MODUL SIB 08 : PEKERJAAN BETON

dokumen-dokumen yang mirip
PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS)

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

MIX DESIGN Agregat Halus

Lampiran A Berat Jenis Pasir. Berat pasir kondisi SSD = B = 500 gram. Berat piknometer + Contoh + Air = C = 974 gram

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

4. Perhitungan Proposi Campuran menurut SNI

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah


PENGARUH PERSENTASE BAHAN RETARDER TERHADAP BIAYA DAN WAKTU PENGERASAN CAMPURAN BETON

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

Viscocrete Kadar 0 %

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN. xii DAFTAR GAMBAR. xiii DAFTAR TABEL. xvi DAFTAR GRAFIK I-1

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

MODUL SIB 01 : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN BETON DAN PEMBAHASAN HASIL PENGUJIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

BAB V HASIL PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

: Pengujian Campuran Beton No. Uji : 10. Materi : Perancangan Campuran Beton Mutu Tinggi Metode BW Shacklock Halaman :

HASIL PENELITIAN AWAL (VICAT TEST) I. Hasil Uji Vicat Semen Normal (tanpa bahan tambah) Penurunan (mm)

PENGARUH BAHAN TAMBAHAN PLASTICIZER TERHADAP SLUMP DAN KUAT TEKAN BETON Rika Sylviana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi yang dilakukan adalah dengan cara membuat benda uji di

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon Lampiran

PENGARUH LIMBAH PECAHAN GENTENG SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN MUTU BETON 16,9 MPa (K.200)

ANALISA KUAT LENTUR PADA BETON K-300 YANG DICAMPUR DENGAN TANAH KOHESIF

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Salah satunya adalah Metode UJI MATERIAL GEDUNG melalui suatu pelatihan khusus.

BAB IV PENGUJIAN MATERIAL DAN KUAT TEKAN BETON

PENJELASAN PENGISIAN DAFTAR ISIAN ( FORMULIR )

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir. Berat. Berat. Tertahan Tertahan Tertahan Komulatif

BAB II LANDASAN TEORI

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

BAB 3 METODOLOGI. Bagan alir ini menjelaskan langkah apa saja yang dilakukan untuk membuat

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Kontruksi

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yang padat. Pada penelitian ini menggunakan semen Holcim yang

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

Bidang Teknik PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MUTU BETON

BAB 4 RANCANG PROPORSI CAMPURAN BETON

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PEMERIKSAAN AGREGAT

Sifat Beton Segar 1. Kemudahan Pengerjaan ( Workability /Kelecakan) Kompaktibilitas Mobilitas Stabilitas

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat Tertahan (gram)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA PERBANDINGAN KUALITAS BETON DENGAN AGREGAT HALUS QUARRY SUNGAI MARUNI MANOKWARI DAN KAMPUNG BUGIS SORONG

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBAIKAN BETON PASCA PEMBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN LAPISAN MORTAR UTAMA (MU-301) TERHADAP KUAT TEKAN BETON JURNAL TUGAS AKHIR

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI. yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai. Mulai. Tinjauan Pustaka. Pengujian Bahan/Semen

BAB III METODOLOGI DAN RANCANGAN PENELITIAN

Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus (Pasir) Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air Agregat Halus (Pasir)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Mix Design Metode (ACI,SNI,PCA,DOE)

TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON BAB I DESKRIPSI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

LAMPIRAN I PEMERIKSAAN BAHAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

HUBUNGAN KUAT TEKAN BETON DENGAN JEDA WAKTU PENGECORAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

Cara uji berat isi beton ringan struktural

BAB III LANDASAN TEORI

TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI PERTEMUAN KE-6 BETON SEGAR

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN LABORATORIUM BAHAN KONSTRUKSI

dengan menggunakan metode ACI ( American Concrete Institute ) sebagai dasar

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA PERCOBAAN

PENGARUH BENTUK AGREGAT TERHADAP KUAT DESAK BETON NON PASIR. Oleh : Novi Andhi Setyo Purwono & F. Eddy Poerwodihardjo. Intisari

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di


TEKNIKA VOL.3 NO.1 APRIL_

STANDAR LATIHAN KERJA

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA CAMPURAN BETON NORMAL

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

PENGARUH PERSENTASE BATU PECAH TERHADAP HARGA SATUAN CAMPURAN BETON DAN WORKABILITAS (STUDI LABORATORIUM) ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

Laporan Tugas Akhir Kinerja Kuat Lentur Pada Balok Beton Dengan Pengekangan Jaring- Jaring Nylon dan Expanded Metal

Transkripsi:

PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 08 : PEKERJAAN BETON 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI (PUSBIN-KPK) MyDoc/Pusbin-KPK/Draft1

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Modul ini akan menguraikan prinsip-prinsip dasar pelaksanaan pekerjaan beton, modul ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta pembekalan/pengujian antara lain mengenai material dan bahan campuran beton struktur, teknis pelaksanaan, pelaksanaan pembesian, pemasangan kabel prategang, pembuatan bekisting, menghitung volume beton, membaca gambar kerja dan penarikan kabel prategang. Modul ini disusun berdasarkan dokumen kontrak yang selama ini dipakai oleh proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Dengan mempelajari modul ini diharapkan para pengawas pekerjaan jembatan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai ketentuan-ketentuan dokumen kontrak sehingga dapat melakukan tugas pengawasannya secara profesional sesuai ketentuan dokumen kontrak dan mewujudkan sasaran proyek secara tepat mutu, tepat waktu, dan tepat biaya. Demikian mudah-mudahan modul ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. i

Kata Pengantar ii

Kata Pengantar LEMBAR TUJUAN JUDUL PELATIHAN : Pelatihan Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge) MODEL PELATIHAN : Lokakarya terstruktur TUJUAN UMUM PELATIHAN : Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melaksanakan pengawasan dan perlaporan pekerjaan konstruksi jembatan untuk memastikan kesesuaian dengan rencana, metode kerja dan dokumen kontrak. TUJUAN KHUSUS PELATIHAN : Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu: 1. Mengawasi pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2. Membaca Data Geoteknik 3. Mengawasi penggunaan Bahan Jembatan 4. Membaca Gambar 5. Mengawasi penggunaan Alat-alat Berat 6. Mengawasi pelaksanaan Pengukuran dan Pematokan 7. Mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Tanah 8. Mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Beton 9. Mengawasi pelaksanaan Pekerjaan Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan Jembatan 10. Mengawasi pelaksanaan Pemeliharaan Jalan Darurat dan Pengaturan Lalu Lintas 11. Mengawasi pelaksanaan Metode Kerja Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan 12. Membuat Laporan Pengawasan Pekerjaan iii

Kata Pengantar NOMOR : SIB - 08 JUDUL MODUL : PEKERJAAN BETON TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu memeriksa pekerjaan beton sehingga diperoleh hasil pelaksanaan pekerjaan beton sesuai ketentuan dokumen kontrak seperti spesifikasi teknis dan metode kerja yang ditetapkan. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Pada akhir pelatihan peserta mampu : 1. Memeriksa material dan bahan campuran beton struktur. 2. Memeriksa pekerjaan teknis pelaksanaan 3. Memeriksa pekerjaan pembesian, pemasangan dan penarikan kabel prategang 4. Memeriksa pembuatan perancah dan acuan 5. Memeriksa hitungan volume beton iv

Kata Pengantar DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR LEMBAR TUJUAN DAFTAR ISI DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN (Site Inspector of Bridge) DAFTAR MODUL PANDUAN PEMBELAJARAN i ii iv vi vii viii BAB I BAB II BAB III MATERIAL DAN BAHAN CAMPURAN BETON 1.1. AGREGAT 1.2 SEMEN PORTLAND 1.3. AIR 1.4. BAJA TULANGAN 1.5. BAHAN TAMBAH (ADDITIVE) TEKNIS PELAKSANAAN 2.1 UMUM 2.2. DESAIN CAMPURAN 2.3 CARA-CARA BATCHING 2.4 CARA-CARA PENGADUKAN 2.5 PENGENDALIAN PRODUKSI BETON PELAKSANAAN PEMASANGAN PEMBESIAN DAN PEMASANGAN KABEL PRATEGANG 3.1. UMUM 3.2.. PEMBUATAN DAN PENEMPATAN I 1 I 1 I 3 I 4 I 4 I 5 II 1 II 1 II 1 II 27 II 30 II 37 III 1 III 1 III 3 BAB IV PEMBUATAN PERANCAH DAN ACUAN 4.1. PERANCAH BAJA 4.2. KRITERIA PERENCANAAN 4.3. MATERIAL PERANCAH DAN ACUAN 4.4. CARA PERHITUNGAN UNTUK PERANCAH DAN BALOK IV 1 IV 1 IV 1 IV 4 IV 6 BAB V MENGHITUNG VOLUME BETON 5.1. MENGHITUNG VOLUME PEKERJAAN BETON 5.1.1 Menghitung Volume Pelatkolom 5.1.2 Menghitung Volume Pelat 5.1.3 Menghitung Volume Balok 5.2. MENGHITUNG VOLUME PEKERJAAN BESI V 1 V 1 V 1 V 3 V 4 V 4 v

Kata Pengantar BAB VI MEMBACA GAMBAR 6.1. SISTIMATIKA GAMBAR 6.2. CONTOH GAMBAR VI 1 VI 1 VI 2 RANGKUMAN LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA HAND OUT vi

Kata Pengantar DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN (Site Inspector of Bridge) 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja sehingga dalam Pelatihan Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge) unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan. 2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam pelatihan Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge). vii

Kata Pengantar DAFTAR MODUL Jabatan Kerja : Nomor Modul Kode Inspektur Lapangan Pekerjaan Jembatan Site Inspector of Bridge (SIB) Judul Modul 1 SIB 01 Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2 SIB 02 Membaca Data Geoteknik 3 SIB 03 Bahan Jembatan 4 SIB 04 Membaca Gambar 5 SIB 05 Alat Berat 6 SIB 06 Pengukuran dan Pematokan 7 SIB 07 Pekerjaan Tanah 8 SIB 08 Pekerjaan Beton 9 SIB 09 10 SIB 10 Pekerjaan Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan Jembatan Pemeliharaan Jembatan Darurat dan Pengaturan Lalu Lintas 11 SIB 11 Metode Kerja Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan 12 SIB 12 Teknik Pelaporan viii

Kata Pengantar PANDUAN INSTRUKTUR A. BATASAN NAMA PELATIHAN : Pelatihan Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridge) KODE MODUL : SIB-08 JUDUL MODUL : PEKERJAAN BETON DESKRIPSI : Modul ini menguraikan pekerjaan material dan bahan campuran beton struktur, teknis pelaksanaan, pelaksanaan pembesian, pemasangan kabel prategang, pembuatan bekisting, menghitung volume beton, membaca gambar kerja dan penarikan kabel prategang.. TEMPAT KEGIATAN : Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya. WAKTU PEMBELAJARAN : 6 (Enam) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit) ix

Kata Pengantar B. RENCANA PEMBELAJARAN KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 1. Ceramah : Pembukaan Menjelaskan tujuan instruksional (TIU & TIK) Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalamannya dalam penerapan gambar pelaksanaan Waktu : 5 menit Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas. OHT 2. Ceramah : Bab I Material dan bahan campuran beton struktur Menjelaskan tentang Material dan bahan campuran beton struktur Waktu : 45 menit Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT 3. Ceramah : Bab II Teknis Pelaksanaan Menjelaskan mengenai teknis pelaksanaan pekerjaan beton Waktu : 50 menit Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT 4. Ceramah : Bab III Pelaksanaan pembesian, pemasangan dan penarikan kabel prategang Menjelaskan mengenai pelaksanaan pembesian, pemasangan kabel prategang Waktu : 60 menit 5. Ceramah : Bab IV Pembuatan perancah dan acuan Menjelaskan mengenai pekerjaan membuat perancah dan acuan Waktu : 45 menit 6. Ceramah : Bab V Menghitung volumen beton Menjelaskan mengenai cara menghitung volume beton Waktu : 40 menit Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT OHT OHT x

Kata Pengantar KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 7. Ceramah : Bab VI Membaca gambar kerja Menjelaskan mengenai cara membaca gambar kerja Waktu : 40 menit Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu OHT 8. Penutup Waktu : 5 menit xi

Bab II : Teknis Pelaksanaan BAB II TEKNIS PELAKSANAAN 2.1. UMUM Kualitas pelaksanaan pekerjaan beton yang lebih baik, terutama pada bangunan atas, akan berarti mengurangi pemeliharaan dan perbaikan beton pada tahun-tahun permulaan umur jembatan. Bab ini mencakup produksi beton dari bahan dasar dengan menggunakan desain campuran yang sesuai, dan pengangkutan adonan beton ke lokasi pekerjaan. 2.2. DESAIN CAMPURAN Campuran beton harus direncanakan untuk mendapatkan kombinasi yang paling ekonomis dan praktis dari material yang tersedia agar dapat menghasilkan kemampuan pengerjaan (workability) yang baik dalam pembuatan beton baru, dan memenuhi sifat-sifat yang disyaratkan pada beton. Proses merencana campuran beton dimulai dari dipelajarinya Spesifikasi Teknik hingga pelaksanaan produksi beton dengan kualitas yang disyaratkan pada pekerjaan. Semua cara desain campuran, meskipun dalam batas tertentu tergantung pada pertimbangan teoritis, namun berasal dari informasi empiris. Semua desain campuran pada dasarnya mengikuti prosedur yang sama meskipun kelihatan rumit atau berbeda. Tanpa melihat cara yang dipergunakan, campuran percobaan yang pertama biasanya akan memerlukan beberapa modifikasi. Ada sejumlah cara berbeda yang digunakan untuk desain campuran. Kebanyakan dari cara-cara tersebut serupa dan menghasilkan beton yang memuaskan. 2.2.1 METODE DESAIN Bab ini merinci suatu cara untuk mendesain campuran beton. Sejumlah istilah yang digunakan didefinisikan di bawah ini. Kekuatan Karakteristik dari berbagai kelas beton, sesuai dengan Peraturan Beton bertulang Indonesia (PBI 71), didefinisikan sebagai kekuatan di mana hanya 5 persen dari benda uji yang ada gagal, untuk minimum 20 buah benda uji yang diperiksa. Campuran beton didesain untuk kekuatan rencana (target) yang. rnelebihi kekuatan karakteristik yang disyaratkan. Kekuatan rencana dipilih dengan mempertimbangkan derajat pengendalian mutu yang dapat diharapkan oleh Kontraktor terhadap material dan penanganan beton di lapangan. II-1

Bab II : Teknis Pelaksanaan Untuk beton yang-dirawat basah kekuatan rencana tidak akan kurang dari T, dimana: F c = T - 1.64 s F c adalah kekuatan karakteristik yang disyaratkan pada umur 28 hari, dan S adalah deviasi standar seperti terdefinisi di bawah ini. Untuk cara perawatan lain, Kontraktor harus menyerahkan cara perhitungan dari T. Kekuatan rata-rata adalah kekuatan tekan rata-rata dari sejumlah hasil pengujian. Deviasi standar adalah ukuran statistik dari spread atau scatter dari hasil pengujian tunggal dari nilai mean atau rata-rata. Sejumlah pengujian kekuatan tekan dilakukan pada waktu pelaksanaan berlangsung dan dihitung kekuatan rata-rata dan deviasi standar. Rumus yang sesuai untuk perhitungan deviasi standar adalah: dimana: s = deviasi standar s b = Kekuatan tekan beton dari masing-masing benda uji s bm = Kekuatan tekan beton rata-rata dari benda uji N = Jumlah seluruh benda uji N harus lebih besar dari 10, untuk ketepatan statistik: Rumus di atas diambil dari Peraturan Beton Bertulang Indonesia N.I-2 1971. Dengan tidak adanya data pengujian terdahulu maka harus dibuat perkiraan mengenai deviasi standar. Untuk kelas beton dengan Kekuatan Karakteristik kurang dari atau sama dengan 35 MPa (350 kg/cm 2 ) deviasi standar perkiraan dari kekuatan tekan beton yang dihasilkan tidak boleh kurang dari 3,5 MPa (35 kg /cm 2 ) maupun lebih dari 7,5 MPa (75 kg /cm 2 ). Untuk kelas beton dengan Kekuatan Karakteristik diatas 35 MPa (350 kg /cm 2 ) deviasi standar perkiraan dari kekuatan tekan beton yang dihasilkan tidak boleh kurang dari 2,5 MPa (25 kg /cm 2 ) maupun lebih dari 5.0 MPa (50 kg/cm 2 ). Kontraktor mengusulkan kekuatan rencana untuk mendapat persetujuan Engineer. Deviasi standar diperkirakan untuk batch plant beton yang digunakan dan harus II-2

Bab II : Teknis Pelaksanaan memperhitungkan variasi dalam material, batching, pengadukan, pengambilan contoh dan operasi pengiriman. Kekuatan rencana yang diusulkan memperhitungkan bahwa kekuatan tekan minimum karakteristik beton didasarkan atas pengujian contoh-contoh yang diambil pada titik pemakaian. Tabel 7.1 berikut dapat digunakan sebagai pedoman awal untuk penentuan deviasi standar perkiraan. Tabel 2.1 - Perkiraan Awal Dari Deviasi Standar Pekerjaan Standar Pengawasan Perkiraan Standar Deviasi (MPa) T bk<35 (Mpa) (350 kg/cm2) [kg/cm2] T bk >35 (Mpa) (350 kg/cm2) Batas dimana target harus melampaui kekuatan yang disyaratkan (Mpa) [kg/cm2] T bk<35 (MPa) (350 kg/cm2) T bk>35 (MPa) (350 kg/cm2) Batching berdasarkan berat untuk semua bahan dengan mempertimbangkan kelembaban agregat dan pemeriksaan slump, keseragaman bahan, metode yang baik pada pengiriman dan pengecoran serta sepenuhnya bebas dari kontaminasi dari beton, pengawasan yang tetap. Sempurna (automated control) 3.5-4.5 [35-45] 2.5-3.5 [25-35] 6.0-7.5 [60-75] 4.0-6.0 [40-60] Batching berdasarkan berat untuk semua bahan, pemeriksaan slump, kadang-kadang perubahan dalam produksi dan slump, metode yang baik pada pengiriman dan pengecoran serta pengawasan yang teratur. Sangat Baik 4.5-5.5 [45-55] 2.5-5.0 [35-50] 7.5-9.0 [75-90] 6.0-8.0 [60-80] Batching berdasarkan bera untuk semua bahan atau batching berdasarkan volume batch dari agregat ditambah kelembaban bahan curah yang diperbolehkan, pengawasan yang teratur untuk pencampuran dan pengecoran beton. Cukup 5.5-7.5 [55-75] Not Applicable 9.0-12.0 [90-120] Not Applicable II-3

Bab II : Teknis Pelaksanaan 2.2.1.1. Prosedur Desain Cara desain yang dipilih untuk disajikan dalam Buku ini berdasarkan pada sistem Inggris. Sistem ini dipilih karena kesesuaiannya terhadap berbagai jenis agregat dan karena mudahnya untuk dipakai. Gambar 2.1 adalah formulir yang dapat dipakai untuk campuran desain dan langkahlangkah berikut dari cara desain. Formulir ini akan menjadi rujukan untuk bab-bab berikut di mana cara ini dijelaskan. Referensi terhadap formulir ini akan dilakukan dengan menyebutkan nomor Item yang ditunjukkan pada kolom sebelah kiri dari Gambar 2.1. Kekuatan Karakteristik (Item 1.1.) dan Deviasi standar (Item 1.2.) dipilih sebagaimana telah dibahas terdahulu. II-4

