BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terus menerus termasuk derajat kesehatannya. dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan obat-obatan jenis tertentu

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Trend perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. modern. Ini ditandai dengan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang untuk mencapai tujuannya

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk di Indonesia berkembang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Narkotika sendiri merupakan barang yang tidak lagi dikatakan

I. PENDAHULUAN. untuk didapat, melainkan barang yang amat mudah didapat karena kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara yang sangat menentang tindak

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. mendeskripsikan prinsip negara hukum adalah the rule of law, not of man

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1. adanya pengendalian, pengawasan yang ketat dan seksama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia ditentukan oleh Bangsa Indonesia itu sendiri. Tidak hanya pada saat ini tetapi berlangsung terus sampai akhir zaman. Yang menentukan berhasil tidaknya Bangsa Indonesia adalah generasi sekarang dan generasi penerus selanjutnya sampai kelak akhir zaman. Hal ini mengharuskan adanya generasi sekarang dan generasi penerus yang baik. Oleh karena itu, haruslah diusahakan terciptanya kaderisasi yang baik berkaitan dengan Sumber Daya Manusia Indonesia. Dalam hal ini Negara, harus melindungi seluruh warga Negara dari segala ancaman yang dapat mengganggu proses tersebut. Garis-garis kebijakan, sebagaimana disebutkan diatas secara garis besar terkait dengan cita-cita dasar Negara yang tidak lepas dari social welfare policy dan social defence policy. Eksistensi dari dua kebijakan ini secara tegas dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang petikannya, yaitu Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seleuruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.1 Berdasarkan hal ini jelaslah, bahwa tugas Negara ialah memberikan perlindungan terhadap serangan atau ancaman terhadap 1 Pembukaan UUD 1945 Alenia ke-4 1

kepentingan umum warga Negara dan perlindungan terhadap jaminan memperoleh kehidupan yang layak. Serangan dan ancaman yang dihadapai oleh Negara Indonesia sangatlah banyak, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Salah satu wujud nyata ancaman yang saat ini dihadapi oleh Negara Indonesia adalah peredaran gelap narkotika dan penyalahgunaannya. Penyalahgunaan narkotika di Indonesia saat ini sudah terjadi pada seluruh lapisan masyarakat. Dilihat dari tingkat usia, penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi pada kalangan dewasa tetapi juga terjadi di kalangan remaja bahkan anak-anak. Dilihat dari tingkat ekonomi, penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi pada tingkat ekonomi tinggi, tetapi juga terjadi pada ekonomi menengah bahkan sampai ekonomi rendah. Dan jugar tidak hanya terjadi pada penduduk perkotaan tetapi juga sudah merambah ke pedesaan. Melihat ancaman dan dampak yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika, pemerintah Indonesia sangat serius dalam menyikapi hal tersebut. Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa saat ini Indonesia dalam Darurat Narkoba. Hal tersebut menempatkan kejahatan Narkoba tidak hanya sebagai kejahatan luar biasa tetapi sudah masuk dalam tahap darurat. Upaya pemerintah Indonesia dalam menyikapi hal tersebut adalah dengan melakukan pemberantasan peredaran gelap narkotika dan penanggulangan penyalahgunaan Narkotika melaui penegakan hukum oleh jajaran aparat penegak hukum yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia. 2

Wujud upaya pemerintah Indonesia dalam memberantas dan menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika, pada rapat terbatas di kantor Presiden tanggal 24 Februari 2016 Maret 2016, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan instruksi langsung kepada jajaran penegak hukum untuk menggelar Operasi Bersinar selama 30 hari dimulai dari 21 Maret hingga 20 April 2016.2 Jajaran penegak hukum yang dimaksud adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), Badan Nasional Narkotika (BNN), Ditjen Bea Cukai yang ada diseluruh tanah air Indonesia dengan dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Khusus jajaran penegak hukum di Polri, instruksi Presiden Joko Widodo tersebut langsung ditindaklanjuti Kapolri dengan memberikan perintah penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika dengan melakukan Operasi Bersinar di seluruh wilayah hukum Negara Republik Indonesia secara terpusat.3 Perintah Kapolri ini kemudian ditindaklanjuti oleh semua Kepolisian Daerah (Polda), Kepolisian Resor (Polres), dan Kepolisian Sektor (Polsek) yang ada di seluruh Indonesia. Apabila ditinjau dari aspek yuridis, penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri adalah merupakan tugas dan wewenang Polri yang diatur dalam Undang- 2 http://news.okezone.com/read/2016/04/06/525/1355415/operasi-bersinar-polri-bnn, Hari Rabu, 11 Mei 2016, jam 06.00 wib. 3 Surat Telegram Kapolri No: STR/161/III/2016,tanggal 3 Maret 2016, tentang Penekanan Terpusat Operasi Bersinar 2016 3

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu sebagai berikut:4 1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat 2) menegakkan hukum; dan 3) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam penulisan ini, penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Polri, difokuskan kepada penegakan hukum dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Semarang ( Polres Semarang). Penegakan hukum dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Polres Semarang diwujudkan dalam bentuk represif (penindakan) dan preventif (pencegahan). Bentuk penindakan terhadap tindak pidana narkotika dilaksanakan dalam proses penyidikan tindak pidana narkotika. Proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Polres Semarang tersebut adalah satu wujud upaya pemerintah melalui penegak hukum (Kepolisian) untuk menyelematkan generasi penerus bangsa khususnya diwilayah Kabupaten Semarang. Sasaran dari penegakan hukum tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Polres Semarang di wilayah Kabupaten Semarang tersebut, meliputi produsen gelap, pengedar, penyimpan (yang menguasai), juga kepada para pengguna/pemakai, serta kepada para setiap orang di wilayah Kabupaten Semarang yang mengetahui adanya penyalahgunaan narkotika akan tetapi tidak mau melaporkan kepada aparat penegak hukum. 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 13. 4

Sasaran-sasaran penegakan hukum tindak pidana narkotika meliputi sebagaimana diatas, hal tersebut dikarenakan bahaya/dampak yang bisa timbul akibat dari penyalahgunaan narkotika sangatlah besar. Apabila dilihat dari sejarah, pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan berkembangnya dan pelayanan kesehatan. zaman, narkotika digunakan Namun, dengan semakin untuk hal-hal negatif.5 Penyalahgunaan narkotika yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan medis ini merupakan tindak pidana narkotika, oleh karena itu, agar penggunaan narkotika dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Secara terminologi yuridis, narkotika diartikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.6 Akan tetapi seiring perkembangan zaman, narkotika ini disalah gunakan dan beralih fungsi menjadi tidak yang semestinya. Melihat semua uraian diatas, maka peran Polri dalam hal penegakan hukum dalam bentuk proses penyidikan terhadap tindak pidana narkotika sangatlah dibutuhkan guna memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkotika yang ada diwilayah Indonesia pada umumnya dan diwilayah Kabupaten Semarang pada khususnya. 5 Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2007,H. 100 6 Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 5

Melihat data yang ada di Kepolisian Resor Semarang (Polres Semarang), tindak pidana narkotika yang berhasil di ungkap menunjukkan peningkatan pada setiap tahunnya, sebagaimana yang tercantum dalam tabel data dibawah ini. Tabel 1 Data Statistik Pengungkapan Tindak Pidana Narkotika wilayah Hukum Polres Semarang (tahun 2010 s/d tahun 2016)7 No Tahun Jumlah Kasus Jumlah Tersangka Ket 1. 2010 6 12 2. 2011 19 22 3. 2012 18 29 4. 2013 21 34 5. 2014 27 41 6. 2015 29 39 7 Agustus 2016 22 29 Sesuai faktanya bahwa peningkatan penyalahgunaan Narkotika di wilayah hukum Polres Semarang meningkat apabila dilihat dari jumlah pengungkapan kasus yang telah berhasil dilakukan oleh Polres Semarang. Akan tetapi hasil tersebut belum bisa dikatakan sebagai wujud perlindungan secara menyeluruh kepada masyarakat di Kab. Semarang terhadap bahaya Narkotika. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam bentuk penulisan tesis dengan judul : PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM POLRES SEMARANG. B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka dapat dikemukakan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 7 Buku 1 Administrasi Satuan Reserse Narkoba Polres Semarang, 2016 6

1. Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika di wilayah hukum Polres Semarang? 2. Apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika di wilayah hukum Polres Semarang? 3. Bagaimanakah solusi dalam mengatasi hambatan pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika di wilayah hukum Polres Semarang? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Untuk menjelaskan dan menganalisis pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika di wilayah hukum Polres Semarang. 2. Untuk menjelaskan dan menganalisis hambatan-hambatan yang ada dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika di wilayah hukum Polres Semarang. 3. Untuk menjelaskan solusi dari hambatan-hambatan dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika di wilayah hukum Polres Semarang. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian di harapkan dapat digunakan dan bermanfaat bagi kepentingan akademisi maupun bagi kepentingan praktis : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian di harapkan dapat dijadikan sumber pengembangan ilmu pengetahuan khususnya studi hukum pidana guna melakukan pengkajian 7

lebih lanjut dan mendalam tentang proses penyidikan yang tidak hanya memperhatikan norma substantive tetapi juga menyangkut dengan perkembangan modus yang ada pada diri para pelaku tindak pidana narkotika. Sehingga proses penyidikan dapat berjalan lancar dan bisa digunakan sebagai alat dalam pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan masukkan dan pertimbangan bagi aparat penegak hukum khususnya pihak kepolisian dalam melakukan proses penyidikan tindak pidana narkotika. b. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai masukkan kepada pembuat Undang-Undang dalam merumuskan peraturan di bawahnya. E. Kerangka Konseptual Dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana narkotika selalu diawali dengan proses penyelidikan. Hal ini disebabkan karena tindak pidana narkotika adalah termasuk tindak pidana khusus (lex specialis), yang pada kenyataannya tidak pernah ada laporan dari orang yang merasa sebagai korban ataupun sebagai pelaku tindak pidana narkotika. Sehingga pengungkapan dan peyidikan tindak pidana narkotika adalah murni hasil penyelidikan oleh aparat penegak hukum. Sebagai aparat penegak hukum, Polri dalam hal melaksanakan penegakan hukum berdasarkan pada tugas dan wewenang kepolisian, yang diatur dalam 8

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu sebagai berikut:8 1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat 2) menegakkan hukum; dan 3) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dalam hal tindak pidana narkotika telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, dengan pertimbangan bahwa tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah menimbulkan korban terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. 9 Secara rinci tujuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memiliki tujuan untuk: 10 a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatandan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; c. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika; d. Menjamin upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika Penegakan hukum selalu melibatkan manusia didalamnya dan melibatkan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat ditegakkan dengan sendirinya, artinya hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak- 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 13. 9 Lihat Menimbang, butir e, Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, 10 Lihat Pasal 4, Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika 9

kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan hukum).11 Sebagaimana teori hukum progresif menurut Satjipto Raharjo, yang mengatakan bahwa Hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga bangunan ide, kultur, dan cita-cita 12 Dalam proses penyidikan tindak pidana khususnya tindak pidana narkotika, dalam tulisan ini perlu dipahami hal-hal berikut dibawah ini: 1. Penyidik Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan, sebagaimana yang di jelaskan pada Pasal 1 angka 1 KUHAP. Sedangkan untuk tindak pidana narkotika yang termasuk dalam tindak pidana khusus (lex specialis), maka di selain Penyidik Polri, ditambah pula Penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN). a. Penyidik Polri Mengenai Penyidik Polri diatur didalam ketentuan Pasal 6 KUHAP yaitu:13 1). Pejabat Polri Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP, salah satu instansi yang diberi kewenangan melakukan penyidikan ialah pejabat polisi negara. 11 Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009,H. 7 12 http: //sergie-zainovsky.blogspot.co.id/2012/10/teori-hukum-progresif-menurutsatjipto.html, hari Rabu, 11 Mei 2016, jam 06.00 Wib 13 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3209, Pasal 6 10

