ARAHAN LOKASI PENGEMBANGAN KARAMBA JARING APUNG DI DANAU TOBA

dokumen-dokumen yang mirip
PENELUSURAN ULANG POTENSI SUAKA PERIKANAN DI DANAU TOBA

INTRODUKSI KERAMBA JARING APUNG BERLAPIS SEBAGAI ALATERNATIF SISTEM PEMELIHARAAN IKAN DALAM KERAMBA RAMAH LINGKUNGAN DI DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBEBANAN DAN DISTRIBUSI BAHAN ORGANIK DI WADUK CIRATA

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK

3. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

KONDISI KUALITAS AIR BEBERAPA DAERAH PEMELIHARAAN IKAN KARAMBA JARING APUNG DI DANAU MANINJAU

3. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

FLUKTUASI OKSIGEN TERLARUT DI KAWASAN KARAMBA JARING APUNG DI DANAU MANINJAU DAN HUBUNGANNYA DENGAN KETERSEDIAAN KLOROFIL DAN BAHAN ORGANIK

CIRI WILAYAH EUFOTIK PERAIRAN DANAU TOBA

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGAMATAN POLA STRATIFIKASI DI DANAU MANINJAU SEBAGAI POTENSI TUBO BELERANG. Lukman, Sutrisno, dan Agus Hamdani

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DISTRIBUSI OKSIGEN TERLARUT DAN BEBERAPA FAKTOR FISIKA DAN KIMIA PERAIRAN PENTING DI DANAU LINDU SULAWESI TENGAH 1. Vipen Adiansyah 2 & Samuel 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. termasuk situ dan wadah air sejenis dengan sebutan istilah lokal (Permen LH No.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB 2 BAHAN DAN METODE

STUDI KELIMPAHAN DAN SEBARAN PHYTOPLANKTON SECARA HORIZONTAL (KASUS SUNGAI KURI LOMPO KABUPATEN MAROS) Abdul Malik dan Saiful ABSTRAK

PENGARUH KANDUNGAN OKSIGEN TERLARUT (DO) TERHADAP STATUS EUTROFIKASI DI WADUK CIWAKA, KOTA SERANG

BAB 2 BAHAN DAN METODA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Teluk Ratai Kabupaten Pesawaran,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

PENENTUAN KUALITAS AIR DI PERAIRAN TIGARAS KECAMATAN DOLOK PARDAMEAN KABUPATEN SIMALUNGUN

The Vertical Profile Of Nitrate and Orthophosphate in Pinang Luar Oxbow Lake Buluh China Village Siak Hulu Sub District Kampar District Riau Province

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

3. METODE PENELITIAN

Profil Vertikal Fosfat di Waduk Bandar Kayangan Lembah Sari Kelurahan Lembah Sari Kabupaten Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kecamatan

3. METODE PENELITIAN

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

The Vertical Profile of Nitrate in the Lacustrine and Transition Zone Koto Panjang Reservoir Kampar District Riau Province ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

STATUS KUALITAS AIR WADUK CIRATA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN BUDIDAYA

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN. Keterangan : Peta Lokasi Danau Lido. Danau Lido. Inset. 0 km 40 km 6 40' 42" ' 47" Gambar 2. Peta lokasi Danau Lido, Bogor

BAB III BAHAN DAN METODE

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

Studi Pengaruh Air Laut Terhadap Air Tanah Di Wilayah Pesisir Surabaya Timur

Chlorophyll-a concentration in the Tajwid Lake, Langgam Sub-district, Pelalawan District, Riau Province. By:

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

MANAJEMEN KUALITAS AIR

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang.

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Kegiatan manusia di sekitar perairan dapat mengakibatkan masuknya

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan

ABSTRACT THE IMPACT OF AGRICULTURAL ACTIVITIES IN THE VARIOUS LEVELS OF EUTROPHICATION AND DIVERSITY OF PHYTOPLANKTON IN BUYAN LAKE BULELENG BALI

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN. sumber irigasi, sumber air minum, sarana rekreasi, dsb. Telaga Jongge ini

Hubungan panjang berat ikan belanak (Mugil cephalus) di tiga muara sungai di Teluk Banten

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2

Transkripsi:

