BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan akan mengalami proses fisiologis dalam hidupnya,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

I. PENDAHULUAN. terlokalisasi pada bagian-bagian tubuh tertentu (Sudoyo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. pada tubuh dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan. retina mata, ginjal, jantung, serta persendian (Shetty et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan, sosial. dan ekonomi pada berbagai kelompok usia di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang. relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. obesitas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu. penyakit tidak menular yang semakin meningkat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran dan kelenjar payudara (Pamungkas, 2011). Kanker payudara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan dan pematangan (Hurlock,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit degeneratif. Transisi epidemiologi ini salah satunya dipengaruhi oleh pola

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yaitu poliuria, polidipsi dan polifagi (Suyono, 2009). Menurut Riskesdas (riset kesehatan dasar) prevalensi diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan akan mengalami proses fisiologis dalam hidupnya, proses-proses tersebut diantaranya adalah premenopause, menopause dan pascamenopause. Masa premenopause dimulai pada rentang usia 40-50 tahun. Data untuk rentang usia tersebut di Indonesia dari BPS 2010 menunjukkan ada sekitar 7.008.242 perempuan Indonesia yang berusia 45-49 tahun dan di Sumatera Barat sekitar 139.681 jiwa, sedangkan di kota Padang sebanyak 25.433 perempuan berada pada rentang usia tersebut, atau sekitar 5,7% dari seluruh perempuan dari segala umur di kota Padang (BPS, 2001; Wratsangka, 1999; Padang dalam Angka, 2015). Kondisi terjadi pada masa premenopause disebabkan oleh perubahan hormon. Kondisi-kondisi tersebut antara lain haid yang tidak teratur, jumlah perdarahan yang bervariasi dan disertai rasa nyeri. Salah satu hormon yang berperan dalam masa premenopause adalah estrogen. Estrogen memberikan efek yang responsif terhadap jaringan adiposa. Hormon estrogen berfungsi mengatur keseimbangan lemak tubuh dan menjaga lipolisis di jaringan lemak. Estrogen memiliki peran penting dalam proses adipogenesis. Estrogen menjadi faktor utama meregulasi metabolisme, nafsu makan dan deposisi lemak dalam sel adiposa (Anwar et al, 2011; Budiharjo et al, 2004; Setiawan, 2010). Masa premenopause berhubungan dengan peningkatan massa lemak yang cepat dan redistribusi lemak ke abdomen. Modalitas radiologis menunjukkan, terjadinya peningkatan massa lemak hingga memasuki masa pascamenopause. 1

Hormon estrogen akan menyebabkan deposit lemak pada payudara, jaringan subkutan, bokong dan paha perempuan (Guyton et al., 1997; Davis et al., 2012). Perempuan usia premenopause sampai pascamenopause (55-65 tahun) menghadapi masalah peningkatan berat badan. Prevalensi obesitas terus berlipat ganda hampir di seluruh dunia sejak tahun 1980. Di Negara maju dan berkembang, 1,5 milyar orang dewasa di atas 20 tahun mengalami kegemukan (Indeks Massa Tubuh (IMT) 25 29,9 kg/m 2 ). Analisis IMT memperlihatkan lebih dari 200 juta laki-laki dan lebih kurang 300 juta perempuan mengalami obesitas (IMT 30 kg/m 2 ). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 di Indonesia memperlihatkan terjadi kecenderungan kenaikan prevalensi obesitas pada perempuan dewasa, sekitar 32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun 2010 (15,5%) (Davis et al., 2012; Putri et al., 2015). Obesitas lebih banyak dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-laki, namun belum didapatkan kesimpulan pasti untuk menjelaskan perbedaan jenis kelamin ini. Kadar hormon seks yang berfluktuatif pada beberapa tahap kehidupan reproduksi perempuan seperti menarche, kehamilan, dan transisi menopause mungkin punya peran terhadap ekspansi jaringan adiposa (Davis et al., 2012). Persentase lemak tubuh yang berlainan juga ditunjukkan oleh kelompokkelompok etnik yang berbeda. Penelitian sebelumnya telah mengadakan studi untuk menguji pendekatan baru untuk mengembangkan pengukuran terhadap persentase lemak tubuh. Penelitian pengukuran persentase lemak tubuh telah dilakukan dengan menghubungkan antara IMT sehat dengan perkiraan persentase lemak tubuh. Hasil penelitian didapatkan bahwa orang Asia memiliki persentase 2

lemak tubuh yang jauh lebih tinggi untuk setiap IMT dibandingkan orang Amerika Afrika dan orang kulit putih (Morris, 2013). Penelitian terhadap rata-rata persentase lemak tubuh telah dilakukan pada 52 perempuan obesitas di Slovenia pada rentang usia 21-53 tahun dengan ratarata usia 40 ± 8 tahun. Pada kelompok ini dilakukan program reduksi berat badan. Rata-rata persentase lemak tubuh terlihat lebih tinggi pada awal program yaitu 38,8%. Setelah satu minggu dijalankannya program tersebut, rata-rata persentase lemak tubuh turun menjadi 37,6% dan pada saat program berakhir menjadi 33,5%. Pada kelompok kontrol yaitu 19 perempuan dengan IMT < 25 kg/m 2 memiliki rata-rata persentase lemak tubuh 32,5%. Hal ini terjadi dikarenakan dengan program reduksi berat badan terjadi penurunan berat badan dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa dilakukan program reduksi. Program reduksi berat badan berpengaruh terhadap penurunan persentase lemak tubuh (Mavri et al, 1999). Penelitian cross-sectional pada 113 perempuan di Shantytoen, Brazil dengan rentang usia 19-45 tahun yang dibagi dalam dua kelompok subjek, yaitu short-stature dan non-short-stature, memperlihatkan rata-rata persentase lemak tubuh perempuan non-short-stature lebih tinggi dibandingkan perempuan shortstature (Bueno et al., 2016). Penelitian pada 70 perempuan dengan rentang usia 25-50 tahun di Kota Raipur, India memperlihatkan 70% perempuan memiliki rata-rata persentase lemak tubuh yang tinggi dan 30% perempuan lainnya memiliki rata-rata persentase lemak tubuh yang normal. Penelitian lainnya secara cross-sectional terhadap 857 perempuan dengan rata-rata usia 51 tahun di Manhattan memperlihatkan rata-rata persentase lemak tubuh yang lebih tinggi pada perempuan obesitas (Shah et al., 2012 Verma et al., 2015). 3

