Gambar 1. Standar Friction wedge

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Variasi Temperatur Austenisasi pada Proses Heat Treatment Quenching Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Friction wedge AISI 1340

Pengaruh Media Pendingin pada Heat Treatment Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Friction Wedge AISI 1340

Pengaruh Media Pendingin pada Heat Treatment Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Friction Wedge AISI 1340

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

Analisa Kegagalan dan Pengaruh Proses Hardening-Tempering AISI 1050 Terhadap Strukturmikro dan Kekuatan Welded Chain Bucket Elevator.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) F 191

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

HARDENABILITY. VURI AYU SETYOWATI, S.T., M.Sc TEKNIK MESIN - ITATS

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Karakterisrik Mekanik Proses Hardening Baja Aisi 1045 Media Quenching Untuk Aplikasi Sprochet Rantai

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Karakterisasi Material Sprocket

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310 S. Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA JIS S45C

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

PENGARUH VARIASI SUHU PADA PROSES SELF TEMPERING DAN VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA AISI 4140

PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADUAN Co-Cr-Mo-C-N PADA PERLAKUAN AGING

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

09: DIAGRAM TTT DAN CCT

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

BAB IV HASIL PENELITIAN

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA TURNING PROCESS TERHADAP KEKERASAN DAN KEDALAMAN PENGERASAN BAJA AISI

ANALISIS PENINGKATKAN KUALITAS SPROKET SEPEDA MOTOR BUATAN LOKAL DENGAN METODE KARBURASI

ANALISIS PENGARUH TEMPERING

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

PENGARUH PERBEDAAN KONDISI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN DARI BAJA AISI 4140

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

MODIFIKASI MESIN FLAME HARDENING SISTEM PENCEKAMAN BENDA KERJA SECARA VERTIKAL PADA BAJA S45C

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

Pengaruh Variasi Media Quenching Air, Oli, dan Angin Kompresor Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja AISI 1045

BAB I PENDAHULUAN. Poros adalah bagian terpenting dari setiap mesin. Peran poros yaitu

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Aging Presipitasi Hardening terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Mg-6Zn-1Y

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60)

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KETANGGUHAN DENGAN PROSES HEAT TREATMENT PADA BAJA KARBON AISI 4140H

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

ANALISA PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP NILAI KEKERASAN BAJA AISI 1050 DENGAN METODE PACK CARBURIZING

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING PADA PROSES QUENCHING TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA AISI 4140

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MENINGKATKAN KETANGGUHAN C-Mn STEEL BUATAN DALAM NEGERI. Jl. Soekarno-Hatta No. 180, Semarang *

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

Pengaruh Proses Quenching Terhadap Kekerasan dan Laju Keausan Baja Karbon Sedang

PEMILIHAN PARAMETER PERLAKUAN PANAS UNTUK MENINGKATKAN KEKERASAN BAJA PEGAS 55 Si 7 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PENAMBAT REL KERETA API

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO

PENGARUH MEDIA PENDINGIN MINYAK PELUMAS SAE 40 PADA PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KETANGGUHAN BAJA KARBON RENDAH

STUDI MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAJU KOROSI ANTARA BAJA HSLA 0,029% Nb DAN BAJA KARBON RENDAH SETELAH PEMANASAN ISOTHERMAL

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING

BAB IV DATA. Gambar Grafik kekerasan yang dihasilkan dengan quenching brine water

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Laporan Tugas Akhir (MM091381) Pengaruh Kecepatan Potong Pada Turning Process Terhadap Kekerasan dan Kedalaman Pengerasan Baja AISI 4340

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam,

Pengaruh Perlakuan Panas Austempering pada Besi Tuang Nodular FCD 600 Non Standar

Transkripsi:

Pengaruh Variasi Temperatur Austenisasi Pada Proses Heat Treatment Quenching Terhadap Sifat Mekanik Dan Struktur Mikro Friction Wedge AISI 1340 Fahmi Aziz Husain, Yuli Setiyorini Jurusan Teknik Material & Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: fahmiazizhusain@yahoo.com Abstrak Permasalahan yang sering timbul dalam pembuatan friction wedge AISI 1340 adalah adanya crack yang terjadi setelah proses quenching dalam pembuatan friction wedge. Kemungkinan penyebab kegagalan yang terjadi yakni kurang tepatnya perlakuan panas yang dilakukan.oleh karena itu perlu adanya suatu penelitian untuk mencari perlakuan panas yang tepat.. Metodologi yang digunakan adalah heat treatment quenching dengan variasi temperatur austenisasi 830 C, 850 C, 870 C dan 920 C dengan waktu penahanan 20 menit, kemudian didinginkan cepat dengan media pendingin oli. Hasil dari penelitian ini adalah semua spesimen hasil treatment memenuhi standar kekerasan friction wedge. Nilai kekerasan naik seiring naiknya temperatur austenisasi. Hasil paling baik didapat dari spesimen heat treatment quenching di media pendingin oli pada temperatur austenisasi 830 o C dengan nilai kekerasan 458 BHN, tidak ada crack yang terjadi dan memiliki nilai elongasi yang paling rendah yaitu 0,43%, sehingga bisa tahan pada temperatur kerja daripada spesimen yang lain. Struktur mikro yang dihasilkan berupa martensit dan austenit sisa. Dari pengujian XRD didapatkan fasa Fe1.91 C0.09 (Martensit BCT) dan Fe15.1 C (Austenit FCC). Kata Kunci AISI 1340, Heat treatment, Quenching, Temperatur, Struktur Mikro, Sifat Mekanik. kerugian dari segi biaya dan waktu produksi pada industri manufaktur. Salah satu kemungkinan yang terjadi adalah terjadinya quench cracking saat dilakukan proses hardening [1]. Beberapa penyebab quench cracking,yaitu pemanasan yang tidak seragam, pemanasan terlalu tinggi, pemilihan media pendingin yang kurang tepat, dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mencari solusi perlakuan panas yang tepat pada friction wedge AISI1340 agar bisa memenuhi standar yang telah ditentukan. II. METODE PENELITIAN A. Preparasi Spesimen Friction Wedge 1340 Sampel uji baja AISI 1340 Q&T mengacu pada standard produksi PT Barata Indonesia seperti gambar 1. P I. PENDAHULUAN ENGGUNAAN baja di Indonesia sangatlah luas. Banyak perusahaan yang memproduksi baja untuk berbagai kebutuhan, salah satunya adalah PT Barata Indonesia, sebuah industri yang memproduksi komponen kereta api, komponen pada industri semen, pabrik gula dan sebagainya. Salah satu komponen kereta api yang diproduksi oleh PT Barata Indonesia adalah friction wedge. Friction wedge merupakan peredam gesekan antara bolster dan sideframe pada roda kereta api. Material penyusun dari friction wedge ini adalah AISI 1340. Permasalahan yang sering timbul adalah ketika friction wedge diquench, ada crack yang terjadi. Hal ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan, karena jika terjadi crack maka produksi friction wedge tidak dapat dilanjutkan ke proses tempering. Sehingga perusahaan harus mengulang produksi dari proses casting. hal ini membuat Gambar 1. Standar Friction wedge Kemudian friction wedge tersebut dipotong menjadi 2 bagian. Disiapkan 2 jenis spesimen friction wedge yaitu as cast yang belum mengalami proses treatment dan as quench hasil dari proses treatment perusahaan sebagai pembanding. Komposisi kimia dari friction wedge ini bisa dilihat pada tabel 1.

Unsur Tabel 1. Komposisi Sampel AISI 1340 Sample as Sample quench as cast (Crack) (%) (%) Standard AISI 1340 (%) Carbon (C) 0,31 0,46 0,38-0,43 Mangan (Mn) 1,61 1,76 1,60-1,90 Ferrous (Fe) Balanced Balanced Balanced Posphour (P) 0,024 0,016 Max 0,035 Sulphur (S) 0,016 0,008 Max 0,040 Silicon (Si) 0,35 0,27 0,15-0,35 Chromium(Cr) 0,13 0,13 - Nickel (Ni) 0,14 0,14 - Vanadium (V) 0,006 0,004 - Pkekerasan dilakukan pada 5 titik di permukaan untuk mengetahui kekerasan pada permukaan. Kemudian dilakukan pengujian kekerasan untuk mengetahui distribusi kekerasan pada kedalaman. Dilakukan pengujian kekerasan pada 3 titik yang berbeda pada tiap spesimen. Titik pertama pada tepi spesimen, dilanjutkan titik kedua lebih kedalam dari titik pertama, hingga titik ke tiga. Ilustrasi spesimen yang dipotong dapat dilihat pada gambar 2. B. Proses Heat Treatment Dipersiapkan dua buah Friction Wedge baja AISI 1340 Q&T dengan kondisi belum mengalami heat treatment (as cast). Dipersiapkan juga friction wedge dari proses heat treatment di PT Barata Indonesia yang mengalami crack (as quench) sebagai pembanding. Kemudian Friction wedge as cast dipotong menjadi dua bagian simetris pada masingmasing Friction Wedge. Sehingga didapatkan empat buah spesimen dengan dimensi yang sama. Kemudian dilakukan proses heat treatment.kemudian dilakukan austenitisasi dengan memanaskan baja ke furnace dengan temperatur 830 o C, 850 o C, 870 o C dan 920 o C. Ketika mencapai temperatur austenitisasi, ditahan selama 20 menit pada temperatur tersebut. Kemudian spesimen dikeluarkan dengan cepat dan didinginkan dengan dicelupkan ke dalam oli sampai temperatur kamar. C. Pengujian Non Destructive Test. NDT yang digunakan adalah penetrant test untuk melihat kemungkinan adanya crack setelah proses treatment sesuai standar ASTM E 165. D. Pengujian Metalografi Pengujian metalografi dilakukan untuk mengetahui struktur mikro yang terdapat pada spesimen, menggunakan larutan etsa 2% dengan perbesaran 1000x. E. Pengujian Kekerasan. Uji kekerasan untuk mengetahui kekerasan sampel, dilakukan dengan metode brinell sesuai standar ASTM E10. Dari hasil uji akan di dapatkan diameter indentasi. Kemudian kekerasan brinell (BHN) dihitung dengan persamaan berikut : Gambar 2. Ilustrasi tempat pemotongan spesimen untuk uji kekerasan dan titik indentasi untuk distribusi kekerasan. F. Pengujian Thermomechanical Analysis (TMA) Pengujian yang dilakukan sesuai dengan standar ASTM E831. Pengujian ini menggunakan alat merk Mettler Toledo yang merupakan instrumen ilmiah yang mengukur sifat mekanik elongation suatu benda terhadap temperatur. Perubahan volume yang disebabkan oleh proses fisik atau kimia dan berhubungan dengan perubahan temperatur umumnya berkisar 20-1400 C. Dalam penelitian ini dilakukan pemanasan 340 0 C, karena temperatur kondisi real railroad wheel bekerja antara 30 o C sampai 300 o C G. Pengujian XRD Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk setelah proses treatment. Uji XRD bekerja berdasarkan pantulan sinar X- Ray terhadap permukaan benda kerja. III. HASIL & DISKUSI A. Pengujian Non Destructive Test. Crack bisa teridentifikasi dari perbedaan warna, biasanya warna merah akan keluar dari dalam crack ketika

