BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Mengkaji mengenai masalah kekerasan bukanlah suatu hal mudah, sebab kekerasan pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Daftar Isi TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Penyusun: Justice for the Poor Project. Desain Cover: Rachman SAGA. Foto: Luthfi Ashari

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB 2 DATA DAN ANALISA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, kapasitas perempuan, dan perlindungan anak.

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENGALAMI PENELANTARAN DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL INDONESIA

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan terhadap sesama manusia, sumber maupun alasannya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Islam Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga Dr. La Jamaa

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN. dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka saling

BAB II ATURAN HUKUM YANG MENGATUR MENGENAI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. A. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

SKRIPSI TINJAUAN VIKTIMOLOGIS TERHADAP KEKERASAN FISIK YANG DILAKUKAN AYAH TERHADAP ANAKNYA DI KABUPATEN BONE. (No.06/pid/B/2010/PN.

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

Institute for Criminal Justice Reform

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT) A. Penafsiran dan Ruang Lingkup Rumah Tangga Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) tidak hanya berisi tentang pengertian KDRT itu sendiri, akan tetapi juga membahas terkait ruang lingkup rumah tangga yang bisa dikenakan Undang-Undang tersebut. Jika dilihat dalam Undang-Undang tersebut pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga itu sendiri adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Ruang linkup rumah tangga itu sendiri antara lain: 1. Suami, istri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); 2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dise-butkan di atas karena hubungan darah, perkawinan (misalnya mertua, menantu, ipar, dan besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau 66

67 3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan. Jika dilihat tentang ruang lingkup rumah tangga yang bisa dikenakan Undang-Undang No 23 Tahun 2004 Tentang UU PKDRT tidak hanya terkait hubungan perkawinan, perwalian, akan tetapi juga dalam urusan rumah tangga secara keseluruan, seperti asisten rumah tangga, sopir dan tukang kebun. Maksud dari Undang-Undang tersebut adalah memberikan perlindungan hukum secara luas dalam rumah tangga sehingga tidak hanya dalam ruang lingkup keluarga saja akan tetapi juga melindungi orang-orang disekitar rumah tangga yang setiap harinya membantu dan atau menetap dirumah tersebut. Disini bisa dilihat bahwa Negara menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) dan persamaan derajat antara kepala rumah tangga, keluarga maupun orang-orang yang senantiasa membantu atau menetap dirumah tersebut. Adapun bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut Undang-Undang tersebut antara lain : 1. Kekerasan Fisik, yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan fisik juga di klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu kekerasan fisik berat dan kekerasan fisik ringan. a. Kekerasan fisik berat berupa berupa penganiayaan berat seperti menendang; memukul, menyundut; melakukan percobaan

68 pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan : 1) Cedera berat 2) Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari 3) Pingsan 4) Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati 5) Kehilangan salah satu panca indera. 6) Mendapat cacat. 7) Menderita sakit lumpuh. 8) Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih 9) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan 10) Kematian korban. b. Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan: 1) Cedera ringan 2) Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat c. Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat. 2. Kekerasan psikis, yakni perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/ atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

69 Kekerasan psikis juga di klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu kekerasan psikis berat dan kekerasan psikis ringan. a. Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masingmasingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut: 1) Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun. 2) Gangguan stres paska trauma. 3) Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis) 4) Depresi berat atau destruksi diri 5) Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya 6) Bunuh diri b. Kekerasan psikis ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial: tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina, ancaman kekerasan fisik, seksual

70 dan ekonomis, yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal dibawah ini : 1) Ketakutan dan perasaan terteror 2) Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak. 3) Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual. 4) Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis) 5) Fobia atau depresi temporer 3. Kekerasan seksual, yakni setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual juga di klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu kekerasan seksual berat dan kekerasan seksual ringan. a. Kekerasan seksual berat berupa 1) pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan. 2) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.

71 3) Pemaksaan hubungan seksual cara tidak disukai, merendahkan dan menyakitkan. 4) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu. 5) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi. 6) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan rasa sakit: luka atau cedera. b. Kekerasan seksual ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh ataupun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. 4. Kekerasan ekonomi atau penelantaran rumah tangga yakni perbuatan menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku bagi yang bersangkutan atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Kekerasan seksual juga di klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu kekerasan ekonomi berat dan kekerasan ekonomi ringan.

72 a. Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa : 1) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran. 2) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkan. 3) Mengambil tanpa sepengetahuan dan persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban. b. Kekerasan ekonomi ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Jia dilihat KDRT dalam Undang-Undang tesebut terdapat juga perbedaan antara KDRT dalam Undang-Undang dengan peringatan yang diberikan suami terhadap istri yang Nuzhus atau kedurhakaan yang dilakukan istri kepada suami tanpa alasan yang benarkan oleh syara (agama) misalnya:1 1. Istri pergi meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya atau berpergian tanpa adanya muhrim yang mendampinginya. 2. Istri enggan diajak bersetubuh oleh suaminya, padahal ia dalam keadaan susi. 3. Istri rela mengusir suaminya dari rumah istrinya yang telah rela ditempatinya atau istri menolak menempati rumah suaminya yang telah disediakan tanpa udzur (alasan) syara 1 Abdul Muhaimin As ad, Risalah Nikah, (Surabaya: Bintang Terang, 1993), 67.

