Sumber: https://nsi.or.id/id/tentang-nsi/organisasi/sejarah-perkembangan Awal Penyebaran 1950 Agama Buddha Niciren Syosyu muncul dan berkembang di Indonesia sejak tahun 1950 dimana saat itu ada beberapa orang Jepang yang bekerja di Indonesia menganut ajaran Niciren Syosyu. Proses masuknya Niciren Syosyu adalah sebuah proses alamiah. Perwujudan keberadaan Niciren Syosyu pada awal-awalnya dimulai dengan hanya beberapa keluarga, kemudian mereka dapat merasakan kurnia dari hati kepercayaan terhadap Gohonzon (Mandala Pusaka Pemujaan) dan Nammyohorengekyo (Mantra Agung); serta dari pelaksanaan ajaran Buddha Niciren Daisyonin. Dari keteladanan beberapa keluarga tersebut, agama Buddha Niciren Syosyu mulai menyebar luas kepada orang-orang yang ingin mengetahui dan tertarik kepada ajaran agama Buddha Niciren Syosyu. Proses ini berlanjut terus-menerus dan menjadikan umat Niciren Syosyu di Indonesia berkembang pesat. Pembentukan Lembaga (28 Oktober 1964) Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) yang semula bernama Majelis Agama Buddha Niciren Syosyu Indonesia (NSI) berdiri pada tanggal 28 Oktober 1964 dengan anggaran dasar No.76 tertanggal 22 September 1970. NSI adalah organisasi kemasyarakatan keagamaan, sebagai wadah bagi umat Niciren Syosyu di Indonesia dalam melakukan peribadatannya, juga untuk menghimpun, mengelola, dan mengarahkan potensi seluruh umat demi tercapainya tujuan agama Buddha NSI. Awal Kepemimpinan (1965) Pada awal tahun 1965, kepemimpinan agama Buddha Mahayana Niciren Syosyu Indonesia mulai dipegang oleh Alm. Senosoenoto. Pada kurun waktu 1965-1972 ini, NSI melakukan langkah-langkah pengaturan dan penyusunan organisasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Masa-masa selanjutnya diarahkan pada perjuangan untuk mematahkan citra agama Buddha di Indonesia
sebagai agama yang eksklusif untuk orang-orang atau golongan tertentu (Etnis Tiong Hoa), karena pada dasarnya agama Buddha, khususnya agama Buddha Niciren Syosyu memegang prinsip Icien Bodai Soyo (Gohonzon adalah untuk seluruh umat manusia) atau universal, dengan tetap berpegangan pada kepribadian nasional. Majelis Agung Agama Buddha Indonesia (13 Agustus 1977) Kiprah NSI dalam pengembangan agama Buddha di Indonesia sudah dimulai sejak awal, salah satunya adalah dengan berperan serta dalam aktivitas MABI (Majelis Agung Agama Buddha Indonesia), sebuah majelis agama Buddha pertama di Indonesia yang mengkoordinir seluruh majelis agama Buddha yang ada di Indonesia. Pada tanggal 13 Agustus 1977, Ketua Umum Niciren Syosyu Indonesia, Alm. Senosoenoto, dipilih menjadi Sekertaris Jenderal Majelis Agung Agama Buddha Indonesia (MABI). Pembentukan Fondasi NSI (26-28 Oktober 1986) Pada kurun waktu 1980 1987 adalah masa-masa pembentukan fondasi NSI. Mulai dirasakan adanya tuntutan untuk meletakkan dasar-dasar perjuangan yang lebih mapan dalam mewujudkan kebahagiaan umat manusia secara luas dan merata. Wujud era ini diawali dengan diadakannya Pesamuan Agung Majelis Agama Buddha Niciren Syosyu Indonesia di Pendapa Dalem Ageng Istana Mangkunegaraan Surakarta pada tanggal 26-28 Oktober 1986. Saat itu, Pancasila yang telah diterima penuh sejak awal keberadaan NSI karena sedikit pun tidak bertentangan dengan agama Buddha Niciren Syosyu itu, dinyatakan secara formal di Anggaran Dasar NSI sebagai satusatunya asas. Juga dengan landasan sikap maitri karuna, ditegaskan tujuan NSI adalah untuk mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Rapat Pimpinan Nasional III NSI (27-30 Desember 1989) Pada tahun 1989, dalam Rapat Pimpinan Nasional III NSI, tanggal 27-30 Desember 1989, Menteri Dalam Negeri RI dalam sambutan pengarahannya, menegaskan keberadaan NSI sebagai sebuah lembaga keagamaan, bukan sekedar ormas keagamaan. Dinyatakan beliau, bahwa dengan disandangnya status lembaga keagamaan ini maka NSI diharapkan dapat memberikan sumbangan nilai-nilai moril, etik, dan spiritual untuk lebih berperan dalam menyongsong era tinggal landas di abad 21 mendatang. Dengan demikian ada perubahan pengertian dari organisasi kemasyarakatan sebagaimana diatur keberadaannya dalam UU No.8/1985 menuju lembaga keagamaan. NSI sebagai lembaga keagamaan berarti bentuk, sifat, fungsi, tujuan, tugas, dan struktur NSI didasarkan pada ajaran-ajaran agamanya, dengan Pancasila dan UUD`45 sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Umat NSI secara berkesinambungan melakukan rangkaian kegiatan sosial kemasyarakatan, sosial budaya, dan juga keagamaaan sebagai wujud kontribusi umat kepada bangsa dan negara. Kegiatan