2). Pejabat Pegawai Negeri Sipil Pejabat Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, yaitu PNS, yang diberi fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang berbunyi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya dan dalam pelaksanaan tugas berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri.14 mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang b. Penyidik BNN Dalam tindak pidana narkotika, penyidik BNN memiliki tugas dan wewenang sebagaimana Pasal 70 huruf a sampai dengan j Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mana dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.15 Penyidik BNN diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN.16 2. Penyidikan Secara yuridis penyidikan berarti serangkaian tindakan yang dilakukan penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi 14 Ibid, Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, pasal 70 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, pasal 72 Ayat (2) 15 11

terangnya tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangka atau pelaku tindak pidana.17 Berdasarkan rumusan Pasal 1 angka 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung didalam pengertian penyidikan adalah: a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan. b. Penyidikan dilakukan oleh Pejabat Publik yang disebut penyidik. c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundangundangan. d. Tujuan penyidikan adalah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya. 3. Tindak Pidana Narkotika Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah, bahwa kajian tindak pidana disini merupakan tindak pidana narkotika dalam batasan tertentu. Pada dasarnya istilah tindak pidana yang dipergunakan dalam peraturan perundang-undangan merupakan sinonim dari istilah delik dalam artian starfbaar feit. Menurut Moeljatno18, istilah yang paling tepat untuk menerjemahkan strafbaar feit adalah perbuatan pidana. Berkenaan dengan pengertian tindak pidana, bahwa tindak pidana (delik) adalah perbuatan yang oleh aturan hukum 17 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 angka 2 18 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983, H.5 12

pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. 19 Tindak pidana narkotika meliputi : a. Produksi, adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi ataupun nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas atau mengubah bentuk narkotika. b. Peredaran Gelap Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang di tetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika. c. Penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. d. Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, member konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana narkotika. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana narkotika adalah perbuatan yang berkaitan dengan penggunaaan narkotika secara 19 Ibid, H.54 13

luas yang nyata-nyata dilarang dan diancam dengan pidana pidana oleh perundang-undangan. F. Metode Penelitian Penyusunan tesis ini diawali dengan suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan data yang dipergunakan sebagai bahan pembahasan dan analisis, sehingga dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun metode penelitian yang dipergunakan oleh penulis dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis adalah suatu pendekatan yang tidak hanya didasarkan pada ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan akan tetapi juga melihat perkembangan dalam masyarakat. Pendekatan yuridis adalah pendekatan yang menggunakan asas dan prinsip hukum yang berasal dari peraturan tertulis. Sedangkan sosiologis merupakan pendekatan yang bertujuan untuk menjelaskan keadaan yang sesungguhnya di dalam proses pelaksanaan penyidikan tindak pidana narkotika 2. Spesifikasi Penelitian Untuk mendekati permasalahan dalam penelitian ini penulis menggunakan spesifikasi penelitian secara deskriptif yang bertujuan melukiskan realitas yang ditemukan dari hasil penelitian. Metode penelitian deskriptif adalah suatu jalan 14

atau cara untuk memecahkan masalah yang ada sekarang ini dengan mengumpulkan dan mengklarifikasi tentang arti data. 20 Berdasarkan pengertian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa dalam penelitian ini menggambarkan yang akan diteliti yaitu PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM POLRES SEMARANG. 3. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari penelitian ini di lapangan, bersumber dari keterangan-keterangan, jawaban-jawaban pertanyaan atau fakta-fakta dari hasil wawancara secara langsung dengan sumber data yang secara kualitatif menguasai materi penelitian yaitu para penyidik Satuan Reserse Narkoba Polres Semarang. b. Data Sekunder Menurut Peter Mahmud marzuki menyatakan bahwa untuk mencegah isi hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber peneltian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.21 Ciri-ciri data sekunder, adalah : 1. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap (ready made). 20 Winarno Surachmat, Pengantar Metode Ilmiah, (Bandung, Tasito 1986) Hal 12. 21 Peter Mahmud Marzuki, Peneltian Hukum, (Jakarta, Kencana Prenada, 2008) hal 144. 15