Bab II : Teknis Pelaksanaan FORMULIR DESAIN CAMPURAN BETON NO ITEM REFERENSI ATAU PERHITUNGAN NILAI-NILAI 1.1 Kekuatan Karakieristik Ditentukan Kg/cm 2 pada hari Kerusakan Proposional persen 1.2 Deviasi Standar Tabel 4.1 Kg/cm 2 atau- Kg/cm 2 tak ada data 1.3 Margin C1 (k = ) x = Kg/cm 2 1.4 Target kekuatan rata-rata C2 + = Kg/cm 2 1.5 Tipe Semen Ditentukan OPC/SRPC/RHPC 1.6 Jenis Agregat : kasar Jenis Agregat : halus 1.7 Rasio bebas air/semen Gbr. 4.2 ) ) 1.8 Rasio air/semen untuk Ketahanan Tabel 4.3 ) ) Gunakan nilai terendah 1.9 Rasio bebas air/semen Ditentukan ) maksimum ) digenapkan 2.1 Slump Ditentukan Slump (avg) mm 2.2 Ukuran agregat maksimum Ditentukan mm 2.3 Kadar air bebas Gbr. 4.3 kg/m3 3.1 Kadar semen C3 / = kg/m3 3.2 Kadar makslmum semen Ditentukan kg/m3 3.3 Kadar minimum semen Ditentukan kg/m3 Pakai bila lebih besar dari Item 3.1 dan hitung Item 3.4 3.4 Rasio bebas air/semen yang dimodifikasi 4.1 Kepadatan relatif agregat (SSD) Diketahui/assumsi 4.2 Kepadatan beton Gbr. 4.4 kg/m3 4.3 Kadar agregat total C4 - - = kg/m3 5.1 Gradasi agregat halus BS 882 Zone (Gbr. 4.5) 5.2 Proporsi agregat halus Gbr. 4.7, - = persen 5.3 Kadar agregat halus x = kg/m3 5.4 Kadar agre0at kasar C5 x = kg/m3 Jumlah/basaran (tanpa koreksi untuk udara atau kelembaban dalam agregat) Semen (kg) Air (kg atau l) Agregat halus (kg) Agregat Kasar (kg) per m3 Catatan : 1) Tulisan dalam italic/miring adalah nilai batas pilihan yang dapat ditentukan. 2) OPC = Ordinary Portland Cement; SRPC = Sulphate Resisting Portland Cement; RHPC = Rapid Hardening Portland Cement 3) Kepadatan relatif adalah specific gravity. 4) SSD = Berdasarkan pada suatu saturated surface-dry. Gambar 2. 1 - Formulir Desain Campuran Beton II-5

Bab II : Teknis Pelaksanaan NO ITEM Semen (A) 6.1 Berat desain campuran dasar (kg) 6.2 Proporsi campuran untuk setiap 1 bagian semen Air (B) 7.1 Kepadatan relatif 1,00 Agregat Halus (C) Agregat Kasar (D) Total (E) Keterangan (F) Dan bagian hal. bawah sebelumnya 1 [6.1 ]/(A 6.1] 7.2 Proporsi campuran untuk setiap 1 sak semen (40kg) dalam kg. 40 [6.2] x 40 7.3 Proporsi campuran untuk setiap 1 sak [ 40kg ] semen dim liter. [7.2]/[7.1] 7 4 Kadar udara % [7.4.1] Total volume termasuk udara liter [7.4.2] 7.5 Proporsi campuran untuk setiap 1 m3 beton, dalam kg 8.1 Kadar kelembaban (%) 8.2 Penyerapan (%) 8 3 Berat kering Oven (kg) 8.4 Berat air dalam material (kg) 8.5 Berat 1 m3 dikoreksi untuk kelembaban (kg) 9.1 Volume dikoreksi untuk kelembaban (berdasarkan [8.5] dalam liter 9.2 Berat dikoreksi untuk kadar udara dan Kelembaban dalam kg 9.3 Proporsi campuran terkoreksi untuk setiap 1 sak semen dalam kg 9.4 Volume dikoreksi untuk kadar udara dan kelembaban dalam liter 9.5 Proporsi campuran terkoreksi untuk setiap 1 sak semen dalam liter 9.6 Percobaan untuk campuran: 0,1 m3 beton Catatan : [E 9.1] berarti jumlah total kolom A sampai E dalam baris 9.1 [B 6.1] Berarti nilai kolom B dalam baris 6.1 [7.2] x 1000 / [7.4.2.] [7.5] ( 1+ [8.2]/100) [8.3] x (1 + [8.1]/100) [7.5] [7.5] + [8.4] [8.5] / [7.1] [8.5] x (1 [7.4..1]/100) ([E.9.1]/1000) [9.2]x40/[A 9.2] [9.2] / [7.1] [9.4] x 40/[A 9.2] 0,1 x [9.2] atau [9.4] Gambar 2. 1 - Formulir Desain Campuran Beton (Sambungan). Catatan : Formula yang terdapat pada Kolom Keterangan dibaris sebelah kanan adalah rumus bagaimana formula itu dihitung. II-6

Bab II : Teknis Pelaksanaan 1. Pemilihan Kekuatan yang Diharapkan (Target) Kekuatan yang diharapkan (target)(item 1.4) dapat dihitung sebagai berikut: Kekuatan yang diharapkan = Kekuatan karakteristik + k x deviasi standar "k" adalah suatu faktor statistik yang digunakan untuk menghitung (biasanya pada proyek Bina Marga) confidence limit yang perlu untuk penentuan kekuatan karakteristik. "k" juga tergantung pada nilai jumlah contoh seperti terlihat pada Tabel 2.2. Jika tidak terdapat pengujian untuk mutu dari beton suatu nilai anggapan dari deviasi standar dari Tabel 2.1 dipakai dengan "k" = 1,64. Bilamana telah didapat hasil pengujian dari laboratorium untuk mutu beton tersebut, hitunglah Deviasi Standar dan pakai di dalam rumus dengan nilai "k" yang sesuai. Tabel 2.2 - Nilai " k " untuk Penentuan Kekuatan Karakteristik Jumlah Benda Uji dalam contoh Pengujian k 2 6,31 4 2,35 6 2,02 12 1,80 20 1,73 30 atau lebih 1,64 2. PEMILIHAN PERBANDINGAN (RASIO) AIR/SEMEN Perbandingan air/semen biasanya dalam perbandingan menurut berat. Pemilihan rasio air/semen sebagai dasar untuk merancang campuran beton melibatkan pertimbangan akan derajat exposure yang akan diperlakukan pada beton, dengan harus rapat air, dan persyaratan kekuatan dari bangunan terpenuhi. Karena kekuatan tinggi sekarang dapat diperoleh dengan semen Portland, kekuatan yang memadai akan didapat jika persyaratan penampakan (exposure) dipenuhi. Dengan alasan ini langkah pertama dalam mendesain suatu campuran adalah memilih rasio air/semen yang perlu untuk memenuhi derajat exposure tersebut. Jika kekuatan yang disyaratkan lebih tinggi dari yang dapat diharapkan dari rasio air/semen ini, maka harus dipilih suatu rasio yang mendekati persyaratan kekuatan ini. Nilai yang akan dipakai pada perhitungan adalah nilai terendah dari Item 1.7, 1.8 dan 1.9. Nilai untuk Item 1.9 adalah nilai maksimum yang ditentukan dari rasio air/semen. II-7

Bab II : Teknis Pelaksanaan Rasio air/semen untuk ketahanan dan kerapatan air : Tabel 2.3 memberikan rasio air/semen (Item 1.8) yang didasarkan atas perawatan minimum pada beton untuk menghadapi derajat exposure yang berbeda pada kelas bangunan yang berbeda. Perawatan minimum dengan pemakaian semen Portland, adalah ekuivalen dari perawatan lembab selama 7 hari pada suhu 20 C. Tabel 2.3 - Persyaratan Ketahanan Rasio Maksimum Air/Semen Kondisi dari Penampakan (Exposure) Beton Biasa Beton Bertulang a) Didalam (internal), dipengaruhi kondensasi berat - 0,60 b) Pergantian basah dan kering 0,60 0,60 c) Air laut atau butir-butir air garam 0,50 0,45 d) Pada bangunan penahan air - 0,50 Rasio air/semen untuk kekuatan Jika rasio air/semen yang memberikan ketahanan yang memadai tidak memenuhi persyaratan kekuatan, rasio air/semen harus diperkecil sehingga menghasilkan kekuatan yang diinginkan. Pemilihan dari rasio air/semen bebas (Item 1.7) dapat didasarkan atas data pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 - Pengaruh Rasio Air/Semen terhadap Kekuatan Tekan Jadi bila kekuatan 20 MPa diperlukan, ambil nilai anggapan Deviasi Standar dari Tabel 2.1 sebesar 4,5 MPa, dengan demikian : Kekuatan rencana = 20 + 1,64 x 4,5 = 27,4 Mpa II-8

Bab II : Teknis Pelaksanaan Dari Gambar 2.2 rasio air/semen yang ditunjukkan untuk kekuatan ini pada 28 hari, dengan menggunakan semen Tipe 1, adalah 0,6 yaitu 24 kg air per 40 kg kantong semen. Untuk penghematan yang maksimal, pengujian kekuatan harus dilakukan dengan menggunakan material yang nantinya akan digunakan dan dalam kondisi yang sesuai dengan pekerjaan. Kurva pekerjaan yang serupa dengan kurva pada Gambar 2.2 dapat dikembangkan dari percobaan demikian, dan karenanya dapat dipilih suatu kadar air yang sesuai dengan kekuatan "rencana" yang dibutuhkan. 3. Konsistensi (Kekentalan) Beton Untuk volume beton tertentu, semakin tinggi kadar air semakin cair campurannya-lihat Gambar 2.3. Sebagai alternatif, dengan jumlah tertentu dari pasta semen, lebih banyak agregat yang dipakai dalam campuran kental daripada dalam campuran cair. Konsekuensinya campuran kental lebih hemat dalam arti biaya bahan, daripada campuran cair. Campuran kental akan mempersulit pemadatan beton secara efektif dan bila campuran terlalu kental maka biaya pengecoran dapat mengimbangi penghematan yang terjadi pada material. Campuran beton harus selalu mempunyai konsistensi dan kemampuan pengerjaan yang sesuai dengan kondisi pekerjaan. Jadi, bagian-bagian tipis dan bagian yang banyak penulangannya akan lebih banyak memerlukan campuran cair daripada bagian-bagian besar dengan sedikit penulangan. Gambar 2.3 - Persyaratan Air II-9

Bab II : Teknis Pelaksanaan Untuk menjelaskan ciri dan adonan beton, sering digunakan tiga istilah yaitu - konsistensi, plastisitas dan kemampuan pengerjaan (workability). Konsistensi adalah istilah umum yang berhubungan dengan kecairan campuran dan mencakup seluruh kisaran (range) kecairan dari paling kering hingga paling basah yang mungkin memerlukan suatu istilah yang sesuai untuk didefinisikan. Istilah plastisitas dipakai untuk menjelaskan suatu konsistensi dari beton yang dapat dibentuk dengan mudah, tetapi dapat memungkinkan beton baru berubah bentuk secara perlahan bila cetakan diambil. Massa plastis tidak hancur, tetapi mengalir dengan lambat tanpa pemisahan yang terjadi pada campuran lain yang lebih basah. Jadi, baik campuran sangat kering yang rapuh maupun campuran sangat cair kedua-duanya tidak dianggap mempunyai konsistensi plastis. Dalam hubungan ini harus ditunjukkan bahwa rasio air/semen yang rendah tidak perlu berarti konsistensi kering. Kemampuan pengerjaan (workability) menandakan kemudahan atau kesulitan pengecoran beton dalam suatu lokasi. Kondisi di mana beton akan dicor ukuran dan bentuk komponen, jarak antara batang penulangan atau detail lain yang mengganggu pengisian acuan dengan mudah menentukan derajat pengerjaan yang diperlukan. Jelas bahwa campuran plastis kental dengan agregat besar, yang dapat dikerjakan pada acuan yang besar dan terbuka tidak akan dapat dikerjakan pada dinding tipis dengan penulangan yang berdekatan dan rumit. Perkiraan ukuran konsistensi adalah dengan Pengujian Slump, yang harus dibuat sesuai dengan pengujian standar yang tepat (misalnya AASHTO T 119). Pengujian ini bukan ukuran mutlak dari kemampuan pengerjaan, dan seharusnya tidak dipakai untuk membandingkan campuran dengan proporsi yang sangat berbeda, atau untuk jenis atau ukuran agregat yang berbeda..untuk campuran dengan desain atau komponen yang sama, perubahan konsistensi seperti ditunjukan oleh slump test sangat berguna dalam menunjukkan perubahan pada sifat material, proporsi atau kadar air dari beton. Untuk menghindari campuran yang terlalu kental atau terlalu basah, disarankan slump yang berada di dalam batas-batas yang diberikan pada Tabel 2.4. Ini akan memberikan nilai untuk dipakai pada item 2.1. Slump yang ditunjukkan pada Tabel 2.4 adalah untuk beton dengan ukuran agregat maksimum 20 mm. Kemampuan pengerjaan ekivalen diperoleh pada slump yang lebih rendah dengan agregat lebih kecil atau slump lebih tinggi dengan agregat lebih besar. II-10

Bab II : Teknis Pelaksanaan Untuk kondisi di Indonesia, lebih baik memilih pada slump yang mendekati batas atas, karena suhu yang terdapat disekitar lokasi pekerjaan cukup tinggi. Jika ditentukan kisaran slump serta ukuran dan jenis agregat, Gambar 2.3 dapat dipakai untuk mendapatkan perkiraan dari kadar air bebas, Item 2.3 pada Gambar 2.1, formulir desain campuran. Hal ini selanjutnya dapat dipakai untuk menghitung kadar semen (Item 3.1). Bila nilai ini diluar range dari kadar semen yang ditentukan (perhatikan bahwa batas biasa adalah kadar semen yang lebih rendah atau minimum), jadi batas relevan yang ditentukan harus digunakan untuk Item 3.4. Tabel 2.4 - Slump Beton Yang Disarankan - Agregat Ukuran Maksimum 20 mm Jenis Konstruksi Slump yang disarankan(mm) Minimum Maksimum Beton Massa Berat 30 80 Fondasi telapak sederhana, Kaisson dan dinding Bangunan bawah 50 80 Perkerasan dan pelat 50 80 Balok 50 100 Fondasi telapak dengan penulangan 50 100 Kolom 50 100 Beton Pompa 70 120 Dinding Tipis dengan Penulangan 80 120 Beton Tremie 120 200 4. Penentuan Proporsi Agregat Ketiga unsur penting dari beton adalah air, semen dan agregat. Sejauh ini rasio air terhadap semen telah ditetapkan untuk mendapatkan kekuatan dan ketahanan yang ditentukan. Langkah selanjutnya dalam menentukan proporsi adalah menetapkan kuantitas tepat tiap unsur dalam satu meter kubik beton. Berbagai cara penentuan proporsi campuran harus memperhitungkan kemampuan pengerjaan yang diperlukan dari beton, dan jenis serta ukuran maksimum agregat yang dipakai. Kemampuan pengerjaan biasanya dinyatakan sehubungan dengan pengujian II-11

Bab II : Teknis Pelaksanaan slump, dan dalam Tabel 2.4 dapat terlihat bagaimana slump beton yang diperlukan berbeda-beda untuk beberapa jenis pelaksanaan. Perencana campuran kini harus merujuk kepada tabel desain yang sesuai untuk cara penentuan proporsi yang dipakainya. Tabel demikian menunjukkan baik kadar air dan kadar agregat halus, atau rasio agregat/semen, yang perlu untuk ukuran dan jenis agregat tertentu sehingga menghasilkan beton dengan slump yang ditentukan. Tahap 1 dari cara desain campuran menentukan rasio air/semen, Tahap 2 kadar air bebas dan Tahap 3 rasio air/semen yang dimodifikasi. Tahap 4 menghitung kadar agregat total dan tahap 5 melengkapi proses desain campuran dasar dengan menghitung masing-masing proporsi agregat halus dan kasar. Kepadatan relatif dari agregat dalam kondisi jenuh dan kering permukaan (lihat catatan mengenai Koreksi untuk Kelembaban dalam contoh desain campuran untuk penjelasan mengenai istilah ini) biasanya diketahui dari pengujian laboratorium atau dapat diperkirakan atas dasar pengalaman lampau (Item 4.1). Kepadatan dari adonan beton yang dipadatkan dapat diperkirakan dari Gambar 4.4. Dengan memasukkan kepadatan relatif dari agregat campuran (dalam keadaan jenuh dan kering permukaan) dan kadar air bebas dalam kg/m 3. Kepadatan basah dari beton yang dipadatkan penuh dapat dibaca dari skala sebelah kiri (Item 4.2). Kadar agregat total (Item 4.3) dihitung dari kepadatan beton dikurangi massa air dan semen di dalam meter kubik beton Gambar 2.4 - Estimasi Kadar Basah Beton yang Dipadatkan II-12

Bab II : Teknis Pelaksanaan Kemudian dihitung proporsi dari agregat kasar dan halus. Gradasi agregat halus dibandingkan dengan sejumlah gradasi standar. Dua dari padanya (zone 1 dan 2) ditunjukkan pada Gambar 2.5 dan 2.6, dan dipakai sebagai dasar untuk membaca proporsi agregat halus di dalam agregat total (Item 5.2) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7, 2.8 atau 2.9. Ketiga gambar tersebut masing-masing adalah untuk agregat berukuran nominal 10 mm, 20 mm dan 40 mm. Grafik tersebut digambar untuk sejumlah kisaran (range) slump dan air bebas/ratio semen. Proporsi rata-rata dipilih dan proporsi ini (Item 5.2) dipakai untuk menghitung berat agregat halus per meter kubik dari beton (Item 5.3). Sisa dari agregat adalah agregat kasar (Item 5.4). Bila dua atau lebih agregat tersedia, agregat tersebut digabung sehingga memberikan gradasi yang harus mendekati salah satu yang terdapat di dalam Gambar 2.10, 2.11 atau 2.12. Jika ditentukan persentase relatif dari agregat halus dan kasar (Item 5.2) suatu gradasi gabungan dapat dihitung dan dibandingkan dengan kurva gradasi dari Gambar 2.10, 2.11, atau 2.12. Jika gradasi terlalu jauh diluar kurva yang relevan, persentase dari agregat halus mungkin perlu disesuaikan dan desain campuran harus diperiksa. Gambar 2.5 - Zone 1 - Untuk Agregat Halus II-13

Bab II : Teknis Pelaksanaan Ukuran saringan (mm) Gambar 2.6 - Zone 2 - Untuk Agregat Halus Ukuran maksimum agregat : 10 mm Slump: 0-10 mm 10-30 mm 30-60 mm 60-180 mm Gambar 2.7 - Proporsi agregat halus yang disarankan untuk agregat 10mm II-14

Modul SIB-08 : Pekerjaan Beton Bab II : Teknis Pelaksanaan Ukuran maksimum agregat : 20 mm Slump: 0-10 mm 10-30 mm 30-60 mm 60-180 mm Gambar 2.8 - Proporsi agregat halus yang disarankan untuk agregat 20mm Gambar 2.9 - Proporsi agregat halus yang disarankan untuk agregat 40mm II-15

Bab II : Teknis Pelaksanaan Gambar 2.10 - Gradasi untuk agregat 10mm Gambar 2.11 - Gradasi agregat 20mm II-16

