EDISI 18 TAHUN 2017 PRODUK 5 ANALISIS SITUASI SEPTEMBER-OKTOBER 2017 JARINGAN SURVEY INISIATIF AGAR HIBAH TAK MENJADI GHIBAH (Analisis Hukum Belanja Hibah Pemerintah Daerah) COPYRIGHT JARINGAN SURVEY INISIATIF 2017 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG UNDANG
DAFTAR ISI WRITERS Tim Riset JSI EDITOR ARYOS NIVADA DESAIN LAYOUT Teuku Harist Muzani SENIOR EXPERT ANDI AHMAD YANI, AFFAN RAMLI, CAROLINE PASKARINA, CHAIRUL FAHMI, MONALISA PENDAHULUAN Definisi dan Tujuan Hibah Bentuk Hibah Mekanisme Hibah Kesimpulan 3 4 6 8 10 rjaringan SURVEY INISIATIF Jln. Tgk. Di Haji, Lr. Ujong Blang, Np. 36, Gp. Lamdingin, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, INDONESIA Telp. (0651) 6303 146 Web: Email: js.inisiatif@gmail.com
ANALISIS SITUASI September-Oktober 2017 JSI 3 PENDAHULUAN Belanja bantuan hibah oleh pemerintah daerah kerapkali menarik perhatian massa dan menjadi tajuk utama pemberitaan meda massa. Hal tersebut tak lepas dari banyak pihak yang membutuhkan bantuan hibah tersebut dan banyak kepentingan yang dapat diakomodir, baik untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat maupun kepentingan politik tertentu. Belanja hibah sendiri merupakan belanja pemerintah daerah yang masuk dalam mata anggaran belanja daerah tersebut. Untuk tingkat provinsi Aceh anggaran tersebut masuk pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) sedangkan untuk Kabupaten Kota pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota (APBK) Analisis Situasi edisi kali ini akan membahas lebih lanjut mengenai ketentuan-ketentuan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dapat menjadi pedoman dalam memberikan pembatasan-pembatasan yang jelas dan tegas untuk pemberian bantuan hibahberbentuk uang yang bersumber dari APBA/APBK oleh pemerintah daerah agar permasalahan-permasalahan hukum sebagai akibat penyalahgunaan pemberian bantuan hibah dapat diminimalisir. Analisis ini dirasakan penting dilakukan. Agar niat hibah, alih alih mendukung fungsi pembangunan daerah, justru akan menjadi ghibah di masyarakat apabila dilakukan secara gegabah.
JSI 4 ANALISIS SITUASI edisi 18 DEFINISI DAN TUJUAN HIBAH Definisi Hibah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hibah berarti pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. Kata hibah memiliki 2 (dua) makna, yaitu hibah antar personal sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan hibah terkait dengan keuangan daerah, sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan sebagai berikut: 1. Pasal 1666 KUH Perdata, menyatakanhibah/penghibahan (schenking) adalah suatu persetujuan/perjanjian (overeenkomst) dengan/dalam mana pihak yang menghibahkan (schenker), pada waktu ia masih hidup, secara cuma-cuma (om niet) dan tak dapat ditarik kembali, menyerahkan/ melepaskan sesuatu benda kepada/ demi keperluan penerima hibah (begiftigde) yang menerima penyerahan/ penghibahan itu. 2. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesai Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, hibah adalah pemberian uang, barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
ANALISIS SITUASI September-Oktober 2017 JSI 5 Tujuan pemberian Hibah Pada Pasal 4 Permendagri Nomor 14 Tahun 2016 diatur mengenai Tujuan dan Kriteria Pemberian Hibah. Pada dasarnya Pemerintah daerah dapat memberikan hibah sesuai kemampuan keuangan daerah. Akan tetapi Pemberian hibah tersebut dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. 1 Pemberian hibah oleh pemerintah daerah bertujuan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah sesuai urgensi dan kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. 