73 Dari 3 contoh diatas dapat dipahami apabila suami khawatir bahwa istrinya berlaku nusyuz atau meninggalkan kewajiban atau dengan kata lain istri durhaka, maka suami diwajibkan oleh Allah SWT mengusahakan perbaikan dengan menempuh cara sebagai berikut.2 Tahap Pertama : Pemberian Nasehat Pemberian nasehat seorang suami kepada istrinya tatkala melihat gejala-gejala dan tanda-tanda nusyuznya istri, hal ini dianggap sebagai tindakan awal yangmendidik dan sebagai sanksi pertama yang diberikan oleh suami, sebagaimana firman Allah SWT Tahap Kedua: Pemisahan Tempat Tidur Tahapan ini menjelaskan tahap lanjutan dari tahap pertama apabila tidak berhasil mengubah sikap nusyuz istri. Yaitu suami boleh berpisah tempat tidur dengan istrinya atau tidak sekamar. Perlakuan suami seperti ini akan menarik istri untuk bertanya tentang sebab-sebab suami meninggalkanya dari tempat tidur, kemudian mendorong keduanya untuk mengadakan perdamaian. Khusus mengenai tidak tegur sapa ini hanya diperbolehkan selama tiga hari tiga malam berdasarkan hadist Rasulullah SAW: Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak bertegur sapa dengan saudaranya lebih dari tiga hari tiga malam (HR. Abu Daud dan an-nasa i) Pemisahan tempat tidur ini dirasakan sebagai salah satu hukuman bagi istri yang mencintai suaminya dan akan terasa menyiksanya. Sebab 2 Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1989), 78.

74 kebersamaan di ranjang akan melahirkan ketremtaman jiwa dan menghilangkan kegoncangan jiwa keduanya yang disebabkan oleh beberapa peristiwa sebelumnya. Tahap Ketiga : Dilakukan Hukum Pukul Suami boleh memukul, asalkan pukulan itu tidak menyakiti atau melukainya, seperti memukul dengan tangan atau dengan tongkat kecil. Sebenarnya pemukulan yang beretika dan mencerminkan suatu perbaikan atau pukulan yang mendidik. Pukulan itu sendiri hendaknya tidak terlalu keras supaya tidak membahayakan istri dan tidak meninggalkan luka bekas pada fisiknya. Sehingga penerapan Undang-Undang kdrt ini tidak bisa dipukul rata, harus terdapat alasan-alasan yang jelas dari suami, apakah perlakuan tersebut bagian dari peringatan suami terhadap istri yang nusyuz atau tindakan yang menjurus penganiayaan terhadap istri. Penekanan terhadap alasan-alasan tersebut sangat penting karena jangan sampai keluarnya undang undang kdrt ini malah menjadi pelindungan bagi istri nusyuz yang mendapat peringatan dari suaminya. B. Hak-Hak Istri Siri Yang Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Perspektif UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Seorang istri jika mengalami KDRT mempunyai hak untuk melindungi dirinya dengan menggunakan UU PKDRT, karena dalam Undang-Undang ini

75 mengatur terkait permasalahan berbagai macam bentuk KDRT, Mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual dan ekonomi. Namun Undang-Undang ini hanya berlaku bagi pernikahan yang secara administrasi dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Jadi secara otomatis Undang-Undang ini tidak bisa digunakan jika dikaitkan dengan pernikahan siri. Hak hak yang didapat oleh istri yang sah baik secara hukum Islam maupun hukum positif jika mengacu pada Undang-Undang No 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT Pasal 10 antara lain : 1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; 2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; 3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; 4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan PerundangUndangan dan 5. Pelayanan bimbingan rohani. Sedangkan Istri siri bisa saja mendapatkan haknya terkait perlindungan dirinya ketika mengalami KDRT, namun hanya sebatas sebagai kepentingan Hak Asasi Manusia (HAM) atau kepentingan hukum seorang. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 G ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan

76 derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut diketahui seorang istri mempunyai hak untuk hidup dalam perkawinan yang bebas dari tindakan penyiksaan, adanya tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan pelanggaran ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 karena seorang istri dalam perkawinan mempunyai hak yang sama dengan suami yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disingkat dengan UndangUndang Hak Asasi Manusia) bahwa seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak kepemilikan serta pengelolaan harta bersama. Negara juga memiliki kewajiban untuk melindungi keamanan setiap warga negaranya, termasuk perempuan. Negara juga berperan untuk memastikan keadilan untuk semua tanpa pengecualian. Termasuk peran negara untuk menciptakan pernikahan yang sejahtera untuk lelaki dan perempuan. Sudah seharusnya negara mengatur aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan warga negaranya yang belum ditetapkan ketentuan dan cara pengaturannya, seperti halnya dinegara malaysia ada Akta Keganasan Rumah Tangga yang mengakomodir terkait permasalahanpermasalahan dalam pernikahan siri dan istripun bisa memperoleh haknya ketika diperlakukan semena-mena oleh suaminya. Pelaku nikah siri juga

77 nantinya akan mendapatkan sanksi berupa ancaman dan juga denda yang membuat jera bagi para pelaku, sehingga pernikahan siri dan KDRT bisa diminimalisir secara terus menerus. Jadi nanti yang digunakan bukan Undang-Undang KDRT karena yang diatur dalam Undang-Undang KDRT adalah suami, istri, anak, atau mereka yang tercatat dalam surat keluarga atau rumah tangga. Kalau pelaku nikah siri di Indonesia memiliki permasalahan kekerasan pada salah satu anggota keluarga, maka yang digunakan adalah kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 351 Tentang Penganiayaan Umum