ARAHAN LOKASI PENGEMBANGAN KARAMBA JARING APUNG DI DANAU TOBA Lukman, Syahroma H. Nasution, dan I. Ridwansyah Pusat Penelitian Limnologi LIPI ABSTRAK Konsepsi penataan ruang perairan danau adalah upaya untuk menjamin keberlangsungan pembangunan dan kelestarian lingkungan danau dan kawasan sekitarnya, yaitu melalui peningkatan kualitas ruang meliputi kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatannya. Kegiatan budiaya ikan pada karamba jaring apung (KJA) di perairan Danau Toba yang pertama kali dicoba pada tahun 1988, pada saat ini telah cukup meluas dan melibatkan berbagai kelompok masyarakat. Tercatat 50 desa/dusun yang memiliki KJA, yaitu milik masyarakat 5.158 unit, milik Perusahaan Modal Asing (PMA) 4 lokasi dengan KJA berukuran besar dan satu lokasi dengan 72 unit berukuran kecil. Karena kecenderungan aktivitas KJA yang terus meningkat, pengendalian pemanfaatan ruang perairan untuk pengembangannya perlu dilakukan baik melalui penetapan daya dukung perairan untuk budidaya maupun penetapan ruang-ruang yang dapat dimanfaatan untuk KJA tersebut. Telah dilakukan pengamatan wilayah-wilayah perairan di sekeliling Danau Toba, untuk menetapkan alokasi ruang untuk pengembangan KJA dihubungkan dengan faktor-faktor yang menjadi kriteria pembatasnya. Penetapan daya dukung untuk setiap wilayah dan kriteria pembatas pengembangan KJA mengacu pada dokumen-dokumen terdahulu. Pengamatan dilakukan pada bulan Agustus dan Oktober 2013 terhadap 19 perairan teluk di Danau Toba, dengan melakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air yaitu suhu, kecerahan, DO, ph, kelimpahan klorofil a, kadar hara dan kadar bahan organik. Kata kunci: Danau Toba, karamba jaring apung (KJA), arahan ruang, kualitas air PENDAHULUAN Konsepsi penataan ruang perairan danau adalah upaya untuk menjamin keberlangsungan pembangunan dan kelestarian lingkungan danau dan kawasan sekitarnya, yaitu melalui peningkatan kualitas ruang meliputi kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang serta pengendalian pemanfaatannya (Haeruman, 1999). Penetapan bahwa kawasan sekitar danau sebagai kawasan perlindungan setempat adalah untuk melindungi danau dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau (PP No. 47 Tahun 1997). Kegiatan budidaya ikan pada karamba jaring apung (KJA) di perairan Danau Toba yang pertama kali dicoba pada tahun 1988 (Dharma, 1988), pada saat ini telah cukup meluas dan melibatkan berbagai kelompok masyarakat. Karamba jaring apung merupakan suatu cara budidaya ikan yang dilakukan di badan air tergenang, yaitu membesarkan ikan di dalam wadah-wadah yang dilayangkan di dalam air yang diselubungi semua sisi dan dasarnya oleh suatu bahan jaring yang mana pertukaran air relatif bebas dan limbah dari aktivitas budidaya dapat lepas ke perairan sekitarnya (Asmawi, 1986; Schmitttou, 1991). 373