2 Asas asas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Berdasarkan paparan diatas pemberian hibah tidak dilakukan sesuka hati oleh pemerintah daerah, namun dilakukan sesuai dengan urgensi atau kebutuhan daerah serta pemberian hibah tersebut dalam rangka mendukung penyelenggaraan fungsi pemerintahan dan pembangunan dengan memperhatikan asas asas sebagaimana diuraikan diatas. Adapun besaran dana hibah yang diberikan tergantung dari besaran pendapatan daerah atau jumlah anggaran dalam APBD pada tahun berjalan. 1. Asas keadilan, yaitu terdapat keseimbangan dalam distribusi kewenangan dan penyalurannya dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan objektif; 2. Asas kepatutan, yaitu tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional; 3. Asas rasionalitas, yaitu keputusan atas pemberian hibah harus tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan; 4. Asas manfaat untuk masyarakat, yaitu bahwa keuangan daerah harus diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dan bermanfaat 1 Permendagri Nomor 14 Tahun 2016, Pasal 4 Ayat 1 dan Ayat 2 2 Permendagri Nomor 14 Tahun 2016, Pasal 4 Ayat 3
JSI 6 ANALISIS SITUASI edisi 18 BENTUK HIBAH Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) Permendagri Nomor 14 Tahun 2016, bentuk hibah dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, adalah Hibah Berupa uang. Hibah Berupa uangdianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja hibah, obyek belanja hibah, dan rincian obyek belanja hibah pada PPKD. Kedua, Hibah berupa barang atau jasa, dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang diformulasikan kedalam program dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis belanja barang dan jasa, obyek belanja hibah barang atau jasa dan rincian obyek belanja hibah barang atau jasa yang diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada SKPD. Kriteria Syarat minimal Pemberian Hibah pemberian hibah juga harus memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 14 Tahun 2016 pada Pasal 4 huruf a, b, c dan d yaitu memenuhi kriteria paling sedikit: 1. peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan; 2. bersifat tidak wajib, tidak mengikat atau tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran sesuai dengan kemampuan keuangan daerah kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. 3. memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan 4. memenuhi persyaratan penerima hibah. Berikut penjelasan masing masing kriteria 1) peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan; Hibah berupa uang harus dicantumkan secara lengkap dan jelas ke dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran PPKD (RKA- PPKD) mulai dari jenis belanja hibah, obyek, dan rincian obyek belanja. 3 Artinya, dalam menyusun RKA-PPKD tersebut sudah harus dipastikan dan ditetapkan nama penerima, jumlah/besaran nilai, dan peruntukan hibah tersebut. Anggaran belanja hibah, baik sebagian maupun keseluruhan, tidak dapat lagi dicantumkan secara gelondongan atau hanya sampai jenis belanja hibah saja. Peruntukan penggunaan hibah juga secara spesifik dicantumkan dalam peraturan kepala daerah, keputusan kepala daerah, dan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) 2) Tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan; Kriteria ini berarti pemerintah daerah tidak memiliki kewajiban untuk mengabulkan semua proposal/permohonan bantuan hibah yang diajukan oleh calon penerima hibah, dana hibah diberikan sebagai bantuan kegiatan, bukan digunakan untuk dana operasional yang selalu diberikan setiap tahun anggaran, dengan pengecualian yang juga ditentukan dalam peraturan perundang- undangan, Berkaitan juga dengan peraturan tersebut, beberapa badan dan lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan dan dapat menerima hibah secara kontinyu di antaranya, yaitu: 3 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 14 Tahun 2016, Pasal 10 dan Pasal 11.
