BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang sangat mendasar dan menjadi prioritas dalam program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Program pemberantasan penyakit ISPA membagi penyakit ISPA

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. Begitu sempurna Allah SWT menciptakan manusia (QS. At-tiin) yang. semaksimal mungkin. Dalam wawasan yang lebih luas, anak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS PEMBANTU SIDOMULYO WILAYAH KERJA PUSKESMAS DEKET KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

HUBUNGAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMON II KULON PROGO TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh sub Direktorat diare, Departemen

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

sangat berlebihan dan juga tidak realistik, seperti selalu memanggil petugas kesehatan walaupun demamnya tidak tinggi (Youssef et al, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi lanjutan

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. seluruh dunia, yaitu sebesar 124 juta kasus kematian anak terjadi akibat pneumonia

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang sering menyerang anak-anak. Salah satu penyakit saluran

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

Oleh : Suyanti ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu yang baru saja melahirkan dan diberikan kepada bayi langsung

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan anak

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DI PUSKESMAS DESA DAYEUH KOLOT KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PENYAKIT ISPA PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS BANGETAYU KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. terbaik yang bersifat alamiah. Menurut World Health Organization (WHO),

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang serius terutama pada anak usia 1-5 tahun dan merupakan penyebab kematian anak di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan yang baik akan menjadi infeksi saluran pernafasan bawah atau pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan kombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak higiene dan merupakan penyebab kematian paling sering pada anak (Direktorat Jenderal P2M&PL, 2006). Pneumonia merupakan salah satu bentuk infeksi saluran nafas bagian bawah akut (ISNBA) yang tersering. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara setempat ( Dahlan, 2007). Berdasarkan data WHO proporsi penyebab kematian anak-balita di Negara berkembang adalah pneumonia 19%, diare 17%, malaria 8% dan campak 4%. Jika digabungkan, di seluruh dunia pneumonia menyebabkan hampir satu pertiga atau 29% kematian anak dibawah usia 5 tahun (Said, M, 2010). Di Indonesia menurut laporan survei mortalitas subdit ISPA pada tahun 2005 di 10 provinsi diketahui bahwa 22,3% dari seluruh kematian bayi diakibatkan oleh pneumonia (P2PL, 2008). Sedangkan menurut studi mortalitas pada Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) pada tahun 2007, diketahui bahwa proporsi kematian akibat pneumonia pada neonatus 1

sebesar 23,8% dan pada anak balita sebesar 15,5%. Kedua data tersebut menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian balita utama di Indonesia (Direktorat Jenderal P2PL, 2006). Pada tahun 2006, cakupan penemuan pneumonia balita di Jawa Tengah mencapai 26,62%. Angka tersebut mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu menjadi 24, 29% dan pada tahun 2008 juga mengalami penurunan menjadi 23,63%. Angka ini sangat jauh dari target SPM tahun 2010 sebesar 100% (Dinkes Jawa Tengah,2008). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2010 jumlah kasus pneumonia mencapai 14,40%, sementara pada tahun 2011 jumlah kasus pneumonia mencapai 10,67% (Dinkes Banjarnegara, 2011). Data tersebut diantaranya 35 Puskesmas yang ada di Kabupaten Banjarnegara. Tercatat di Puskesmas Banjarmangu I tahun 2010 menyebutkan bahwa sebanyak 17,24% kasus pneumonia balita, tahun 2011 mencapai 18,57% kasus pneumonia balita dan tahun 2012 pada bulan Januari sampai bulan April mencapai 9,22% kasus balita pneumonia ( Puskesmas Banjarmangu I, 2011). Berdasarkan Lokakarya Nasional III tahun 1990, Program Pengendalian Penyakit ISPA telah memfokuskan diri pada penanganan pneumonia pada anak dan membagi penatalaksanaan penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan bukan pneumonia. Salah satu jenis ISPA yang menjadi pembunuh utama balita di dunia adalah pneumonia (Direktorat Jenderal P2PL, 2009). Untuk mewujudkan perawatan secara optimal bagi penderita juga diperlukan peranan ibu sebagai mekanisme untuk menurunkan dampak masalah kesehatan

pada anak dan keluarganya (Nelson, 2002). Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi, sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap perubahan hidup sehat (Notoatmodjo, 2005), sedangkan menurut Effendy (2002) dalam hal ini bila semakin tinggi tingkat pengetahuan, maka ibu akan dapat memilih alternatif yang terbaik bagi anaknya dan cenderung memperhatikan hal-hal yang penting tentang perawatan anaknya. Dampak bila ibu tidak memberikan perawatan yang baik pada balitanya akan memperberat penyakitnya yaitu menjadi pneumonia berat sehingga saat di bawa ke rumah sakit keadaannya sudah semakin memburuk. Dampak lainnya yaitu berat badan balita menurun, demam tidak berkurang dan nafsu makan berkurang. Salah satu kriteria keberhasilan perawatan di rumah adalah bila saat 2 hari kemudian pernafasannya membaik (melambat), demam berkurang dan nafsu makan membaik dan pemberian antibiotik selama 5 hari (WHO, 2009). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 ibu yang berkunjung ke puskesmas tentang cara perawatan balita sakit, 4 ibu menjawab tidak memberikan kompres air hangat unuk menurunkan demam, 10 ibu tidak tahu balita harus diberikan banyak minum, 2 ibu tidak tahu bahwa penyakit pneumonia menular sehingga tidak melakukan upaya pencegahan. Penanganan penyakit pneumonia yang tepat di rumah oleh orang tua dapat mengurangi tingkat keparahan dan mengurangi kematian balita akibat pneumonia. Beberapa upaya perawatan yang dapat dilakukan oleh ibu di rumah dengan