Intensitas pengembangan KJA di perairan Danau Toba saat ini sudah cukup tinggi, dan tersebar di seluruh wilayah perairan. Dokumen dari Badan Pelaksana Badan Koordinasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Danau Toba (Sitompul dkk., 2007) mengemukakan bahwa lokasi-lokasi KJA telah tersebar di 50 desa/dusun, yaitu milik masyarakat 5.158 unit, milik Perusahaan Modal Asing (PMA) 4 lokasi dengan KJA berukuran besar dan satu lokasi dengan 72 unit KJA berukuran kecil. Produksi ikan dari KJA ini untuk tahun 2010 tercatat mencapai 47.478 ton, yang terdiri dari ikan nila (45.437 ton) dan ikan mas (2.041 ton) dengan nilai produksi secara keseluruhan mencapai Rp. 722,5 milyar (Anonim, 2011). Kontroversi pengembangan KJA di Danau Toba banyak menyita perhatian masyarakat, terkait pertimbangan antara kebutuhan sosial ekonomi dan kelestarian lingkungan, antara pencapaian produksi dan daya dukung perairan, serta antara kepentingan budidaya dan keindahan perairan. Namun suatu hal yang pasti, pengembangan KJA di suatu perairan akan bernilai positif selama memperhatikan aspek keseimbangan ekologisnya, berada dalam batas kapasitas dayadukungnya dan memperhatikan pula kepentingan masyarakat yang ada. Peningkatan KJA yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang buruk pada masa yang akan datang. Kebijakan pemanfaatan perairan Danau Toba untuk pengembangan budidaya ikan dengan KJA harus memperhatikan daya dukungnya dengan penetapan lokasi dan luasan yang tidak mengancam kegiatan yang telah ada yaitu aktivitas pariwisata. Untuk itu diperlukan arahan penetapan lokasi KJA untuk setiap kabupaten di wilayah Toba dengan memperhatikan aspek-aspek kondisi kualitas air serta kondisi pemanfaatan lain di wilayah itu. Arahan penetapan lokasi KJA juga merujuk pada kriteria yang dikemukakan oleh Lukman (2013). METODOLOGI Kegiatan survey dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 (Stasiun [(Sta] 1.s.d Sta 3; Sta. 16 s.d Sta. 19) dan pada bulan Oktober 2013 (Sta. 4 s.d Sta. 15) yang tersebar di tepian perairan Danau Toba (Gambar 1). Lokasi-lokasi tersebut mewakili perairan kabupaten-kabupaten Simalungun (6 lokasi), Toba Samosir (5 lokasi), Tapanuli Utara (1 lokasi), Humbang Hasundutan (1 lokasi), Samosir (4 lokasi), dan Dairi (2 lokasi). (Tabel 1). 374

Gambar 1. Peta stasiun pengukuran kualitas air di Danau Toba Parameter oksigen terlarut (DO; Dissolved Oxygen), suhu dan ph diukur secara langsung (in situ), untuk parameter Total Nitrogen (TN), Total Fosfor (TP), kebutuhan oksigen kimiawi (COD; Chemical Oxygen Demand), dan klorofil a dilakukan dengan pengambilan contoh air untuk kemudian dianalisis di laboratorium (Tabel 2). Parameter suhu, ph dan DO dan suhu diukur dengan WQC (Water Quality Checker) [HORIBA] tipe U-10, sedangkan analisis TN, TP, dan COD menggunakan spektrofotometer (Greenberg dkk., 1992). Parameter penunjang lainnya adalah tingkat kecerahan yang diukur dengan keping Sechi. Pengambilan air untuk menggunakan Van Dorn Sampler. Untuk analisis klorofil, contoh air sebanyak 250 ml disaring dengan Whatman Glass Microfiber Filter (GFF) dan diawet dengan MgCO 3. Total Fosfor ditetapkan melalui dektruksi contoh air dengan K 2 S 2 O 8 dalam keadaan asam, senyawaan Nitrogen (TN), ditetapkan dengan dektruksi contoh air menggunakan asam borat dalam keadaan basa dengan metode brucin. Kadar COD dianalisis dengan menggunakan metode dekstruksi dikromat. Analisis klorofil a menggunakan spektrofotometri (Greenberg dkk.,.1992). Tabel 1. Posisi geografis stasiun-stasiun pengambilan contoh Stasiun Lokasi Koordinat Kabupaten Sta. 1 Ujung Saribu 02 o 54,147' LU Simalungun 98 o 33,452' BT Sta. 2 Gaol 02 o 52,861' LU Simalungun 98 o 37,463' BT Sta. 3 Halaotan 02 o 50,534' LU Simalungun 98 o 43,565' BT 375

