MEMUTUSKAN: IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA.

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2015

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indones

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Salinan NO : 9/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2014

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 60 TAHUN 2016

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 79 TAHUN 2016

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN SEMARANG

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA KABUPATEN SEMARANG

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 15 SERI E

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2016 T E N T A N G PENGELOLAAN PASAR INDUK KOTA JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 19 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA MIKRO BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LABUHANBATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 78 Tahun : 2015

P E R A T U R A N D A E R A H

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN BINTAN

Menimbang : a. bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah. yang merupakan perwujudan hak. guna memenuhi kebutuhan hidupnya;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 10 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 5

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MATARAM PROVINS! NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR: 21, TAHUN 2015 TENT ANG

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2002 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG IZIN REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TASIKMALAYA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

WALIKOTA SORONG PEMERINTAH KOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 15

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 62 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I Z I N P E N G G U N A A N K I O S D A N L O S P A S A R D E N G A N R A H M A T T U H A N Y A N G M A H A E S A

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 97 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA MIKRO

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN REKLAME

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

Menimbang : BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR TENTANG PERIZINAN DAN KARTU IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, a. bahwa kegiatan pedagang kaki lima sebagai salah satu usaha ekonomi kerakyatan yang bergerak dalam usaha perdagangan sektor informal perlu dilakukan penataan dan pemberdayaan untuk meningkatkan dan mengembangkan usahanya serta sebagai upaya mengurangi dampak terganggunya kelancaran lalu lintas, estetika dan kebersihan serta fungsi sarana dan prasarana perkotaan; b. bahwa salah satu upaya Penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah melalui perizinan penggunaan lokasi dan kartu identitas bagi Pedagang Kaki Lima; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bulungan tentang Perizinan dan Kartu Identitas Pedagang Kaki Lima; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9), sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 607);

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1814); 5. Peraturan Daerah Kabupaten Bulungan Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima (Lembaran Daerah Kabupaten Bulungan Tahun 2009 Nomor 6); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA. PERIZINAN DAN KARTU BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Bulungan. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Bulungan. 4. Satuan Kerja Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah perangkat daerah pada Pemerintah Kabupaten Bulungan. 5. Pedagang Kaki Lima, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap 6. Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 7. Pemberdayaan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya. 8. Lokasi PKL adalah tempat untuk menjalankan usaha PKL yang berada di lahan dan/atau bangunan milik pemerintah daerah dan/atau swasta. - 2 -

9. Lokasi binaan adalah lokasi yang telah ditetapkan peruntukannya bagi PKL yang diatur oleh pemerintah daerah, baik bersifat permanen maupun sementara. 10. Izin Penggunaan lokasi PKL yang selanjutnya disingkat IPL PKL adalah pemberian izin kepada pedagang kaki lima untuk menggunakan tempat usaha yang lokasinya telah ditentukan. 11. Kartu Identitas PKL yang selanjutnya disingkat KI PKL adalah kartu identitas yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Pasal 2 (1) Bupati wajib melakukan penataan dan pemberdayaan PKL. (2) Penataan dan pemberdayaan PKL sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi urusan PKL. BAB II RUANG LINGKUP DAN TUJUAN Pasal 3 Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Bupati ini meliputi penataan dan pemberdayaan PKL. Pasal 4 Tujuan penataan dan pemberdayaan pedagang kali lima adalah: a. memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya; b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri; dan c. untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan. BAB III PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PKL Bagian Kesatu Pendataan Pasal 5 Penataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan cara : a. pendataan PKL; b. pendaftaran PKL; dan c. penetapan lokasi PKL; - 3 -