Bab II : Teknis Pelaksanaan Gambar 2.12 - Gradasi untuk agregat 40mm 5. Contoh Desain Campuran Beton diperlukan untuk fondasi telapak yang diberi penulangan. Kekuatan rencana adalah 30 MPa (kekuatan silinder) pada 28 hari. Pengendalian produksi beton dianggap baik hingga sangat baik. 1. Pilih Material/Bahan Pakailah material yang tersedia a. Semen portland jenis b. Pasir berbutir sedang-ukuran maksimum nominal 5 mm c. Agregat pecah-ukuran maksimum nominal 20 mm 2. Kekuatan yang diharapkan (target) Anggap bahwa tidak terdapat keterangan yang relevan. Dan Tabel 2.1 - Dianggap Deviasi Standar = 5,0 MPa Dari Tabel 2.2 - Deviasi Standar diasumsi, jadi pakai k = 1,64 Jadi kekuatan rencana : = F c + 1,64 x Deviasi standar = 30,0 + 1,64 x 5,0 = 38,2 MPa II-17

Bab II : Teknis Pelaksanaan 3. Rasio air/semen (W/C) untuk Kekuatan Dari Gambar 2.2 untuk semen jenis I dan kekuatan 28 hari = 38,2 MPa. W/C = 0,45 sampai 0,53 (Perhatikan bahwa jika memakai kekuatan kubus suatu faktor reduksi kira-kira 0,8 harus dipakai untuk konversi pada kekuatan silinder ekivalen) - anggap W/C = 0,50 4. Rasio Air/Semen (W/C) untuk Ketahanan Anggap struktur expose medium severity. Dari Tabel 7.3 dengan rasio W/C = 0.5 akan memenuhi semua kondisi kecuali yang paling keras. 5. Desain Rasio Air/Semen Rasio air/semen sebesar 0.50 akan memenuhi kondisi kekuatan dan ketahanan. 6. Pilihan Slump harus disesuaikan dengan situasi Anggap bahwa pengecoran mudah, jadi pilih slump yang berkisar antara 50 mm hingga 80 mm (rata-rata 65 mm). Kadar air bebas untuk slump ini dan ukuran agregat maksimum sebesar 20 mm adalah 195 kg/m 3 (Gambar 7.3) Jadi kadar semen adalah 195/0,50 = 390 kg/m 3 (Item 3.1) Kadar semen minimum adalah 300 kg/ m 3 sehingga tidak perlu merubah rasio air/semen. Kepadatan relatif dari agregat campuran dianggap 2,65 (SSD) dan kepadatan beton (Item 4.2) diperoleh dari Gambar 7.4 sebesar 2385 kg/m 3 Kadar agregat total didapat (dari pengurangan) sebesar 1800 kg/m 3 Gradasi pasir sesuai dengan gradasi Zone 2 (lihat Gambar 7.6) dan oleh karena itu proporsi agregat halus dibaca dari Gambar 7.8 berkisar antara 37% hingga 46% (Kisaran slump 60-180 mm, W/C = 0,5), ambil rata-rata 42 %. Jadi kadar agregat halus (Item 5.3) 1800 x 0,42 = 756 kg/m 3 dan kadar agregat kasar 1044 kg/m 3 (Item 5.4). Gradasi dari agregat campuran kini dapat dihitung dan diperiksa terhadap kurva yang ditunjukkan pada Gambar 7.10, 7.11 dan 7.12. Kurva gradasi tersebut mewakili gradasi agregat yang akan menghasilkan beton yang memuaskan. Jika kurva gradasi gabungan jatuh diluar daerah untuk ukuran agregat yang relevan maka rasio baru agregat halus terhadap agregat kasar harus dipilih dan diperiksa kembali pada Gambar 7.8 (untuk agregat 20 mm) II-18

Bab II : Teknis Pelaksanaan 7. Proporsi Dari perhitungan diatas, proporsi yang dihitung adalah (Item 6.2): 0,5 bagian air 1.0 bagian semen 1,94 bagian pasir 2,68 bagian agregat kasar Untuk setiap sak semen atau 40 kg proporsi tersebut menjadi (Item 7.2): Air 0.5 x 40 = 20 kg Semen 1.0 x 40 = 40 kg Pasir 1.94 x 40 = 78 kg Kerikil 20 mm 2.68 x 40 = 107 kg T o t a I = 245 kg Volume yang ditempati oleh material campuran dapat ditentukan dengan membagi massa masing-masing bahan dengan berat jenisnya. Dalam hal agregat, berat jenis biasanya adalah kepadatan partikel dalam kondisi kering jenuh (SSD) lihat langkah 8. Volume yang ditempati oleh material diatas untuk Item 6.1 adalah (Item 7.3): Air 195 1.0 Semen 390 3.15 Pasir 756 2.65 Kerikil 20 mm 1044 2.70 Total = 195 liter = 124 liter = 285 liter = 387 liter 101,7 liter Campuran beton biasanya mengandung udara yang tertahan, lihat Tabel 7.5. Dengan udara yang tertahan sebanyak 2 % (tipikal untuk beton dengan menggunakan agregat 20 mm), volume campuran (Item 7.4) menjadi: 101,7 x 1,02 = 103,7 liter. Jadi setiap sak semen akan menghasilkan 103,7 liter beton. Untuk mendapatkan proporsi setiap satu meter kubik beton, harus dikalikan dengan: 1000 -------- = 0.990 1011 II-19

Bab II : Teknis Pelaksanaan Tabel 2.5 - Udara yang Tertahan Ukuran Agregat Kasar Beton Non-Air-Entrained Beton Air Entrained 10 mm 3 8 20 mm 2 6 40 mm 1 4,5 70 mm 0,3 3,5 Kuantitas campuran untuk 1 m 3 beton adalah (Item 7.5) Air 195 x 0.990 = 193 kg Semen 390 x 0.990 = 386 kg Pasir 756 x 0.990 = 748 kg Kerikil 1044 x 0.990 = 1033 kg Total = 2360 kg Hasil ini tidak tepat sekali, harus juga diperhitungkan air bebas pada agregat. 8. Koreksi untuk kelembaban Hingga tahap ini semua perhitungan didasarkan pada keadaan agregat dalam kondisi jenuh kering permukaan (SSD). Kondisi ini terjadi bila agregat tidak mengandung kelembaban bebas, hanya kelembaban yang diserap. Tabel 7.6 memberikan kriteria untuk. memperkirakan kadar kelembaban dari pasir di lapangan. Pengujian yang lebili teliti diperlukan untuk perhitungan akhir. Kadar Kelembaban(%) Tabel 2.6 - Perkiraan Kadar Lembab Pasir Penampilan Umum dari Pasir 0 Kering sekali, berdebu dan mengalir bebas - jarang terdapat. 1 Seperti untuk 0%, tetapi pasir agak lebih gelap - jarang terjadi 2 Tanpa debu, tampak cukup kering, mengalir bebas 3 Penampilan lembab tidak mempertahankan bentuk bila ditekan dalam tangan. Mengalir bebas. 4 Cenderung mempertahankan bentuk bila ditekan dalam tangan - mengalir cukup bebas. 5-6 Mempertahankan bentuk bila ditekan dalam tangan. Tidak mengalir bebas cenderung bergerak dalam gumpalan. Menggantung dengan gumpalan kecil pada peralatan. 7-10 Sangat "lekat" menggantung pada peralatan bila ditekan. Tidak ada kelembaban bebas yang tampak di permukaan. 10-20 Seperti untuk 7-10 tetapi nyata basah dan bergumpal. Air keluar bila tidak diganggu jelas berat bila diselop. II-20

Bab II : Teknis Pelaksanaan Di lokasi agregat biasanya berada pada kondisi yang berbeda, oleh karena itu harus dibuat koreksi terhadap berat batch. Dianggap bahwa pasir mengandung 8 persen kelembaban, agregat kasar mengandung 2 persen kelembaban dan masing-masing mempunyai penyerapan (absorption) 1 persen. Pasir Jika kadar kelembaban adalah 8 persen dan penyerapan adalah 2 persen, maka terdapat tambahan 6 persen kelembaban bebas pada pasir. Berat kering oven (Item 8.3) dari 748 kg adalah 748/1,02 = 733 kg 733 kg ditambah 8 % lembab = (1,08 x 733) atau 792 kg Maka terdapat air bebas sebesar 44 kg (792-748)(Item 8.4) Agregat Kasar Jlka kadar kelembaban adalah 2 persen dan penyerapan adalah 1 persen, maka terdapat kelembaban bebas sebanyak 1 persen pada agregat kasar. Berat kering oven dari 1033 kg adalah 1033/1,01 = 1023 kg 1023 kg ditambah 2 % lembab = (1,02 x 1023) atau 1043 kg Maka terdapat air bebas 10 kg (1043-1033) Perhitungan Koreksi Kelembaban Air bebas dalam agregat adalah (44 + 10) = 54 kg. Air tambahan untuk satu meter kubik beton harus dikurangi sebanyak 54 kg, yaitu 193-54 = 139 kg. Karena kepadatan relatif dari agregat dan air berbeda, dan jumlah relatif air dan agregat telah dirubah, maka penyesuaian berat yang diberikan di bawah tidak akan menghasilkan satu meter kubik beton, tetapi jumlah yang kurang sedikit. Air 139 kg 0.139m 3 Semen 386 kg 0.123 m 3 Pasir (8% kadar lembab) 792 kg 0.299 m 3 Kerikil (2% kadar lembab) 1043 kg 0.386 m 3 --------------- ------------------- 2360 kg 0.947 m 3 Udara yang tertahan sebanyak 2%, maka proporsi untuk satu meter kubik beton harus didasarkan pada angka-angka di atas dikalikan 0,98/0,948 (Item 9.2) yaitu: Air Semen Pasir (8% kadar lembab) Kerikil (2% kadar lembab) 144 kg 400 kg 820 kg 1081 kg ---------- 2445 kg II-21

Bab II : Teknis Pelaksanaan Proporsi tersebut dapat dipakai untuk mempersiapkan campuran percobaan seperti diuraikan terdahulu Batching Menurut Volume Bila kontraktor akan memakai volume batching, berat yang dihitung di atas harus dikonversi kedalam volume. Ambil berat jenis dari semen sebesar 3,15 dan anggap bahwa pengujian pada pasir dan kerikil memberikan berat jenis masing-masing sebesar 2,65 dan 2,70. Volume total dari beton juga termasuk sejumlah udara yang tertahan seperti tersebut di atas. Dengan cara menghubungkan volume agregat dan air terhadap suatu kantong semen seberat 40 kg dihitung sebagai berikut (Item 9.5): Air 0.014 m 3 Semen 1 bag Pasir (8% kadar lembab) 0.031 m 3 Kerikil (2% kadar lembab) 0.040 m 3 Kotak-kotak pengukuran yang sesuai harus dibuat untuk masing-masing agregat, dan suatu wadah yang dikalibrasi dipakai untuk air. II-22

Bab II : Teknis Pelaksanaan FORMULIR DESAIN CAMPURAN BETON - Contoh dari Bab 7.2.2.b.vi NO ITEM REFERENSI ATAU PERHITUNGAN NILAI-NILAI 1.1 Kekuatan Karakieristik Ditentukan 30 Kg/cm 2 pada 28 hari Kerusakan Proposional 5 persen 1.2 Deviasi Standar Tabel 4.1 Kg/cm 2 atautak ada data 5.0 Kg/cm 2 1.3 Margin C1 (k = 1.64) 1.64 x 5.0 = 8.2 Kg/cm 2 1.4 Target kekuatan rata-rata C2 30.0 + 8.2 = 38.2 Kg/cm 2 1.5 Tipe Semen Ditentukan OPC/SRPC/RHPC 1.6 Jenis Agregat : kasar Crushed. Jenis Agregat : halus Natural. 1.7 Rasio bebas air/semen Gbr. 4.2 ) 0.49 ) 1.8 Rasio air/semen untuk Ketahanan Tabel 4.3 ) 0.50 ) Gunakan nilai terendah 1.9 Rasio bebas air/semen Ditentukan ) 0.49. 0.50. Maksimum - ) digenapkan 2.1 Slump Ditentukan Slump 0.65 (avg) mm atau V-B. S 2.2 Ukuran agregat maksimum Ditentukan 20 mm 2.3 Kadar air bebas Gbr. 4.3 195 kg/m3 3.1 Kadar semen C3 195 / 0.50 = 390 kg/m3 3.2 Kadar makslmum semen Ditentukan. kg/m3 3.3 Kadar minimum semen Ditentukan 360. kg/m3 Pakai bila lebih besar dari Item 3.1 dan hitung Item 3.4 3.4 Rasio bebas air/semen yang dimodifikasi 0.50. 4.1 Kepadatan relatif agregat (SSD) 2.65 Diketahui/assumsi 4.2 Kepadatan beton Gbr. 4.4 2385 kg/m3 4.3 Kadar agregat total C4 2385-195 - 390 = 1800 kg/m3 5.1 Gradasi agregat halus BS 882 Zone (Gbr. 4.5 atau 4.6) 2. 5.2 Proporsi agregat halus Gbr. 4.7, 4.8 atau 4.9 37-46 = 42. persen 5.3 Kadar agregat halus 1800 x 0.42 = 756. kg/m3 5.4 Kadar agre0at kasar C5 1800 x 0.58 = 1044. kg/m3 Jumlah/basaran (tanpa koreksi untuk udara atau kelembaban dalam agregat) Semen (kg) Air (kg atau l) Agregat halus (kg) Agregat Kasar (kg) per m3 (mendekati 5 kg) 390. 195. 756. 1044. Catatan : 1) Tulisan dalam italic/miring adalah nilai batas pilihan yang dapat ditentukan. 2) OPC = Ordinary Portland Cement; SRPC = Sulphate Resisting Portland Cement; RHPC = Rapid Hardening Portland Cement 3) Kepadatan relatif adalah specific gravity. 4) SSD = Berdasarkan pada suatu saturated surface-dry. Gambar 2.13 - Contoh Desain Campuran Beton II-23

Bab II : Teknis Pelaksanaan NO ITEM Semen Air Agregat Halus Agregat Kasar Total Keterangan (A) (B) (C) (D) (E) (F) 6.1 Berat desain campuran dasar (kg) 390 195 756 1044 Dan bagian hal. bawah sebelumnya 6.2 Proporsi campuran untuk setiap 1 bagian semen 1 0.50 1.94 2.64 [6.1 ]/(A 6.1] 7.1 Kepadatan relatif 3.15 1,00 2.65 2.70 7.2 Proporsi campuran untuk 40 20 78 107 245 [6.2] x 40 setiap 1 sak semen (40kg) dalam kg. 7.3 Proporsi campuran untuk setiap 1 sak [ 40kg ] semen dim liter 12.7 2.0 29.4. 39.6 101.7 [7.2]/[7.1] 7 4 Kadar udara % [7.4.1] Total volume termasuk udara 1037 liter [7.4.2] 7.5 Proporsi campuran untuk 386 193 752 1031 2362 [7.2] x 1000 / [7.4.2.] setiap 1 m3 beton, dalam kg 8.1 Kadar kelembaban (%) 8.0 2.0 8.2 Penyerapan (%) 2.0 1.0 8 3 Berat kering Oven (kg) 737 1021 [7.5] ( 1+ [8.2]/100) 8.4 Berat air dalam material (kg) -54 44 10 [8.3] x (1 + [8.1]/100) [7.5] 8.5 Berat 1 m3 dikoreksi untuk kelembaban (kg) 9.1 Volume dikoreksi untuk kelembaban (berdasarkan [8.5] dalam liter 9.2 Berat dikoreksi untuk kadar udara dan Kelembaban dalam kg 9.3 Proporsi campuran terkoreksi untuk setiap 1 sak semen dalam kg 9.4 Volume dikoreksi untuk kadar udara dan kelembaban dalam liter 9.5 Proporsi campuran terkoreksi untuk setiap 1 sak semen dalam liter 9.6 Percobaan untuk campuran: 0,1 m3 beton 386 139 796 1041 2362 [7.5] + [8.4] 123 139 300 386 948 [8.5] / [7.1] 399 144 823 1076 2442 [8.5] x (1 [7.4..1]/100) ([E.9.1]/1000) 40 14.4 82.1 108.1 [9.2]x40/[A 9.2] 126.7 144 310.6 398.5 979.8 [9.2] / [7.1] 12.7 14.4 31.1 40.0 98.2 [9.4] x 40/[A 9.2] 40 kg 0.014 m3 0.031 m3 0.040 m3 0,1 x [9.2] atau [9.4] Catatan : [E 9.1] berarti jumlah total kolom A sampai E dalam baris 9.1 [B 6.1] Berarti nilai kolom B dalam baris 6.1 Gambar 2.14 - Formulir Desain Campuran Beton (Sambungan). Catatan : Formula yang terdapat pada Kolom Keterangan dibaris sebelah kanan adalah rumus bagaimana formula itu dihitung. II-24

Bab II : Teknis Pelaksanaan 2.2.2 CAMPURAN PERCOBAAN Setelah memproporsikan material beton untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu yang dikehendaki, kemudian perlu untuk membuat suatu batch kecil campuran percobaan, kirakira 0.1 m 3 beton, untuk memastikan apakah asumsi yang dibuat pada desain campuran telah benar. Campuran percobaan ini harus diuji untuk kekuatan tekan, slump dan sifatsifat lain yang disyaratkan oleh perencana untuk menentukan apakah sifat-sifat tersebut diperoleh dengan proporsi dari material yang diperkirakan. Sering terjadi bahwa beberapa penyesuaian kecil harus dilakukan terhadap proporsi, sebagai akibat pengujian batch percobaan dari beton. Penyesuaian demikian harus dibuat atas dasar hal-hal sebagai berikut: 1.Penyesuaian untuk kekuatan atau ketahanan: Sesuaikan rasio air/semen menurut hubungan kekuatan dengan rasio air/semen, yaitu untuk menambah kekuatan atau memperbaiki ketahanan, maka rasio air/semen dikurangi. 2. Penyesuaian untuk slump, kemampuan pengerjaan atau Daya Kohesif (Cohesiveness): Semua penyesuaian demikian harus dibuat tanpa merubah rasio air/semen, karena ini dapat merubah kekuatan dan ketahanan dari beton. Penyesuaian dapat dibuat untuk rasio agregat/semen atau untuk gradasi agregat. Sebagai pedoman, harus diingat bahwa suatu pengurangan dalam rasio agregat/semen (yaitu campuran semennya relatif lebih banyak) akan menaikkan slump dan memperbaiki kemampuan pengerjaan dari beton meskipun rasio air/semen tidak berubah. Berikut ini adalah suatu kutipan dari Spesifikasi Teknik: Sebelum suatu campuran yang diusulkan oleh Kontraktor dapat disetujui, kekuatan tekan dan penyusutan pada 28 hari akan diperiksa dari campuran percobaan. Minimum 20 benda uji harus dibuat dengan maksud memastikan kekuatan tekan campuran percobaan. Dalam hal keadaan darurat atau untuk campuran yang mengandung bahan tambahan atau dirawat uap. Engineer dapat memberikan persetujuan bersyarat berdasarkan pengujian pada umur lebih awal daripada 28 hari, tetapi pengujian pada umur 28 hari harus menjadi dasar persetujuan akhir. Setelah Engineer setuju dengan penggunaan desain campuran tertentu untuk suatu kelas beton, campuran ini dapat digunakan di dalam pekerjaan. Dalam hal terdapat perubahan II-25