Sta. 4 Tanjung Unta 02 o 46,154' LU Simalungun 98 o 48,419 BT Sta. 5 Sipolha 02 o 44 08,5 LU Simalungun 98 o 51,447 BT Sta. 6 Panahatan 02 o 42,192' LU Simalungun 98 o 54,913' BT Sta. 7 Sigapiton 02 o 35,973' LU Toba Samosir 98 o 55,662' BT Sta. 8 Sirungkungan 02 o 34,037' LU Toba Samosir 98 o 57,198' BT Sta. 9 Pangaloan 02 o 33,492' LU Toba Samosir 98 o 58,908' BT Sta. 10 Jonggi Nihuta 02 o 32,890' LU Toba Samosir 98 o 29,626' BT Sta. 11 Hinalang 02 o 19,337' LU Toba Samosir 99 o 00,017' BT Sta. 12 Muara Nauli 02 o 20,416' LU Tapanuli Utara 98 o 54,266' BT Sta. 13 Timpar 02 o 21,147' LU Humbang Hasundutan 98 o 49,391' BT Sta. 14 Holbung 02 o 23,999' LU Samosir 98 o 48,463' BT Sta. 15 Lumbannahor 02 o 26,163' LU Samosir 98 o 47,113' BT Sta. 16 Boho 02 o 33,035' LU Samosir 98 o 40,063' BT Sta. 17 Tulas 02 o 38,131' LU Samosir 98 o 38,064' BT Sta. 18 Binagara 02 o 44.283' LU Dairi 98 o 34,667' BT Sta. 19 Paropo 02 o 51.312' LU Dairi 98 o 31,467' BT HASIL Pada Tabel 2 memperlihatkan kondisi kualitas air penciri alami pada lokasi pengembangan Karamba Jaring Apung (KJA), sedangkan untuk mengetahui kondisi kualitas air penciri karena pengaruh antrofogenik pada lokasi yang diamati dapat dilihat pada Tabel 4. Luasan teluk, luas areal KJA di Danau Toba dan alokasi jumlah KJA yang dapat ditanam dapat dilihat pada Tabel 5. 376

Tabel 2. Kondisi kualitas air penciri alami pada lokasi yang diamati Stasiun Lokasi Suhu ( o C) ph DO (mg/l) Kecerahan (m) Sta. 1 Ujung Saribu 26,1 8,21 7,10 7,4 Sta. 2 Gaol 25,4 7,86 7,03 8,8 Sta. 3 Halaotan 25,2 8,61 7,03 8,0 Sta. 4 Tanjung Unta 24,9 7,45 6,31 9,5 Sta. 5 Sipolha 25,2 7,84 6,57 8,2 Sta. 6 Panahatan 25,6 8,00 7,12 6,3 Sta. 7 Sigapiton 25,6 8,12 7,36 7,1 Sta. 8 Sirungkungan 25,2 8,19 7,17 9,0 Sta. 9 Pangaloan 25,9 8,17 7,01 9,5 Sta. 10 Jongginihuta 26,0 8,18 7,07 8,7 Sta. 11 Hinalang 24,9 7,72 6,66 9,0 Sta. 12 Muara Nauli 25,2 7,93 6,63 8,4 Sta. 13 Timpar 25,3 7,89 7,44 8,0 Sta. 14 Holbung 25,6 8,42 6,50 11,5 Sta. 15 Lumbannahor 26,4 8,44 7,30 9,5 Sta. 16 Boho 25,0 7,70 5,86 3,5 Sta. 17 Tulas 26,9 8,60 7,52 7,0 Sta. 18 Binagara 26,4 8,45 7,30 7,7 Sta. 19 Paropo 26,3 8,34 7,15 7,4 Tabel 4. Kondisi kualitas air penciri pengaruh antrofogenik pada lokasi yang diamati Stasiun Lokasi TN (mg/l) TP (mg/l) COD (mg/l) Klorofil a (mg/m 3 ) 1 Ujung Saribu 0,102 0,022 35,454 0,916 2 Gaol 0,122 0,041 32,424 1,010 3 Halaotan 0,154 0,018 30,909 2,047 4 Tanjung Unta 0,329 0,013 118,788 1,407 5 Sipolha 0,270 0,013 80,909 2,378 6 Panahatan 0,238 0,019 102,121 1,620 7 Sigapiton 0,302 0,015 86,970 1,010 8 Sirungkungan 0,374 0,012 108,182 0,583 9 Pangaloan 0,250 0,013 91,515 0,795 10 Jongginihuta 0,257 0,019 111,212 0,443 11 Hinalang 0,275 0,013 97,576 2,018 12 Muara Nauli 0,303 0,020 106,667 0,825 13 Timpar 0,263 0,013 91,515 1,008 14 Holbung 0,080 0,031 29,394 1,195 15 Lumbannahor 0,075 0,022 30,909 0,611 16 Boho 0,173 0,012 40,000 2,474 17 Tulas 0,127 0,025 29,394 1,407 18 Binagara 0,133 0,038 33,939 0,397 19 Paropo 0,092 0,018 38,485 1,407 377

