4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN KABUPATEN SIAK

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG

Walikota Tasikmalaya

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN TEMPAT PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ZONA BEBAS PEKERJA ANAK

Perda No. 12 / 2002 Tentang Penanggulangan Tuna Susila di Kabupaten Magelang. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN BUKTI KEPEMILIKAN TERNAK DALAM KABUPATEN BULUKUMBA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN MAKSIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG LARANGAN PERBUATAN TUNA SUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN MADIUN

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 1 TAHUN 2011 T E N T A N G PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

DBUPATI BATANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBERANTASAN PELACURAN DI WILAYAH KABUPATEN BATANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2003 T E N T ANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DI KABUPATEN KENDAL

tentang Pencegahan, Larangan dan Penanggulangan Perbuatan Tuna Susila. SALINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENYEDIAAN DAN/ATAU PENYEDOTAN KAKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN CIANJUR KE LUAR NEGERI

BUPATI SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G PEMBERIAN IZIN UNDIAN (PROMOSI PRODUK BARANG/JASA)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KABUPATEN MAROS

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 6 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN T E N T A N G

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TANAH UNTUK PEMASANGAN JARINGAN PIPA GAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

Transkripsi:

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa praktik pelacuran merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidah agama, moral, kesusilaan, kesopanan, dan kearifan lokal yang merupakan bentuk gangguan ketentraman dan ketertiban umum; Mengingat b. bahwa penanganan gangguan ketentraman dan ketertiban umum perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan efisiensi dan efektifitas dalam pemberantasan, pencegahan dan penanggulangan pelacuran; c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pelacuran sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, tantangan dan tuntutan penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang ketentraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Pelacuran; : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten di Djawa Timur (Berita Negara Tahun 1950 Nomor 32) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 5. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835); 6. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 7. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action for The Elimination of The Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 287, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606) 9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 2

11. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720); 12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronilk (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 13. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928); 14. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4967); 15. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 16. Undang-Undang Nomor Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5234); 17. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 18. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041); 3

21. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036); 23. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 290); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASURUAN dan BUPATI PASURUAN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Pasuruan. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Pasuruan. 4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 5. Pemberantasan Pelacuran adalah segala upaya yang dilakukan untuk menindak secara hukum terhadap pelaku pelacuran baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya. 6. Pencegahan pelacuran adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya tindak pelacuran. 7. Tuna Susila adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian di luar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi, atau jasa. 4

8. Pelacuran adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan tindakan, perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, penerimaan, menawarkan dan/atau menggerakkan orang lain untuk tujuan melakukan hubungan seksual dengan pelacur. 9. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat. 10. Gugus tugas adalah lembaga koordinatif yang mengkoordinasikan upaya kebijakan, program, dan kegiatan dalam pencegahan dan penanganan tindak pelacuran. 11. Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau koorporasi. 12. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum. 13. Masyarakat adalah penduduk kabupaten pasuruan dan penduduk bukan kabupaten pasuruan yang melakukan aktifitas di wilayah Kabupaten Pasuruan. BAB II ASAS, PRINSIP, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Penanggulangan Pelacuran berasaskan : a. kepastian hukum; b. kemanfaatan; c. ketidak berpihakan d. kecermatan; e. tidak menyalahgunakan kewenangan; f. keterbukaan; dan g. kepentingan umum. Pasal 3 Penanggulangan Pelacuran diselenggarakan berdasarkan pada prinsip : a. menjunjung tinggi norma-norma hukum, norma agama, moralitas, adat istiadat dan peraturan lain yang masih berlaku; b. bertaqwa, berlaku jujur, dan profesional; c. mengedepankan perencanaan yang matang serta dikoordinasikan dengan institusi terkait; dan d. mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan. Penanggulangan Pelacuran bertujuan : Pasal 4 a. penanganan gangguan ketentraman dan ketertiban umum; 5

b. memulihkan fungsi sosial dalam menciptakan perlindungan masyarakat; dan c. menjamin kepastian hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku pelacuran. Pasal 5 Ruang lingkup Penanggulangan Pelacuran meliputi : a. Pencegahan Pelacuran; b. Pemberantasan Pelacuran; dan c. Pembinaan Pelacuran. BAB III PENCEGAHAN PELACURAN Pasal 6 (1) Pemerintah Daerah, masyarakat dan keluarga wajib mencegah terjadinya tindak pelacuran. (2) Pencegahan pelacuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan mencegah sedini mungkin terjadinya tindak pelacuran. Pasal 7 (1) Dalam rangka pencegahan pelacuran Pemerintah Daerah membuat kebijakan yang meliputi : a. merumuskan kebijakan pencegahan pelacuran dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah; b. menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang dampak negatif pelacuran; c. menyelenggarakan sosialisasi kebijakan daerah yang mengatur tentang Pemberantasan Pelacuran; dan d. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan pemberantasan pelacuran. (2) Selain membuat kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), upaya pencegahan pelacuran dilakukan melalui penghilangan kesempatan dengan meningkatkan peran serta masyarakat. Pasal 8 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pencegahan Pelacuran diatur dalam Peraturan Bupati. Pasal 9 (1) Untuk mendukung pencegahan pelacuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) Pemerintah Daerah dapat membentuk gugus tugas pencegahan pelacuran. 6