memberikan makanan bergizi, pemberian cairan, kompres saat demam dan membersihkan jalan nafas (Kemenkes, 2010). B. Rumusan Masalah Berdasarkan kejadian pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarmangu I Kabupaten Banjarnegara bahwa terdapat kasus pneumonia balita usia 1 5 tahun tercatat 222 kasus. Dari pemaparan informasi diatas bahwa kejadian pneumonia merupakan penyakit yang sering menyerang pada balita. Maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan pneumonia. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarmangu I Kabupaten Banjarnegara. 2. Tujuan Khusus a. Memperoleh gambaran tentang pendidikan, status ekonomi, pengetahuan, pekerjaan, perilaku keluarga, sikap, serta sikap dan dukungan petugas kesehatan terhadap kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan pneumonia. b. Mengetahui hubungan antara faktor pendidikan, status ekonomi pengetahuan, pekerjaan, sikap, serta sikap dan dukungan petugas

kesehatan dengan kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan pneumonia. c. Menganalisis faktor dominan yang mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan pneumonia. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Sebagai proses dalam menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dengan cara mengaplikasikan ilmu dan teori teori yang diperolehnya dalam masa perkuliahan serta mendapatkan pengalaman nyata dalam menganalisis sebagai penelitian pemula terhadap faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan pneumonia. 2. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan Memberikan gambaran secara umum tentang faktor yang mempengaruhi keluarga didalam merawat balita dengan pneumonia, sehingga pelayanan kesehatan dapat menentukan kebijakan kesehatan selanjutnya terhadap pelaksanaan kesehatan keluarga. Pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas Banjarmangu I Kabupaten Banjarnegara diharapkan dapat melakukan pendekatan pada keluarga dengan balita pneumonia melalui penyuluhan kesehatan dan pencegahan serta penanganan dan perawatan balita pneumonia. 3. Bagi Keluarga dan Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat terutama keluarga tentang faktor yang mempengaruhi keluarga dalam merawat balita dengan kejadian

pneumonia, sehingga keluarga dapat merubah perilakunya menjadi lebih sehat dan dapat mengambil keputusan dengan cepat apabila balitanya menderita tanda gejala pneumonia serta meningkatkan status kesehatan keluarganya. 4. Bagi Ilmu Keperawatan Meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan komunitas dan dapat dijadikan sumber penelitian selanjutnya. E. Penelitian Terkait Pada penelitian sebelumnya terdapat penelitian yang mendukung penelitian ini, Nurhidayah, Fatimah, & Rakhmawati (2008), dengan judul Upaya Keluarga dalam pencegahan dan perawatan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di rumah pada balita di Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya, metode penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif, sampel dalam penelitian ini adalah 42 responden dengan teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa (14,28%) responden memiliki upaya yang buruk dalam melakukan pencegahan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Perbedaan dengan yang diteliti terletak pada tempat penelitian, jenis penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dan desain penelitian cross sectional, disini peneliti akan meneliti di daerah dataran tinggi yaitu di Puskesmas Banjarmangu I. Variabelnya yang akan diteliti faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat balita dengan pneumonia.

Afifah, & Djaja (2001) Determinan perilaku pencarian pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita. Penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ibu yang memilki anak balita penderita ISPA. Teknik pengambilan sampel secara accidental. Metode analisis adalah deskriptif dan analitis dengan regresi logistik sederhana. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 83.656 bayi dan anak dibawah lima tahun, 47, 1% melakukan perawatan diri, 66,3% pergi ke fasilitas kesehatan dan 0,7% memilih penyembuhan tradisional (dukun). Hampir sepertiga (28,5%) dari ibu memilih pusat kesehatan (puskesmas), 14,7% memilih praktek swasta dokter dan 14,5% memilih praktek paramedis swasta. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah lebih suka pergi ke dukun. Analisa regresi logistik ganda menunjukan bahwa perilaku pencarian pengobatan ISPA ibu dari bayi. Perbedaannya terletak pada pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling. Variabel bebas dan terikatnya yang akan di teliti serta tempat penelitian. Machmud (2009) Pengaruh kemiskinan keluarga pada kejadian pneumonia Balita di Indonesia. Metode survei rumah tangga yang mengukur berbagai faktor pada level rumah tangga dan level individu serta survei institusi yang mengatur faktor kinerja program pada level kabupaten. Perkiraan besar sampel menggunakan Multistage Cluster dengan probabilitas proportionate to the size dari populasi tiap cluster. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sosio ekonomi rumah tangga berperan secara bermakna terhadap kejadian

pneumonia balita, yang berarti rumah tangga miskin akan lebih besar terkena pneumonia. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada variabel yang diteliti, penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Analisa datanya menggunakan regresi logistik. Yamin, Susanti, & Sulastri (2008) Kebiasaan ibu dalam pencegahan primer penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) pada Balita Keluarga Non Gakin di Desa Nanjung Mekar Wilayah Kerja Puskesmas Nanjung Mekar Kabupaten Bandung. Jenis penelitian ini deskriptif dengan teknik sampling yang digunakan Proportionate Stratified Random Sampling dengan jumlah sampel 87 orang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kebiasaan ibu dalam pencegahan primer penyakit ISPA pada balita keluarga non gakin sebagian besar (55,17%) memiliki kebiasaan baik, dan hampir setengahnya (44,83%) tidak baik. Pada subvariabel pemenuhan nutrisi dan istirahat sebagian besar responden (59,77%) memiliki kategori baik, menciptakan rumah yang sehat setengahnya responden (50,57%) memiliki kategori tidak baik, kebersihan diri (personal hygiene) sebagian besar responden (64,37%) memiliki kategori baik, mencari informasi tentang ISPA sebagian besar responden (52,87%) memiliki kategori baik. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan ini terletak pada desain penelitian, pengambilan sampel, variabel, serta tempat penelitian.