BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa bertambah, begitu juga halnya di Indonesia (

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu terlahir dengan memiliki kapasitas untuk belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan negara,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu perguruan tinggi terdapat proses belajar dan mengajar, proses ini

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan individu dimana mereka dituntut untuk belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perhatian masyarakat mengenai hal-hal yang menyangkut

Studi Deskriptif mengenai Self Regulation dalam Bidang Akademik pada Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang membutuhkan pendidikan. Pendidikan yang telah diperoleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun negara

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Lampiran 1 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Pada jaman yang semakin berkembang, Indonesia semakin membutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. bebas, dan otonomi daerah telah mendesak dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Universitas ini mengelola 12 fakultas dan program studi, dan cukup dikenal di

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah pelajar yang berada dalam jenjang pendidikan perguruan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. performance or volitional control self regulation pada mahasiswa angkatan 2014

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan pendidikan selain ikut mengantarkan manusia ke harkat dan martabat

BAB I PENDAHULUAN. (Kagan & Coles, 1972; Keniston, 1970; Lipsitz, 1977, dalam Steinberg, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang baik maka tidak tersedia modal untuk melangkah ke depan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan jumlah imam yang ada di Indonesia saat ini seringkali menjadi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang semakin canggih, dan persaingan dalam dunia pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. ( ISAK_TOROBI/T_ADP _Chapter1.pdf).

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :.

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah salah satu usaha dari sekelompok orang yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan

REGULASI DIRI DARI RESIDEN YANG MENJALANI PROGRAM REHABILITASI KETERGANTUNGAN NARKOBA. Shirley Melita Sembiring M. Universitas Medan Area, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB I PENDAHULUAN. meminimalkan penggunaan tenaga dalam beraktivitas. Dampak positifnya,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikembangkan sepanjang hidupnya. Dalam menjalani proses belajar setiap

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB II KAJIAN TEORITIK. Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

Studi Mengenai Self Regulator pada Mahasiswa Underachiever di Fakultas Psikologi Unisba

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan pembangunan nasional. Pendidikan merupakan salah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, terdapat

STUDI MENGENAI SELF REGULATION PADA SISWA KELAS XI DI KELAS IQ SMA PASUNDAN 1 BANDUNG. Eni Nuraeni Nugrahawati, 2 Yuaninta Sari, 3 Delis Irmawati

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi yang dimiliki individu dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa, mengembangkan pengendalian

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

DAFTAR ISI. ABSTRAK...i. KATA PENGANTAR...ii. DAFTAR ISI...v. DAFTAR BAGAN...ix. DAFTAR LAMPIRAN...x Latar Belakang Masalah...

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan siswa kurang dapat berkembang sesuai dengan harapan.

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengajar. Teori Self-Regulated Learning dari B.J Zimmerman yang menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan perkembangan suatu bangsa ke arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan mengenai self-regulation

Studi Deskriptif Mengenai Self Regulation pada Siswa Atlet SMPN 1 Lembang. Suchi Fuji Astuti,

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB 1 PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

Lampiran 1. Surat Pernyataan. 1. Tujuan dari kuesioner ini adalah pengambilan data untuk skripsi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB II LANDASAN TEORI. Zimmerman & Martinez Pons, (1990) menyatakan bahwa self regulated

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang melibatkan penguasaan suatu kemampuan, keterampilan, serta

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu selalu belajar untuk memperoleh berbagai keterampilan dan kemampuan agar dapat melangsungkan kehidupan dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak mulai mengalami proses belajar di dalam keluarganya sebagai sistem terkecil, seperti keterampilan motorik, berbahasa, kemampuan berpikir, maupun berelasi yang dibutuhkan untuk perkembangan selanjutnya saat anak mulai memasuki lingkungan di luar keluarga, misalnya sekolah. Saat anak mulai memasuki lingkungan sekolah, anak diharapkan mulai mempelajari kemampuan untuk dapat mengikuti kegiatan belajar seperti memusatkan perhatian ketika pelajaran sedang berlangsung, mencatat pelajaran yang sedang diajarkan, mengerjakan tugas yang diberikan, sehingga dapat menghasilkan prestasi yang optimal. Tugas utama anak usia sekolah adalah belajar dan tujuan anak belajar adalah untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, anak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan. Guru dan orang tua mengharapkan anaknya untuk dapat mencapai prestasi yang tinggi. Hal ini terlihat dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh sebagian besar orang tua dengan menyuruh anaknya untuk mengikuti les pelajaran agar dapat semakin memahami materi yang telah diajarkan di sekolah. Ada pula orang tua yang menginginkan anaknya untuk masuk ke sekolah favorit yang menekankan pada