setelah diangkat oleh developer. Bentuk crack biasanya memanjang. Jika penerangan selama pengetesan kurang memadai maka hal tersebut bisa menyebabkan indikasi crack tidak terbaca [2]. Gambar 3. Hasil NDT pada spesimen treatment quenching dengan temperatur austenisasi (a)830 C, (b)850 C, (c)870 C dan (d)920 C Dari gambar 3.(a), 3.(b) dan 3(c) terlihat bahwa tidak ada penetrant warna merah akan keluar dari dalam crack setelah diberi developer yang berwarna putih. Hal ini menunjukkan tidak adanya crack setelah proses quenching pada spesimen 830 C, 850 C dan 870 C. Pada gambar 3.(d) terdapat penetrant warna merah yang terlihat pada developer berbentuk seperti lingkaran. Namun lingkaran tersebut bukan merupakan sebuah crack yang terjadi setelah proses heat treatment quenching. Penetrant yang terlihat tersebut merupakan poros yang sudah ada saat spesimen belum di quench. Oleh karena itu, bisa dilihat bahwa pada spesimen hasil proses quenching media pendingin oli dengan temperatur austenisasi 920 C juga tidak terjadi crack. B. Pengujian XRD Pengujian XRD dilakukan untuk melihat fasa yang terbentuk setelah quenching. Hasil dari uji XRD dapat dilihat pada gambar 4 Gambar 4. Hasil pengujian XRD Keterangan : : Fe1.91 C0.09 (Martensit BCT) : Fe15.1 C (Austenit) Dari hasil uji (X-Ray Difraction) XRD didapatkan puncak-puncak difraksi yang kemudian diidentifikasi struktur dan komposisi dengan software Highscore plus. Hasil dari pengujian XRD dapat dilihat pada gambar 4. Dari puncak-puncak difraksi tersebut dapat diidentifikasi bahwa fasa yang terbentuk adalah Fe1.91 C0.09 yang biasa disebut dengan martensit dengan struktur BCT (Body centered tetragonal). Martensit dihasilkan dari austenit yang bertransformasi. Pada temperature media pendingin yang sangat rendah austenite berubah dari FCC menjadi BCC tetapi karena didalam austenite masih terdapat banyak karbon dan karbon tidak dapat berdifusi lagi akibat waktu pendinginan yang sangat cepat maka struktur BCC tidak dapat tercapai. Salah satu sel rusuk satuannya lebih panjang daripada yang lain. Sehingga membentuk struktur kristal baru menjadi BCT (Body Centered Tetragonal) [9]. Selain fasa martensit, didapatkan fasa Fe15.1 C yang biasa disebut dengan austenit. Fasa tersebut merupakan austenit sisa yaitu austenit yang tidak bertransformasi menjadi martensit selama proses quenching. Austenit sisa terjadi ketika baja tidak di quench hingga temperatur Mf (martensit finish) sehingga tidak terbentuk 100% martensit. Pada baja paduan dengan kadar karbon lebih dari 0.3%, temperatur Mf berada di bawah temperatur kamar. Oleh karena itu, terbentuk austenit yang tidak bertransformasi menjadi martensit yaitu ausitenit sisa pada quenching sampai temperatur kamar [6]. C. Pengujian Metalografi Pengujian dilakukan untuk melihat struktur mikro di permukaan dan struktur mikro cross-section. Hasil pengujian metalografi di permukaan dapat dilihat pada gambar 5. Sedangkan hasil pengujian metalografi cross section hasil treatment dapat dilihat pada gambar 6. Pengujian metalografi ini menggunakan etsa nital 2% dengan perbesaran 1000x. Gambar 5(a) dan 6(a) menunjukkan struktur mikro as cast, pada gambar tersebut terlihat bahwa struktur mikro spesimen as cast di permukaan dan di cross section adalah ferrit dan perlit. Sedangkan bulatan hitam merupakan poros hasil proses pengecoran spesimen. Tidak ada perbedaan struktur mikro pada permukaan dan cross section spesimen as-cast. Gambar 5(b) dan 6(b) merupakan struktur mikro dari spesimen as quench, pada gambar tersebut terlihat bahwa struktur mikro yang terbentuk adalah martensit yang berwarna gelap dan austenit sisa atau retained austenit. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ada perbedaan presentase martensit. Pada gambar 5(b) terlihat bahwa warna hitam (martensit) yang ada lebih banyak daripada warna hitam pada gambar 6(b). Hal ini menunjukkan presentase martensit yang terbentuk pada permukaan lebih

banyak daripada martensit yang terbentuk di daerah cross section spesimen. Gambar 5(c), 5(d), 5(e) dan 5(f) menunjukkan struktur mikro di permukaan untuk variasi temperatur austenisasi 830 C, 850 C, 870 C dan 920 C. Sedangkan gambar 6(c), 6(d), 6(e) dan 6(f) menunjukkan struktur mikro di cross section untuk variasi temperatur austenisasi 830 C, 850 C, 870 C dan 920 C. Semuanya juga menunjukkan struktur mikro didominasi martensit dan austenit sisa. Sesuai dengan ASM Metal Handbook Volume 4 untuk heat treatment dengan 0.3% karbon struktur mikro permukaan yang terbentuk pada as quench adalah 99%. Struktur mikro permukaan spesimen hasil perlakuan panas quenching dengan media pendingin oli yang memiliki 0.4% karbon dengan temperatur austenisasi 830 C adalah 85% martensit sedangkan presentase martensit yang terbentuk pada struktur mikro cross section spesimen 830 C adalah 83%. Pada temperatur austenisasi 850 C martensit yang terbentuk pada struktur mikro permukaan juga 85% dan struktur mikro cross section sebanyak 84%. Pada spesimen 870 C terbentuk mendekati 87% martensit di permukaan dan 86% martensit di cross section. Pada temperatur 920 C terbentuk 92% martensit di struktur mikro permukaan dan di cross setion sebanyak 91% martensit. Struktur martensit ini sangat keras yang merupakan peralihan struktur kristal FCC dari austenit menjadi struktur kristal BCC dari ferrit. Namun karena waktu pendinginan yang relatif cepat sehingga tidak memberikan kesempatan untuk karbon berdifusi keluar dari struktur kristal BCC, menyebabkan struktur kristal BCC yang terdistorsi dan mengalami tegangan yaitu menjadi struktur kristal BCT (Body Centered Tetragonal). Austenit yang tidak sempat berubah menjadi martensit kemudian disebut austenit sisa pada gambar berwarna putih, sedangkan martensit berwarna hitam runcing [7]. Retained austenit merupakan austenit yang tidak bertransformasi menjadi martensit selama proses pendinginan cepat [6]. Gambar 5. Struktur mikro permukaan (a) as cast, (b) as quench (crack), (c) oil quench 830 C, (d) oil quench 850 C, (e) oil quench 870 C, (f) oil quench 920 C. Gambar 6.Struktur mikro cross-section (a) oil quench 830 C, (b) oil quench 850 C, (c) oil quench 870 C, (d) oil quench 920 C D. Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan menggunakan metode brinell dengan beban 187,5 Kgf dan diameter bola indentor 2,5 mm sesuai dengan standard uji kekerasan Brinell ASTM E 10 2004.