Bab II : Teknis Pelaksanaan sifat-sifat atau sumber dari material atau pada proporsi relatifnya. Engineer dapat menginstruksikan perubahan dalam proporsi material serta pengujian lebih lanjut. Oleh karena keterlambatan pengambilan data mengenai kekuatan tekan, mungkin perlu menggunakan cara-cara perawatan dan pengujian yang dipercepat. Setelah suatu campuran laboratorium yang sesuai telah ditentukan, campuran tersebut dapat digunakan di lapangan. Sebagai alternatif dapat dikembangkan campuran di lapangan, yaitu dengan campuran percobaan yang dipakai untuk pekerjaan yang kurang penting seperti jalan setapak, fondasi sementara untuk rumah sederhana dan sebagainya. Pada waktu pekerjaan berlanjut dan hasil pengujian tersedia, Deviasi standar dapat diperiksa serta dibandingkan dengan Deviasi Standar asumsi. Jika hasil-hasil lebih baik dari asumsi maka suatu kekuatan rencana yang lebih rendah dapat dipilih agar dapat menghasilkan penghematan dalam material. Campuran dapat juga divariasi (dirubah) sehingga dapat menampung perubahan-perubahan yang ada dalam cuaca atau variasi dalam acuan dan padatnya penulangan 2.2.3 PENGENDALIAN CAMPURAN PADA WAKTU PEKERJAAN YANG DI KONTRAK Berikut ini adalah kutipan dari Spesifikasi Teknik untuk beton: Untuk menentukan perlu tidaknya penyesuaian campuran pada waktu berlangsungnya pekerjaan, maka suatu pemeriksaan statistik dapat dibuat mengenai kekuatan tekan beton, dengan menggunakan hasil pengujian 28 hari berturut-turut yang mewakili beton yang dipakai dalam pekerjaan, dan membuat pemeriksaan terpisah dari tiap campuran. Untuk setiap kelas beton yang berbeda, campuran beton dan cara produksinya akan dianggap memuaskan jika persyaratan berikut dipenuhi: (i) Tidak boleh lebih dari satu buah benda uji dari dua puluh (20) buah benda uji secara berurutan pada suatu kelompok mempunyai kekuatan tekan pada 28 hari kurang dari Kekuatan Karakteristik untuk kelas beton itu. (ii) Rata-rata dari kekuatan tekan pada 28 hari dari empat (4) buah benda uji yang berurutan tidak kurang dari Kekuatan Karakteristik untuk kelas beton itu ditambah 0,82 kali deviasi standar yang terdefinisi di bawah. (iii) Perbedaan dari nilai kekuatan tekan pada 28 hari di antara nilai tertinggi dan terendah dari empat (4) benda uji berurutan akan kurang dari 4,3 kali deviasi standar yang terdefinisi di bawah. Deviasi standar akan diambil sebagai perkiraan awal sampai 20 benda uji dari beton pada bangunan telah diuji. Pada tahap ini nilai dari deviasi standar akan dihitung dari 20 hasilhasil pengujian kekuatan. Proses penilaian kembali ini akan diulangi setelah tiap 20 hasil II-26

Bab II : Teknis Pelaksanaan pengujian berturut-turut dan persyaratan (i), (ii) dan (iii) di atas diterapkan pada batchbatch beton berikutnya. Deviasi standar tidak akan melebihi 8,5 MPa (85 kg/cm2) untuk kelas-kelas beton dengan Kekuatan Karakteristik lebih kecil atau sama dengan 35 MPa (350 kg/cm2) atau 5,0 MPa (50 kg/cm2) untuk kelas-kelas beton dengan Kekuatan Karakteristik diatas 35 MPa (350 kg/cm2). Meskipun Engineer telah menyetujui suatu campuran yang diusulkan, Kontraktor yang akan bertanggung jawab atas dihasilkannya beton yang memenuhi persyaratan dalam Spesifikasi Teknik. 2.3. CARA-CARA BATCHING Bab ini meliputi aspek penanganan bahan dan batching yang spesifik pada proyek di Indonesia. Sebelum batching dimulai, drum pengaduk harus dibasahi dengan air bersih dan semua air sisa dibuang. Sebelum menuangi pengaduk dengan batch pertama dengan bahan beton, pengaduk harus dibilas dengan campuran yang sesuai dari agregat halus, semen dan air, dicampur untuk waktu minimum 2 menit dan cairan tersebut dibuang. Semua cairan tersebut dan air pembersih harus dibuang seluruhnya dari pengaduk sebelum dimasukan bahan beton. Ini akan menjamin bahwa pasta semen dari batch menjadi bagian dari beton dan tidak akan menempel pada dinding pengaduk yang kering. Agregat, semen dan kuantitas air yang tepat, dengan memperhitungkan untuk kadar air agregat, kemudian ditambahkan ke drum pengaduk dan diaduk selama waktu yang ditentukan. 2.3.1 PENANGANAN BAHAN Butir-butir berikut harus diperhatikan: Semen harus disimpan memakai penutup tahan cuaca. Semen yang telah terkena air atau mengandung gumpalan keras yang berarti, harus ditolak karena tidak sesuai untuk dipakai. Semen yang berumur lebih dari yang disyaratkan dalam Spesifikasi Teknik (biasanya antara 10 dan 16 minggu) harus dipakai hanya setelah pemeriksaan yang teliti. Agregat, terutama agregat halus, harus diuji kadar kelembabannya secara tetap karena kadar kelembaban agregat mempengaruhi secara langsung jumlah air campuran yang perlu ditambahkan pada material yang ada di batch. Agregat kasar harus ditumpuk (stockpile) pada dasar yang dapat menyalurkan air secara bebas sehingga air tidak akan tertahan pada tumpukan. II-27

Bab II : Teknis Pelaksanaan 2.3.2 BATCHING MENURUT VOLUME Cara ini adalah cara yang sering dilaksanakan pada proyek Jembatan di Indonesia. Caranya lebih sederhana dari cara lain, tetapi dapat menimbulkan masalah yang lebih besar. Desain campuran biasanya akan memberikan proporsi bahan-bahan menurut berat dan suatu konversi harus dilakukan dari berat ke volume bila akan dilakukan batching. Konversi ini menganggap bahwa berat agregat berdasarkan berat satuan yang dipadatkan pada kondisi jenuh dan kering permukaan. Penyesuaian lebih lanjut dibutuhkan sehingga kadar kelembaban dan bulking pasir harus diperhitungkan. Kadar kelembaban dari pasir sangat mempengaruhi volumenya dan harus diperhitungkan pada waktu pengukuran untuk menghindari ketidaktepatan dalam proporsi beton dan adukan. Volume dari berat pasir yang ditentukan bertambah besar dengan lembab, yang tidak sebanding dengan kuantitas kelembaban yang ada, dan pengaruhnya bervariasi dengan - sifat dari pasir. Beberapa pasir dapat bertambah volumenya sebanyak 40 persen akibat lembab. Pengaruh bulking terlihat pada Gambar 2.15 untuk pasir, yang mencakup range yang biasa dipakai pada beton. Gambar 2.15 Pengaruh kelembaban pada Bulking Pasir Harus diperhatikan bahwa pengaruh maximum terjadi pada kadar air kira-kira 5 persen yang merupakan kadar air yang ditemui di lapangan. Apabila pengaruh tersebut gagal diatasi maka bulking ini menambah biaya beton dan sering berakibat pada campuran kekurangan pasir yang kasar dan sukar untuk dicor. II-28

Bab II : Teknis Pelaksanaan Contoh-contoh : Jika pasir sedang seperti yang terlihat pada Gambar 7.15 dipakai dan pasir tersebut mengandung kelembaban 5 persen, tampak bahwa bulking adalah sekitar 29 persen.. Bila campuran berbanding 1 : 2 : 4 menurut volume dan diukur tanpa koreksi, bukan terjadi 2 meter kubik pasir per 1 meter kubik semen tetapi pasir kering aktual yang diukur akan sebanyak 2/1,29 = 1,55 meter kubik. Campuran akan berbanding 1 : 1,55 : 4 menurut pasir kering. Pengurangan perbandingan pasir menyebabkan suatu pengurangan dalam jumlah beton yang dihasilkan dengan tiap kantong semen, dan dalam kebanyakan kasus tidak terdapat cukup material halus untuk jumlah material kasar untuk mendapatkan suatu campuran beton yang mudah dikerjakan. Untuk memperhitungkan bulking pada contoh ini, 1,29 x 2 = 2,58 meter kubik dan pasir lembab harus digunakan untuk setiap meter kubik semen. Volume pasir kering didalam kuantitas pasir lembab sebesar 2 meter kubik. Campuran kasar yang disebabkan kurang pasir mempersulit penyelesaian dan oleh karena itu lebih mahal. Campuran demikian dapat berakibat keropos atau kantong batu yang memerlukan perbaikan yang dapat menambah biaya beton. Kotak (Bak) Tera Batching menurut volume harus dilakukan dengan menggunakan bak tera. Bak demikian tidak boleh terlalu dangkal, dan ukuran dalamnya narus tepat. Bak tersebut harus diisi bahan yang ditera secara lepas, kemudian diratakan dengan permukaan lurus. Peneraan dengan cara satu sekop penuh atau bak tera dangkal yang ditumpuk dengan bahan tidak boleh dipakai karena tidak ada dua pengukuran yang tepat sama. Lebih baik bila proporsi diatur sehingga keseluruhan kantong (40 kg) semen dipakai karena bulking semen yang berarti terjadi bila semen dituang dari kantong kedalam bak tera. 2.3.3 BATCHING MENURUT BERAT Beton untuk pekerjaan utama lebih baik dibatch menurut berat dan disarankan sebagai cara batching yang balk untuk menghasilkan beton dengan kualitas baik secara konsisten. Batching menurut berat menghilangkan keraguan yang ditimbulkan oleh bulking, serta dengan memperhitungkan untuk kelembaban pada agregat akan didapat hasil dengan mudah. Peralatan untuk batching menurut berat dapat berbentuk sederhana, misalnya sepasang timbangan dan jembatan kerja bagi kereta dorong untuk ditimbang. Dengan sedikit pengalaman, pekerja dapat menaksir dengan agak tepat jumlah tiap jenis material yang II-29

Bab II : Teknis Pelaksanaan diperlukan dalam kereta dorong, sehingga tidak perlu banyak penambahan atau pengurangan bahan. Material dari kereta dorong kemudian dituang langsung kedalam batching plant. Batching plant yang lebih besar memakai hopper dengan suatu alat penimbang tetapi pada umumnya hal ini diluar lingkup kebanyakan proyek konstruksi di Indonesia karena ukuran proyek, dimana jumlah rata-rata beton pada jembatan kurang daripada 400 meter kubik, yang terbagi atas sejumlah penuangan kecil. 2.4. CARA-CARA PENGADUKAN 2.4.1 CATATAN PENGADUKAN Ini penting untuk menyimpan catatan yang baik mengenai semua pengadukan beton dan penggunaannya didalam bangunan. Laporan pemeriksaan batch dan mixing plant harus membenarkan dan mendokumentasikan: Detail penyimpanan semen dan agregat Kuantitas bahan yang cukup tersedia untuk tiap pengecoran batch kemudian dilepas untuk pengecoran penyesuaian dibuat untuk kadar kelembaban agregat halus dan kasar suhu material waktu pengadukan untuk memastikan bahwa persyaratan keseragaman dipenuhi pemakaian air total dibandingkan dengan yang diperbolehkan, untuk mempertahankan rasio air-semen yang disyaratkan. Rekapitulasi harian pemeriksaan plant beton harus termasuk paling sedikit keterangan berikut: Tanggal Jumlah meter kubik total tiap kelas beton yang dibatch Identifikasi pengecoran Merek dan jenis beton dan tanggal bilamana pengiriman diterima dan dipakai Kadar lembab dari agregat Suhu material Waktu pengadukan untuk pengaduk pusat Bilamana pengaduk transit dlpakai untuk mengaduk catatan harus mencakup hasil-hasil pemeriksaan berikut yang dibandingkan dengan batas-batas yang diperbolehkan: Putaran penggerakan (agitation) dan pengadukan Waktu selesainya pengiriman beton setelah batching Air total termasuk air tambahan II-30

Bab II : Teknis Pelaksanaan Contoh Formulir pemenksaan batch plant ditunjukkan pada Gambar 7.16 dan 7.17. Formulir tersebut dapat dipakai sebagai dasar formulir pemeriksaan dan dimodifikasi menurut masing-masing keperluan. LAPORAN PEMERIKSAAN BATCH PLANT Bagian A Ringkasan JEMBATAN KONTRAKTOR KONTRAK NO PROPINSI LAPORAN NO TANGGAL NOMOR BATCH TOTAL CU. METER NOMOR KARCIS PENGIRIMAN SAAT BATCHING DIMULAI : SAAT BATCHING SELESAI :. CUACA :. LOKASI PENEMPATAN:.. KETERLAMBATAN BATCH PLANT :. CATATAN:...... Inspektur.. Tanggal Gambar 2.16 - Formulir Pemeriksaan Batch Plan - Bagian A II-31

Bab II : Teknis Pelaksanaan BUTIR PEMERIKSAAN Fasilitas Panyimpanan Campuran Tambahan LAPORAN PEMERIKSAAN BATCH PLANT Bagian B Operasi Batch Plant CHECK ( V ) APPLICABLE RATING SANGAT BAIK BAIK SEDANG BURUK LIHAT CATATAN Kondisi Silo Semen Kondisi Timbunan Agregat Kondisi Truk Pengiriman Keandalan Printout Penyediaan untuk cuaca panas/dingin Kinerja Keseluruhan Plant Kerumah tanggaan JAM (Lihat Catatan 1) NOMOR KARCIS What Catatan 2) SUHU UDARA ( o C) SUHU AIR ( o C) SUHU BETON ( o C) KADAR LEMBAB AGREGAT HALUS (%) KADAR LEMBAB AGREGAT KASAR (%) Air yang diperbolehkan AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM AM PM CATATAN: 1. Waktu yang dipergunakan untuk uji lembab sampel 2. Total air yang diperbolehkan, dari tabel dikurangi penambahan CS = "air yang diperbolehkan" Gambar 2.17 - Formulir Pemeriksaan Batch Plant - Bagian B II-32

Bab II : Teknis Pelaksanaan 2.4.2 BETON READY MIX Hanya sedikit proyek yang mempunyai fasilitas beton ready mix. Beberapa lokasi yang berdekatan dengan pusat-pusat utama mungkin dapat menggunakan fasilitas tersebut. Plant ready mix termasuk salah satu dari ketiga jenis berikut: Central mixing plant yang mengaduk beton secara menyeluruh yang kemudian diangkut ke lokasi dalam truk agitator atau truk pengaduk. Stage mixed plant mengaduk beton secara sebagian (1,5 hingga 30 menit) dan pengadukan kemudian diselesaikan dalam pengaduk truk. Cara ini memperkecil persoalan yang berkaitan dengan gumpatan tambahan dari bahan yang terpisah. Truk mixer (pengaduk truk) mengaduk beton secara keseluruhan dalam truk, material yang terpisah biasanya dibatch kering pada central batching plant. Air dapat ditambahkan pada plant, dari truk atau pada site. Bilamana plant demikian tersedia, beberapa hal harus diperhatikan: Untuk pengadukan beton secara menyeluruh yang truk mixed atau stage mixed, jumlah perputaran drum yang dapat diterima pada kecepatan pengadukan yang ditentukan pabrik adalah antara 55 dan 100. Penuangan harus selesai dalam batas waktu 45 menit sejak dimulainya pengadukan. Waktu ini mungkin harus dikurangi untuk memperhitung-kan pengaruh cuaca panas. Volume beton yang diaduk didalam pengaduk truk tidak boleh melebihi 63 persen dari volume internal bruto drum. Volume beton yang centrally mixed dan diangkut didalam pengaduk transit tidak boleh melebihi 80 persen dari volume internal bruto drum. Contoh dari formulir pemeriksaan plant ready mix terdapat pada Gambar 2.18. II-33

Bab II : Teknis Pelaksanaan SERTIFIKAT PENGAWAS PLANT BETON READY-MIXED Plant: Tanggal: Docket No: Volume Campuran: cu.m Waktu batching a.m./p.m. Kadar semen CAMPURAN Ukuran nominal mm Slump Nominal mm BAHAN-BAHAN Mass Desain 40 mm 20 mm 13 mm C. Pasir F. Pasir Semen Air (liter) Rencana Desain Mass Mass Rencana yang disesuaikan (kg) kumulatif Mass Batch Aktual (kg) kumulatif kg/cu.m. kg/cu.m. 1 cu.m.... cu.m.... cu.m... cu.m. % M.C. Air.total yand ditambahan di + = liter plant JUMLAH AIR YANG DAPAT DITAMBAHKAN DI LOKASI liter Tandatangan: Tandatangan: Wakil Supplier Pengawas Plant SITE USE ONLY Pek. No: Bagian bangunan SLUMP DARI BATCH INI HARUS DIUKUR DI LOKASI UNTUK MEMERIKSA DIPENUHINYATEKNIK PERSYARATAN DALAM SPESIFIKASI TEKNIK Waktu pengecoran Slump yang diukur: mm Jumlah silinder : a.m./p.m. Air hanya dapat ditambahkan dilokasi sebelum dimulainya pengecoran dan sesuai dengan petunjuk dari pabrik dan tidak boleh melebihi kwantitas tersebut diatas. Apabila air ditambahkan di lokasi maka mesin pencampur harus dioperasikan pada kecepatan pencampuran yang sesuai hingga tercapai batas pencampuran yang dibutuhkan. JUMLAH AIR YANG DAPAT DITAMBAHKAN DI LOKASI : liter Tandatangan: Sertifikat ini harus ditanda tangani oleh inspektur plant dan juga petugas dilokasi yang telah diberi wewenang oleh Konsultan Supervisi. Formulir harus disimpan dilokasi sampai hasil kekuatan tekan diperoleh. Gambar 2.18 - Formulir Pemeriksaan Plant Beton Readymix II-34

Bab II : Teknis Pelaksanaan 2.4.3 PENGADUKAN DI LOKASI Sub-bab ini meliputi pengadukan beton dalam pengaduk di lokasi pekerjaan, yang mungkin merupakan cara yang paling lazim dilakukan pada pelaksanaan jembatan di Indonesia. Pengaduk biasanya berukuran kecil, yaitu sekitar 0,25 meter kubik. Ukuran ini sebetulnya terlalu kecil untuk pekerjaan beton jembatan, walaupun campuran yang dipakai bilamana akan dilakukan pengecoran besar, umumnya pada lantai beton. Banyak persoalan timbul pada pekerjaan beton sebagai akibat penggunaan pengaduk kecil. Keluaran (output) dari pengaduk demikian adalah rendah, dan pada cuaca panas serta terlalu sedikit pengaduk beroperasi, besar kemungkinannya bahwa permukaan beton telah mengeras sebelum lapisan beton berikut dicor. Ini menimbulkan serangkaian sambungan "dingin" yang tampak jelas pada beton. Pengadukan dengan tangan harus dilarang kecuali dalam hal keadaan yang benar-benar darurat, dan dilakukan hanya untuk mengaduk beton secukupnya sampai suatu sambungan pelaksanaan yang sesuai. Kontraktor sering tidak membuat sambungan pelaksanaan tetapi hanya membiarkan beton mengalir pada akhir dari pengecoran. Hal ini tidak boleh dibiarkan, dan kontraktor harus diinstruksikan agar memenuhi Spesifikasi Teknik sehubungan dengan hal tersebut. 2.4.4 PENGANGKUTAN BETON Pengangkutan beton yang baru diaduk ketempat penuangan atau pengecoran dapat dilakukan dengan beberapa cara yang berbeda. Tanpa memandang cara yang digunakan, harus dipertimbangkan untuk meminimkan: penundaan sebelum pengecoran pengeringan beton, dan pemisahan agregat kasar dari bagian beton lainnya Catatan tambahan diberikan dibawah ini: Beton dengan rasio air/semen yang rendah akan menjadi kaku lebih cepat daripada beton dengan rasio air/semen tinggi Jika pengeringan campuran mungkin terjadi harus digunakan suatu campuran yang lebih workable, dan pada waktu transport serta pengecoran harus dilindungi dari matahari dan angin. Cara-cara pengangkatan (transport) yang biasanya dilakukan di Indonesia dibahas dibawah ini: Talang/Saluran Sistem ini yang paling sering digunakan pada proyek jembatan. Talang terbuat dari kayu terdapat pada tempat pengadukan hingga tempat pengecoran. Masalah utama pada talang adalah bahwa beton dapat keluar langsung dari ujung talang kedalam acuan II-35