Pasal 6 (1) Pendataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilakukan berdasarkan: a. identitas PKL; b. lokasi PKL; c. jenis tempat usaha; d. bidang usaha; dan e. modal usaha. (2) Data PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk penataan dan pemberdayaan PKL. (3) Tahapan dalam melakukan pendataan PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Camat bersama aparat kelurahan berkoordinasi dengan SKPD yang membidangi urusan PKL dengan cara antara lain: a. membuat jadwal kegiatan pelaksanaan pendataan; b. memetakan lokasi; dan c. melakukan validasi/pemutakhiran data. Bagian Kedua Penetapan Lokasi PKL Pasal 7 (1) Bupati menetapkan lokasi atau kawasan sesuai peruntukannya sebagai lokasi tempat kegiatan usaha PKL. (2) Penetapan lokasi atau kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan, ketertiban, kesehatan, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten. (3) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan lokasi binaan yang ditetapkan oleh Bupati. (4) Lokasi binaan yang telah ditetapkan dilengkapi dengan papan nama lokasi dan rambu atau tanda yang menerangkan batasan jumlah PKL sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Penetapan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti oleh SKPD yang membidangi urusan PKL dengan menyusun rencana tapak setiap lokasi PKL. (6) PKL dalam melakukan aktivitas kegiatan di lokasi PKL sesuai rencana tapak lokasi PKL. Pasal 8 (1) Lokasi binaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), terdiri atas: - 4 -

a. lokasi permanen; dan b. lokasi sementara. (2) Lokasi PKL yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi dengan aksesabilitas, dan sarana serta prasarana antara lain fasilitas listrik, air, tempat sampah dan toilet umum. (3) Lokasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diarahkan untuk menjadi kawasan atau pusat-pusat bidang usaha promosi, produksi unggulan daerah. (4) Lokasi sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan lokasi tempat usaha PKL yang terjadwal sampai jangka waktu yang ditetapkan oleh Pemerintah kabupaten. Pasal 9 (1) Lokasi PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b terdiri atas: a. lokasi PKL sesuai peruntukannya;dan b. lokasi PKL tidak sesuai peruntukannya. (2) Lokasi PKL sesuai peruntukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. Lokasi PKL yang bersifat permanen; dan b. Lokasi PKL yang bersifat sementara. (3) Lokasi PKL tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan lokasi bukan peruntukan tempat berusaha PKL. Pasal 10 (1) Lokasi PKL yang bersifat permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a merupakan lokasi yang bersifat tetap yang diperuntukkan sebagai tempat usaha PKL. (2) Lokasi PKL yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b merupakan lokasi tempat usaha PKL yang terjadwal dan bersifat sementara. Pasal 11 (1) Jadwal operasional PKL pada lokasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. Pagi : Pukul 03.00 Wit sampai dengan pukul 08.00 Wite. b. Siang : Pukul 08.00 Wit sampai dengan pukul 16.00 Wite. c. Malam : Pukul 16.00 Wit sampai dengan pukul 03.00 Wite. (2) Jadwal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah sesuai kesepakatan dengan PKL melalui SKPD yang membidangi urusan PKL. (3) Jadwal operasional PKL ditetapkan dengan Keputusan Bupati. - 5 -

Pasal 12 Jenis tempat usaha PKL terdiri atas: a. jenis tempat usaha tidak bergerak; dan b. jenis tempat usaha bergerak. Pasal 13 (1) Jenis tempat usaha tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 antara lain: a. gelaran; b. lesehan; c. tenda; dan d. selter. (2) Tenda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam bentuk : a. Konstruksi tenda bongkar pasang; b. rangka dapat terbuat dari besi dan/atau kayu dan/atau bambu; dan c. atap tenda dapat terbuat dari bahan terpal atau sejenisnya. (3) Jenis tempat usaha bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b antara lain: a. tidak bermotor; dan b. bermotor. Pasal 14 (1) Jenis tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a antara lain gerobak dorong beroda dan sepeda. (2) Gerobak dorong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk konstruksi dari besi, almunium, kayu atau campuran. (3) Jenis tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b terdiri atas: a. kendaraan bermotor roda dua; b. kendaraan bermotor roda tiga; dan c. kendaraan bermotor roda empat. Pasal 15 (1) Jenis tempat usaha bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) hanya diperbolehkan pada lokasi PKL yang menggunakan fasilitas umum, diluar badan jalan. - 6 -

(2) Sarana atau tenda perdagangan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) harus dibongkar pada saat waktu operasional PKL berakhir. (3) Penggunaan gerobak dorong hanya dapat dilakukan pada lokasi yang tidak menetap/berkeliling selama tidak mengganggu lalu lintas kendaraan. (1) Bidang usaha PKL antara lain: a. kuliner; b. kerajinan; c. tanaman hias; d. burung; e. ikan hias; f. baju, sepatu dan tas; g. barang antik dan jam; h. buah-buahan dan sayuran; Pasal 16 i. lainnya sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku. (2) Klasifikasi bidang usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i ditetapkan oleh SKPD yang membidangi urusan PKL. Bagian Ketiga Perizinan PKL Pasal 17 Setiap PKL wajib memiliki IPL PKL dan KI PKL. Pasal 18 Format dan bentuk IPL PKL dan KI PKL sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 1 Dasar Pemberian IPL PKL Pasal 19 Dasar pemberian izin lokasi PKL didasarkan pada aspek sebagai berikut : a. Kelengkapan dan kebenaran persyaratan administrasi permohonan izin; b. Ketersediaan lokasi kegiatan usaha PKL; dan c. Klasifikasi jenis barang dagangan, dan kesesuaian dengan rencana tapak lokasi PKL. - 7 -

Paragraf 2 Persyaratan Administrasi Pasal 20 (1) Permohonan izin lokasi PKL dan pembuatan Kartu Identitas PKL diajukan secara tertulis kepada Kepala SKPD yang membidangi urusan PKL dengan mengisi formulir yang telah disediakan dan dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut: a. mengisi blangko permohonan yang memuat: 1. nama dan alamat tempat tinggal Pemohon; 2. bidang usaha yang dimohon; 3. tempat /lokasi usaha yang dimohon; 4. waktu berusaha; 5. perlengkapan peralatan yang digunakan;dan 6. jumlah modal usaha; b. fotocopy KTP pemohon Kabupaten Bulungan yang masih berlaku sebanyak 1 (satu) lembar; c. pas Foto ukuran 4 x 6 warna background kuning 7 (tujuh) lembar; d. surat pernyataan belum memiliki tempat usaha; e. rekomendasi Pemilik lahan jika PKL berada di lokasi bukan miliknya; f. denah lokasi yang diminta; g. membuat surat pernyataan yang memuat : 1. kesanggupan untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan kebersihan lingkungan; 2. tidak memperdagangkan barang illegal; 3. tidak merombak, menambah dan merubah fungsi serta fasilitas yang ada ditempat atau lokasi PKL berada; 4. tidak memindahkan tangankan izin Pengunaan Lokasi PKL kepada pihak lain; 5. bersedia mengosongkan, mengembalikan atau menyerahkan tempat usaha PKL apabila : a) lokasi dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan dan atau dikembalikan kepada fungsinya; b) lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan; dan c) setelah dievaluasi PKL dinilai layak menjadi usaha kecil. (2) Persyaratan Untuk PKL bagi PKL yang menggunakan jenis tempat usaha dengan kendaraan bermotor untuk kegiatan usaha harus bernomor polisi Kabupaten Bulungan. (3) Format blanko permohonan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. - 8 -

