa para pejabat dari tingkat kewilayahan sampai ke SKPD dianggap belum semuanya menguasai teknologi dalam rangka memaksimalkan penyebaran informasi yang berkaitan dengan pemerintahan melalui beragam media (https://ppid.bandung.go.id, diakses 01/04/2017). Penelitian Kusuma (2016) menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas informasi laporan keuangan pemerintah daerah karena dalam penelitian ini dianggap telah melakukan upaya perbaikan kualitas informasi LKPD melalui pemanfaatan TI dan pemanfaatan TI dapat mempermudah dalam pengelolaan keuangan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, serta pelaporan. Penelitian tersebut bertolak belakang dengan hasil yang ditemukan oleh Surastiani (2015). Dalam 9

penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi tidak berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas informasi laporan keuangan pemerintah daerah. Hal tersebut karena sistem yang ditetapkan tidak sesuai yang diinginkan dan sistem masih mengalami kendala dan tampak masih asing bagi penggunanya. Hal penting lainnya jika membahas tentang kualitas laporan keuangan pemerintah daerah adalah sebuah sistem pengendalian internal pemerintah. Menurut PP Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, diselenggarakan secara menyeluruh dilingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta memiliki beberapa unsur yang dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan instansi pemerintah yang terdiri dari unsur lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan pengendalian intern. Oleh karena itu, SPIP dapat digunakan untuk melindungi sebuah entitas dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecurangan yang dilakukan oleh pihak eksternal dan internal perusahaan, kesalahan akibat ketidakmampuan SDM, kesalahan akibat gangguan sistem komputer, serta tindakan merugikan lainnya. Namun, berdasarkan data IHPS tahun 2014-2016 pada Kota Bandung (www.bpk.go.id, diakses 20/10/2016), masih ditemukan beberapa masalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan dan kelemahan sistem pengendalian internal seperti kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja serta masalah dalam pencatatan aset akibat akun yang disajikan tidak sesuai dengan SAP. Berdasarkan penelitian Syarifudin (2014) sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh signifiikan terhadap kualitas LKPD karena menurut penelitiannya dengan adanya pengendalian intern yang efektif akan dapat meminimalisir risiko kesalahan dalam penyusunan dan 10

penyajian laporan keuangan serta dapat membantu manajemen pemerintahan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut penelitian Inapty (2016), sistem pengendalian intern tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah karena berdasarkan penelitiannya sistem pengendalian interndal pada pemerintah dianggap masih kurang efektif. Berdasarkan fenomena yang diuraikan pada latar belakang penelitian ini maka menjadi pertimbangan peneliti untuk melakukan penelitian melalui skripsi yang berjudul Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Pemanfaatan Teknologi Informasi, dan Sistem Pengendalian Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung Tahun 2015). 1.3 Perumusan Masalah Menurut PP No 71 Tahun 2010 tentang SAP, laporan keuangan dapat digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah harus memenuhi syarat relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami untuk memenuhi kualitas yang dikehendaki. Pada tahun 2015, Kota Bandung memperoleh penghargaan Akuntabilitas Kinerja Terbaik Nasional dengan predikat A (memuaskan), mengungguli kota dan kabupaten lainnya, namun berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, LKPD Kota Bandung masih mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) bahkan sejak tahun 2013. Dengan opini tersebut, BPK mencatat masih ada temuan-temuan yang harus diperbaiki untuk dapat meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini WTP tersebut akan diperoleh jika pemerintah mampu menyajikan laporan keuangan yang berkualitas dan tentunya didukung melalui kompetensi sumber daya manusia, teknologi informasi yang digunakan, dan sistem pengendalian internalnya. 11

1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan penulis, maka diambil beberapa rumusan masalah diantaranya sebagai berikut : 1. Bagaimana kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, sistem pengendalian internal, dan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung 2. Bagaimana pengaruh secara simultan kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan sistem pengendalian internal terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung 3. Bagaimana pengaruh secara parsial kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan sistem pengendalian internal terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah, yaitu : a. Bagaimana pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung b. Bagaimana pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung c. Bagimana pengaruh sistem pengendalian internal terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perumusan masalah yang dikemukakan penulis, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, sistem pengendalian internal, dan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung 12

2. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan sistem pengendalian internal terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung 3. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan sistem pengendalian internal terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah, yaitu : a. Mengetahui pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung b. Mengetahui pengaruh pemanfaatan teknologi informasi terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung c. Mengetahui pengaruh sistem pengendalian internal terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis 1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan lebih mendalam berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, sistem pengendalian internal, dan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. 2. Bagi Instansi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan dan masukan kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung mengenai kompetensi sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, sistem pengendalian internal, dan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. 13

3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan informasi pendukung dalam penelitian selanjutnya yang lebih mendalam. 1.6.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang berguna dan bahan pertimbangan/saran dalam hal pengembangan sumber daya manusia, pemanfaatan teknologi informasi, dan pengimplementasian sistem pengendalian internal dalam rangka meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Variabel Variabel independen atau variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kompetensi Sumber Daya Manusia (X1), Pemanfaatan Teknologi Informasi (X2), dan Sistem Pengendalian Internal (X3). Sedangkan variabel dependen atau variabel terikat yang digunakan adalah Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Y). 1.7.2 Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung, yang beralamat di Jalan Wastukencana No.2 Bandung. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pegawai yang berhubungan dan bertanggung jawab terhadap laporan keuangan Kota Bandung. 1.7.3 Waktu dan Periode Penelitian Penelitian ini melakukan pengambilan data dan penyebaran kuisioner di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandung sejak bulan Februari 2017 hingga April 2017. 14

1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Sistematika penulisan penelitian ini terbagi ke dalam 5 (lima) bab yang diuraikan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas tentang objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan yang menjelaskan secara ringkas isi masing-masing bab. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Pada bab ini membahas tentang landasan teori dan beberapa penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, serta hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini membahas tentang karakteristik penelitian, alat pengumpulan data, tahapan pelaksanaan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data dan sumber data, uji validitas dan reliabilitas, teknik analisis data dan pengujian hipotesis. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas tentang karakteristik responden, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini membahas tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya. 15

16 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN