BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perempuan di beberapa negara maju lebih memilih melajang atau berpasangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BABI PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang menyertai dalam

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam sepanjang hidupnya individu mempunyai tugas perkembangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. suami-istri yang menjalani hubungan jarak jauh. Pengertian hubungan jarak jauh atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan. Dari tahun ketahun menikah memiliki mode, misal saja di zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. keluarga juga tempat dimana anak diajarkan paling awal untuk bergaul dengan orang lain.

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

Bab 1. Pendahuluan. Setelah perang dunia II, Jepang mengalami kemajuan yang sangat pesat di bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat kuat oleh nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orangtua. Anak bukan hanya sekedar hadiah dari Allah SWT, anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. nilai-nilai tradisionalnya. Sebelum Perang Dunia II, sistem keluarga Jepang didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang baik antara dirinya dan lingkungan (Kristiyani, 2001). Penyesuaian diri

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

para1). BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman dan era globalisasi menimbulkan banyak perubahan, terutama terkait dengan pola pikir perempuan usia produktif tentang pernikahan. Perempuan di beberapa negara maju lebih memilih melajang atau berpasangan tanpa pernikahan, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Banyaknya budaya asing yang masuk Indonesia termasuk salah satu hal yang dapat memicu adanya suatu perubahan (Putri, 2016). Salah satu perubahan budaya yang belakangan ini semakin berkembang dan meluas yaitu mengenai wanita dewasa lajang. Beberapa tahun terakhir, terlihat adanya peningkatan terhadap wanita maupun pria dewasa yang masih lajang. Walaupun peningkatannya tidak terlalu signifikan, namun dikhawatirkan akan menurunkan kualitas kebahagiaan maupun tingkat pertumbuhan penduduk di dunia khususnya Indonesia (Putri, 2016). Fenomena hidup lajang (single) telah muncul dalam skala global. Menurut perspektif gender, tuntutan menikah jauh lebih berat pada wanita dewasa dari pada pria. Kecenderungan budaya pada masyarakat Indonesia telah membuat wanita didorong untuk menjadi ibu dan istri dalam sebuah keluarga, agar ia dihargai sebagai anggota masyarakat sepenuhnya. Karena budaya tersebut, setiap keluarga akan tetap menyarankan anak wanitanya untuk menikah (Kumalasari, 2007). Menurut Septiana dan Syafiq (2013) wanita lajang telah menjadi sebuah kategori sosial tersendiri yang dilekati dengan karakteristik khas yang seringkali 1

2 bernada negatif atau tidak normal karena akan cenderung dibandingkan dengan kelompok wanita yang sudah menikah yang lebih dipandang normal. Pada umumnya, wanita dewasa awal yang menunda pernikahan terhalang karena belum menemukan pasangan yang tepat, namun ada juga yang hidup melajang karena merupakan pilihan. Seperti yang diungkapkan oleh Papalia dan Feldman (2009), beberapa orang ingin tetap menikmati kebebasan dalam mengambil risiko, bereksperimen, berkeliling dunia, mengejar karir, melanjutkan pendidikan, atau melakukan pekerjaan kreatif. Hurlock (2006) menjelaskan, bahwa selama usia 20-an, tujuan dari sebagian besar wanita yang belum menikah adalah pernikahan. Apabila seorang wanita belum juga menikah pada waktu berumur 30 tahun, mereka cenderung mengganti tujuan dan nilai hidupnya ke arah nilai dan tujuan yang baru dan berorientasi pada pekerjaan, karir, dan kesenangan pribadi. Terlampau fokus dengan karir, hal tersebut menyebabkan kebanyakan wanita kemudian justru melupakan pasangannya bahkan tidak terpikirkan mengenai pasangan. Terkadang, wanita pun tidak ingin dipandang lemah atau tidak mandiri oleh pria, sehingga ia ingin menghasilkan uang melalui hasil kerja kerasnya sendiri. Namun, hal tersebut pula yang kemudian membuat wanita melupakan hal-hal lain yang juga sama pentingnya. Terkadang wanita pun memikirkan bahwa memiliki pasangan hanya akan menambah beban di hidup mereka. Terkadang, pembicaraan atau pengalaman dari orang sekitar yang kemudian membuat seorang wanita takut atau bahkan tidak ingin mencoba untuk memiliki pasangan (Kumalasari, 2007).

3 Wanita yang bekerja paruh waktu rata-rata menghasilkan penghasilan lebih banyak. Hal tersebut dipengaruhi pula oleh besarnya kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir, serta adanya kebebasan untuk mengubah dan melakukan percobaan dalam pekerjaan dan gaya hidup. Adanya fenomena inilah yang membuat para wanita bekerja tetap mempertahankan kelajangannya, sebab mereka berpikir pernikahan hanya akan menjadi batu sandungan dalam berkarir (DePaulo & Morris, 2008). Hasil sensus penduduk di negara Indonesia pada tahun 2010 yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa wanita berusia 40-59 yang belum menikah berjumlah 1.080.558 orang, atau sekitar 2,1% dari total jumlah wanita Indonesia yang berada pada rentang usia yang sama. Pasal 1 Undang- Undang No 1 Tahun 1974 tentang pernikahan, mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan, pada pasal 7 dijelaskan bahwa usia minimal sesorang boleh melangsungkan pernikahan adalah pria 19 tahun dan wanita 16 tahun dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat dan diatur oleh undang-undang. Pada zaman modern seperti saat ini, pernikahan bukan menjadi prioritas karena sebagian wanita dewasa lebih memilih mempertahankan hidup lajang. Menurut Brown, Bulanda & Lee (2005) lajang adalah: as most never marrieds do not have children, family support tends to be weak, but this is offset by estensive friendship network.

4 Pernikahan merupakan nilai sosial yang ada di masyarakat dan seharusnya dilakukan oleh semua orang, akan tetapi banyak orang yang lebih memilih untuk tidak menikah dengan berbagai alasan. Menurut agama pernikahan pun di anjurkan, tujuan pernikahan dalam agama yaitu: untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi, untuk membentengi akhlak yang luhur dan menundukkan pandangan, untuk menegakkan rumah tangga yang islami, meningkatkan ibadah kepada Allah SWT, serts memperoleh keturunan yang shalih. Menurut Bachtiar (2004) defenisi pernikahan adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Pernikahan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masingmasing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi. Menurut penelitian Roqib (2010) pernikahan selalu diharapkan, meski banyak orang gagal. Kehadiran anak selalu didambakan, walaupun banyak yang merepotkan orangtua. Konflik antarkeluarga, rebutan dalam pembagian waris, sampai pada penyiksaan dan pembunuhan. Berbagai kasus tersebut belum mampu menggoyahkan minat seseorang untuk menikah dan membangun rumah tangga yang ideal menentramkan. Jika pernikahan diundur jauh dari usia tersebut semisal usia 30-an tahun ke atas, maka dikatakan sebagai pernikahan yang terlambat (Jawa: kasep). Pernikahan

5 dalam usia lambat ini berimplikasi pada kekhawatiran usia aman kehamilan bagi istri juga pendampingan orangtua kepada anak-anak. Bisa jadi, anak-anak belum selesai pendidikan atau mentas, orangtua sudah tua renta, bahkan sudah meninggal (Roqib, 2010). Perubahan sosial-budaya, politik dan ekonomi mempengaruhi gaya hidup individu dalam hal ini negara Eropa timur merupakan awal mula terjadinya perubahan yang kemudian diikuti oleh negara-negara lain seperti indonesia. Perubahan sosial budaya adalah penyebab munculnya pluralisme, sistem nilai, pandangan hidup dan pola perilaku. Namun, kebebasan memilih mengacu pada pandangan di atas menyebabkan kemungkinan untuk mewujudkan gaya hidup opsional. Banyak peraturan dan posisi sosial individualis dan kelompok didefinisikan ulang. Akibatnya, dalam masyarakat modern kita bisa bertemu dengan berbagai jenis gaya hidup. Alhasil, bisa diamati bahwa yang lebih populer adalah bentuk alternatif hubungan keluarga seperti: hubungan kohabitasi (tinggal bersama namun tidak menikah), monoparentalisme dan kehidupan lajang. Bentuk baru masyarakat Polandia menyebabkan nilai-nilai yang penting selama bertahun-tahun dieliminasi saat ini, oleh karena itu kita dapat mengamati proses yang disebut sekularisasi sosial di mana orang muda hidup menurut mereka, memiliki peraturan sendiri. Kaum muda mencari berbagai nilai dan sebagai hasilnya, mereka mengambil bagian dalam banyak subkultur yang terinspirasi oleh pola timur dan juga orang barat yang berorientasi pada pengetahuan esoteris (Pyrgiel, 2013).