Tabel 5. Luasan teluk, luas areal KJA di Danau Toba dan alokasi jumlah KJA yang dapat ditanam No Teluk Luas Teluk (ha) Luas Area untuk KJA * (ha) Proporsi (%) Alokasi KJA** 1 584.7 166.0 8.8 919 2 358.7 83.6 4.4 460 3 78.3 37.7 2.0 209 4 150.8 53.0 2.8 293 5 92.4 27.6 1.5 157 6 259.7 86.6 4.6 481 7 131.8 39.9 2.1 219 8 111.0 48.0 2.5 261 9 123.0 55.4 2.9 303 10 87.6 44.8 2.4 251 11 85.8 0.0 0.0 0 12 122.6 52.0 2.8 293 13 56.6 25.3 1.3 136 14 21.0 0.6 0.0 0 15 59.7 18.3 1.0 104 16 13.6 0.0 0.0 0 17 19.2 0.0 0.0 0 18 165.6 95.7 5.1 533 19 197.2 55.5 2.9 303 20 275.5 135.0 7.2 752 21 1264.5 320.4 17.0 1776 22 106.3 38.5 2.0 209 23 98.9 2.1 0.1 10 24 1004.6 374.1 19.8 2068 25 151.5 17.7 0.9 94 26 52.1 4.0 0.2 21 27 199.9 89.5 4.7 491 28 34.4 16.0 0.8 84 DISKUSI 5907.1 1887.3 10426 *) Pertimbangan dengan luasan littoral yang tidak boleh dimanfaatkan KJA **) Pertimbangan berdasarkan dayadukung untuk KJA (Lukman & Hamdani, 2011) Kondisi Kualitas Air Kondisi kualitas air Danau Toba menunjukkan suhu air pada stasiun-stasiun yang diamati berkisar antara 24,9 26,9 o C, ph antara 7,45-8,61, oksigen terlarut antara 5,86-7,53 mg/l, dan kecerahan perairan antara 3,5 11,5 m (Tabel 2). Kisaran suhu pada umumnya sejalan dengan kondisi atmosfir, dan kadang-kadang dipengaruhi oleh waktu pengukuran. Kondisi suhu di perairan Danau Toba relatif tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Berdasarkan laporan 378