2. Bentuk maupun isinya data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu. 3. Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan tempat. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh dari : 1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri atas: - Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana. - Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. - Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. - Surat Edaran Mahkamah Agung No 04 tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika. - Peraturan Perundangan lainnya yang berkaitan dengan materi hukum penulisan ini. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan bagi bahan hukum primer yang terdiri atas : - Pendapat para ahli dalam bentuk buku, maupun makalah dan lain sebagainya yang berkaitan dengan materi penulisan hukum ini. - Laporan hasil penelitian. 16

- Majalah-majalah atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan materi penulisan hukum ini. 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri atas kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia serta Ensiklopedia umum. 4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dilakukan penulis adalah di wilayah hukum Polres Semarang, dengan dasar bahwa Polres Semarang adalah yang melakukan proses penyidikan tindak pidana Narkotika yang terjadi di Kabupaten Semarang. 5. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan ini, adalah sebagai berikut sesuai dengan metode pendekatan dan jenis data yang digunakan. Maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah : a. Wawancara Menurut Lexy J. Moleong,22 wawancara adalah percakapan dengan tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang mewawancarai (interviewee) yang memberi jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dilakukan baik secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dengan narasumber dari Polres Semarang, kemudian dari jawaban 22 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2010) Hal 19 17

narasumber dikembangkan wacana lebih lanjut untuk memperoleh keterangan yang lebih lengkap dan mendalam, dengan maksud menguatkan data dan memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai permasalahan yang ada. b. Studi Dokumen Soerjana Soekanto23 menjelaskan bahwa, studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan contentanalysis. Penulis melakukan studi dokumen terhadap data sekunder untuk memperoleh landasan teoretis yang digunakan untuk menganalisis Proses Penyidikan tindak pidana narkotika di Polres Semarang 6. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan kualitatif, yaitu suatu pembahasan yang dilakukan dengan cara memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan yang dilakukan adalah membandingkan peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan, dan buku referensi serta data yang diperoleh.24 23 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Nurmatif, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2011) Hal 11 24 Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2012) Hal.17 18

Kemudian, data yang diperoleh dalam penulisan ini dianalisis secara kualitatif data yang diperoleh disusun secara sistematis sehingga akan diperoleh data yang deskriptif.25 Analisis mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitianpenelitian ini, dilakukan dengan cara menganalisis permasalahan yang ada di lapangan yakni mengenai proses penyidikan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Polres Semarang. Kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang akan diangkat dalam permasalahan ini. G. Sistematika Penulisan Sistematikan penulisan ini disajikan untuk mempermudah bagi pembaca dalam materi yang disajikan dan selanjutkan akan dibahas dalam tesis ini. Dengan adanya sistematika penulisan diharapkan dapat mempermudah pembaca untuk mengetahui secara garis besar terhadap tesis ini. Bab I Pendahuluan, didalam bab ini penulis akan mengemukakan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab II Kajian Pustaka, didalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai kerangka teori tentang Tugas dan Wewenang Penyidik Polri dan BNN, 25 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI Press, 1981), Hal. 242 19

Kewenangan penyidik Polri dalam Penanganan Tindak Pidana Narkotika, Kewenangan Penyidik BNN dalam Penanganan Tindak Pidana Narkotika, Koordinasi antara Penyidik BNN dengan Polri, Pidana, Tindak Pidana, Tindak Pidana Narkotika, Penyelidik, Penyelidikan, Penyidik, Penyidikan, Narkotika, Prekusor Narkotika, Pecandu, Asas-asas Hukum Pidana, Tinjauan Tindak Pidana Narkotika Dalam Islam dan Sejarah Peraturan Perundang-undangan Tindak Pidana Narkotika di Indonesia. Bab III Hasil Penelitian Dan Pembahasan, bab ini berisi uraian hasil penelitian tentang pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh penyidik Kepolisian Resor Semarang, disertai dengan pembahasan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Penyidik Kepolisian Resor Semarang agar Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika yang terjadi di wilayah hukum Polres Semarang dapat berjalan dengan baik. Bab IV Penutup, merupakan penutup dari penelitian ini yang terdiri dari Simpulan dan Saran sebagai jawaban terhadap pembahasan bagi para pihak yang terkait agar dapat menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan untuk menuju perbaikan sehingga bermanfaat bagi semua pihak. 20