BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Cipta. hlm Salim HS Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern saat ini. Pada tahun 2014, Indonesia, menurut Survei

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

PERAN PEMERINTAH BOLAANG MONGONDOW DALAM MEMINIMALKAN PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN DI DESA PINDOL KECAMATAN LOLAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai. Bengkulu dapat disimpulkan bahwa :

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LARANGAN PRODUKSI MINUMAN - BERALKOHOL 2014 PERDA KAB. KOLAKA UTARA NO. 1, LD. 2014/NO. 1, LL SETDA KAB

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU TENTANG STANDAR PENDIDIKAN DASAR.

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SUMBANGAN PIHAK KETIGA PERDA KABUPATEN KONAWE SELATAN NO. 2 TAHUN

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

- 3 - Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BAB 1 PENDAHULUAN. kekayaan sumber daya alam dan mineral, seperti minyak mentah, batu bara,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penulisan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. maka dapat dibuat beberapa kesimpulan diantaranya:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. sekarang tanpa harus merugikan generasi yang akan datang. longsor dan banjir. Namun kekurangan air juga dapat menimbulkan masalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Aksi Penambangan Timah Ilegal di Desa Perawas Kecamatan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. termasuk bahan galian pertambangan. Indonesia memiliki ketergantungan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PENCABUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT BAHAN GALIAN EMAS (GOLONGAN B)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia maka

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- Batubara; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pe

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah kegiatan manusia dalam

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN PENGIRIMAN BARANG STRATEGIS DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

- 3 - MEMUTUSKAN: : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN PULAU JAWA DAN BALI.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertambahan penduduk telah meningkatkan kebutuhan terhadap sandang,

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PENGANGKUTAN BATUBARA DALAM PROVINSI JAMBI

RINGKASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

n.a n.a

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. tiga asas yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 1

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Kata dikuasai dalam pasal ini

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENIMBUNAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGANGKUTAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu kekayaan

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambangan merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional, sehingga pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hal ini sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada Pasal 33 ini menyatakan bahwa sumber daya alam dikuasai oleh negara, makna dari penguasaan negara adalah negara memiliki kebebasan atas hak dan kekuasaan penuh (volldige bevoegdheid) akan memutuskan kebijaksanaan yang dibutuhkan dalam bentuk mengatur (regelen), mengurus (bersturen) dan mengawasi (toezichthouden). 1 Sumber daya alam digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, maka negara memberikan kewenangan kepada pemerintah dan/atau pemerintah daerah untuk menyelenggarakan penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya mineral dan batubara. 2 1 Salim HS, 2014, Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 62. 2 Ibid., hlm. 61. 1

Bahan tambang yang ada di Indonesia sangat banyak sekali, salah satunya adalah emas. Emas merupakan salah satu logam mulia yang bernilai tinggi, dan banyak diserbu masyarakat karena dapat dijadikan investasi yang menguntungkan dengan sedikit resiko. Agar dapat mengambil dan mengelola bahan galian tambang emas, seseorang atau badan usaha harus terlebih dahulu mendapatkan izin pertambangan dari pemerintah. Izin merupakan syarat utama yang harus dilakukan oleh seseorang atau badan usaha untuk melakukan kegiatan pertambangan agar usahanya legal di mata hukum. Kegiatan pertambangan yang tanpa memiliki izin dari pemerintah yang berwenang merupakan pertambangan ilegal dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, izin yang diperlukan dalam melakukan usaha pertambangan meliputi Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Semenjak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah kabupaten/kota tidak lagi berwenang untuk mengeluarkan izin pertambangan. Kewenangan pemerintah kabupaten/kota tersebut ditarik ke pemerintah provinsi. Kegiatan pertambangan sudah diatur di dalam undang-undang, namun pada kenyataannya masih banyak kegiatan pertambangan yang dilakukan secara ilegal atau tanpa izin. Penambangan tanpa izin tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi sering juga menjadi penyebab munculnya 2

berbagai persoalan seperti kerusakan lingkungan, konflik sosial, ketimpangan ekonomi atau bahkan terjadinya kemiskinan baru. 3 Kegiatan pertambangan tanpa izin masih banyak terjadi di berbagai daerah, salah satu daerah yang mempunyai potensi tambang emas adalah Kabupaten Sarolangun yang terletak di Provinsi Jambi. Kabupaten Sarolangun merupakan kabupaten yang memiliki potensi sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui berupa mineral logam emas yang cukup besar dengan kualitas yang baik. Keberadaan emas di Kabupaten Sarolangun hampir menyebar diseluruh kecamatannya, diantaranya yaitu Kecamatan Limun, Bathin VIII, Cermin Nan Gedang, dan Batang Asai. Tambang emas di kabupaten ini tidak hanya terdapat di daratan saja, tetapi juga terdapat di daerah aliran sungai yaitu aliran Sungai Batang Limun dan aliran Sungai Batang Asai. Hasil uji laboratorium yang dilakukan di Balai Pegadaian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi, diketahui emas hasil pertambangan tanpa izin di Kabupaten Sarolangun yang diamankan Polda Jambi mengandung 95,8 persen emas. 4 Hal ini yang menjadi alasan mengapa kegiatan penambangan emas masih terus terjadi yang dilakukan oleh masyarakat Sarolangun sendiri, baik dilakukan secara perseorangan maupun dilakukan secara berkelompok. Penambangan emas di Sarolangun telah dilakukan secara turun temurun dan mulai ada sejak tahun 2003, yang pada mulanya hanya dilakukan secara 3 Tri Hayati, 2015, Era Baru Hukum Pertambangan: Dibawah Rezim UU No. 4 Tahun 2009, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 254-255. 4 Hanif Burhani, Hasil Pengujian Kandungan Emas PETI di Sarolangun Mengagetkan dalam http://jambi.tribunnews.com/2016/06/23/hasil-pengujian-kandungan-emas-peti-disarolangun-mengagetkan, diakses pada tanggal 28 Mei 2017 pukul 18.16 WIB. 3