Lukman (2011), di wilayah littoral Danau Toba kondisi suhu pada pengukuran Oktober 2009 di permukaan perairan berada pada kisaran 25,5 26,0 o C dan pada kedalaman 40 m suhu hanya menurun hingga 24,5-25,0 o C. Karakteristik ph perairan Danau Toba yang cenderung alkalin tampaknya terkait dengan daerah tangkapan(dta) Danau Toba yang beberapa dintaranya merupakan wilayah batuan karst (kapur). Pada umumnya perairan alkalin berada di daerah karst, yang aliran airnya banyak melarutkan komponen kalsium (Ca), sebagaimana sungai-sungai pada kawasan karst di Barat Laut Slovenia yang memiliki ph bervariasai antara 7,7 8,0 (Mori & Bracelj, 2006). Sementara itu kadar oksigen terlarut yang terukur menunjukkan kondisi sangat layak untuk kehidupan biota perairan, terutama ikan (>3,0 mg/l) (Alabaster & Lloyd, 1981), dan menunjukkan kondisi alami dalam arti belum menunjukkan adanya pengaruh dari pencemaran organik. Mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kondisi perairan berdasarkan kadar oksigen terlarutnya (> 6 mg/l), kecuali di Stasiun 16 wilayah Boho, menunjukkan mutu air kelas I. Sebagai acuan status tropik teluk-teluk Danau Toba yang diamati adalah mengikuti Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup No. 28/2009 dalam Anonim (2009), sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3. Tingkat kecerahan perairan (> 4 m), pada umumnya menunjukkan perairan dengan status trofik mesotrof, bahkan di Stasiun 14 memiliki tingkat kecerahan yang tinggi (> 10 m) yang mencirikan status perairan oligotrof. Tingkat kecerahan terendah (3,5 m) tercatat di Stasiun 16 yang tampaknya terkait dengan adanya komponen humus yang masuk melalui aliran sungai. Parameter kualitas air yang menjadi ciri pengaruh antrofogenik (Tabel 4) merupakan kondisi sebagai dampak adanya pengaruh manusia, seperti kadar TN, TP, COD dan kelimpahan klorofil. Parameter tersebut dapat menujukkan tingkat status tropik dan kelas kualitas airnya. Tabel 3. Kriteria status trofik perairan danau berdasarkan beberapa parameter kualitas air Status Trofik Kadar rata-rata Total N (mg/l) Kadar rata-rata Total P (mg/l) Kadar rata-rata Chlorofil (mg/l) Kecerahan ratarata (m) Kisaran kadar TP (mg/m 3 )* Oligotrof < 0,650 < 0,010 < 0,002 > 10 3,0 17,7 Mesotrof > 0,750 < 0,030 < 0,005 > 4 10,9 95,6 Eutrof < 1,900 < 0,100 < 0,015 > 2,5 16,2 386 Hipereutrof > 1,900 > 0,100 > 0,200 < 2,5 750 1.200 Sumber: Peraturan Menteri LH No. 28/2009 dalam Anonim (2009); *) Vollenweider & Kerekes (1980) Berdasarkan kriteria kadar TN pada umumnya lokasi-lokasi yang diamati mencirikan perairan oligotrof (< 0,650 mg/l), sedangkan berdasarkan kadar TP sebagian lokasi berada pada kondisi mesotrof (0,01 0,03 mg/l), tiga lokasi menunjukkan kondisi eutrof (0,03 0,1 mg/l) yaitu Sta. 2, Sta. 15 dan Sta. 18. Sementara itu lokasi Sta. 8 dan Sta. 16 berada pada kondisi mesotrof ringan atau sedikit di atas kondisi oligotrof (Pertimbangan penulis). Berdasarkan kadar klorofil, sebagian besar stasiun yang diamati berada pada kondisi oligotrof (< 0,002 mg/l atau <2 mg/m 3 ), hanya empat stasiun yang berada pada kondisi mesotrof (> 0,002 mg/l atau > 2 mg/m 3 ). Berdasarkan tingkat COD, sebagian besar stasiun yang diamati memiliki kualitas air kelas III (kadar COD 25 50 mg/l) dan kelas IV (kadar COD antara 50 100 mg/l). 379

Skenario Penetapan Lokasi-lokasi KJA di Danau Toba Terdapat dua skenario penetapan lokasi KJA di Danau Toba: i) Memperhatikan teluk-teluk yang tersebar di seluruh tepian danau, dengan ketentuan bahwa yang mengembangkan KJA adalah masyarakat setempat (Gambar 2; Tabel 5) (Lukman 2012); ii) Mempertimbangkan karakteristik ekologis dan pemanfaatan ruang danau, baik yang telah ada maupun potensi yang dapat dikembangkan (Lukman, 2013), dan iii) Memperhatikan kondisi kualitas air saat ini. Alokasi jumlah KJA tersebut berbasis pada proporsi luasan perairan teluk, dengan tanpa memperhatikan faktor lain seperti pemanfaatan yang telah ada maupun kondisi lingkungannya. Gambar 2. Sebaran teluk-teluk di Danau Toba (Sumber: Lukman, 2012) Beberapa faktor ekologis dan penggunaan ruang perairan menjadi kriteria untuk penetapan lokasi KJA (Lukman, 2013), adalah: i) Faktor hidromorfometri dan pola aliran massa air di perairan Danau Toba; ii) Di luar wilayah littoral danau; iii) Pertimbangan panjang garis pantai setiap kabupaten; iv) Luas lahan pertanian setiap kabupaten; v) Mempertimbangkan jumlah penduduk lokal; vi) Di luar wilayah in take air minum utama; vii) Di luar wilayah aktivitas bisnis dan pelabuhan; viii) Di luar wilayah/kawasan wisata dan potensi wisata; dan ix) Di luar wilayah reservat ikan. Pada makalah ini, tidak semua kriteria tersebut diperhatikan. Faktor Pertimbangan dalam Penetapan Lokasi KJA Mengingat yang menjadi pencemar utama dari kegiatan KJA dan yang sangat menentukan status tropik perairan adalah komponen TP, maka pada makalah ini status tropik yang menjadi pertimbangan adalah berdasarkan TP (Gambar 3). 380