Bab II : Teknis Pelaksanaan (dengan demikian terjadi pemisahan) dan bukannya secara vertikal melalui baffle dan susunan bukaan, seperti terlihat pada Gambar 2.19. Kemiringan talang harus cukup curam untuk memungkinkan aliran beton akibat gaya berat pada slump terendah. Sudut kemiringan 25 hingga 30 derajat biasanya sudah memadai. Talang/saluran panjang lebih baik tertutup untuk melindungi beton dari matahari. Gambai 2.19 - Penuangan Beton dari Talang Kereta Dorong (Barrow) dan Handcarts Kereta tersebut umum di Indonesia karena tidak memerlukan peralatan yang khusus. Penting bahwa jembatan kerja yang digunakan didukung dengan baik dan bahwa jalur pergi dan pulang disediakan untuk mencegah kemacetan, terutama dekat pengaduk. Dump Buggies Ini adalah suatu bentuk kereta dorong bermesin yang dipakai untuk transpor horizontal dan mempunyai ukuran sampai kira-kira 1 meter kubik. Keran dan Ember Sistem ini adalah suatu bentuk transport yang dipakai bila beton harus ditransport melalui jarak vertikal yang besar. Dianggap bahwa terdapat suatu keran di lokasi yang berarti bahwa sistem hanya layak digunakan pada proyek besar. Penampang ember berbentuk II-36

Bab II : Teknis Pelaksanaan bulat atau persegi dan harus mampu menuang sebagian isinya pada suatu saat, menggunakan susunan bukaan yang mengayun pada alas ember. Kereta Rel Sistem ini kadang-kadang dipakai untuk lantai atau dinding panjang dan merupakan variasi dari sistem kereta dorong. Pompa Peralatan pompa khusus akan memungkinkan beton dalam kuantitas besar untuk ditransport pada jarak horizontal dan vertikal lebih cepat daripada cara-cara digariskan diatas. Oleh karena pompa beton mahal, hanya kontraktor besar yang mempunyai fasilitas ini, dan pemakaiannya lebih lazim pada lokasi bangunan daripada lokasi jembatan. 2.4.5 RE-TEMPERING BETON Re-tempering beton adalah proses penambahan air pada beton yang telah kaku akibat waktu dan pengaruh suhu. Hal ini hampir selalu dilarang oleh Spesifikasi Teknik. Proses ini harus dibedakan dari penambahan air pada waktu beton tiba di lokasi pada saat mana (kedua-keduanya) slump kurang daripada yang ditentukan dan rasio air/semen kurang dari nilai rencana. Jika suatu sistem pengaduk lokasi tipikal (kecil) digunakan, persoalan ini tidak akan terjadi. Dengan kuantitas batch tertentu yang diaduk pada suatu waktu tertentu, beton yang telah kehilangan kemampuan pengerjaannya (workability) harus dibuang serta tidak dipakai lagi. Hal-hal berikut harus diperhatikan: Jika beton telah kaku sehingga tidak dapat dicor atau dipadatkan dengan baik, workability dapat diperoleh dengan pengadukan kembali. Hal ini dapat berlangsung hingga 1 jam atau setelah pengadukan pada kondisi suhu biasa di Indonesia. Penambahan semen dan air (dalam proporsi yang benar) dapat membantu pengadukan kembali. Penambahan air saja untuk mendapatkan kembali workability tidak diperbolehkan. 2.5. PENGENDALIAN PRODUKSI BETON 2.5.1 UMUM Pengendalian pengujian beton pada saat berlangsungnya proyek adalah suatu hal yang relatif sederhana. Konsultan Supervisi harus memastikan bahwa selalu dibuat catatancatatan mengenai material yang dipakai, operasi batching, sifat-sifat beton baru, pengecoran dan perawatan beton dan kekuatan tekan dari spesimen uji yang diambil. II-37

Bab II : Teknis Pelaksanaan Keseluruhan keterangan ini akan membentuk gambaran yang lengkap mengenai produksi beton pada suatu periode waktu. Spesifikasi Teknik akan memberikan batas-batas pengendalian untuk penerimaan dan penolakan., tetapi Konsultan Supervisi harus dapat menentukan kecenderungan penurunan kualitas sebelum terjadi kemungkinan penolakan mutlak. Jika pengujian agregat dan pemeriksaan batch dilakukan secara teratur, dapat dibuat suatu korelasi antara kekuatan sekitar 7 hari dan sifat-sifat material. Sebagai tambahan, korelasi yang balk antara kekuatan beton pada 7 dan 28 hari (atau umur lain) dapat diperoleh. 2.5.2 KONSISTENSI (KEKENTALAN) BETON Konsistensi beton biasanya dipantau melalui pengujian slump. Suatu kutipan dari AASHTO T119 terlampir dalam Lampiran 7-I untuk rujukan (referensi). Konsistensi beton biasanya dipertahankan relatif konstan untuk jenis bangunan yang ditentukan (lihat Tabel 7.4 untuk slump maksimum untuk jenis bangunan beton yang berbeda). Hal ini dilakukan terutama untuk menyederhanakan pengangkutan, pengecoran, pemadatan dan penyelesaian beton. Jika persediaan agregat berbeda dalam kualitas, gradasi atau kadar lembab, atau bila slump yang berbeda-beda diperlukan untuk bagian pekerjaan yang berbeda, perlu penyesuaian pada kuantitas batch. Konsultan Supervisi harus memperhatikan konsistensi dari beton baru dalam pengaduk, dalam alat transport, dan dalam acuan pada waktu pengecoran dan pemadatan. la harus menilai nilai slump terdekat yang praktis untuk persyaratan akhir pada acuan. Kecenderungan umum daripada operator tidak terlatih adalah untuk membuat beton sebasah mungkin, dengan anggapan bahwa beton basah akan mengurangi tenaga yang diperlukan untuk pengecoran. Pentingnya memelihara rasio air/semen dan perlunya menambah kandungan semen jika air akan ditambah (untuk membuat beton yang lebih basah) seringkali tidak disadari. Kemungkinan lebih besar untuk pemisahan (segregation) daripada beton basah, terutama dengan campuran lebih kurus (kadar semen lebih rendah), tidak cukup disadari. Campuran harus cukup basah sehingga menjamin pengecoran dan pemadatan penuh tanpa terjadi keropos (honey combing), dan tidak lebih dari itu. Operator pengaduk biasanya mengatur air yang harus ditambahkan pada pengaduk, berdasarkan slump yang diukur dalam batch-batch terdahulu. Jika kadar lembab dan kualitas agregat seragam, kurang perlu memberi air dalam jumlah yang berbeda-beda pada pengaduk. Oleh karena itu kadar air hanya dibedakan untuk menyesuaikan dengan variasi pada kadar lembab dalam agregat. Oleh karena penyesuaian yang perlu ini, alat pengukuran air (dimana dipakai) harus tidak terkunci pada suatu kuantitas yang tetap. II-38

Bab II : Teknis Pelaksanaan Penyaringan akhir pada batching plant akan membantu mengendalikan persyaratan gradasi dan air dari campuran beton. Meskipun Spesifikasi Teknik pada umumnya memberi petunjuk untuk pengendalian konsistensi dengan pengujian slump atau pengujian lain, pengawas harus mengandalkan penilainya sendiri terhadap beton pada acuan, dan ia harus menentukan suatu konsistensi untuk pengecoran, pemadatan, dan penyelesaian yang memuaskan. Harus diperhatikan bahwa tahap terakhir dimana air dapat ditambahkan pada beton adalah pada pengaduk sebelum pengiriman, setelah mana beton harus diaduk secara menyeluruh untuk menjamin keseragaman secara menyeluruh untuk menjamin keseragaman dari produksi itu. Air tidak boleh ditambahkan setelah itu, meskipun ternyata bahwa beton yang telah ditempatkan dalam acuan tidak dapat dipadatkan secara memuaskan dengan penggetaran sebelum pengerasan. Sering terdapat kesulitan pada beberapa batch pertama, tetapi pada semua pekerjaan utama, sistem akan berjalan lancar selama pengawas teliti dan sistematis dalam pemeriksaannya, dan memperhatikan adanya penyimpangan dari prosedur rutin yang telah ditetapkan dan adanya variasi dalam keseragaman beton pada acuan. II-39

Bab II : Teknis Pelaksanaan 2.1. UMUM...1 2.2. DESAIN CAMPURAN...1 2.2.1 METODE DESAIN...1 2.2.2 CAMPURAN PERCOBAAN...25 2.2.3 PENGENDALIAN CAMPURAN PADA WAKTU PEKERJAAN YANG DI KONTRAK...26 2.3. CARA-CARA BATCHING...27 2.3.1 PENANGANAN BAHAN...27 2.3.2 BATCHING MENURUT VOLUME...28 2.3.3 BATCHING MENURUT BERAT...29 2.4. CARA-CARA PENGADUKAN...30 2.4.1 CATATAN PENGADUKAN...30 2.4.2 BETON READY MIX...33 2.4.3 PENGADUKAN DI LOKASI...35 2.4.4 PENGANGKUTAN BETON...35 2.4.5 RE-TEMPERING BETON...37 2.5. PENGENDALIAN PRODUKSI BETON...37 2.5.1 UMUM...37 2.5.2 KONSISTENSI (KEKENTALAN) BETON...38 II-40

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang BAB III PELAKSANAAN PEMBESIAN, PEMASANGAN DAN PENARIKAN KABEL PRATEGANG 3.1. UMUM 3.1.1 PENYIMPANAN DAN PENANGANAN Kontraktor harus mengangkut tulangan ke tempat kerja dalam ikatan, diberi label, dan ditandai dengan label logam yang menunjukkan ukuran batang, panjang dan informasi lainnya sehubungan dengan tanda yang ditunjukkan pada diagram tulangan. Kontraktor harus menangani serta menyimpan seluruh baja tulangan sedemikian rupa untuk mencegah distorsi, kontaminasi, korosi, atau kerusakan. 3.1.2 KESIAPAN KERJA Sebelum memesan bahan, seluruh daftar pesanan dan diagram pembengkokan harus disediakan oleh Kontraktor untuk mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan, dan tidak ada bahan yang boleh dipesan sebelum daftar tersebut serta diagram pembengkokan disetujui. Sebelum memulai pekerjaan baja tulangan, Kontraktor harus menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan daftar yang disahkan pabrik baja yang memberikan berat satuan nominal dalam kilogram untuk setiap ukuran dan mutu baja tulangan atau anyaman baja dilas yang akan digunakan dalam pekerjaan. 3.1.3 MUTU PEKERJAAN DAN PERBAIKAN ATAS PEKERJAAN YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN 1. Persetujuan atas daftar pesanan dan diagram pembengkokan dalam segala hal tidak membebaskan Kontraktor atas tanggung jawabnya untuk memastikan ketelitian dari daftar dan diagram tersebut. 2. Baja tulangan yang cacat sebagai berikut tidak akan diijinkan dalam pekerjaan : Panjang batang, ketebalan dan bengkokan yang melebihi toleransi pembuatan yang disyaratkan dalam ACI 315. Bengkokan atau tekukan yang tidak ditunjukkan pada Gambar atau Gambar Kerja Akhir (Final Shop Drawing). III-1

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Batang dengan penampang yang mengecil karena karat yang berlebih atau oleh sebab lain. 3. Bilamana terjadi kesalahan dalam membengkokkan baja tulangan, batang tulangan tidak boleh dibengkokkan kembali atau diluruskan tanpa persetujuan Direksi Pekerjaan atau yang sedemikian sehingga akan merusak atau melemahkan bahan. Pembengkokan kembali dari batang tulangan harus dilakukan dalam keadaan dingin terkecuali disetujui lain oleh Direksi Pekerjaan. Dalam segala hal batang tulangan yang telah dibengkokkan kembali lebih dari satu kali pada tempat yang sama tidak diijinkan digunakan pada pekerjaan. Kesalahan yang tidak dapat diperbaiki oleh pembengkokan kembali, atau bilamana pembengkokan kembali tidak disetujui oleh Direksi Pekerjaan, harus diperbaiki dengan mengganti seluruh batang tersebut dengan batang baru yang dibengkokkan dengan benar dan sesuai dengan bentuk dan dimensi yang disyaratkan. 4. Kontraktor harus menyediakan fasilitas di tempat kerja untuk pemotongan dan pembengkokan tulangan, baik jika melakukan pemesanan tulangan yang telah dibengkokan maupun tidak, dan harus menyediakan persediaan (stok) batang lurus yang cukup di tempat, untuk pembengkokan sebagaimana yang diperlukan dalam memperbaiki kesalahan atau kelalaian. 3.1.4 PENGGANTIAN UKURAN BATANG Penggantian batang dari ukuran berbeda hanya akan diijinkan bila secara jelas disahkan oleh Direksi Pekerjaan. Bilamana baja diganti haruslah dengan luas penampang yang sama dengan ukuran rancangan awal, atau lebih besar. 3.1.5 TOLERANSI 1. Toleransi untuk fabrikasi harus seperti yang disyaratkan dalam ACI 315. 2. Baja tulangan harus dipasang sedemikian sehingga selimut beton yang menutup bagian luar baja tulangan adalah sebagai berikut : 3,5 cm untuk beton yang tidak terekspos langsung dengan udara atau terhadap air tanah atau terhadap bahaya kebakaran. Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3.1. untuk beton yang terendam / tertanam atau terekspos langsung dengan cuaca atau timbunan tanah tetapi masih dapat diamati untuk pemeriksaan. III-2

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Tabel 3.1. : Tebal selimut beton minimum dari baja tulangan untuk beton yang tidak terekspos tetapi mudah dicapai. Ukuran batang tulangan yang akan diselimuti (mm) Tebal selimut beton minimum (cm) Batang 16 mm dan lebih kecil 3,5 Batang 19 mm dan 22 mm 5,0 Batang 25 mm dan lebih besar 6,0 7,5 cm untuk seluruh beton yang terendam / tertanam dan tidak bisa dicapai, atau untuk beton yang tak dapat dicapai yang bila keruntuhan akibat karat pada baja tulangan dapat menyebabkan berkurangnya umur atau struktur, atau untuk beton yang ditempatkan langsung di atas tanah atau batu, atau untuk beton yang berhubungan langsung dengan kotoran pada selokan atau cairan korosif lainnya. 3.2. PEMBUATAN DAN PENEMPATAN 3.2.1 PEMBENGKOKAN Terkecuali ditentukan lain oleh Direksi Pekerjaan, seluruh baja tulangan harus dibengkokkan secara dingin dan sesuai dengan prosedur ACI 315, menggunakan batang yang pada awalnya lurus dan bebas dari lekukan-lekukan, bengkokan-bengkokan atau kerusakan. Bila pembengkokan secara panas di lapangan disetujui oleh Direksi Pekerjaan, tindakan pengamanan harus diambil untuk menjamin bahwa sifat-sifat fisik baja tidak terlalu berubah banyak. Batang tulangan dengan diameter 2 cm dan yang lebih besar harus dibengkokkan dengan mesin pembengkok. 3.2.2 PENEMPATAN DAN PENGIKATAN Tulangan harus dibersihkan sesaat sebelum pemasangan untuk menghilangkan kotoran, lumpur, oli, cat, karat dan kerak, percikan adukan atau lapisan lain yang dapat mengurangi atau merusak pelekatan dengan beton. Tulangan harus ditempatkan akurat sesuai dengan Gambar dan dengan kebutuhan selimut beton minimum yang disyaratkan dalam Butir Nomer 3.1.5. di atas, atau seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. III-3

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Batang tulangan harus diikat kencang dengan menggunakan kawat pengikat sehingga tidak tergeser pada saat pengecoran. Pengelasan tulangan pembagi atau pengikat (stirrup) terhadap tulangan baja tarik utama tidak diperkenankan. Seluruh tulangan harus disediakan sesuai dengan panjang total yang ditunjukkan pada Gambar. Penyambungan (splicing) batang tulangan, terkecuali ditunjukkan pada Gambar, tidak akan diijinkan tanpa persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan. Setiap penyambungan yang dapat disetujui harus dibuat sedemikian hingga penyambungan setiap batang tidak terjadi pada penampang beton yang sama dan harus diletakkan pada titik dengan tegangan tarik minimum. Bilamana penyambungan dengan tumpang tindih disetujui, maka panjang tumpang tindih minimum haruslah 40 D (diameter batang) dan batang tersebut harus diberikan kait pada ujungnya. Pengelasan pada baja tulangan tidak diperkenankan, terkecuali terinci dalam Gambar atau secara khusus diijinkan oleh Direksi Pekerjaan secara tertulis. Bilamana Direksi Pekerjaan menyetujui pengelasan untuk sambungan, maka sambungan dalam hal ini adalah sambungan dengan panjang penyaluran penuh yang memenuhi ketentuan dari AWS D 2.0. Pendinginan terhadap pengelasan dengan air tidak diperkenankan. Simpul dari kawat pengikat harus diarahkan membelakangi permukaan beton sehingga tidak akan terekspos. Anyaman baja tulangan yang dilas harus dipasang sepanjang mungkin, dengan bagian tumpang tindih dalam sambungan paling sedikit satu kali jarak anyaman. Anyaman harus dipotong untuk mengikuti bentuk pada kerb dan bukaan, dan harus dihentikan pada sambungan antara pelat. Bilamana baja tulangan tetap dibiarkan terekspos untuk suatu waktu yang cukup lama, maka seluruh baja tulangan harus dibersihkan dan diolesi dengan adukan semen acian (semen dan air saja). Tidak boleh ada bagian baja tulangan yang telah dipasang boleh digunakan untuk memikul perlengkapan pemasok beton, jalan kerja, lantai untuk kegiatan bekerja atau beban konstruksi lainnya. III-4