2 pencapaian prestasi akademik yang tinggi. Siswa sekolah Dasar diharapkan mampu menunjukkan ketekunan, kerajinan dalam belajar yang pada akhirnya dapat menunjang untuk mencapai prestasi. Pada kenyataannya setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dan prestasi yang dicapainya berbeda-beda pula. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa untuk mencapai prestasi yang optimal di antaranya adalah inteligensi, kepribadian, lingkungan sekolah, dan lingkungan rumah. Siswa dengan tingkat inteligensi yang tinggi, lingkungan sekolah dan lingkungan rumah yang mendukung dapat membuat siswa mencapai prestasi yang optimal, namun tidak sedikit juga dijumpai siswa yang kurang dapat berprestasi secara optimal (underachiever). Terdapat faktor yang lain yang turut mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi yaitu kemampuan siswa untuk mengatur diri dalam kegiatan belajarnya yang oleh Boekaerts disebut sebagai self-regulation akademik. Diungkapkan pula bahwa keberhasilan akademik dipengaruhi oleh kemampuan siswa meregulasi diri dalam kegiatan belajar, bukan dipengaruhi oleh kepribadian siswa (Boekaerts, 2005). Kemampuan siswa melakukan self-regulation akademik meliputi kemampuan dalam menentukan berapa nilai yang ingin dicapai, merencanakan untuk membuat jadwal belajar, tidak ngobrol saat guru sedang mengajar, yakin dengan kemampuan yang dimiliki, mengetahui apa yang membuatnya tidak dapat belajar, mengevaluasi prestasi yang diperoleh, dan menunjukkan perasaan puas atau ketidakpuasan terhadap hasil yang diperoleh. Dikatakan pula oleh seorang peneliti di bidang pendidikan bahwa kemampuan meregulasi diri dalam kegiatan belajar meliputi bagaimana kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah, membagi waktu antara belajar dan

3 bermain, bagaimana kemampuan siswa mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi (www.pikiran-rakyat.com). Sejalan dengan perkembangan jaman, pada saat ini banyak orang tua yang sibuk bekerja, waktu mereka lebih banyak digunakan untuk kepentingan pekerjaan dan secara tidak langsung frekuensi untuk bersama dengan anaknya menjadi berkurang, sehingga anak kurang mendapat pengawasan dan bimbingan dari orang tua pada saat belajar. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh dua orang guru kelas V Sekolah Dasar X bahwa saat ini 15% orang tua sibuk bekerja. Sementara 45% orang tua berada di rumah namun kurang memonitor dan membimbing anak dalam belajar dan orientasi perhatian orang tua bukan kepada pendidikan anak, misalnya memusatkan perhatian pada masalah ekonomi, perceraian antara suami istri (20%). Sebagian kecil (5%) orang tua yang sungguh-sungguh memperhatikan dan membimbing anak dalam kegiatan belajar di rumah. Dengan kondisi orang tua yang kurang memonitor anak, 10% siswa dapat belajar dengan sendirinya dan 30% siswa belajar hanya bila diawasi atau disuruh oleh orang tua. Siswa sekolah dasar masih membutuhkan bimbingan orang tua dalam belajar dan dalam mengembangkan kemampuan self-regulation akademik sehingga prestasi yang dicapai optimal, walaupun anak kelas V Sekolah Dasar sedang berada pada peralihan dari kendali orang tua kepada diri sendiri. Selain masih dibutuhkannya bimbingan dan pengawasan orang tua, berdasarkan hasil penelitian terhadap 52 keluarga diperoleh bahwa nasihat orang tua di rumah agar anak belajar dengan baik berpengaruh pada self-regulation akademik di sekolah. Cara orang tua memberikan nasihat akan mempengaruhi konsentrasi anak pada saat belajar dan keinginan anak untuk meminta bantuan jika ada persoalan, namun isi dari nasihat tidak berpengaruh pada self-regulation, kecuali jika isi nasihat disampaikan

