BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara dalam konteksnya sebagai organisasi kekuasaan di dalamnya terdapat suatu mekanisme atau tata hubungan kerja yang mengatur suatu kelompok masyarakat (rakyat) agar berbuat, atau bersikap sesuai dengan kehendak Negara, agar mematuhi aturan yang telah dibuat Negara, agar Negara dapat mengatur rakyatnya maka Negara diberi kekuasaan (authority) yang dapat memaksa seluruh anggotanya untuk mematuhi segala peraturan/ketentuan yang telah ditetapkan oleh Negara (Siti Kurnia Rahayu, 2010:2). Salah satu kewajiban warga Negara dalam rangka berbangsa dan bernegara adalah membayar pajak (Timbul Hamonangan dan Imam Mukhlis,2012:44). Pajak mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai suatu pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. (Thomas Sumarsan, 2013:5). Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak sangat mengapresiasi para wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan-badan dalam bentuk perusahaan yang taat membayar pajak. Namun di sisi lain, seringkali ditemui pihak-pihak yang tidak memiliki kesadaran untuk melakukan pembayaran pajak. Sistem perpajakan di Indonesia mengandung prinsip self assessment, tulang punggung dari sistem self assessment system ini adalah voluntary compliance (kepatuhan sukarela), yaitu meletakan tanggung jawab pemungutan sepenuhnya pada kesadaran Wajib Pajak (Supramono dan Theresia, 2010:5). Tetapi dalam kenyataannya kesadaran Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan masih dirasa kurang 1
2 sebagai kurangnya pemahaman akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan perundang-undangan perpajakan, sebagai konsekuensinya perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukan jumlah yang semakin meningkat, peningkatan jumlah tunggakan pajak tersebut seharusnya diimbangi dengan kegiatan pencairannya, untuk itu perlu tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa (Waluyo, 2014:89). Gambar 1.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Januari - Agustus 2016 Sumber : Seksi Pengolahan Data dan Informasi KPP Pratama Sumedang Gambar 1.1 menunjukan pencapaian penerimaan pajak pada bulan februari sebesar Rp. 45.745.045.000 yang mengalami kenaikan sebesar Rp 23.306.067.000 atau sebesar 100,3% dari bulan januari, sedangkan untuk bulan maret, april, mei, juni, dan juli penerimaan pajak mengalami fluktuasi, pada bulan april penerimaan pajak menurun sebesar Rp. 61.609.338.000 atau sebesar 47,2% dari bulan sebelumnya, begitupula pada bulan juli penerimaan pajak menurun sebesar Rp. 168.841.772.000 atau sebesar 76,3% dari bulan juni, ini merupakan penurunan yang cukup drastis. Pada bulan agustus
3 penerimaan pajak pada KPP Pratama Sumedang mengalami kenaikan sebesar Rp. 246.114.760.000, walaupun mengalami kenaikan yang cukup drastis namun penerimaan pajak pada bulan agustus belum mencapai target. Tabel 1.1 Efektivitas Realisasi Penerimaan Pajak Januari - Agustus 2016 Bulan Target Penerimaan Pajak Realisasi Penerimaan Pajak % Efektivitas Penerimaan Pajak Januari 50.345.000.000 22.438.978.000 44,5% Februari 78.595.067.000 45.745.045.000 58% Maret 99.279.245.000 130.510.677.000 131,4% April 73.791.300.000 68.901.339.000 93,3% Mei 147.793.000.000 165.320.445.000 111,8% Juni 215.277.000.000 221.146.332.000 102,7% Juli 88.553.000.000 52.304.560.000 59% Agustus 356.766.000.000 298.419.320.000 83,6% Sumber : Seksi Pengolahan Data dan Informasi KPP Pratama Bandung Cibeunying Tabel 1.1 menunjukan bahwa penerimaan pajak pada bulan januari dan februari belum efektif, hal ini terlihat dari belum tercapainya target yang telah ditetapkan. Pada bulan maret terlihat efektivitas penerimaan pajak mencapai 131,4%, namun kembali turun pada bulan berikutnya. Pada bulan mei dan juni realisasi penerimaan pajak selalu mencapai target, namun dibulan berikutnya yakni bulan juli dan agustus realisasi pajak tidak lagi mencapai target, tingkat efektivitasnya 59% pada bulan juli dan 83.6% pada bulan agustus.