sosial berupa kegiatan bakti sosial membersihkan taman makam pahlawan, donor darah, donor mata, dan menyalurkan bantuan bagi korban bencana alam. Dalam bidang sosial budaya, NSI berkontribusi dengan berusaha melestarikan budaya kesenian tradisional, yaitu angklung dan tarian daerah Indonesia. Rapat Pimpinan Nasional III NSI (6 Januari 1993) Di tengah perkembangan NSI yang pesat, tepatnya pada tanggal 6 Januari 1993, Ketua Umum NSI, Senosoenoto meninggal dunia. Sejak saat itu sempat terjadi perbedaan visi dari para pengurus yang ada, kemudian sebagian pengurus membentuk wadah baru bernama Jambudwipa yang kini dikenal sebagai Yayasan Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia atau BDI dipimpin oleh Keiko Senosoenoto dan Aiko Senosoenoto. Perjalanan dan eksistensi NSI tetap dilanjutkan dengan kepemimpinan Djohan Nataprawira dengan Sekertaris Jenderal, Suhadi Sendjaja. Masa Bakti 1996-1999 Periode berikutnya pada masa bakti 1996-1999, NSI dipimpin oleh Suhadi Sendjaja dan Erwin B Senosoenoto sebagai Sekertaris Jenderal. Keberlangsungan Dharma (28 Oktober 1999)
Pesamuan Agung Nasional berikutnya pada tanggal 28 Oktober 1999, Suhadi Sendjaja kembali terpilih sebagai ketua umum dengan Surjono Karjadi sebagai sekertaris Jenderal. Kepengurusan selanjutnya untuk periode tahun 2005 hingga kini, dipimpin oleh Suhadi Sendjaja sebagai Ketua Umum dengan Minto sebagai Sekertaris Jenderal, Ir.Sumitra Mulyadi sebagai Ketua Dharma, Eddy Kurniawan sebagai Ketua Pembina dan Pengembangan Susunan (PPS), Irawati Lukman sebagai Bendahara, dan Jajat Heryawan sebagai Ketua Karitra. Buah Nyata Kesungguhan Hati (2000) Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan umat NSI yang selama ini diselenggarakan di Vihara Sadhapaributha Megamendung seringkali berbenturan dengan kegiatan umat BDI. Dengan doa dan tekad tulus untuk bisa mengagungkan ajaran Buddha Niciren Daisyonin, umat NSI bersatu hati untuk bisa membangun vihara yang baru sebagai sarana penyebarluasan dharma. Kekuatan tekad umat NSI pun berbuah nyata, di tahun 2000, dengan mengumpulkan dana paramita seluruh umat NSI, sebidang tanah untuk membangun vihara baru berhasil dibeli atas nama NSI. Vihara Saddharma NSI (Myoho-ji, Bogor) - 17 Desember 2005 Pembangunan vihara mulai dilakukan secara bertahap, hingga akhirnya pada tanggal 17 Desember 2005, Vihara Saddharma NSI (Myoho-Ji), Ciapus, Taman Sari, Bogor diresmikan oleh Menteri Agama RI, M.Basyuni. Pembangunan Ulang Vihara Vimalakirti Gunung Sindur (Bogor) Pada tahun selanjutnya, NSI kembali melakukan pembangunan ulang vihara di wilayah Gunung Sindur, Jawa Barat (2007) Vihara Vimalakirti (2008) Peresmian Vihara Vimalakirti Medan, Sumatra Utara (2008), dan Vihara Vimalakirti Pontianak, Kalimantan Barat (2008), yang diresmikan oleh Dirjen Agama Buddha RI, Drs. Budi Setiawan, M.Si.
Penyebarluasan Dharma (2009) Vihara vihara ini dibangun sebagai upaya untuk mendukung penyebarluasan dharma bagi seluruh umat manusia, agar bisa mencabut penderitaan dan memberikan kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya umat manusia. Hingga tahun 2009 ini NSI telah membangun Vihara-vihara dan cetya yang tersebar di 12 provinsi di Indonesia, yaitu : di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Barat. Vihara dibangun sebagai sarana pendukung pelaksanaan hati kepercayaan umat, tempat kegiatan belajar, aktivitas sosial budaya, kemasyarakatan, dan kemanusiaan bagi umat. Penyebarluasan Dharma (2009-saat ini) Selain Pembangunan Vihara, juga peningkatan sumber daya manusia dari segi pemahaman ajaran serta terjalinnya kerjasama NSI terhadap umat Nichiren di luar negeri serta terjalinnya kerjasama di pemerintahan khususnya di kementerian agama, baik gerak jalan kerukunan maupun kegiatan lintas agama.