4 dengan cara yang tepat dan disertai adanya dukungan emosional (Stright, dkk, 2001 dalam http://sarlito.blogspot.com/). Selain pengaruh orang tua, media massa pun turut mempengaruhi kegiatan belajar anak. Tidak sedikit orang tua yang mengeluh karena sebagian besar anak lebih banyak menggunakan waktunya untuk menonton televisi, membaca komik maupun bermain play station atau game Ragnarok daripada belajar. Diungkapkan oleh seorang guru kelas V Sekolah Dasar bahwa 12% siswa sering bermain game Ragnarok. Survei yang dilakukan oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia terhadap 306 murid kelas IV sampai VI Sekolah Dasar juga menunjukkan bahwa pada tahun 1997 rata-rata anak menonton acara televisi sekitar 26 jam/minggu, kemudian pada tahun 2001 meningkat menjadi sekitar 35 jam/minggu atau 5 sampai 6 jam sehari. Sebanyak 50% responden menyadari terlalu banyak menghabiskan waktu di depan televisi membuat mereka menjadi tidak belajar (Kompas, 24 Juli 2001). Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Ibu Kasiati, seorang guru SDN Tambaksari II, Surabaya bahwa pengaruh media elektronik seperti televisi dan permainan modern berupa play station sangat besar bagi anak, sehingga proses belajar seringkali terabaikan (http://www.kompas.com/). Selama proses belajar di sekolah berlangsung, lingkungan kelas turut mempengaruhi kegiatan belajar siswa, meliputi interaksi dengan guru dan teman sekolah. Berdasarkan wawancara dengan seorang guru kelas V Sekolah Dasar diperoleh bahwa kondisi kelas mendukung kegiatan belajar, di antaranya sebagian besar siswa berada dalam kondisi tenang saat guru sedang mengajar, hubungan antar guru dan antar siswa juga saling mendukung dan membantu saat menghadapi masalah dalam belajar. Diungkapkan oleh Drs. Rustana Adhi bahwa kondisi kelas yang kondusif, meliputi

5 saling mendukung antar siswa dengan siswa maupun dengan guru, saling menghargai, tertib, tenang, adanya kreatifitas yang tinggi, dinamis, persaudaraan yang kuat, dan persaingan yang sehat akan mendukung proses belajar yang efektif dan pencapaian prestasi (http://www.pikiran-rakyat.com/) Berdasarkan hasil wawancara dengan dua orang guru kelas V Sekolah Dasar X yang terdiri atas tiga kelas dengan jumlah siswa 97 orang diperoleh hal sebagai berikut: 25% siswa memperoleh hasil belajar yang rendah, 15% siswa tidak mengetahui berapa nilai yang diinginkan atau tidak mengetahui ingin dapat ranking berapa dan tidak merencanakan untuk membuat jadwal belajar (task analysis), 30% siswa malas belajar dan lebih tertarik untuk bermain (self-motivation beliefs), 8% siswa tidak mempunyai jadwal belajar di rumah, 30% siswa terlambat datang ke sekolah, 30% siswa tidak mempersiapkan buku pelajaran dan perlengkapan sekolah sendiri, 12% siswa ngobrol/melamun saat guru sedang mengajar, 15% siswa lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain daripada belajar (self-control), 10% siswa tidak mengetahui mengapa ia tidak dapat belajar dengan baik (self-observation), 15% siswa tidak mengetahui yang menyebabkan nilai yang diperoleh seperti itu (self-judgement), 15% siswa menunjukkan reaksi tidak peduli saat mendapat nilai ulangan yang buruk, dan 6.2% siswa mencontek saat ulangan (self-reaction). Berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru kelas V Sekolah Dasar X, Bandung, diperoleh keterangan bahwa Sekolah Dasar X menuntut prestasi yang tinggi pada siswanya dan merupakan sekolah favorit di Bandung. Dengan adanya tuntutan prestasi yang tinggi, maka diharapkan setiap siswa mampu melakukan selfregulation akademik, sementara 25% siswa kelas V Sekolah Dasar X, Bandung memiliki prestasi yang rendah. Apabila diketahui bagaimana kemampuan self-

6 regulation akademik siswa di kelas V Sekolah Dasar diharapkan guru maupun orang tua dapat membantu siswa lebih siap untuk menghadapi ujian kenaikan kelas maupun saat ujian akhir di kelas VI dan juga saat memasuki pendidikan yang lebih tinggi yaitu SLTP. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai self-regulation akademik pada siswa kelas V Sekolah Dasar X, Bandung. I. 2 IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka identifikasi masalahnya adalah: Bagaimana self-regulation akademik pada siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X, Bandung? Bagaimana fase forethought pada siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X, Bandung? Bagaimana fase performance/volitional control pada siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X, Bandung? Bagaimana fase self-reflection pada siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X, Bandung? I. 3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN - Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai selfregulation akademik pada siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X, Bandung. - Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai fase forethought, performance/volitional control dan self-reflection serta kaitannya