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang 3.3. BETON PRATEKAN 3.3.1 UMUM Beton merupakan bahan yang kuat terhadap tekanan tetapi relatif lemah terhadap tarikan. Jadi beton dapat menahan beban berat yang menekannya tetapi hanya dapat menahan beban yang relatif ringan yang cenderung menarik atau melenturkannya. Pada beton pratekan diambil manfaat dari kemampuan beton untuk melawan gaya tekan. Suatu gaya tekan luar diberikan pada beton supaya tetap berada dalam tekanan (kompresi) selama umur normalnya, sehingga dapat mencegah terjadinya tegangan tarik bilamana diberi beban yang cenderung menarik atau melenturkan beton. Singkatnya tegangan tekan awal diberikan pada beton untuk meniadakan atau mengurangi tegangan tarik yang terjadi dari berat mati atau beban hidup. Pada beton bertulang, baja menampung semua tegangan tarik ditambah tegangan tekan berlebih yang tidak dapat dipikul oleh beton. Pada beton pratekan, baja dipakai terutama untuk memberikan tegangan tekan pada beton. Suatu bagian bangunan pratekan berada di bawah tekanan secara permanen (tetap) - hal ini meniadakan retakan-retakan secara efektif. Jika bagian itu agak dibebani lebih dan retakan akibat tegangan terbentuk, ini akan menutup pada waktu pembebanan lebih dihilangkan, (dengan syarat baja tidak mengalami peregangan berlebih). Dengan beton bertulang, baja tidak diperbolehkan bekerja pada keadaan tegangan tinggi, karena perpanjangan baja akan menimbulkan retakan dengan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap ketahanan dan lendutan. Komponen beton pratekan biasanya lebih kecil dari komponen beton bertulang. Ukuran lebih kecil ini mengurangi kuantitas baja dan beton tetapi diimbangi dengan perlunya penggunaan bahan kekuatan tinggi. Terdapat dua sistem pemberian prategangan pada beton, yaitu menegangkan sebelum beton dicor atau menegangkan setelah beton dicor. Masing-masing sistem disebut sebagai pretension dan posttension. Dalam kedua hal tersebut penegangan dilakukan sebelum pemberian beban mati dan hidup pada komponen. 3.3.2 SALURAN (DUCTING) UNTUK TENDON PRATEGANG Berbagai bentuk saluran untuk tendon prategang biasanya merupakan barang paten, dan dapat dijelaskan pada Gambar Rencana, atau merupakan bagian dari sistem penarikan. Saluran seringkali terbuat dari baja gauge yang sangat ringan untuk flexibilitas dan pertimbangan ekonomi, dan mudah rusak pada waktu penanganan, penyimpanan, perbaikan atau pada proses pengecoran. III-5

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Penempatan saluran yang tepat sangat penting. Saluran harus disetel dengan tepat dan dipasang pada tulangan dengan interval dekat, biasanya dengan kawat pengikat yang cukup kencang untuk mencegahnya bergerak, tetapi tidak terlalu kencang sehingga merubah bentuk saluran. Saluran dapat mengapung pada beton basah, sehingga harus diikat terhadap gerakan keatas, selain harus ditopang dari bawah. Penulangan dapat menggunakan dudukan (saddle) atau batang penempat supaya menjamin ketepatan. Saluran harus diperkaku, balk dengan menempatkan tendon penegang dalam saluran atau dengan cara lain yang sesuai (seperti pipa PVC atau baja), untuk memperkecil perubahan bentuk atau kerusakan pada saluran. Ruas sambungan saluran harus ditutup dengan hati-hati untuk mencegah masuknya adukan cair (slurry) beton yang digetarkan dapat masuk ke dalam saluran. Pekerja yang mengoperasikan penggetar internal harus diberi petunjuk dan diawasi dengan baik, karena saluran dapat rusak oleh benturan dari kepala penggetar. Saluran logam biasa digalvanisasi. Lapisan dalam timah hitam kadang-kadang diberikan di bagian dalam, jika perlu, untuk mengurangi kehilangan gesekan (friction) pada daerah pelengkungan tendon yang besar. Harus disediakan lubang-lubang pada interval teratur di semua saluran, terutama pada semua titik tinggi dan rendah. Lubang biasanya berdiameter sekitar 20 mm dan harus diberi sumbat supaya lubang dapat ditutup setelah grout yang bebas udara mulai mengalir. Lubang harus diteruskan sepanjang jarak tertentu (sekitar 300 mm cukup) lewat permukaan beton. Lubang juga diperlukan pada kedua ujung tiap saluran untuk grouting. Tiap lubang harus mempunyai katup sumbat yang dapat menahan 700 kpa untuk sedikitnya satu menit tanpa air atau udara mengalir keluar. 3.3.3 TENDON DAN PENJANGKARAN Tendon untuk prategang dapat terdiri dari kawat tarik, lilitan (strand), atau batang baja mutu tinggi. Gambar dan Spesifikasi Teknik dapat dibuat untuk menyesuaikan dengan suatu sistem prategang yang khusus. Sistem alternatif diperbolehkan dengan persetujuan Engineer, dengan syarat bahwa detail sistem alternatif diserahkan oleh Kontraktor pada waktu penawaran. Bahan dan peralatan sering disediakan oleh Sub Kontraktor yang dapat mengadakan penegangan dan grouting pada bagian bangunan itu bila perlu. Keterangan pengujian dan contoh kawat (wire), lilitan kawat baja (strand) atau batang (bar) diambil dan diperiksa. Grafik beban-perpanjangan (extension) yang disediakan oleh pabrik atau penguji berwenang, dipakai untuk tiap batch untuk membandingkan gaya sebenarnya dan gaya teoritis pada lilitan kawat atau kawat dan perpanjangan pada waktu penegangan. III-6

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Adalah penting bahwa tendon dalam sistem multi-strand atau sistem kawat baja terdiri dari strand atau kawat baja dari batch yang sama, atau batch dengan Modulus Young yang sama. Adalah penting bahwa tendon harus bersih dan aman terhadap kerusakan, puntiran atau bengkokan. Goresan kecil yang disebabkan oleh penyimpanan atau penanganan yang kurang baik dapat berakibat suatu konsentrasi tegangan yang akan menyebabkan terputusnya kawat pada waktu penegangan atau setelah pemasangan selesai. Pengelasan dan pemotongan dengan api dekat tendon harus dilarang, karena ini dapat pula menyebabkan tendon patah akibat percikan sesat atau tetesan logam cair. Bahan penegangan tidak boleh diseret di tanah, diinjak, digilas alat di lokasi atau disimpan di tempat yang dapat terkena lemak, cat atau pelapis lain. Angker harus diperiksa dengan teliti sebelum dipasang untuk kualitas, penyelesai-an dan kerusakan. Adalah penting tendon dipretension, Gambar Rencana menunjukan lokasi dan detail dudukan (saddle) atau alat lain, jika perlu, supaya tendon tetap pada posisinya sampai beton mengeras. Alat-alat ini harus disetel dengan tepat pada posisi, dan harus cukup kuat menahan beban yang dihitung. Tendon harus tetap bersih pada waktu pemasangan, dan kain lap yang dibasahi pelarut dapat dipakai untuk menghilangkan minyak acuan atau tapisan lain. Jika ada bagian tendon yang harus dilepas, dapat dipakai selubung (sheath) plastik yang ujungnya tertutup plester, atau plester paten dapat dibungkus sekeliling bagian yang dilepas ikatannya (debonded), biasanya dalam dua lapisan di mana masing-masing lapis diputar pada arah berlawanan. Sebaiknya pengecoran beton dilakukan sesegera mungkin setelah penegangan. Masing-masing lilitan kawat tendon post tension tidak boleh melintir di dalam kabel dan, untuk sistem kawat tunggal (mono-strand) pengatur jarak (spacer) (pada jarak pusat 1 m) harus digunakan. Bilamana tendon telah ditempatkan dalam saluran sebelum pengecoran, tendon harus ditarik ke belakang dan ke muka kira-kira 300 mm masing arah setelah pengecoran, untuk menjamin kebebasannya dan memutus lekatan (bond) pada adukan cair (slurry) yang meresap/bocor kedalam saluran. Hal ini biasanya harus dilakukan segera setelah beton mengeras awal, tetapi dapat dilakukan lebih dini dalam hal sambungan in-situ antara segmen pracetak. Kalau diperkirakan telah terjadi kebocoran dalam saluran pada waktu pengecoran, saluran harus dibilas dengan air, kemudian ditiup keluar dengan udara bertekanan (kompressi) yang bebas minyak. Bila digunakan sistem angker mati (dead anchor) untuk tendon, tidak mungkin memindahkan tendon setelah pengecoran. Bila sistem tersebut digunakan, penting untuk mengecor beton sesegera mungkin setelah menempatkan tendon untuk III-7

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang menghindari keadaan terbuka (expose) yang tidak perlu, yang dapat mengakibatkan berkaratnya tendon dalam daerah di luar saluran. Angker harus dipasang tegak lurus (square) terhadap garis tendon. Templates sangat bermanfaat bagi menentukan tempat dan memeriksa posisi serta alinemen angker sebelum dan sesudah pengecoran. 3.3.4 PENEGANGAN 1. Umum Penegangan tendon baja tarik mutu tinggi adalah operasi yang sangat penting yang kadang-kadang rumit. Ini dapat juga membahayakan. Oleh karena itu penting bagi pengawas dan operator untuk memiliki pengalaman dan mempunyai peralatan yang dapat diandalkan dan yang dipelihara dengan baik. Langkah-langkah pengamanan yang ketat harus diambil pada waktu operasi penegangan. Dongkrak (jack) harus sesuai untuk sistem angker yang digunakan, dipasang secara sentris (centrally) di atas garis penarikan (tensioning) dan ditempatkan tepat pada pengangkeran, serta beroperasi dalam batas kapasitas yang ditentukan. Sebelum penegangan, peralatan harus diperiksa apakah memiliki sertifikat kalibrasi yang berlaku dari lab yang dapat diterima. Ujung kawat, kabel atau batang harus dibersihkan dari bahan yang dapat mempengaruhi cengkraman (grip) pada alat pengangkeran, di mana alat tersebut harus bersih. Pada pekerjaan post tension, kabel harus bebas bergerak di dalam saluran, yang harus sudah ditiup dengan udara bertekanan yang bebas minyak sebelum penempatan kabel. Periksa bahwa kepala angker terpusat dengan tepat di atas pelat angker cast-in. Penegangan kabel harus berlangsung segera setelah menempatkan kabel di dalam saluran. Penundaan selama dua minggu atau lebih dapat menyebabkan perlunya kabel dipindahkan untuk memeriksa kontaminasi atau debu. Gambar-gambar dan Spesifikasi Teknik memberikan beban prategang yang disyaratkan, dan urutan yang harus diberikan. Penyimpangan (deviasi) yang diusulkan harus dibicarakan dengan Engineer untuk menjamin bahwa bangunan tidak memperoleh beban yang tidak dapat diterima. Dengan cara yang sama, instruksi atau petunjuk yang diberikan pemilik sistem prategang yang dipakai harus diikuti oleh operator. Kekuatan beton komponen harus diperiksa sebelum prategang untuk komponen yang dipost-tension atau sebelum pemindahan gaya prategang untuk komponen yang pretension untuk menjamin bahwa beton telah memperoleh kekuatan yang diperlukan. III-8

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang 2. Prosedur Penegangan a. Umum Grafik beban perpanjangan dipakai untuk menghitung perpanjangan teoritis di mana untuk strand pre-tension yang melendut ditegangkan pada posisi melendut, dan tendon post-tension harus memasukkan kehilangan akibat gesekan (friction). Kehilangan dapat ditegaskan oleh pengujian lapangan, bilamana mungkin. Beban tendon biasanya diukur oleh dynamometer atau dongkrak penarik yang telah dikalibrasi dan sistem pengukur tegangan, serta diperiksa dengan membandingkan perpanjangan yang terjadi dengan nilai yang dihitung. Beban pratekan harus diberikan sesuai dengan urutan yang ditentukan, dan sekali dimulai disarankan agar pembebanan dilanjutkan tanpa penundaan sampai komponen sudah seratus persen dibebani. Beban awal harus diberikan pada semua tendon untuk menghilangkan kendor (slack) sebelum penarikan (tensioning). Perhitungan untuk beban ini dapat dibuat dengan menggambarkan grafik nol koreksi (zero correction) atau dengan mengestimasi dan membandingkan perpanjangan antara beban awal dan beban akhir. Jika perpanjangan sebenarnya berbeda lebih 5% dari perhitungan, periksa peralatan dan bahan sebelum melepaskan dan membebani kembali. Ketika membebani kembali, harus diingat bahwa kinerja beban perpanjangan bahan penegangan tidak akan sama dengan pembebanan pertama. Jika kehilangan gesekan dianggap terlalu besar, tendon harus diminyaki dengan hanya menggunakan minyak yang larut dalam air, atau pembebanan dapat diberikan dari kedua ujung. Semua penegangan harus dicatat pada lembar catatan penegangan yang sesuai bersama-sama dengan semua informasi yang terkait dengan tendon, grout dsb. b. Penarikan Kontraktor harus memberikan rincian mengenai tekanan gauge yang akan dipakai pada waktu penarikan, perpanjangan (extension) yang dihitung untuk tendon dari gulungan (coil) khusus, dan kehilangan yang diizinkan pada angker, pengangkat (hold up), penahan (hold down) dan penghubung sambungan (splice connector). Konsultan Supervisi harus menjamin bahwa akan dipakai peralatan penarikan yang benar untuk prategangan. Khususnya semua dongkrak penarik dan gauge harus diperiksa, serta nomor serinya dicatat, karena jenis-jenis III-9

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang dongkrak dan gauge yang serupa dapat berbeda kinerjanya. Sebelum penarikan dimulai, semua dongkrak penarik harus dicoba dengan pemompaan ram ke dalam dan ke luar beberapa kali. Tiap tendon diberi nomor dan pola tendon yang diberi nomor disketsa pada catatan penarikan. Pada waktu tendon mula-mula ditarik melalui pengangkat (holdup), penahan (hold-down) dan headstock billets, tendon ini akan kendor (slack) dan melendut (sagging). Oleh karena itu, perlu memberi gaya pada tendon untuk menarik kendor (slack) sebelum kegiatan penarikan utama dimulai. Operasi ini disebut "Sag Pull Up" dan tekanan yang dicatat pada gauge ketika ini dilakukan disebut "Sag Pull Up pressure" atau "S.P.U" Nilai dari tekanan ini harus ditentukan dengan memperhatikan tendon pada waktu penarikan berlangsung dan akan merubah pengaturan prategangan dan panjang dasar prategang (prestressing bed). Akan tetapi biasanya tekanan gauge sekitar 7 MPa sudah memadai. c. Prosedur Penarikan Tendon pertama harus ditarik hingga tekanan sag-pull-up, seperti ditunjukan oleh gauge tekanan, dan tendon ditandai "1" pada ujung penarikan, seperti terlihat pada Gambar 8.14. Pada waktu yang sama penandaan dilakukan pada semua sambungan (splices) dan pada ujung tendon, seperti terlihat pada Gambar 8.15 dan 8.16. Tanda-tanda ini dipakai untuk rujukan kemudian dalam perhitungan perpanjangan yang diukur sebenarnya. Penting untuk membaca secara tepat tekanan Sag-Pull-Up. Jika terjadi ketidak-tepatan dalam membaca tekanan ini akan terjadi kesalahan pada perpanjangan yang diperlukan pada beban penuh. Tendon kemudian harus ditarik sampai tekanan dongkrak yang ditentukan, dengan memakai gauge tekanan, dan tendon yang ditandai "2" pada ujung penarikan, seperti terlihat pada Gambar 8.14. Tekanan dongkrak kemudian dilepas untuk memungkinkan tendon dijepit oleh baji pada headstock. Pengurangan pada perpanjangan dari yang III-10

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang terdapat pada tekanan dongkrak penuh disebabkan karena kehilangan di angker headstock setelah penguncian (lockoff). Kehilangan pada angker ini harus dicatat dan dibandingkan dengan nilai perkiraan. Kehilangan pada perpanjangan dari tendon di angker headstock pada saat tendon dijepit oleh baji disebut kehilangan pada angker, dan merupakan kombinasi tergesernya (slip) angker dan masuk angker kedalamnya (draw-in). Proses penarikan harus diulang sampai semua tendon telah ditarik. Dua tendon pertama kemudian ditarik kembali untuk menentukan tekanan pengangkat (lift-off) pada waktu konus terangkat pelat billet. Mungkin perlu menggunakan jembatan detensioning untuk menentukan tekanan lift-off ini. Tekanan lift-off dari tendon harus sedikitnya sama dengan tekanan yang ditentukan, jika tekanan lift off kurang daripada yang ditentukan, ini menandakan bahwa dasar (bed) prategang telah memendek, atau telah terjadi angker tergeser (slip), dan harus dilaporkan pada Engineer. Setelah penarikan selesai, acuan ujung dan tulangan baja harus diperiksa untuk memastikan bahwa tendon tidak merubah bentuknya (fouled). d. Extension (Perpanjangan) Perpanjangan "sebenarnya" yang diukur dari tendon adalah perpanjangan yang diukur antara tanda "'1" dan "2" dari Gambar 8.14. dikurangi yang berikut: (i) Penguncian (Lock off) terukur pada angker pada headstock Gambar 3.1. (ii) Pergeseran (Slippage) pada angker pada ujung mati (dead-end) Gambar 3.2. (iii) Pergeseran (Slippage) total pada baji pada penyambungan (splice) Gambar 3.3. (iv) Pemendekan dasar pengecoran. (v) Gerakan setempat pada pelat dead end sandwich dan titik rujukan yang dipakai untuk mengukur perpanjangan pada ujung penarikan. Butir (iv) dan (v) sangat kecil dan sering diabaikan. Akan tetapi butir tersebut harus selalu diperiksa untuk menentukan apa bila ada pengaruhnya terhadap perpanjangan, khususnya sehubungan dengan dasar prategang yang dibuat dari komponen baja. Perpanjangan sebenarnya yang diukur dan kehilangan angker pada headstock akan dibandingkan dengan nilai-nilai perhitungan atau perkiraan, III-11

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang dan tidak boleh berbeda dengan nilai tersebut lebih daripada yang diizinkan dalam Spesifikasi Teknik. Suatu cara pemeriksaan untuk menentukan perpanjangan yang sebenarnya adalah dengan menandai panjang tendon 4 m dan mengukur panjang ini sebelum dan sesudah penarikan. Kemungkinan penyebab perbedaan antara perpanjangan sebenarnya yang diukur, dengan perpanjangan yang dihitung adalah: (i) suatu tekanan sag-pull-up yang salah mungkin telah digunakan. (ii) tekanan dongkrak akhir mungkin salah. (iii) kalibrasi dari sistem dongkrak mungkin salah. (iv) Pada tendon mungkin ada tulangan atau membentuk ujung yang kotor. (v) Telah dilakukan pengukuran yang salah. (vi) Tergesernya (slip) dan masuk ke dalamnya penjangkaran (draw-in) berbeda dari yang diperkirakan. (vii) Gesekan akibat penahan (hold-down) dan pengangkat (hold-up) mungkin berbeda dengan perkiraan. (viii) Terjadi pergeseran (slippage) pada tendon yang tidak terduga. (ix) Sertifikat lilitan kawat baja (strand) dari pemasok mungkin tidak benar. Gambar 3.1 - Perpanjangan Yang Diukur III-12

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Gambar 3.2 - Pergeseran (Slippage) Pada Ujung Mati Gambar 3.3 - Pergeseran (Slippage) Pada Penyambungan e. Kegagalan Tendon Kegagalan tendon dapat terjadi karena penjepit atau baji aus, kegagalan tendon setempat karena bahan yang kurang baik, korosi, kerusakan fisik seperti pemuntiran (kinking), III-13