Persentase lemak tubuh menggambarkan massa lemak dalam tubuh seseorang secara umum. Lemak dianggap organ endokrin yang mempunyai kemampuan untuk mensekresi adipokin dalam mempengaruhi aspek sistem keseimbangan energi dalam tubuh. Adipokin diregulasi oleh keadaan metabolik, sehingga berhubungan dengan penyakit metabolik seperti resistensi insulin dan diabetes mellitus tipe 2 (Anwar et al., 2011; Davis et al., 2012). Adipokin (adipositokin) merupakan sitokin yang disekresikan oleh jaringan adiposa dan salah satunya adalah adipsin. Adipsin merupakan bagian dari serin protease. Adipsin adalah protein yang mrna-nya diekspresikan jaringan adiposa putih dan coklat. Adipsin pertama kali diteliti pada tikus percobaan dengan obesitas genetik. Kadar adipsin menurun pada kondisi kelaparan, pasien anoreksia dengan berat badan kurang. Sebaliknya terjadi peningkatan kadar adipsin ketika diberikan asupan makan pada kondisi-kondisi diatas. Pada pasien obesitas kadar adipsin menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan kontrol (Choy, 1992; Pomeroy, 1997). Adipsin diketahui menstimulasi penyimpanan trigliserida dalam sel adiposa melalui stimulasi terhadap transpor glukosa dan meningkatkan reesterifikasi asam lemak. Fungsi adipsin berkaitan dengan jaringan adiposa dan secara independen banyak disebut dalam penelitian mengenai obesitas. Meskipun demikian, peran dari adipsin belum begitu jelas. Menariknya, kadar adipsin berkurang pada tikus obesitas, namun meningkat pada orang dengan obesitas. Pada Indian Pima dengan obesitas, kadar adipsin serum jauh meningkat dibandingkan dengan non-obes. Sebaliknya, pada subjek dengan anoreksia 4

nervosa, kadar adipsin menurun dan meningkat kembali selama pemberian makan (White et al, 1992; Ronti et al, 2006). Penelitian terhadap kadar adipsin selanjutnya yaitu pada kelompok 21 53 tahun di Slovenia yang dilakukan program reduksi berat badan selama 1 minggu, didapatkan kadar adipsin 2,0 μg/ml. Sedangkan pada kelompok kontrol kadar adipsin lebih rendah yaitu 1,4 μg/ml (Mavri et al, 1999). Pada kelompok usia 40 65 tahun di Ekuador dengan kondisi sindroma metabolik didapatkan kadar adipsin 1,3 μg/ml, lebih tinggi daripada kelompok tanpa sindroma metabolik yaitu 1,0 μg/ml (Chedraui et al, 2014). Penelitian Spiegelmen (2014) di Harvard Medical School menyebutkan pengukuran kadar adipsin pada penderita sindroma metabolik mengidentifikasikan bahwa adipsin memberikan pengaruh terhadap sel langerhans pada penderita diabetes. Pada penelitian ini, adipsin yang disekresikan dari jaringan adiposa kemudian memproduksi C3a yang berpengaruh terhadap sel beta pankreas. Adipsin kemudian menstimulasi pengeluaran insulin dan pada akhirnya menurunkan pengeluaran glukosa hati. Peneliti menghipotesakan bahwa adipsin bekerja dengan memproduksi komponen komplemen yang akan bersirkulasi dan bereaksi pada sel beta pankreas. Pada penelitian Mavri et al (1999) memperlihatkan hubungan antara persentase lemak tubuh dengan kadar adipsin (p<0,01, r = 0,46) pada perempuan premenopause (Bass, 2014; Mavri et al, 1999). Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin melakukan penelitian tentang korelasi persentase lemak tubuh dengan kadar adipsin pada premenopause di Kota Padang. 5

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat korelasi persentase lemak tubuh dengan kadar adipsin pada premenopause di Kota Padang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui korelasi persentase lemak tubuh dengan kadar adipsin pada premenopause di Kota Padang. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui rata-rata persentase lemak tubuh pada premenopause. b. Mengetahui rata-rata kadar adipsin pada premenopause. c. Mengetahui korelasi rata-rata persentase lemak tubuh dengan ratarata kadar adipsin pada premenopause 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan : menjadi bahan atau sumber rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya 2. Manfaat dalam masyarakat : menjadi penanda untuk mewaspadai penyakit yang timbul akibat obesitas pada perempuan premenopause dan usaha untuk mendeteksinya lebih dini. 6