7 dengan faktor-faktor yang mempengaruhi mengenai self-regulation akademik pada siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X, Bandung. I. 4 KEGUNAAN PENELITIAN I. 4. 1 Kegunaan Ilmiah - Menambah informasi dalam bidang Psikologi Pendidikan mengenai selfregulation akademik pada siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X. - Memberikan masukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian lanjutan mengenai self-regulation akademik. I. 4. 2 Kegunaan Praktis - Memberikan informasi mengenai self-regulation akademik siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X kepada orang tua dalam rangka pemahaman yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan self-regulation akademik. - Memberikan informasi mengenai self-regulation siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X kepada guru dalam rangka pemahaman yang lebih baik untuk membantu mengoptimalkan perkembangan self-regulation akademik. I. 5 KERANGKA PEMIKIRAN Siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X telah memasuki masa kanak-kanak akhir (latechildhood). Masa ini merupakan suatu periode tenang (latent) sebelum mengalami perkembangan yang cepat pada masa remaja, karena itu perkembangan yang terjadi pada masa latent ini tidak terlalu menonjol, namun pada masa ini anak sudah mulai belajar untuk mengendalikan emosinya. Menurut Erikson siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X berada pada fase industry (dalam Santrock, 2002) Pada fase

8 industry mereka diharapkan dapat tekun belajar dalam upaya untuk meraih prestasi seoptimal mungkin. Menurut Gunarsa (2000) siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X mempunyai tugas-tugas perkembangan, yaitu mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan, belajar menyesuaikan diri dengan teman, mengembangkan konsep diri yang positif, mulai mengembangkan peran sosial secara tepat seperti sebagai siswa dan anak, mengembangkan konsep yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti kejujuran, membentuk hati nurani dan nilai moral yang berlaku di masyarakat, mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial, serta mencapai kebebasan pribadi atau ketergantungan personal. Selain itu siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X juga diharapkan dapat menerima tokoh lain di luar orang tuanya, adanya kesadaran akan tugas, patuh pada peraturan, dan belajar untuk mulai mengendalikan emosinya. Hal hal tersebut diperlukan siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X untuk dapat mencapai prestasi yang optimal. Selain itu menurut Zimmerman (dalam Boekaerts, 2000) dibutuhkan juga kemampuan dalam mengatur kegiatan belajar yang dikenal dengan selfregulation akademik. Self-regulation akademik digambarkan sebagai suatu interaksi antara personal, behavioral dan environment yang saling berhubungan satu sama lainnya. Dalam diri siswa terjadi proses self-regulation yang meliputi tiga fase, setelah itu diproses maka siswa akan mengamati dan mengarahkan perilakunya dalam kegiatan akademik (behavioral self-regulation) yang muncul dalam kegiatan belajar dan prestasi yang dicapai. Saat siswa melakukan kegiatan belajar, siswa akan mengamati dan menyesuaikan kondisi lingkungan/hasil belajar (environment self-regulation). Dari lingkungan, seperti orang tua, guru, teman sebaya siswa mendapat feedback untuk

9 membantu siswa mengevaluasi hasil belajar yang selanjutnya akan membantu dalam merencanakan kembali kegiatan belajarnya. Self-regulation akademik merupakan thought, feeling, dan action yang terencana dan secara berulang-ulang melakukan adaptasi dalam kegiatan belajar (Zimmerman dalam Boekaerts, 2000). Dalam self-regulation akademik terdapat tiga fase, yaitu fase forethought, performance atau volitional control dan self-reflection. Ketiga fase tersebut saling berkaitan dan membentuk siklus yang berulang terus menerus. (D. H. Schunk & Zimmerman, 1998 dalam Boekaerts, 2000) Fase forethought (perencanaan kegiatan belajar) terbagi atas dua bagian. Pertama, task analysis yaitu kemampuan menganalisis tugas yang meliputi penetapan tujuan belajar (goal setting) dan kemampuan merencanakan strategi belajar yang tepat (strategic planning). Siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X yang mampu menetapkan tujuan belajar dapat menentukan nilai yang akan dicapai, sedangkan siswa-siswi yang dapat merencanakan strategi belajar akan merencanakan cara belajar yang akan digunakannya yang akan mendukung tercapainya nilai yang hendak dicapai. Kedua, self-motivation belief menunjukkan motivasi anak dalam kegiatan belajar, meliputi keyakinan siswa-siswi dengan kemampuan yang dimilikinya (self-efficacy), keyakinan terhadap nilai yang akan dicapai, rasa tertarik dalam melakukan kegiatan belajar yang timbul dari dalam diri (intrinsic interest/value) serta kemampuan siswa-siswi untuk mempertahankan motivasi belajar dan meningkatkan nilai (goal orientation) (Zimmerman dalam Boekaerts, 2000). Fase performance atau volitional control (pelaksanaan kegiatan belajar) terbagi atas dua bagian. Pertama, self-control yaitu kemampuan siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X untuk mengontrol diri dalam kegiatan belajar yang meliputi kemampuan