Paragraf 3 Tata cara Pendaftaran Pasal 21 Tata cara pendaftaran IPL PKL dan KI PKL meliputi: a. permohonan; b. penerbitan; c. perpanjangan; dan d. pencabutan dan tidak berlakunya. Pasal 22 (1) PKL mengajukan permohonan IPL PKL dan KI PKL kepada Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL. (2) SKPD yang membidangi urusan PKL melakukan pemeriksaan berkas pendaftaran PKL. (3) Berkas pendaftaran PKL yang telah memenuhi persyaratan menjadi dasar penerbitan IPL PKL dan KI PKL. Pasal 23 (1) Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL menerbitkan IPL PKL dan KI PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. (2) Penerbitan IPL PKL dan KI PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan: a. IPL PKL dan KI PKL diterbitkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat permohonan pendaftaran diterima, lengkap dan benar; b. IPL PKL dan KI PKL hanya dapat digunakan untuk menempati 1 (satu) lokasi tempat usaha bagi PKL yang tidak bergerak dan 1 (satu) kendaraan bagi PKL yang bergerak; c. IPL PKL dan KI PKL berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi perkembangan usaha; dan d. penerbitan IPL PKL dan KI PKL tidak dipungut biaya. Pasal 24 (1) Dalam hal berkas pendaftaran PKL tidak memenuhi persyaratan, Bupati melalui kepala SKPD yang membidangi urusan PKL menyampaikan surat penolakan penerbitan IPL PKL dan KI PKL. - 9 -

(2) Surat penolakan penerbitan IPL PKL dan KI PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai alasan penolakan. (3) Surat penolakan disampaikan kepada PKL paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penerimaan surat permohonan pendaftaran. Pasal 25 (1) Perpanjangan IPL PKL dan KI PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c, dilakukan 14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa berlaku IPL PKL dan KI PKL. (2) Permohonan perpanjangan IPL PKL dan KI PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL. Pasal 26 (1) Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL dapat melakukan pencabutan IPL PKL dan KI PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d. (2) Pencabutan IPL PKL dan KI PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila: a. pemegang IPL PKL dan KI PKL melanggar ketentuan yang terdapat di dalam surat pendaftaran; b. lokasi usaha yang bersangkutan tidak lagi ditetapkan sebagai tempat usaha PKL; c. pemegang IPL PKL dan KI PKL melanggar ketentuan perundangundangan; d. tidak memperpanjang IPL PKL dan KI PKL; e. tidak melakukan usaha PKL lagi; dan/atau f. dipindahtangankan IPL PKL dan KI PKL PKL. (3) Tidak berlakunya IPL PKL dan KI PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d apabila: a. pemegang IPL PKL dan KI PKL meninggal dunia; b. atas permintaan tertulis dari pemegang IPL PKL dan KI PKL; dan c. pemegang IPL PKL dan KI PKL pindah lokasi usaha. (4) Dalam hal pemegang IPL PKL dan KI PKL meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka suami, isteri, dan/atau anak pemegang IPL PKL dan KI PKL dapat mengajukan permohonan IPL PKL dan KI PKL untuk menggunakan tempat usaha pada lokasi yang bersangkutan. Bagian Keempat Hak, Kewajiban dan Larangan PKL Pasal 27-10 -

Setiap Pedagang Kaki lima berhak : a. Menempati lokasi yang telah diizinkan; b. Melakukan kegiatan usaha di lokasi yang telah diizinkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. Mendapatkan perlindungan hukum terhadap penggunaan lokasi yang telah diizinkan; d. mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha PKL; e. mendapatkan informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan; f. mendapatkan pengaturan, penataan, pembinaan, supervisi dan pendampingan dalam pengembangan usahanya; dan g. mendapatkan pendampingan dalam mendapatkan pinjaman permodalan dengan mitra bank. Setiap pedagang kaki lima wajib : Pasal 28 a. Mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ketertiban, keamanan, kesehatan, kebersihan dan keindahan serta fungsi fasilitas umum; b. Mengemas dan memindahkan peralatan dan dagangannya dari lokasi tempat usahanya setelah selesai menjalankan kegiatan usahanya; c. Memberikan akses jalan ke bangunan/tanah yang berbatasan langsung dengan jalan atau persil sesuai kebutuhan; d. Membuang sampah pada tempat yang sudah ditentukan; e. Mematuhi ketentuan pajak dan retribusi daerah; f. mematuhi ketentuan perundang-undangan; g. mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah ditetapkan oleh Bupati; h. memelihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat usaha; i. menempatkan dan menata barang dagangan dan/atau jasa serta peralatan dagangan dengan tertib dan teratur; j. tidak mengganggu lalu lintas dan kepentingan umum; k. menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah; dan l. menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai izin dimiliki PKL. Pasal 29 PKL dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut: a. melakukan kegiatan usahanya di ruang umum yang tidak ditetapkan untuk lokasi PKL; b. merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di tempat atau lokasi usaha PKL yang telah ditetapkan dan/ atau ditentukan Bupati; c. menempati lahan atau lokasi PKL untuk kegiatan tempat tinggal; - 11 -