tradisional dengan cara mendulang emas, dan dalam proses pemisahan emas dengan batuan ataupun pasir hanya menggunakan deterjen. Pada tahun 2010 banyak masyarakat Sarolangun yang mulai tertarik untuk melakukan penambangan emas, hal tersebut dikarenakan hasil yang diperoleh dari penambangan emas sangat menggiyurkan, dan saat itu juga para penambang emas tidak lagi menggunakan alat tradisional melainkan menggunakan alat berat seperti excavator dan alat modern yang biasa disebut dengan mesin dompeng. 5 Selain menggunakan alat berat dan mesin dompeng, masyarakat juga tidak segan-segan menggunakan air raksa atau merkuri yang digunakan dalam proses pemisahan emas dari batuan dan pasir lainnya, karena merkuri dianggap lebih praktis dan cepat dari pada menggunakan deterjen. Penggunaan merkuri pada pertambangan emas di Kabupaten Sarolangun sudah banyak menimbulkan dampak negatif salah satunya adalah tercemarnya air Sungai Limun dan air Sungai Batang Asai. Tercemarnya air Sungai Limun dan air Sungai Batang Asai menyebabkan berkurangnya berbagai jenis biota air seperti ikan-ikanan, dan juga berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat sekitar, seperti gatal-gatal pada kulit, kuku jari kaki dan kuku jari tangan menjadi hitam, apabila air yang sudah terkontaminasi merkuri tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang akan menyebabkan penyakit yang berbahaya seperti kerusakan pada kulit, susunan saraf, otak, ginjal, serta gangguan perkembangan janin dan menyebabkan kanker pada 5 Wawancara dengan Bapak Suhardi, Kasi Pengaduan Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sarolangun pada hari Senin tanggal 10 Juli 2017 pukul 09.00 WIB. 4

manusia. 6 Kegiatan penambangan emas juga berdampak pada kerusakan tanah, dimana terdapat lubang-lubang raksasa yang merupakan sisa-sisa dari galian tambang yang ditinggalkan begitu saja tanpa ada niat untuk menimbunnya kembali dan dilakukan upaya reklamasi. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada Bapak Suhardi selaku Kasi Pengaduan di Badan Lingkungan Hidup, bahwa tanah yang sudah di tambang tidak akan kembali subur seperti semula dan tanah akan menjadi gersang, untuk mengembalikan kesuburan tanah harus dilakukan upaya reklamasi, meskipun telah dilakukan upaya reklamasi tetap saja tanah tidak akan sesubur seperti sediakala. 7 Berdasarkan apa yang disampaikan oleh Bapak Suhardi sudah seharusnya kegiatan pertambangan emas mengutamakan aspek lingkungan dengan tidak melakukan pengerusakan ataupun pencemaran lingkungan hidup sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 69 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Berdasarkan survey yang penulis lakukan, kegiatan pertambangan emas di Kabupaten Sarolangun yang dilakukan oleh masyarakat, beroperasi tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundang-undang yang berlaku sebagaimana yang diatur pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal ini terbukti pada saat wawancara 6 Dampak Merkuri Terhadap Manusia dan Lingkungan, http://www.jejaringkimia.web.id/2010/03/dampak-merkuri-terhadap-manusia-dan.html, diakses tanggal 26 Juli 2017 pukul 13.15 WIB. 7 Wawancara dengan Bapak Suhardi, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sarolangun, pada hari Senin tanggal 10 Juli 2017 pukul 09.00 WIB. 5