6 Menurut Eriany (dalam Wulandari, 2016) pernikahan tidak lagi dianggap sebagai gaya hidup yang cocok bagi semua orang, seringkali ditunda, semakin banyak pasangan yang hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yang sah dan semakin banyak wanita bekerja dan mempunyai anak bekerja diluar rumah dan ikut mencari nafkah. Dengan melihat fenomena-fenomena diatas maka terlihat bahwa saat ini terdapat beberapa orang yang digolongkan sudah cukup usia namun belum menikah, yang biasanya kita sebut dengan sebutan melajang. Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan surat kabar Yomuiri di Jepang, tujuh dari 10 wanita lajang di Jepang yakin mereka benar-benar bahagia dengan hidup sendiri atau tidak menikah. Jumlah wanita yang kurang berminat menikah ini terus meningkat rata-rata 10 persen dari tahun ke tahun. Apalagi hidup melajang tidak lagi dipandang buruk seperti di jaman dulu (Wulandari, 2016). Hasil survei yang dilakukan majalah Stern (negara Jerman) ditemukan bahwa lebih dari 80 persen wanita single jerman benar-benar merasa bahagia tanpa keberadaan suami. Mereka juga mengatakan, hidup sendiri memberikan kebebasan untuk melakukan semua hal yang diinginkan. Sebanyak 1.003 orang wanita yang ditanyai, hanya dua persen yang menyatakan tidak bahagia berstatus single. Sebanyak 36 persen mengatakan akan tetap single karena lebih menyenangkan. Hampir 50 persen wanita itu mengatakan lebih suka single karena membuat rumah mereka akan tetap rapi. Jumlah ini semakin besar prosentasenya seiring dengan perkembangan jaman, dimana menurut data jumlah wanita lajang semakin meningkat sebesar 58 persen pada tahun 2005, dan jumlah ini akan terus mengalami

7 kenaikan sebesar 0,75 persen di tahun-tahun mendatang, menurut Caecilia (dalam wulandari, 2016). Berdasarkan hasil penelitian (Wulandari, 2016) ada beberapa faktor yang melatarbelakangi wanita untuk tidak menikah yaitu : (1) terlanjur memikirkan karir dan pekerjaannya, (2) adanya prioritas kehidupan yang lain, informan merasa pernikahan bukan hal yang dapat memberikan kebahagiaan, (3) Ingin memiliki kebebasan, (4) perasaan dibutuhkan oleh keluarga dirumah, dan (5) ketakukan akan permasalahan konflik rumah tangga. Menurut Kumalasari (dalam Putri, 2016) fenomena hidup lajang (single) telah muncul dalam skala global. Dalam perspektif gender, tuntutan menikah jauh lebih berat pada wanita dewasa dari pada pria. Kecenderungan budaya pada masyarakat Indonesia telah membuat wanita didorong untuk menjadi ibu dan istri dalam sebuah keluarga, agar ia dihargai sebagai anggota masyarakat sepenuhnya. Karena budaya tersebut, setiap keluarga akan tetap menyarankan anak wanitanya untuk menikah. Pada umumnya wanita cukup realis untuk megetahui bawa setelah usia mereka lewat empat puluh, kesempatan mereka untuk menikah semakin kecil. Hal ini benar dan sering terjadi pada wanita lajang daripada wanita yang telah cerai atau kehilangan suaminya. Menurut laporan penelitian, setelah usia 45 tahun kemungkinan menikah bagi wanita yang belum pernah menikah adalah 9 dari 100 kasus, janda 18 dari 100 kasus, dan wanita cerai karena sebab lainnya 50 dari 100 kasus (Hurlock, 2006). Karena kesadaran tentang kecilnya kemungkinan menikah maka wanita yang belum menikah pada usia madya berusaha menyesuaikan pola hidupnya setepat mungkin dan sering memusatkan perhatian pada pekerjaan.