4 Menurut Sri Rustiyaningsih (2011:44) penerimaan pajak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu Negara karena pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai kemampuan secara financial untuk membayar pajak. Selain itu besarnya pemungutan pajak, penambahan wajib pajak, dan optimalisasi penggalian sumber pajak melalui objek pajak juga berperan dalam meningkatkan penerimaan pajak. Adapun upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak salah satunya dengan penagihan pajak. Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita (Erly Suandy, 2008:173). Penagihan pajak dengan menggunakan surat teguran dan surat paksa merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak dan medorong masyarakatnya untuk bertanggung jawab dan ikut peran dalam pembangunan ekonomi. Pelaksanaan pembayaran pajak yang bertujuan untuk peningkatan ekonomi negara tersebut dapat dilakukan dengan baik apabila masyarakat sadar akan tanggung jawabnya.
5 Gambar 1.2 Penagihan Pajak dengan Surat Teguran Januari-Agustus 2016 Sumber : Seksi Penagihan Pajak KPP Pratama Sumedang Gambar 1.2 menunjukan bahwa pertumbuhan penagihan pajak dengan surat teguran mengalami fluktuasi, dimana pada bulan januari hingga maret 2016 selalu mengalami penurunan, dibulan januari jumlah lembar surat teguran yang diterbitkan sebanyak 542 lembar, dibulan februari 456 lembar dan pada bulan maret 358 lembar. Sedangkan pada bulan april jumlah surat teguran yang diterbitkan kembali mengalami kenaikan yaitu 641 lembar, pada bulan mei, juni dan juli kembali mengalami penurunan yaitu masing-masing 727 lembar, 671 lembar dan 445 lembar, dibulan berikutnya mengalami kenaikan yang cukup drastis yaitu sebanyak 981 lembar surat teguran yang diterbitkan. Penagihan pajak dengan Surat Teguran adalah tindakan awal dalam proses penagihan pajak dengan menerbitkan Surat Teguran yang akan dikirim ke Wajib Pajak untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak agar melunasi utang pajaknya.
6 Gambar 1.3 Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Januari-Agustus 2016 Sumber : Seksi Penagihan Pajak KPP Pratama Sumedang. Gambar 1.3 menunjukan bahwa pertumbuhan penagihan pajak dengan surat paksa mengalami fluktuasi, dimana pada bulan januari hingga maret 2016 selalu mengalami penurunan dengan jumlah lembar surat paksa yang diterbitkan sebesar 352 lembar, 208 lembar dan 185 lembar. Sedangkan pada bulan april mengalami kenaikan dengan jumlah 367 lembar, kemudian menurun pada bulan mei, juni, dan juli dengan jumlah 221 lembar, 203 lembar dan 117 lembar surat paksa yang diterbitkan, pada bulan agustus jumlah lembar surat paksa yang diterbitkan mengalami kenaikan yang cukup drastis yaitu sebanyak 747 lembar. Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu yang telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya yaitu dengan surat teguran, maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan
7 kepada Penanggung Pajak. Penerbitan surat paksa yang dilakukan kantor pelayanan pajak bertujuan agar wajib pajak dapat segera membayar utang pajaknya sehingga penerimaan pajak bertambah (Agustinus Paseleng dkk, 2013). Penerimaan pajak mempunyai peranan yang cukup penting bagi terselenggaranya roda pemerintahan Indonesia. Dengan adanya penerimaan pajak maka pembangunan dapat tercapai. Dari uraian tersebut penerbitan surat paksa merupakan salah satu cara bagi Kantor Pelayanan Pajak dalam meningkatkan penerimaan pajak, maka perlu upaya penerbitan surat paksa agar wajib pajak dapat mematuhi kewajibannya. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakuakan penelitian yang berjudul PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT TEGURAN DAN SURAT PAKSA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK (Penelitian pada KPP Pratama Sumedang) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, masalah yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini adalah : 1. Apakah penagihan pajak dengan surat teguran berpengaruh terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Sumedang. 2. Apakah penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Sumedang. 3. Apakah penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Sumedang.
8 1.3 Maksud dan Tujuan Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maksud dan tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran terhadap penerimaan pajak 2. Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dengan surat paksa terhadap penerimaan pajak 3. Untuk mengetahui pengaruh penagihan pajak dengan surat teguran dan surat paksa secara simultan terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Sumedang. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat dan berguna bagi : 1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP), hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan berguna sebagai bahan pertimbangan selama memberikan pembinaan, pelayanan dan pengawasan sehingga dapat meningkatkan penerimaan Negara. 2. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, pengalaman serta aplikasi dalam memahami materi pengaruh penagihan dengan surat teguran dan surat paksa terhadap penerimaan pajak. 3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan informasi yang dapat memberikan perbandingan dalam melakukan penelitian dalam bidang yang sama. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dalam Skripsi ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yang berlokasi di Jl. Ibrahim Adjie No. 372 (d/h Jl. Kiaracondong), Bandung, 40275.