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa, sebagian besar status tropik teluk-teluk yang diamati pada kondisi mesotrofik, kecuali stasiun 2, 14 dan 18 dengan status eutropik dan stasiun 8 dan 16 dengan kriteria oligotrof (mesotrofik rendah). Sementara itu satu faktor yang menjadi pembatas pengembangan KJA adalah kawasan wisata (Gambar 4), baik yang sudah berlangsung maupun wilayah yang memiliki potensi. Lokasi-lokasi kawasan wisata ini merupakan pembatas utama karena dampak dari kegiatan KJA akan merusak sistem perairan, terutama dampak penyuburan perairan yang dapat mendorong terjadinya blooming plankton. Gambar 3. Status tropik teluk-teluk yang diamati berbasis kadar TP. 381

Gambar 4. Peta sebaran kawasan wisata dan potensi wisata di Danau Toba Sumber: Lukman (2013) basis data Sitompul dkk., (2007) Penatapan Kelas-kelas lokasi untuk Pengembangan KJA Memperhatikan faktor-faktor kualitas air, perkiraan sirkulasi massa air dan pemanfaatan kawasan baik yang sudah ada saat ini maupun potensi pemanfaatan di masa yang akan datang, maka telah disusun kelas (grading) dari stasiun-stasiun yang diteliti untuk kawasan pengembangan KJA (Tabel 6). Beberapa lokasi memiliki potensi yang cukup baik seperti Sta. 3 (Halaotan) dan Sta. 4 (Tanjung Unta), tetapi karena merupakan wilayah pariwisata maka kelas potensinya menjadi rendah atau dihindari (III). Sementara itu untuk perairan-perairan dengan status eutrofik, seperti Stasiun 2 (Gaol) dan Stasiun 14 (Holbung) pengembangan KJA harus sangat dibatasi (II). Pengembangan KJA ini sebaiknya mengelompok, dengan lokasi yang ditetapkan oleh setiap pemerintah kabupaten di wilayah Danau Toba, sehingga dalam pengelolaan perairan maupun pengendaliannya lebih mudah. Tabel 6. Penetapan kelas-kelas lokasi potensi pengembangan KJA di Danau Toba Sta. Lokasi Kondisi Perairan Pemanfaatan di sekitar lokasi Status Tropik 1) Kelas Air 2) Perkiraan sirkulasi massa air Saat ini 3) Potensi 4) Kelas Lokasi KJA 1 Ujung Saribu Mesotrofik III Rendah Ta Wisata III 2 Gaol Eutrofik III Baik Ta Ta II 3 Halaotan Mesotrofik III Baik Wisata Ta III 4 Tanjung Unta Mesotrofik IV Baik Wisata; Ta III KJA 5 Sipolha Mesotrofik IV Baik Ta Ta I 382

1) 6 Panahatan Mesotrofik IV Baik Wisata Ta IV 7 Sigapiton Mesotrofik IV Rendah Ta Ta II 8 Sirungkungan Oligotrof IV Baik KJA Ta I 9 Pangaloan Mesotrofik IV Rendah Ta Reservat III 10 Jongginihuta Mesotrofik IV Rendah Ta Ta II 11 Hinalang Mesotrofik IV Baik Wisata Reservat III 12 Muara Nauli Mesotrofik IV Baik Wisata Ta IV 13 Timpar Mesotrofik IV Baik KJA Ta I 14 Holbung Eutrofik III Baik Ta Ta II 15 Lumbannahor Mesotrofik III Baik Ta Ta I 16 Boho Oligotrof III Rendah Ta Ta IV 17 Tulas Mesotrofik III Baik Ta Reservat III 18 Binagara Eutrofik III Baik Wisata Reservat III 19 Paropo Mesotrofik III Baik Ta Reservat III Berdasarkan kadar TP; 2) Berdasarkan tingkat COD; 3) Keberadaan wisata mengacu pada Gambar 4; 4) Kriteria reservat terdapat aliran sungai (Pada saat ini belum ditetapkan wilayah reservat di perairan Danau Toba); Ta : Tidak ada data/informasi Kriteria kelas lokasi KJA: I = Layak; II = Terbatas; III = Dihindari; IV = Tidak layak Salah satu pertimbangan pengembangan KJA di Danau Toba menurut Lukman (2013) adalah penduduk lokal terkait dengan sangat terbatasnya potensi sumber daya alam di kawasan Danau Toba, seperti sempitnya ketersediaan lahan pertanian dan rendahnya potensi sumberdaya alam lainnya. Dengan demikian fokusi pengembangan ekonomi masyarakat akan tertuju kepada potensi perairan, diantaranya pengembangan KJA. Masyarakat lokal yang kemampuan aksesibilitas kepada pemanfaatan sumberdaya lain sangat rendah, harus mendapat prioritas dalam pengembangan KJA. Diluar desa/dusun yang memiliki aktivitas bisnis/wisata dan potensi wisata di wilayah Danau Toba, terdapat 120 desa/dusun yang tidak memiliki dan tidak berpotensi aktivitas wisata. Untuk memberikan peluang masyarakat memiliki mata pencaharian, maka desa/dusun tersebut yang harus dipertimbangkan menjadi lokasi-lokasi untuk pengembangan KJA. Desa/dusun tersebut dapat menjadi acuan untuk penetapan lokasi-lokasi pengembangan KJA, dengan tetap memperhatikan kriteria dan batasan-batasan lainnya. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai lembaga pelaksana kegiatan penelitian. Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Kepala Pusat Penelitian Limnologi-LIPI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan penelitian ini. Terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI dimana kegiatan penelitian ini masuk ke dalam kegiatan Tematik di Puslit ini. Tak lupa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan penelitian dan pembuatan makalah ini. 383