ANALISIS SITUASI September-Oktober 2017 JSI 7 a. PMI (UU 36/2009 tentang Kesehatan dan Pasal 46 PP Nomor 7/2012 tentang Pelayanan Darah); b. Pramuka (Pasal 36 UU 12/2010 tentang Gerakan Pramuka); c. Korps Pegawai Republik Indonesia (Pasal 63 Kepres 24/2010 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Korpri); d. KONI (Pasal 69 UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional); e. Pemilihan Kepala Daerah (UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota); f. MUI (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 151 Tahun 2014 tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan Majelis Ulama Indonesia; g. Komisi Penanggulangan AIDS (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan Aids Nasional); h. Baznas (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat). 3) memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan kriteria ini berarti hibah yang diberikan oleh pemerintah daerah harus jelas terukur kontribusinya bagi pemerintah daerah sendiri dalam mendukung fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Apabila hibah yang diberikan tidak mendukung tiga komponen tersebut fungsi pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan, maka jelas hibah tersebut tidak layak diberikan. 4) memenuhi persyaratan penerima hibah. Hibah dapat diberikan kepada: 4 a. Pemerintah Pusat; Diberikan kepada satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan. b. Pemerintah Daerah Lain; Diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran daerah sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan. c. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau Hibah kepada BUMN diberikan dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hibah kepada BUMD diberikan dalam rangka untuk meneruskan hibah yang diterima pemerintah daerah dari pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Badan, Lembaga, dan Organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. Diberikan kepada Badan dan Lembaga: a) Yang bersifat nirlaba, sukarela, dan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan; b) Yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang telah memiliki Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur atau Bupati/Walikota; atau c) Yang bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat/ kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah melalui pengesahan atau penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya. 4 Permendagri Nomor 12 Tahun 2016, Pasal 5 dan Pasal 6.
JSI 8 ANALISIS SITUASI edisi 18 Mekanisme Pemberian Hibah Tata Cara Pemberian Hibah sesuai dengan Permendagri Nomor 14 Tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan tersebut dapat menyampaikan usulan hibah secara tertulis kepada Kepala Daerah; 2. Kepala Daerah akan menunjuk SKPD terkait untuk mengevaluasi usulan hibah yang diajukan; 3. Kepala SKPD terkait menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD; 4. TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi dari SKPD sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah. 5. Kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah beserta besaran uang atau jasa yang akan dihibahkan dengan keputusan kepala daerah. Daftar penerima hibah tersebut menjadi dasar penyaluran/penyerahan hibah; 6. Penyaluran/penyerahan hibah kepada penerima hibah dilakukan setelah penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD)
ANALISIS SITUASI September-Oktober 2017 JSI 9 7. NPHD ini paling sedikit memuat ketentuan mengenai: Pemberi dan penerima hibah; Tujuan pemberian hibah; Besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima; Hak dan kewajiban; Tata cara penyaluran/penyerahan hibah; Tata cara pelaporan hibah. 8. Penerima hibah bertanggung jawab secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011. Pertanggungjawaban penerima hibah ini meliputi: Laporan penggunaan hibah; Surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD; Bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundangundangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima barang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa; 9. Pertanggungjawaban tersebut disampaikan kepada Kepala Daerah paling lambat tanggal 10 Januari tahun anggaran berikutnya, kecuali ditetntukan lain sesuai peraturan perundang-undangan. edang-undangan. Keterangan : SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yaitu perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang. TAPD atau Tim Anggaran Pemerintah Daerah yaitu tim yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan NPHD adalah naskah perjanjian hibah yang bersumber dari APBD antara pemerintah daerah dengan penerima hibah