10 siswa-siswi untuk menginstruksikan pada dirinya sendiri mengenai tindakan-tindakan yang harus dilakukannya dalam kegiatan belajar (self-instruction), kemampuan siswasiswi untuk membayangkan nilai yang telah ditetapkan dapat dicapai atau tidak (imagery), kemampuan siswa-siswi untuk menfokuskan perhatian pada kegiatan belajar yang sedang dilaksanakan dan mengabaikan hal lain yang tidak berhubungan dengan kegiatan belajar (attention focusing), kemampuan siswa-siswi dalam menyusun langkah-langkah, dan melaksanakan strategi belajar yang telah direncanakan agar nilai yang diinginkan dapat dicapai (task strategies). Kedua, self-observation yaitu kemampuan siswa-siswi untuk mengamati kegiatan belajarnya, yang meliputi kemampuan siswa-siswi dalam mengingat hal-hal yang dapat mendukung dan menghambat kegiatan belajar (self-recording), kemampuan siswa-siswi untuk mencoba strategi atau cara belajar yang baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan (selfexperimentation) (Zimmerman dalam Boekaerts, 2000). Fase self-reflection (mengevaluasi kegiatan belajar) terbagi atas dua bagian. Pertama, self-judgement yaitu kemampuan siswa-siswi untuk mengevaluasi hasil belajar yang telah diperoleh, meliputi kemampuan membandingkan nilai yang telah diperoleh dengan nilai yang telah ditetapkan sebelumnya (self-evaluation), kemampuan siswasiswi untuk menilai hasil belajar yang telah diperoleh apakah disebabkan adanya keterbatasan kemampuan dan usaha yang telah dilakukan atau pengaruh eksternal (causal attributions). Kedua, self-reaction yaitu reaksi siswa-siswi terhadap hasil belajar yang diperoleh, meliputi kemampuan siswa-siswi mengekspresikan kepuasan dan ketidakpuasan terhadap hasil belajar (self-satisfaction), kemampuan anak untuk memutuskan menunjukkan perilaku adaptif dalam kegiatan belajar (adaptive infference) seperti siswa akan belajar lebih giat agar mendapat nilai yang lebih baik lagi atau

11 perilaku defensif dalam kegiatan belajar (deffensive infference) seperti siswa akan menurunkan target nilai yang selanjutnya atau merasa tidak ada gunanya lagi belajar (Zimmerman dalam Boekaerts, 2000). Ketiga fase tersebut dilakukan secara berulang-ulang membentuk suatu siklus di dalam diri siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X, hanya saja ada yang sudah mampu atau kurang mampu melakukannya. Perbedaan kemampuan untuk melakukan selfregulation akademik dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan self-regulation akademik yaitu lingkungan sosial yang meliputi orang tua, guru, dan teman sebaya. (Boekaerts, 2000). Faktor yang mempengaruhi perkembangan self-regulation akademik siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X yaitu orang tua melalui proses pengasuhan. Siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X yang orang tuanya menetapkan standar nilai yang jelas dan dengan teliti mengawasi aktivitas dan prestasi di sekolah akan mampu melakukan selfregulation akademik. Banyaknya pengalaman belajar dari orang tua yang dapat dijadikan sebagai model dalam kegiatan belajar bagi anak turut mempengaruhi perkembangan self-regulation akademik siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X (Brody & Flor, in press; Brody, Stoneman & Flor, dalam Boekaerts, 2000). Siswasiswi kelas V Sekolah Dasar X yang berprestasi seringkali berasal dari keluarga yang orang tuanya sukses atau memiliki standar-standar performance dan evaluasi diri yang tinggi (Boekaerts, 2000). Faktor yang kedua adalah guru. Guru yang menunjukkan kemampuan untuk merencanakan, memberi dukungan kepada Siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X dalam kegiatan belajar akan memberi pengaruh yang kuat bagi mereka (Goodenow dalam Santrock, 2002). Selain itu, guru yang menunjukkan ketekunan, penghargaan