8 Wanita yang melajang pada usia dewasa madya memiliki masalah yang sama dengan mereka yang menikah, yaitu cenderung untuk mempunyai masa yang lebih besar dibanding pria. Menurut Hurlock (2006) terdapat beberapa masalah yang terjadi pada wanita dewasa madya yang melajang yaitu: (a) masalah yang berhubungan dengan pekerjaan, (b) keseimbangan ekonomi, (c) meningkatnya frustrasi, (d) memikul tanggung jawab merawat orangtua yang berusia lanjut, (e) membatasi kegiatan sosial. Berdasarkan hasil penelitian (Nini, 2014) tentang faktor penyebab orang dewasa awal menunda pernikahan di Desa Marunggi Kecamatan Pariaman Selatan, maka dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab orang dewasa awal menunda pernikahan yaitu: (a) sering gagal dalam mencari pasangan, sehingga membuat individu belum mempersiapkan diri untuk menikah, (b) tidak mencapai usia kematangan yang sebenarnya, yang membuat individu belum siap secara mental untuk menikah, (c) jarang mempunyai kesempatan untuk berjumpa dan berkumpul dengan lawan jenis yang dianggap cocok dan sepadan. Individu yang sibuk dengan pekerjaan dan rutinitas sehari-hari akan membuat individu sedikit memiliki kesempatan untuk mencari pasangan yang dianggap cocok dan sepadan, (d) identikasi secara ketat terhadap orangtua, individu yang terlalu mengagumi sosok ayah dan ibu dapat menyebabkan individu menginginkan pasangan seperti orangtuanya. Hal tersebut membuat individu untuk menemukan pasangan seperti yang diinginkannya, (e) egosentrisme dan narsisme yang berlebihan. Individu yang memiliki egosentrisme yang tinggi dan menganggap dirinya baik dapat membuat

9 individu tersebut sulit untuk berinteraksi dan bersosialisi dengan lawan jenis sehingga individu tersebut sulit menemukan pasangan yang cocok. Selanjutnya ada (f) kebudayaan invidualisme. Seseorang yang memiliki sifat individual dapat membuat orang tersebut lebih suka dan nyaman hidup sendiri sehingga individu tersebut belum mempersiapkan diri untuk menikah, (g) tanggung jawab keuangan dan waktu kepada orangtua dan saudara-saudaranya, dapat membuat individu memiliki keinginan untuk membantu dan membahagiakan orangtua serta keluarga. Sehingga menyebabkan individu tersebut tidak memikirkan pernikahan dan berkonsentrasi dengan pekerjaannya, (h) trauma perceraian yang dialami oleh keluarga. banyaknya kasus perceraian yang terjadi pada saat ini membuat individu perlu mempersiapkan kesiapan mental dan materi yang matang untuk menikah sehingga individu menunda pernikahan, (i) terlanjur memikirkan karir. Individu yang sibuk dengan pekerjaan dan karir yang sedang ditekuni membuat individu belum memikirkan pernikahan. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengalaman wanita dewasa madya yang masih melajang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi dengan metode IPA (Interpretative Phenomenological Analysis). Terkait dengan beberapa hal yang telah diuraikan, sasaran penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini adalah wanita dewasa madya yang masih melajang. Pertanyaan yang dimunculkan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana pengalaman seseorang wanita dewasa madya yang masih melajang.

10 B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka terdapat sebuah pertanyaan penelitian yang akan diajukan yaitu mengenai pengalaman wanita dewasa madya yang masih melajang. C. Tujuan Penelitian Penelitian dengan studi fenomenologi ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana pengalaman wanita dewasa madya yang masih melajang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan memiliki hasil yang dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan. Selain itu, diharapkan juga dapat menambah referensi pengetahuan dalam ruang lingkup bidang pengetahuan Psikologi Keluarga. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan dan informasi yang lebih luas dalam beberapa bidang ilmu psikologi tentang pengalaman wanita yang belum menikah di usia dewasa madya. Adapun manfaat praktis penelitian ini yang harapannya dapat dirasakan bagi perguruan tinggi, peneliti lain, dan masyarakat adalah:

11 a. Bagi perguruan tinggi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi dan kajian dalam penelitian bidang Psikologi Perkembangan tentang pengalaman wanita dewasa madya yang belum menikah. b. Bagi peneliti lain Penelitian ini dapat menjadi tambahan refrensi bagi peneliti yang tertarik meneliti dengan tema yang sama tentang gambaran dari kehidupan wanita yang belum menikah diusianya yang telah dewasa madya. c. Bagi masyarakat Memahami keputusan-keputusan yang diambil oleh sebagian orang untuk tidak menikah, agar di kehidupan sosial orang-orang yang tidak menikah tersebut tidak mendapatkan tekanan (pressure) dari lingkungan sekitarnya. Sehingga orang yang tidak menikah pun menjalani kehidupannya dengan senang dan tanpa tekanan.