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang tegangan berlebih, atau pemanasan tendon. Sebagai langkah pengamanan, tendon yang terbuka harus ditutup terpal atau ditahan dengan penahan (toggle) untuk mencegah pencambukan tendon bila terjadi kegagalan. Jika terjadi kegagalan harus diselidiki penyebabnya sebelum pekerjaan dilanjutkan. Tendon kemungkinan lepas melalui baji dan bukannya putus. Jika hal ini terjadi, tendon akan lepas keluar pada ujung lain dasar (bed) prategang menurut garis lurus, sampai dihentikan oleh penghalang atau deflector. Dengan alasan ini, penting untuk membiarkan daerah di belakang angker bebas dari benda apapun, dan tidak mengijinkan siapapun berdiri di belakang angker pada waktu tendon ditarik dan terbuka. Baji harus diperiksa untuk memastikan kebenaran ukurannya untuk lilitan kawat (strand) yang digunakan, tidak retak, giginya tidak tumpul atau aus, dan harus bersih serta bebas dari lemak dan debu. Jika penggeseran (slipping) berlebihan terjadi, mesin, toleransi dan kekerasan baji dan kepala angker harus diperiksa. Baji yang biasa dipakai pada post-tension tidak boleh dipakai pada pre-tension karena giginya terlalu halus. Tugas utama Konsultan Supervisi adalah memastikan bahwa semua tindakan pengamanan diperhatikan di pabrik pracetak, dan khususnya semua tanda peringatan keamanan dipasang pada waktu penarikan berlangsung. Bila Kontraktor tidak memenuhi syarat-syarat pengamanan, pekerjaan harus dihentikan, sampai Spesifikasi Teknik tersebut dipenuhi. 3. Pemindahan Gaya Prategang Untuk pekerjaan pre-tension, pemindahan gaya prategang pada beton harus berlangsung secara perlahan dan seragam dengan menggunakan dongkrak-dongkrak untuk melepaskan gaya dalam semua tendon pada waktu yang sama. Pemotongan mekanis lilitan kawat (strand) yang dibebani tidak diperbolehkan, karena pengaruh kejut (impact) dari pelepasan tiba-tiba pada unit yang selesai. Jika headstock dengan desain khusus untuk detensioning semua lilitan kawat (strand) pada satu waktu tidak tersedia, pemindahan beban dilakukan dengan pendongkrakan sebagian dari tendon tunggal menurut pola yang dianjurkan atau dengan relaksasi panas. Pemindahan beban dengan pemanasan dapat diterima, bila panas diberikan pada panjang tendon III-14

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang yang cukup dan untuk waktu yang memadai sehingga relaksasi berangsur-angsur sebelum kegagalan akhir. Relaksasi lilitan kawat harus berlangsung bersamaan pada kedua ujung dasar prategang (stressing bed) untuk mencegah gerakan tiba-tiba unit itu. Beton harus dilindungi terhadap radiasi panas dari api dan panas yang diantarkan melalui tendon, dengan cara menjauhkan api (sekurangnya 300 m) dari unit. Jika lilitan kawat pretension melendut, kawat-kawat tunggal dan alat penahan (hold down) harus dilepas dalam urutan yang ditentukan sebelumnya oleh perencana, untuk mencegah pola pembebanan yang kurang dapat diterima pada beton. Setelah pemindahan tegangan, tendon harus dipotong rata pada ujung komponen atau angker. Pemotongan dengan api tidak boleh digunakan untuk maksud ini untuk mencegah kerusakan beton. Ujung terbuka tendon kemudian dilindungi terhadap korosi dengan pemakaian campuran penutup seperti epoxy tir atau epoxy resin. 4. Pembuatan Catatan Keterangan seperti kekuatan beton, hog, bow, detail peralatan penegangan yang dipakai, nomor gulungan (coil) yang dipakai pada fabrikasi kabel, beban dan perpanjangan harus dicatat, sebaiknya dengan menggunakan formulir staridar. 3.3.5 TINDAKAN PENGAMANAN Yang penting untuk diingat adalah bahwa tidak seorangpun boleh, berdiri di belakang dongkrak penarik atau angker pada waktu operasi penegangan. Semua orang yang tidak terlibat secara aktif dalam operasi penegangan dan pengawasan pelaksanaannya harus menjauhkan din dari pekerjaan itu. Staf Supervisi harus mampu dan berpengalaman. Operator juga sebaiknya berpengalaman dalam sistem penegangan yang dipakai. Kondisi semua peralatan harus diperiksa dengan baik sebelum dimulai, terutama alat-alat penjepit yang harus dipakai lebih dari sekali. Pastikan bahwa peralatan dalam kondisi baik. Kebersihan sangat penting. Komponen yang menunjukkan keadaan sering dipakai atau lelah harus diganti, dan kondisi selang tidak boleh dilupakan. Gulungan kawat tank harus ditangani secara hati-hati karena dapat tiba-tiba lepas kembali jika ujungnya tidak ditahan. Jika unit yang akan diberikan tegangan (stress) atau grout berada pada ketinggian (di atas), lalu-lintas di bawah harus dialihkan atau dilindungi terhadap pengaruh kawat atau kabel putus dan terhadap grout yang bocor. Dongkrak penarik harus dijaga tidak meloncat ke belakang (recoil), sebaiknya dengan rantai, di mana ada kemungkinan gagalnya bahan atau peralatan penegangan secara mendadak. Penghalang yang berat harus dipasang di belakang dongkrak, dan ruang antara dongkrak serta penghalang harus ditutup. Tanda-tanda harus dipasang, III-15

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang memperingatkan pekerja dan masyarakat umum agar menjahui tempat itu. Gulungan karung atau plastik berat, dan kayu dapat dipasang di atas kawat prategang yang tidak ditempatkan dalam acuan atau tulangan. Sistem pendongkrakan tidak boleh ditinggalkan di bawah tekanan. Jika penegangan tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat, turunkan dongkrak dan mulai lagi bila persoalan sudah dipecahkan, dengan membuat penyesuaian yang perlu pada beban dan perpanjangan. Pengelasan atau pemotongan dengan api tidak boleh dilakukan di dekat bahan atau peralatan penegangan, dan sebaiknya tidak memukul dengan palu atau menggoncang peralatan jika pembebanan sudah dimulai. Periksa posisi dongkrak dan alinemen dan penahan (fixing) pada kedua ujung unit setelah beban awal diberikan. Operator yang berpengalaman harus mengawasi ujung yang tidak mendongkrak pada waktu pembebanan. Pada waktu grouting, operator harus menjaga kebersihan terhadap kebocoran saluran karena pemampatan (blockage) sementara dapat diikuti oleh suatu explosive clearance. 3.3.6 GROUTING 1. Umum Grouting memberi perlindungan jangka panjang terhadap karat pada tendon prategang, membantu menyebarkan beban superimpose pada keseluruhan unit, dan melindungi unit itu terhadap kemungkinan kegagalan yang disebabkan oleh dilepaskannya beban oleh satu atau lebih kawat dalam kabel yang ditegangkan. Oleh karena itu grouting disarankan segera setelah penegangan suatu unit selesai, dan tidak lebih dari dua hari setelah penyelesaian. Dalam keadaan khusus grouting dapat ditunda, akan tetapi harus dipikirkan perlindungan tendon terhadap korosi pada waktu ini. 2. Bahan dan Pengadukan Grout adalah campuran semen dan air dan bahan tambahan yang disetujui. Desain campuran harus mengandung air hanya secukupnya untuk memungkinkan campuran mengalir bebas dan menembus rongga. Grout biasa dari semen dan air merembes dan menyusut, dan bahan tambahan pemuai atau bahan tambahari jenis gel atau plasticiser dapat disetujui untuk memperbaiki kelemahan ini. Pengaduk standar (tumble action) kurang sesuai untuk mengaduk grout dan pengaduk putar (rotary) berkecepatan tinggi lebih sesuai, di mana air selalu pertama-tama yang dimasukkan. Grout dikeluarkan dari pengaduk melalui corong dan penyaring ke pompa yang sesuai yang bekerja secara kontinyu dan mempunyai fasilitas resirkulasi yang akan tetap III-16

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang menjaga campuran berjalan terus bila grout tertahan sementara. Pelaksanaan yang baik mensyaratkan grout cukup diaduk hanya untuk satu saluran. Kelebihan sisa yang terjadi tidak boleh dipakai kembali, dan jika terjadi penundaan, grout yang umurnya lebih dari 30 menit tidak boleh dipakai. 3. Prosedur Saluran (duct) dibilas pertama-tama dengan menggunakan aliran air yang banyak, kemudian ditiup dengan udara bertekanan yang bebas minyak. Air yang tertinggal dalam saluran (duct) akan dipaksa keluar melalui lubang (vent) oleh grout yang masuk. Persediaan grout dihubungkan dengan lubang paling bawah. Lubang-lubang sisa lainnya secara berturutan ditutup pada waktu grout, yang bebas dari udara dan air yang mengalir keluar. Setelah saluran (duct) terisi penuh, pompa masih melanjutkan tekanan, yaitu sekitar 700 kpa, pada sistem tertutup selama satu menit. Jika dianggap perlu, konsistensi grout dapat diperiksa dengan hidrometer. Adalah penting bahwa sistem itu, terutama pada sambungannya, bebas dari kebocoran dan bahwa peralatan bersih serta terpelihara. Jika terdapat kebocoran yang tidak dapat dihentikan pada waktu grouting, grout di dalam saluran (duct) harus dibilas keluar dengan air dan kegiatan dimulai kembali setelah kebocoran diperbaiki. Jika ada pemampatan (block-age) kemungkinan seluruh duct dapat diisi dengan memindahkan kegiatan pengadukan dan pemompaan pada sisi lain dari unit, jika tidak pemampatan harus dibuka dengan menggunakan air dan udara bertekanan. Di mana ada resiko kebocoran menyilang (cross bleeding) dari grout ke dalam saluran (duct) yang berdekatan, yang juga akan digrout, kadang-kadang lebih baik mengisi kedua saluran (duct) secara bersamaan. Pekerja yang bekerja dekat unit itu harus sadar akan kemungkinan terjadinya semprotan tiba-tiba dari campuran udara-air-grout. Pada umumnya pekerja harus menjauhi kabel sampai grout mengeras. Unit tidak boleh dipindahkan selama 7 hari sampai grout menjadi kuat. Di mana unit digrout pada lokasi akhirnya pada jembatan, unit itu tidak boleh dibebani lalu lintas atau beban berat untuk 7 hari setelah grouting. Peralatan, prosedur dan sifat-sifat campuran grout harus diuji sebelum dan selama pelaksanaan, dan contoh dapat diambil untuk pengujian kekuatan. Kekuatan grout sebesar 30 MPa (300 kg/cm2) adalah kekuatan 28 hari yang lazim. Bilamana grouting telah selesai, semua pipa ventilasi yang menonjol dipotong rata dan dirapihkan. 3.3.7 PENANGANAN DAN PENYIMPANAN GELEGAR DAN UNIT LANTAI PRA- TEKAN PRACETAK III-17

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Gelegar post tension dapat didesain dengan cukup penulangan untuk memungkinkannya diangkat dari dasar pengecoran (castingbed) setelah dicor dan sebelum post-tesioning. Desain lain memungkinkan penegangan sebagian (partial stressing), sehingga unit dapat dipindahkan dari dasar pengecoran untuk diselesaikan penegangannya dan kemudian digrouting. Desain yang lain mensyaratkan bahwa unit harus ditegangkan penuh (fully stressed) sebelum dapat dipindahkan. Oleh karena itu penting bahwa pengawas pabrik pracetak harus mengerti dengan jelas cara yang diizinkan untuk menangani unit pratekan, bahwa bagian atas ditandai, dan bahwa unit harus dipindahkan, dinaikkan (kendaraan), diangkut dan diturunkan hanya dengan pengawasan penuh. Komponen pracetak harus diberi tanda untuk tempat mengangkat. Tempat tanda tersebut ditentukan dalan Gambar Rencana: Komponen pratekan diangkat dan didukung hanya pada tempat yang telah ditentukan tersebut. Jika gelegar diangkut tanpa suatu spreader, suatu peraturan praktis adalah bahwa sling harus bersudut 60 terhadap garis horizontal, meskipun hal ini dapat berbeda dalam Gambar Rencana. Gelegar yang sangat panjang dan fleksibel mungkin perlu penyangga samping untuk mencegah menekuk kesamping yang disebabkan beban angkat axial dari sling. Tempat penumpukan harus berada di tempat datar, kuat, rapi, dan kering (drained). Kayu yang berat dan lebar penuh, sebaiknya kayu keras (hardwood), mendukung gelegar dekat tiap posisi tumpuan, dan tanah antara tumpuan harus bebas untuk menjamin bahwa bila tumpuan utama membolehkan gelegar untuk turun setelah hujan besar dia tidak akan menerima dukungan dari apapun dalam daerah ini. Gelegar harus tetap tegak dan tidak boleh berputar atau jatuh pada sisinya. Sebaiknya tiap gelegar diberi penyangga samping yang bebas dalam hal penumpu berpindah. Tiap unit harus terletak cukup jauh satu sama lainnya sehingga dapat diperiksa secara teratur pada waktu penyimpanan. Penumpukan dari pada komponen besar tidak disarankan, tetapi unit yang lebih kecil seperti papan lantai, atau tiang pancang dapat ditumpuk, dalam hal ini penumpu harus tegak satu sama lain untuk menghindari timbulnya beban lenturan. Beberapa jenis unit lantai dicetak terbalik untuk kemudahan. Komponen tersebut perlu ditumpu ditengah bentang pada posisi terbalik, tetapi ditumpu dekat ujungnya setelah dibalik pada posisi normal. Perencana harus menyetujui terlebih dahulu desain dari pada peralatan untuk membalikan, sebelum dipakai. Perputaran harus dilakukan secara berangsur dan halus. 3.3.8 DETAIL-DETAIL PRAKTIS 1. Umum III-18

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Beberapa hal yang berhubungan pada masing-masing pretensioning dan posttensioning perlu mendapat perhatian dalam bagian berikut ini. Hal tersebut berhubungan dengan detail praktis yang harus diperhatikan tim pengawas, sehingga dapat menjamin tercapainya standar tinggi dari pengerjaan dan kualitas bahan. 2. Pretensioning a. Umum Sebelum dimulainya pelaksanaan penarikan, perlu bagi kontraktor untuk menyerahkan jadwal dari data penegangan untuk disetujui oleh Engineer. Jadwal harus meliputi : o sketsa mendetail mengenai pola tendon memanjang untuk panjang dasar (bed) dengan panjang per tendon diberikan dengan jelas. o gaya penarikan per tendon yang diberikan oleh dongkrak serta memperhitungkan untuk gesekan sepanjang dasar (bed), terutama pada kasus strand pola lendutan. o perkiraan perpanjangan tiap tendon, termasuk perhitungan untuk gelincir (slippage) pada alat pemegang pada salah satu atau kedua ujung bed. Dasar penegangan (stressing bed) harus diperiksa untuk menjamin bahwa alasnya datar dan rata. III-19

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang b. Tendon Tendon harus telah diambil contoh dan diuji sesuai dengan spesifikasi teknik. Harus diperhatikan bahwa gaya penarikan masih dalam batas mutlak 85 persen dari kekuatan tank ultimate dari tendon. Penyambungan tendon dalam batas panjang bagian beton tidak diperbolehkan. Penyambungan dengan alat penyambung dapat dilakukan di luar bagian beton. Jika penyambung digunakan di luar bagian itu, harus diamati pada waktu penegangan adanya rotasi atau spin (yang mengakibatkan relaksasi dari tendon dan hilangnya perpanjangan). Jika rotasi atau spin terjadi, segera harus diambil langkah untuk memodifikasi penyambung atau ijin untuk penyambungan harus dibatalkan. c. Penarikan Tendon yang Melendut Terdapat tiga cara umum untuk menarik tendon pola yang melendut, dan harus dibuat penyesuaian khusus untuk perpanjangan dan gaya dongkrak pada jadwal penegangan yang telah dipersiapkan oleh Kontraktor. Cara-cara tersebut adalah : Penarikan dengan masing-masing tendon dipegang pada posisi yang diperlukan dengan rol atau pin gesekan (friksi) rendah. Dalam hal ini perpanjangan untuk masing tendon dihitung atas dasar panjangnya yang tepat dengan memperhitungkan adanya gesekan pada rol atau pin. Tempatkan tendon yang melendut pada posisi rendah, diberikan tarikan pada bidang horizontal kemudian angkat pada pin atas yang tetap. Perbedaan antara tegangan tarik awal dan akhir adalah tegangan tarik yang disebabkan oleh gerakan tambahan dari strand. Tempatkan tendon yang melendut pada posisi tinggi, diberi tarikan pada bidang horizontal kemudian lendutan pada pin bawah yang tetap. Perbedaan antara tegangan tarik awal dan akhir adalah tegangan tarik yang disebabkan oleh gerakan tambahan dari strand. d. Pemindahan Prategang III-20

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Strand harus dipanasi sedemikian rupa sehingga kegagalan dari kawat pertama tiap strand akan terjadi setelah dipanasi selama minimum 5 detik atau lebih lama. Urutan yang dipakai untuk pemanasan strand harus sesuai dengan jadwal yang disetujui sehingga tegangan hampir simetris disekitar sumbu dari bagian itu. Bilamana penahan (hold down) telah dipasang, Kontraktor harus memberikan rincian cara yang diusulkannya untuk melepas gaya-gaya penahan. Hal ini penting bila berat dari komponen beton kurang daripada dua kali besar total gaya-gaya penahan (hold down). Dalam hal ini pemberat atau penahan vertikal harus ditambahkan langsung pada titik-titik penahan. e. Pengecoran Beton Acuan untuk saluran (duct) internal atau rongga harus diangker terhadap gerakan atau pengapungan (flotation) pada waktu pengecoran atau penggetaran beton. Acuan harus terbuat dari bahan yang tidak akan berubah bentuk pada waktu penanganan atau pengecoran beton. Harus dijamin bahwa minyak acuan tidak diperbolehkan mengenai tendon. Sejumlah spesimen pengujian yang cukup harus dibentuk sehingga dapat dilakukan pengujian awal spesimen untuk pelepasan dan pembongkaran. Disarankan bahwa dibuat cetakan sekurang-kurangnya 3 pasang kubus atau silinder untuk pelepasan per baris komponen yang dicor. Bagian bawah komponen pre-tension harus diperiksa oleh Konsultan Supervisi segera setelah komponen diangkat dari dasar (bed). f. Penerimaan Pekerjaan Pratekan Penerimaan pekerjaan pra-tekan adalah tanggung jawab Engineer, akan tetapi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dicatat oleh Tim Supervisi, sehingga dapat membantu penilaian pekerjaan yang telah selesai. Hal-hal tersebut adalah: Hasil-hasil penegangan yang memuaskan, dimana gaya tendon yang aktual sesuai dengan gaya tendon yang disyaratkan dalam batas tertentu yang diusulkan Engineer. o Gaya dongkrak maksimum tidak boleh melebihi 85% dari kekuatan ultimate minimum yang disyaratkan daripada tendon. o Gaya aktual untuk tendon tunggal diperbolehkan terdapat dalam batas ± 5 persen dari gaya yang disyaratkan dengan syarat bahwa gaya untuk III-21