12 diri (self-praise) dan bereaksi secara adaptif (adaptive self-reaction) dapat membantu siswa-siswi untuk mengembangkan kemampuan self-regulation akademik (Boekaerts, 2000). Faktor yang ketiga adalah teman sebaya. Siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X meluangkan cukup banyak waktunya dalam berelasi dengan teman sebaya. Apabila siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X bergaul atau bermain dengan teman yang kurang memiliki minat untuk belajar akan membuat siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X kurang mampu melakukan self-regulation akademik (Zimmerman dkk., dalam Boekaerts, 2000). Siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X berada pada masa anak-anak akhir. Pada masa ini, siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X masih berada di bawah kendali orang tua dan kemampuan self-regulation akademik belum berkembang secara utuh (Coregulation) (Maccoby, 1984 dalam Santrock, 2002). Selama masa ini orang tua terus menjalankan pengawasan dan menggunakan kendali, meskipun siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X sudah mulai diperbolehkan untuk mengatur diri mereka sendiri. Proses coregulation merupakan suatu periode transisi antara kuatnya kendali orang tua pada masa anak-anak awal dengan berkurangnya kendali orang tua pada masa remaja. Selama periode coregulation orang tua membantu siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X untuk memantau kegiatan belajarnya (Maccoby, 1984 dalam Santrock, 2002). Dengan keberadaan siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X pada periode coregulation, masih diperlukan peranan orang tua dan guru untuk membimbing mereka dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar. Selain diperlukannya bimbingan dari orang tua, untuk melakukan self-regulation akademik dibutuhkan pemikiran yang abstrak, sementara perkembangan kognitif siswa-

13 siswi kelas V Sekolah Dasar X sedang berada pada masa peralihan tahap concrete operational menuju tahap formal operational (Piaget, dalam Hoffman, 1994). Pada tahap concrete operational, siswa-siswi masih membutuhkan objek yang konkrit supaya dapat berpikir secara logis sehingga siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X kemungkinan akan mengalami kesulitan untuk melakukan self-regulation akademik karena pada seluruh fase dalam self-regulation akademik dibutuhkan pemikiran yang abstrak. Faktor yang ada di dalam diri siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X dan faktor dari lingkungan memberi pengaruh dalam perkembangan self-regulation akademik dan dihayati oleh siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X secara berbeda yang akan menghasilkan kemampuan self-regulation akademik yang berbeda. Kemampuan siswasiswi kelas V Sekolah Dasar X dalam self-regulation akademik dapat dikategorikan ke dalam empat kategori yaitu mampu, cenderung mampu, cenderung kurang mampu, dan kurang mampu. Dikatakan mampu apabila siswa mampu melakukan ketiga fase yang ada dalam self regulation akademik, meliputi fase forethought, performance/volitional control, dan self-reflection. Dikatakan cenderung mampu apabila hanya mampu melakukan dua fase yang ada dalam self regulation akademik, yaitu forethought dan performance/volitional control. Dikatakan cenderung kurang mampu apabila hanya mampu melakukan satu fase yang ada dalam self regulation akademik, yaitu forethought. Dikatakan kurang mampu apabila kurang mampu melakukan ketiga fase yang ada dalam self regulation akademik.

14 Skema kerangka pikir: Siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X Mampu Forethought - Task analysis - Self-motivation belief SELF-REGULATION AKADEMIK Self- reflection - Self-judgement - Self-reaction Performance / Volitional control - Self-control - Self-observation Cenderung Mampu Cenderung Kurang Mampu Kurang Mampu ENVIRONMENT Environment self-regulation BEHAVIORAL Behavior self-regulation Orang tua Guru Teman sebaya - Kegiatan belajar - Hasil belajar

15 I. 6 ASUMSI: - Siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X akan memperlihatkan kemampuan self-regulation akademik yang meliputi fase forethought, performance/volitional control, dan self-reflection yang berbeda pada kategori mampu, cenderung mampu, cenderung kurang mampu dan kurang mampu. - Kemampuan self-regulation akademik siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar X yang berbeda-beda dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu orang tua, guru, dan teman sebaya.