DAFTAR PUSTAKA Alabaster, J. S. and R. Lloyd, 1981, Water Quality Criteria for Freshwater Fish, FAO, Butterworth, London, 361 p Anonim, 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2009, tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air danau dan/atau Waduk. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 22 hal. Anonim, 2011. Statistik Perikanan Budidaya Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010. Laporan Tahunan. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara. 148 hal. Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. PT Gramedia Jakarta. 82 hal. Dharma, L. 1988. Percobaan Pemeliharaan Ikan Mas dalam Jaring Terapung di Ambarita-Danau Toba, Sumatera Utara. Bull. Penel. Perik. Darat, 7(2): 32 40. Greenberg, A. E., L. S. Clesceri, and A. D. Eaton (ed.). 1992. Standard methods for the examination of water and waste water, 18 th edition. APHA-AWWA-WEF. Haeruman, H. J. 1999. Kebijakan Pengelolaan Danau dan Waduk Ditinjau dari Aspek Tata Ruang. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. PPLH-IPB, Ditjen Bangda Depdagri, Ditjen Pengairan, Kantor Meneg. Lingkungan Hidup. Hal.I:1-9. Lukman, 2011. Ciri Wilayah Eufotik Perairan Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup 2011. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup berbasis Kearifan Lokal. PPLH LPPM Unsoed, Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia. Tema II. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Hal. 130-139 Lukman dan A. Hamdani, 2011. Estimasi Daya Dukung Perairan Danau Toba Sumatera Utara untuk Pengembangan Budidaya Ikan dengan Karamba Jaring Apung. Limnotek, 18(2): 59-67 Lukman, 2012. Pertimbangan-pertimbangan dalam Pengembangan Karamba Jaring Apung di Danau Toba (Bahan Presentasi) (Tidak dipublikasikan) Lukman, 2013. Danau Toba. Karakteristik Limnologis dan Mitigasi Ancaman Lingkungan dari Pengembangan Karamba Jaring Apung. LIPI Press Mori, N., and A. Bracelj, 2006. Macroinvertebrate Communities of Karst Springs of Two Rivers Catchments in the Southern Limestone Alps (the Julian Alps, NW Slovenia). Aquatic Ecology, Vol. 40: 69-83 Schmittou, H. R. 1991. Budidaya Keramba. Suatu Metode Produksi Ikan di Indonesia. Proyek Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Indonesia Auburn University International Center for Aquaculture. 126 hal. Sitompul, R., L.U. Sitanggang, H.D. Putra, Roswita, R. Sagala, dan D. Y. Mulyati, 2007. Profil Pantai dan Perairan Danau Toba. BPBPEKDT, Medan. Vollenweider, R.A and J. Kerekes. 1980. The Loading Concept as Basis for Controlling Eutrophication Phylosophy and Preliminary Result of the OECD Programme on Eutrophication. Eutrophication of Deep Lakes. Proceedings of a Seminar held in Gjovic, Norway, June 1978. Pergamon Press, Oxford, New York. p. 5 384