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang bagian itu secara keseluruhan terdapat di dalam ± 2 persen dari gaya keseluruhan yang disyaratkan. Pemindahan prategangan yang memuaskan termasuk pemeriksaan visual beton untuk retakan yang terjadi baik sebelum maupun sesudah pemindahan. Semua retakan harus ditandai dengan crayon dan lokasi serta besarnya harus dicatat dengan sketsa bebas. Pemadatan yang memuaskan dari beton, yaitu bagian itu tidak mempunyai pengeroposan, rongga atau retakan penyusutan. Keropos adalah hasil dari pemadatan yang kurang memadai apakah daerah yang keropos diperbolehkan untuk ditambal tergantung pada lokasinya dan luas daerah yang keropos pada bagian itu. Bagian-bagian dengan pengeroposan yang luas, pengeroposan pada soffit dasar, diatas titik-titik landasan atau cukup dalam sehingga menampakkan tendon, biasanya tidak akan diterima. Bahwa semua ukuran dari bagian yang selesai akan masuk batas toleransi yang diusulkan oleh Spesifikasi Teknik. Toleransi ukuran untuk penampang melintang dan ukuran panjang harus dipenuhi dengan tepat, tetapi ukuran yang berlebih pada "hog" (profil pada bidang vertikal) atau "bow" (profil pada bidang horizontal) kadang-kadang diperbolehkan oleh Engineer. 2. Post Tensioning a. Tendon Semua gulungan atau bundel tendon akan diambil contoh (sampel), diuji dan disetujui sesuai dengan Spesifikasi Teknik sebelum dimulainya pekerjaan, tanpa memandang adanya sertifikat pabrik. Tendon harus selalu disimpan tertutup diatas tanah, serta disimpan jauh dari tempat di mana peralatan las atau pemotongan mungkin digunakan. Hal terakhir ini sangat penting karena terdapat kasus-kasus kegagalan tendon yang disebabkan percikan logam panas. Harus diperhatikan setiap saat pencegahan permukaan tendon terhadap goresan dari benda-benda seperti pengikat keran, penjepit keran, bekas traktor atau pahat baja. Harus berhati-hati pula dalam pembungkusan dan pengangkatan tendon untuk mencegah lilitan atau bengkokan. b. Operasi Pengecoran Banyak kesulitan pada operasi post-tensioning ditimbulkan oleh kesalahan pada waktu operasi pengecoran sebelum penarikan tendon. III-22

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Saluran (duct) dijaga agar tetap dalam batas toleransi ± 6 mm pada waktu operasi pengecoran. Karena saluran mempunyai kecenderungan "mengapung" pada waktu pengecoran beton dan penggetaran yang berhubungan, penting bahwa saluran ditahan terhadap gerakan keatas selain dari kebawah atau gerakan "melendut". Satu sistem yang cocok diperlihatkan pada Gambar 3.4. Bocornya adukan ke dalam saluran pada sambungan adalah suatu masalah yang umum dijumpai dalam pekerjaan post-tension. Hal ini sangat lazim terdapat pada bangunan segmental dimana sambungan saluran bertepatan dengan sambungan segmen. Penyambungan saluran tidak cukup dilakukan dengan pembungkusan ofeh plester. Ujung saluran biasanya tidak dipotong bersih dan tepat, dan plester cenderung terbelah dibawah tekanan penggetaran beton pada waktu pengecoran. Bentuk sambungan yang terbaik adalah pemakaian sebuah potongan pendek dari saluran sebagai socket penghubung. Gambar 3.4 - Sistim Penempatan Saluran Panjangkaran harus dipasang tepat siku-siku dalam semua arah terhadap sumbu-sumbu tendon. Beton dibelakang penjangkaran harus dipadatkan seluruhnya. c. Penempatan Tendon Pada jenis konstruksi in-situ, atau pada pengecoran bagian lengkap, tendon harus ditempatkan dalam saluran sebelum pengecoran beton. Tendon dapat membantu menahan saluran secara kaku pada posisinya pada waktu pengecoran beton. III-23

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang Langsung setelah pengecoran beton, tendon harus digerakkan ke depan dan ke belakang beberapa kali untuk menjamin bebas dari masuknya adukan. Jika sistem angker ujung mati dan VSL digunakan, harus berhati-hati untuk melindungi strand yang tampak (pada ujung angker) dari karat sebelum pengecoran. Sebagai tambahan perlu diperhatikan bahwa saluran harus cukup karena strand tidak dapat dipindahkan ke belakang dan ke depan pada saluran setelah pengecoran seperti yang dapat terjadi pada balok post-tension yang nominal. Jadi tidak ada cara untuk memeriksa telah terjadinya kebocoran yang dapat menimbulkan masalah pada waktu grouting dilakukan. d. Operasi Penarikan Penjangkaran dan peralatan harus diperiksa sebelum dimulainya penarikan. Periksa juga apakah bagian beton itu bebas bergerak secara memanjang. Jika tendon telah dipasang di dalam saluran setelah bagian itu dicor, saluran perlu dibilas dengan air bersih kemudian ditiup dengan udara bertekanan untuk menghilangkan semua benda asing. Jika tekanan pengukur kurang dari tekanan yang diharapkan, hal itu berarti bahwa terdapat lebih sedikit gesekan daripada yang diperkirakan. Jika tekanan lebih besar, berarti bahwa terdapat lebih banyak gesekan. Bila tekanan pada pengukur jauh lebih kecil, disarankan bahwa perhitungan perpanjangan harus diperiksa sebelum penjangkaran. Perhatikan bahwa penarikan/pemberian tegangan tarik diukur oleh perpanjangan, dan bahwa alat pengukur (gauge), dynamometer dan sel beban hanya untuk tujuan pemeriksaan saja. Bila perpanjangan yang disyaratkan belum dicapai ketika pengukur tekanan menunjukkan bahwa beban tarik telah mencapai 85 persen dari kekuatan tarik ultimate dari tendon, tendon harus di-tension dan masalahnya harus diselidiki. Hasil-hasil penegangan yang memuaskan terjadi bilamana gaya tendon aktual sesuai dengan gaya tendon yang diperlukan, dalam batas yang diusulkan Engineer. Batas-batas tersebut biasanya adalah: o Gaya dongkrak maksimum tidak boleh melewati 85% dari kekuatan minimum ultimate tendon yang ditentukan. o Gaya aktual maksimum tunggal diperbolehkan dalam batas ± 5 persen dari gaya yang ditentukan dengan syarat bahwa gaya untuk bagian itu secara keseluruhan adalah didalam batas ± 2 persen dari gaya total yang diperlukan. III-24

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang 3. Grouting Saluran harus di grout dengan tekanan dengan campuran grout sesuai yang disetujui dalam batas 48 jam dari selesainya operasi peregangan, kecuali bila ditentukan lain atau disetujui oleh Engineer. Langsung sebelum grouting, saluran harus dibilas secara menyeluruh dengan air bersih dan semua air sisa harus dihilangkan menggunakan udara bertekanan. Grout harus diberikan dengan pemompaan terhadap lubang vent terbuka. Grout diberikan secara kontinu dibawah tekanan sedang pada satu ujung saluran sampai semua udara yang sedang pada satu ujung saluran sampai semua udara yang tertahan dipaksa keluar lubang vent pada ujung berlawanan dari saluran. Hal ini diteruskan sampai suatu aliran grout yang tetap, keluar, lubang vent terbuka kemudian ditutup sementara tekanan dipelihara. Tekanan grout dinaikkan bertahap sampai minimum 700 kpa dan dipegang tetap pada tekanan ini kira-kira 1 menit. Lubang tempat masuk grout kemudian ditutup. Pada balok panjang sering diberikan lubang vent pusat dengan pipa plastik yang melewati badan balok untuk memudahkan pengisian dengan grout. III-25

Bab III : Pelaksanaan Pembesian, Pemasangan dan Penarikan Kabel Prategang BAB III...1 PELAKSANAAN PEMBESIAN,...1 PEMASANGAN DAN PENARIKAN KABEL PRATEGANG...1 3.1. UMUM...1 3.1.1 PENYIMPANAN DAN PENANGANAN...1 3.1.2 KESIAPAN KERJA...1 3.1.3 MUTU PEKERJAAN DAN PERBAIKAN ATAS PEKERJAAN YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN...1 3.1.4 PENGGANTIAN UKURAN BATANG...2 3.1.5 TOLERANSI...2 3.2. PEMBUATAN DAN PENEMPATAN...3 3.2.1 PEMBENGKOKAN...3 3.2.2 PENEMPATAN DAN PENGIKATAN...3 3.3. BETON PRATEKAN...5 3.3.1 UMUM...5 3.3.2 SALURAN (DUCTING) UNTUK TENDON PRATEGANG...5 3.3.3 TENDON DAN PENJANGKARAN...6 3.3.4 PENEGANGAN...8 3.3.5 TINDAKAN PENGAMANAN...15 3.3.6 GROUTING...16 3.3.7 PENANGANAN DAN PENYIMPANAN GELEGAR DAN UNIT LANTAI PRA-TEKAN PRACETAK...17 3.3.8 DETAIL-DETAIL PRAKTIS...18 III-26

Bab V : Menghitung Volume Beton BAB V MENGHITUNG VOLUME BETON 5.1. MENGHITUNG VOLUME PEKERJAAN BETON Ukuran-ukuran konstruksi beton biasanya telah tertera (tertulis) pada gambar pelaksanaan. Disamping itu penampang-penampang dari konstruksi juga dapat dilihat pada gambargambar potongan. Kalau terdapat perbedaan ukuran pada gambar, patokan yang diambil dialah pada gambar yang dengan ukuran besar/skala besar, yang bisanya berupa gambar detail. 5.1.1 Menghitung Volume Kolom Kolom berbentuk persegi atau bulat dan untuk membedakan kolom itu persegi atau bulat pada gambar dapat dilihat gambar potongan. 60 40 Gambar 5.1 kolom persegi a. Kolom persegi Menghitung dalam luas penampang a x b kalau a = 40 cm dan b = 60 cm Luas penampang 60 x 40 = 2.400 cm2 atau = 0.24 m2 Hitunglah tinggi kolom, ukur tinggi dari garis pelat bawah sampai garis pelat atas, disini: 3.25 0 = 3.25 m tebal pelat = 0.15 m tinggi kolom = 3.10 m V-1

Bab V : Menghitung Volume Beton Volume 1 kolom = 0.24 x 3,10 m3 = 0.784 m3 Kalau jumlah kolom dalam 1 lantai itu ada 9 buah maka volume kolom 1 lantai = 9 x 0.784 m3 = 7.056 m3 Perhatikan: Tinggi kolom hanya diukur sampai batas pelat bagian bawah. diameter Gambar 5.2 Kolom Bulat b. Kolom bulat Hitung tinggi kolom sama seperti kolom persegi tadi = 3.10 m luas otongan / penampang Rumus lingkaran = 1/4 D 2 (baca =fi) sama dengan angka yang disederhanakan 22/7 = 3.14 D 2 artinya D x D (baca D = diameter) Atau garis tengah lingkaran (kolok) jadi kalau kolom bulat berdiameter 80 cm, luas = 0.785x0.8x0.8 = 0.5024 m2 Volume 1 kolom = 0.5024 x 3.10 = 1.55744 m2 Kalu jumlah kolom ada 9 buah, maka volume kolom dalam 1 lanytai =9x1.55744=13.616996m3 V-2

Bab V : Menghitung Volume Beton 5.1.2. MENGHITUNG VOLUME PELAT Gambar 5.3 Menghitung Volume Pelat Kalau memperhatikan gambar pelat, pelat itu dilihat dari atas, jadi seolah-olah kita berada di atas pohon tinggi, atau menara lalu melihat ke bawah yang ada pelatnya. Tebal pelat dapat dilihat pada gambar potongan pelat atau dapat dilihat pada gambar balok. Dalam hal ini tebal pelat lantai 15 cm Perhatikan : Tebal pelat lantai tidak boleh kurang dari 15 cm kecuali pelat atap setebal 12 cm Luas pelat dapat dihitung dari perkalian panjang kali lebar, hanya memperhatikan kalau ada lisplank, panjang dan lebar diambil dari batas lisplank atau cave. Nantinya volume listplank / cave dihitung sendiri. Kalau penjang pelat = 18 m Lebar pelat = 10 m Maka volume pelat = 0,5 x 10 x m 3 = 27 m 3 Balok pelat kolom V-3

Bab V : Menghitung Volume Beton 5.1.3. MENGHITUNG VOLUME BALOK Balok-balok kosntruksi umumnya bagian ats masuk pelat, bagian kedua ujung masuk pada kolom. Jadi tinggi balok dikurangi tebal pelat dan panjang balok dan as bentang dikurangi tebal kolom-kolom kiri dan kanan. Tinggi ibalok Panjang balok = 6 m 0.20 = 5.4 m Tinggi balok = 0.60 0.15 = 0.45 m Kalau lebar balok = 0.40 m, maka volume 1 balok = 0.40 x 0.45 x 5.4 3 = 0.972 m3kalau dalam 1 lantai ada 10 balok yang sama, volume balok = 10 x 0.972 = 9.72 m3. 5.2. MENGHITUNG VOLUME PEKERJAAN BESI Pekerjaan besi hanya dihitung pekerjaan yang terpasang. Jadi termasuk pekerjaanpekerjaan lain untuk penunjang, misalnya sisa potongan, meluruskan, membuat gawang besi dan sebagainya. Jadi hasil kerja besi hanya dapat diambil volume kerja yang dpaat diperhiungkan ialah: Besi konstruksi Besi penahan susut Besi stek Besi kaki ayam Besi sengkang Pekerjaan pembesian/penilangan yang tidak diperhitungkan ialah: Besi-besi sisa potongan Besi pengganjal kedudukan besi beton Kawat pengikat dan sebagainya Pekerjaan pembesian diukur dalam beratnya. Dan daftar lengkung (pembengkokkan) dapat diketahui panjang dari masing-masing bentuk. Dengan mengetahui jenis diameter besi, maka dapat dihitung berat besi seluruhnya. Misal pekerjaan besi diketahui : Dari diameter 25 mm = 963 m berat/m = 3.853 kg pada tabel. Dari diameter 19 mm = 764 m berat/m = 2.226 kg pada tabel. Dari diameter 12 mm = 182 m berat/m = 0.888 kg pada tabel. Dari diameter 8 mm = 1206 m berat/m = 0.395 kg pada tabel. V-4

Bab V : Menghitung Volume Beton Jadi volume pekerjaan pembesian: 963 x 3.863 = 3.810.439 764 x 2.226 = 1.700.664 182 x 0.888 = 161.616 1206 x 0.395 = 476.370 6.049.089 kg Gambar 5.4 Volume Pekerjaan Besi V-5

Bab V : Menghitung Volume Beton 5.1. MENGHITUNG VOLUME PEKERJAAN BETON...1 5.1.1 Menghitung Volume Kolom...1 5.2. MENGHITUNG VOLUME PEKERJAAN BESI...4 V-6

Bab VI : Membaca Gambar BAB VI MEMBACA GAMBAR 6.1. SISTIMATIKA GAMBAR Pada umumnya susunan / sistematika gambar akan terdiri dari : No. Kode Gambar SAMPUL SAMPUL A UMUM 1. A/1/1 Daftar gambar 2. A/2/1 Peta lokasi proyek 3. A/2/2 Key Plan 4. A/2/3 Peta Quarry 5. A/3 Abbreviations, Legend & Keterangan umum 6. A/4 Daftar Kuantitas Pekerjaan B TYPICAL CROSS SECTION 7. B/1 Typical Cross Section Type I 8. B/2 Typical Cross Section Type II C ALIGNMENT LAYOUT 9. B/1 Alignment Layout STA 0+000 0+750 10. B/2 Alignment Layout STA 0+750 1+500 D PLAN & PROFILE 11. D/1 Plan & Profile STA 0+000-0+750 12. D/2 Plan & Profile STA 0+750-1+500 E CROSS SECTION 13. E/1 Cross Section STA 0+000-0+500 14. E/2 Cross Section STA 0+500-1+000 F INTERSECTION 15. F/1/1 Plan of Intersection STA 5+000 16. F/1/2 Cross Section of Intersection STA 5+000 17. F/1/3 Intersection Details STA 5+000 G STRUKTUR 18. G/1/1 Tampak samping jembatan 19. G/1/2 Denah / tampak atas jembatan 20. G/1/3 Longitudinal & Cross Section 21. G/1/4 Girder Detail & Reinforcement 22. G/1/5 Bar Reinforcement of Girder 23. G/1/6 Deck Slab Detail & Reinforcement 24. G/1/7 Bar Reinforcement of Deck Slab 25. G/1/8 Railing Detail & Reinforcement 26. G/1/9 Bar Reinforcement of Railing 27. G/1/10 Detail of Abutment & Reinforcement 28. G/1/11 Bar Reinforcement of Abutment 29. G/1/12 Detail pondasi 30. G/1/13 Detail Expansion Joint VI-1

Bab VI : Membaca Gambar No. Kode Gambar H DRAINASE 31. H/1/1 Plan & Longitudinal Section STA 0+000-0+750 32. H/2/1 Ditch Type I 33. H/3/1 Inlet & Outlet Structure Drain Type I 34. H/4/1 Catch Basins Type I 35. H/5/1 Reinforced Concrete Pipe Culvert 36. H/5/2 Headwall for Pipe Culvert Type I 37. H/6/1 Box Culvert Type I 38. H/6/3 Box Culvert Bar Reinforcement Type I 39. H/6/5 Box Culvert Detail Type I 40. H/6/7 Single Cell Slab Culvert Type I 41. H/6/8 Multi Cell Slab Culvert Type II 42. H/6/9 Slab Culvert Reinforcement 43. H/6/10 Sub Surface Drain I RETAINING WALL & SLOPE PROTECTION 44. I/1/1 Retaining Wall & Slope Protection Type I 45. I/1/2 Retaining Wall & Slope Protection Type II 46. I/2/1 Bar Reinforcement 47. I/3 River Bank Slope Protection 48. I/4 Rip-rap Slope Protection J MISCELLANEOUS & STANDARD DRAWING 49. J/1 Curb 50. J/2/1 Median 51. J/3 Concrete Barrier 52. J/4/1 Side-walk 53. J/5/1 Island 54. J/6/1 U-Turn Type I 55. J/7 Truck Parking Area 56. J/8/1 Traffic Signs 57. J/9/1 Road Marking 58. J/10 Guardrail 59. J/11 KM Post 60. J/12/1 Lighting Type I 61. J/13 Bus Bay 62. J/14/1 Lanscape Plan 63. J/14/2 Detail planting plan 64. J/14/3 Description of planting plan 6.2. CONTOH GAMBAR Pada halaman berikut diberikan contoh gambar dari beberapa proyek yang telah ada, dan contoh dari proyek-proyek dari instansi :Depatemen Pekerjaan Umum, Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, dan dari PT. Jasa Marga (Persero). Nampak bahwa masing-masing instansi mempunyai format yang tidak sama, tetapi pada dasarnya mempunyai pengertian gambar yang harus di-interpretasikan sama oleh pelaku proyek. VI-2

Bab VI : Membaca Gambar VI-3

Bab VI : Membaca Gambar VI-4

Bab VI : Membaca Gambar VI-5

Bab VI : Membaca Gambar VI-6

Bab VI : Membaca Gambar VI-7

Bab VI : Membaca Gambar VI-8

Bab VI : Membaca Gambar VI-9

Bab VI : Membaca Gambar VI-10

Bab VI : Membaca Gambar VI-11

Bab VI : Membaca Gambar VI-12

Bab VI : Membaca Gambar VI-13

Bab VI : Membaca Gambar VI-14

Bab VI : Membaca Gambar VI-15

Bab VI : Membaca Gambar VI-16

Bab VI : Membaca Gambar VI-17

Bab VI : Membaca Gambar VI-18

Bab VI : Membaca Gambar VI-19

Bab VI : Membaca Gambar VI-20

Bab VI : Membaca Gambar VI-21

Bab VI : Membaca Gambar VI-22

Bab VI : Membaca Gambar VI-23