JSI 10 ANALISIS SITUASI edisi 18 KESIMPULAN Dari pembahasan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa penerima hibah sebagaimana diatur dalam Permendagri 14 Tahun 2016 ada 4 yaitu Pemerintah Pusat; Pemerintah Daerah lain; Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; dan/ atau Badan, Lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. Namun yang paling penting adalah, hibah diberikan sesuai urgensi dan kepentingan daerah dengan memperhatikan keuangan daerah. Artinya pemerintah daerah harus jelas mengukur seberapa urgen atau mendesak pemberian hibah tersebut. pemberian hibah harus memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. dapat diberikan. Yang tak kalah penting adalah pemberian hibah harus memperhatikan etika kepatutan dalam bagi masyarakat maupun kebutuhan pemerintahan sendiri. Artinya apabila hibah ditengah situasi daerah yang tidak memungkinkan, ditambah dengan situasi sosial masyarakat yang tidak mendukung. Maka alih alih pemberian hibah mendatangkan kontribusi bagi pemerintahan daerah sendiri maupun masyarakat, justru akan membawa malapetaka bagi pemerintahan daerah serta berpotensi tersandung kasus hukum. Alih Alih mendapatkan manfaat, justru Hibah bila tidak disalurkan dengan tepat dapat menjadi musibah bagi daerah. Apabila pemberian hibah tidak memberikan kontribusi terhadap pemerintahan daerah dalam rangka mendukung fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan maka jelas hibah tersebut tidak
ANALISIS SITUASI September-Oktober 2017 JSI 11 Profil Jaringan Survey inisiatif Berdirinya Jaringan Survey Inisiatif (JSI) dilandasi faktor keinginan sekelompok orang profesional dibidang survey (kuantitatif dan kualitatif), konsultan, dan fasilitator yang berinisiatif mendukung pengembangan nilai-nilai demokrasi dan pemerintahan yang baik (good governance) dalam segala sektor kepentingan publik (ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, sosial, budaya dan lain-lain).bentuk keterlibatan dari JSI melalui penelitian (kuantitatif dan kualitatif), pelatihan, penerbitan buku dan jurnal, dan konsultasi. Metode kerja JSI berpedoman kepada prinsip-prinsip akademik dan analisis statistik maupun wawancara yang mendalam, relevan, serta bersandar pada kode etik keintelektualan berbasiskan data akurat dan metode yang dapat dipertanggung jawabkan. Semangat menjadikan motor penggerak intelektual membuat JSI mengambil posisi sebagai institute of change. Prinsip kerja-kerja dari JSI adalah Totalitas, Hospitality, Profesionalitas, dan Integritas. Kami singkat menjadi THOPI. Pengelolaan manajemen JSI bersifat nirlaba namun mengembangkan fund raising secara kelembagaan, seperti penerbitan, media, dan pelatihan. Tentunya pondasi utama transparansi dan akuntabilitas menjadi syarat utama di manajemen JSI. Perlu ditegaskan JSI bukanlah lembaga yang berafiliasi kepada partai atau kelompok tertentu. Pengalaman Lembaga 1. Survey Kandidat untuk Samsuardi (Juragan) dan Nurchalis di Pilkada Nagan Raya (2012) 2. Survey Kandidat untuk Mayor (Purn.) M. Saleh Puteh di Pilkada Aceh Selatan (2013) 3. Survey Calon Legislatif untuk Syarifah Munira (Caleg no. 5 dapil Baiturrahman dan Lueng Bata) di Pemilu 2014 (2013) 4. Survey Indeks Demokrasi Indonesia 2013, kerjasama dengan Research Centre of Politics and Government (Polgov) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2012) 5. Survey Satu Dekade Perkembangan Ekonomi Aceh (2015) 6. Survey Arah Perilaku Politik Pemilih pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Periode 2017-2022 (2015) 7. Survey Kandidat Gubernur-Wakil Gubernur Aceh Periode 2017-2022 (2015) 8. Survey Melek Politik (Political Literacy) Warga Kota Banda Aceh, kerjasama dengan KIP Kota Banda Aceh (2015) 9. Survey Perilaku Pemilih pada Masyarakat Kab. Gayo Lues tahun 2014, kerjasama dengan KIP Kab. Gayo Lues (2015) 10. Survey Indeks Kepuasan Masyarakat Bidang Perizinan dan Bidang Pendidikan (2015) 11. Survey Polling Preferensi Kandidat Gubernur Aceh Periode 2017-2022 (2015) 12. Survey Preferensi Pemilih terhadap Gubernur Aceh Periode 2017-2022 (2016) 13. Survey Indeks Tingkat Kepercayaan Masyarakat Terhadap Institusi Politik dan Sosial (2016) 14. Survey Preferensi dan Elektabilitas Kandidat Bupati Aceh Besar Periode 2017-2022 (2016) 15. Survey Preferensi dan Elektabilitas Kandidat Walikota Sabang Periode 2017-2022 (2016)