kepada para penambang, dimana tidak adanya kelengkapan dokumen apapun yang terkait dengan perizinan. 8 Salah satu kasus dampak dari adanya pertambangan emas tanpa izin yang ada di Kabupaten Sarolangun terjadi di daerah Kecamatan Limun. Senin (28/3/2016), terjadinya luapan aliran sungai Limun saat intensitas curah hujan yang tinggi, hal ini merupakan dampak akibat dari penambangan emas yang dilakukan terus menerus di sepanjang aliran sungai sehingga menyebabkan banjir bandang yang menghantam enam desa, yakni Desa Panca Karya, Demang, Mansao, Temenggung, Muara Limun dan Pulau Pandan Kecamatan Limun. 9 Kegiatan penambangan emas tanpa izin di Sarolangun mulai mengalami penurunan setiap tahunnya, hal ini terjadi dikarenakan kurangnya lahan yang akan ditambang oleh masyarakat. Kurung waktu 6 (enam) tahun terakhir, kasus pertambangan emas tanpa izin di Sarolangun pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 berjumlah sebanyak 29 (dua puluh sembilan) kasus yang ditangani oleh Kepolisian Resor Sarolangun, akan tetapi terjadinya penurunan penambangan emas tanpa izin tidak menutup kemungkinan, bahwa kegiatan penambangan masih terus terjadi sampai saat ini. 10 Kegiatan pertambangan telah diatur di dalam undang-undang, akan tetapi penggalian bahan mineral logam berupa emas tetap saja terus terjadi dan 8 Wawancara kepada penambang emas di Kecamatan Limun pada hari Kamis tanggal 6 Juli 2017 pukul 11.00 WIB. 9 Kabar Jambi, Hutan Dijarah dan PETI Marak, Enam Desa di Sarolangun Banjir Bandang, http://kabarjambi.net/hutan-dijarah-dan-peti-marak-enam-desa-di-sarolangun-banjirbandang/, diakses tanggal 15 Maret 2017 pukul 21.00 WIB. 10 Wawancara dengan Bapak Aipda Dani Sembiring, selaku Kanit Tipiter Sat Reskrim Polres Sarolangun, pada hari Kamis tanggal 28 Februari 2013 pukul 10.00 WIB. 6

tidak terkendali serta terawasi. Kurangnya ketegasan dalam menegakkan aturan terhadap para penambang emas dinilai sebagai pangkal persoalan mengapa kegiatan pertambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat masih terus terjadi, meskipun telah dilakukannya razia di beberapa titik lokasi di daerah Kabupaten Sarolangun, ketidaktegasan tersebut tidak memberikan efek jera bagi masyarakat yang melakukan penambangan, sehingga masyarakat tetap saja melakukan penambangan emas tanpa izin. Mengatasi permasalahan pertambangan emas tanpa izin yang banyak terjadi di Kabupaten Sarolangun diperlukannya upaya tindakkan tegas dari pemerintah, dengan kata lain pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam mengeluarkan izin pertambangan haruslah melakukan pengawasan terhadap setiap kegiatan penambangan yang dilakukan masyarakat, serta melakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku jika ada penambang emas yang melanggar peraturan atau perizinan, hal ini bertujuan agar kegiatan pertambangan emas dapat dilakukan secara legal sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Agar penegakan hukum dapat berjalan secara maksimal dan efektif diperlukan adanya kerja sama dari berbagai pihak baik itu pemerintah daerah, dinas terkait, kepolisian, Satpol PP maupun dari masyarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, salah satunya terhadap kegiatan pertambangan. Dalam hal menjalankan tugas penegakan 7

hukum terhadap pertambangan emas di Kabupaten Sarolangun dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sarolangun, penetapan tersebut berdasarkan Perda Kabupaten Sarolangun Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Perda Kabupaten Sarolangun Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sarolangun. Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sarolangun mempunyai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bertugas melakukan penindakan terhadap pertambangan emas tanpa izin di bidang lingkungan dan kewenangan lain yang diatur dalam UUPLH. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah Kabupaten Sarolangun memiliki kewenangan untuk memberikan izin pertambangan, namun setelah diterbitkanya undang-undang tersebut, kewenangan untuk memberikan izin pertambangan diambil alih oleh pemerintah provinsi, dengan demikian kewenangan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap perizinan pertambangan menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan d iatas, maka perlu kiranya penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai Penegakan Hukum Perizinan Pertambangan Emas di Kabupaten Sarolangun, guna untuk mengetahui lebih lanjut penegakan hukum perizinan dan kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan penegakan hukum perizinan pertambangan emas di Kabupaten Sarolangun. 8

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimana penegakan hukum perizinan pertambangan emas di Kabupaten Sarolangun? 2. Faktor-faktor apa yang menjadi kendala dalam melakukan penegakan hukum perizinan pertambangan emas di Kabupaten Sarolangun? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum perizinan pertambangan emas di Kabupaten Sarolangun. 2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor kendala yang dihadapi pemerintah dalam penegakan hukum perizinan pertambangan emas di Kabupaten Sarolangun. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis diharapkan bisa digunakan sebagai informasi dan bahan acuan dalam penelitian selanjutnya dapat menambah pengetahuan dan informasi tambahan mengenai hukum pertambangan pada khususnya. 2. Secara praktis diharapkan dapat menjadi masukan dan sumbangan pemikiran kepada pemerintah serta aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas serta kewenangannya, dan menambah informasi dan masukan mengenai hukum pertambangan khususnya bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 9