(2) Guna mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang diperlukan. (3) Gugus tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Gugus tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB IV PEMBERANTASAN PELACURAN Bagian Kesatu Umum Pasal 10 (1) Untuk tujuan penanganan gangguan dan ketertiban umum serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat Pemerintah Daerah wajib melakukan pemberantasan pelacuran. (2) Pemberantasan Pelacuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Satpol PP. (3) Satpol PP dalam melakukan Pemberantasan Pelacuran mengedepankan upaya preventif dan promotif. (4) Apabila upaya preventif dan promotif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak efektif baru dilanjutkan ke upaya represif dan/atau kuratif dengan tetap menjunjung tinggi hukum dan nilai-nilai kemanusiaan. (5) Upaya preventif dan promotif dalam Pemberantasan Pelacuran sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi : a. merumuskan kebijakan pemberantasan pelacuran dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah; b. menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang dampak negatif pelacuran; c. menyelenggarakan sosialisasi kebijakan daerah yang mengatur tentang Pemberantasan Pelacuran; dan (6) Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat. Pasal 11 Satpol PP dalam melaksanakan pemberantasan pelacuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal. Pasal 12 (1) Upaya represif dan/atau kuratif dalam Pemberantasan Pelacuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dilakukan dengan cara menindak secara hukum pelaku pelacuran, baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya. 7

(2) Tindakan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melakukan pelanggaran; b. menindak warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran; dan d. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran. Pasal 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberantasan Pelacuran diatur dalam Peraturan Bupati. Setiap orang dilarang : Bagian Kedua Larangan Pasal 14 a. menjalakan pekerjaan dan/atau profesi sebagai pelacur; b. menggunakan jasa pelacur; dan c. melakukan kegiatan, perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, penerimaan, menawarkan dan/atau menggerakkan orang lain yang dapat mengakibatkan perbuatan pelacuran. BAB V PEMBINAAN PELACURAN Pasal 15 (1) Pembinaan Pelacuran dilakukan oleh Bupati. (2) Dalam rangka pembinaan, Daerah berkewajiban menyediakan shelter liponsos (rumah singgah sementara). (3) Pembinaan Pelacuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 16 (1) Masyarakat berperan serta dalam upaya penanggulangan pelacuran dengan cara : a. membentuk dan membangun jejaring sosial gerakan anti pelacuran; b. meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemberantasan pelacuran; 8

c. memberikan informasi, baik lisan maupun tulisan kepada pihak yang berwenang apabila mengetahui atau adanya indikasi praktik pelacuran; dan d. melakukan kegiatan lain yang bertujuan untuk pencegahan dan pemberantasan pelacuran. (2) Setiap orang yang memberikan informasi secara akurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. BAB VII PEMBIAYAAN Pasal 17 Pembiayaan penanggulangan pelacuran berasal dari APBD dan/atau sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sesuai Peraturan Perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 18 (1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan, berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; 9

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf c; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 19 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 14 diancam dengan pidana kurungan setinggi-tingginya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Selain dikenai sanksi pidana, pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dapat dikenai sanksi pembinaan yang penanganannya dilakukan oleh organisasi perangkat daerah yang membidangi urusan sosial. BAB X SANKSI ADMINISTRASI Pasal 20 Selain dikenai sanksi pidana, pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang dilakukan oleh badan hukum atau korporasi dikenai sanksi administratif berupa : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara kegiatan; d. penghentian tetap kegiatan; e. pencabutan sementara izin; f. pencabutan tetap izin; g. denda administratif; dan/atau h. sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. 10

BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pelacuran (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 28) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pasuruan. Ditetapkan di Pasuruan pada tanggal 16 Mei 2017 BUPATI PASURUAN, ttd. Diundangkan di Pasuruan pada tanggal 16 Mei 2017 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASURUAN, M. IRSYAD YUSUF ttd. AGUS SUTIADJI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2017 NOMOR 4 PENJELASAN 11

ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN I. UMUM Bahwa pemberantasan pelacuran di Kabupaten Pasuruan merupakan upaya untuk melestarikan budaya masyarakat Pasuruan yang damai dan terhindar dari pengaruh amoral yang berdampak luas bagi masyarakat, lebihlebih daerah ini merupakan daerah santri. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pelacuran dalam pelaksanaan dilapangan mengalami kendala/hambatan yang krusial yaitu antara lain bahwa berdasarkan Peraturan daerah ini yang dapat di jerat hanya pelaku pelacuran saja, akan tetapi para penyedia atau yang ikut membantu terjadinya praktek pelacuran tidak dapat dijerat dengan Peraturan Daerah ini. Berangkat dari alasan diatas, maka Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pelacuran perlu dicabut dan menuangkan kembali dalam Peraturan Daerah yang baru. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Cukup Jelas Pasal 14 Cukup Jelas Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas 12

Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 301 13