d. berpindah tempat atau lokasi dan/atau memindahtangankan IPL PKL dan KI PKL PKL tanpa sepengetahuan dan seizin Bupati; e. menelantarkan dan/atau membiarkan kosong lokasi tempat usaha tanpa kegiatan secara terus-menerus selama 1 (satu) bulan; f. mengganti bidang usaha dan/atau memperdagangkan barang ilegal; g. melakukan kegiatan usaha dengan cara merusak dan atau mengubah bentuk trotoar, fasilitas umum, dan/atau bangunan di sekitarnya; h. menggunakan badan jalan untuk tempat usaha, kecuali yang ditetapkan untuk lokasi PKL terjadwal dan terkendali; i. PKL yang kegiatan usahanya menggunakan kendaraan dilarang berdagang di tempat-tempat larangan parkir, pemberhentian sementara, atau trotoar; j. memperjualbelikan atau menyewakan tempat usaha PKL kepada pedagang lainnya; dan k. PKL dilarang berusaha pada tempat-tempat Fasilitas Umum seperti Tempattempat Ibadah, Sekolah, Perkantoran, Rumah Sakit, Bandara dan Pelabuhan. Bagian Kelima Larangan Bertransaksi Pasal 30 (1) Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas-fasilitas umum yang dilarang untuk tempat usaha atau lokasi usaha PKL. (2) Fasilitas umum yang dilarang untuk tempat usaha PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan rambu atau tanda larangan untuk tempat atau lokasi usaha PKL. BAB IV MONITORING DAN EVALUASI Pasal 31 (1) Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL bersama SKPD yang membidangi perizinan dan SKPD terkait melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penataan dan pemberdayaan PKL di wilayahnya. (2) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 32 (1) Bupati melalui SKPD yang membidangi urusan PKL bersama SKPD yang membidangi perizinan dan SKPD terkait melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penataan dan pemberdayaan PKL di Daerah. - 12 -

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. koordinasi dengan Gubernur; b. pendataan PKL; c. sosialisasi kebijakan tentang penataan dan pemberdayaan PKL; d. perencanaan dan penetapan lokasi binaan PKL; e. koordinasi dan konsultasi pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL; f. bimbingan teknis, pelatihan, supervisi kepada PKL; g. mengembangkan kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dalam penataan dan pemberdayaan PKL; dan h. monitoring dan evaluasi. (3) Bupati melakukan pengawasan terhadap penataan dan pemberdayaan PKL yang dilaksanakan oleh SKPD. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 33 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bulungan. Ditetapkan di Tanjung Selor pada tanggal 1 Agustus 2016 BUPATI BULUNGAN, SUDJATI Ditetapkan di Tanjung Selor pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BULUNGAN, SYAFRIL BERITA DAERAH KABUPATEN BULUNGAN TAHUN 2016 NOMOR - 13 -

NO. N A M A JABATAN PARAF 1. Ingkong Ala, SE.M.Si Wakil Bupati 2. Drs. Syafril Sekretaris Daerah 3. Ir.H.Achmad Ideham,M.Si Asisten Bid. Pemerintahan 4. Adi Irwansyah.MS, SH.Msi Ka. BPMPT 5. Hamran, SH Plt. Kabag Hukum - 14 -