Gambar 7. Grafik nilai kekerasan pada permukaan spesimen Pada gambar 4 garis hijau mendatar merupakan garis batas standar kekerasan friction wedge (300 BHN). Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa spesimen as quench yang merupakan standar perusahaan memiliki kekerasan 495 BHN pada permukaan. Spesimen as quench sebelumnya mengalami pemanasan pada temperatur 920 C dan didinginkan cepat dengan air. Angka ini sudah memenuhi standard yang ditetapkan yaitu 300 BHN akan tetapi terjadi crack pada spesimen tersebut. Spesimen uji tanpa perlakuan (As Cast) memiliki kekerasan 245 BHN pada permukaan, jauh dibawah standard kelayakan produksi. Pada spesimen yang diberi perlakuan panas quenching dengan variasi temperatur yang berbeda dapat dilihat bahwa kekerasan meningkat seiring dengan naiknya temperatur. Nilai kekerasan terendah didapat dari hasil quencing dari temperatur austenisasi 830 C dan nilai kekerasan tertinggi dari temperatur austenisasi 920 C. Pada spesimen yang diberikan perlakuan panas berupa hardening dengan didinginkan cepat memiliki nilai kekerasan yang tinggi. Martensit berperan penting dalam meningkatkan nilai kekerasan. Adanya tegangan akibat dari karbon yang terperangkap ke dalam struktur kristal BCT [3]. Selama pendinginan, terjadi perpindahan panas antara spesimen dengan media pendingin. Ketika di quench pada temperatur rendah, mungkin ada sedikit karbon yang terlarut dalam austenit. Karbon jenuh dan unsur paduan dalam martensit juga kurang. Hal inilah yang mnyebabkan kekerasan material menjadi rendah pada temperatur quench yang rendah [4]. Untuk melihat distribusi kekerasan dilakukan pengujian kekerasan dari tepi spesimen ke bagian tengah spesimen. Pengujian distribusi kekerasan hanya dilakukan pada spesimen yang diberi perlakuan panas quenching dengan variasi temperatur. Hasil dari distribusi kekerasan dapat dilihat pada gambar 5 dimana titik 1 merupakan titik yang dekat dengan permukaan, titik 3 merupakan titink paling jauh dari permukaan. Gambar 8. Grafik nilai distribusi kekerasan pada spesimen hasil quenching. Pada gambar memperlihatkan bahwa pada spesimen dengan temperatur austenisasi 830 C, 850 C, 870 C dan 920 C terjadi penurunan kekerasan dari tepi ke tengah spesimen yang relatif kecil. Perbedaan kekerasan pada spesimen tersebut tidak terlalu signifikan. Dari data kekerasan tersebut terlihat bahwa kekerasan spesimen sama di semua titik. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan presentase martensit yang terbentuk, selain itu bentuk spesimen yang mempunyai rongga di dalam sehingga laju pendinginan di bagian tengah tidak terlalu berbeda dengan laju pendinginan di permukaan. Selain itu berdasarkan hasil perhitungan diameter kritis ideal dengan komposisi kimia friction wedge didapatkan 66 mm. Dengan bentuk dan ukuran dimensi Friction Wedge yang mempunyai kedalaman kurang dari 71mm karena ada rongga di dalamnya, tidak akan membuat distribusi kekerasan pada seluruh sisi spesimen berbeda jauh [5]. E. Pengujian Thermomechanical Analysis (TMA) Pengujian ini dimaksudkan untuk membandingkan kemampuan baja setelah treatment terhadap stress thermal yang bekerja. Hasil pengujian TMA dapat dilihat pada gambar kurva dalam bentuk kurva elongation seperti Gambar 9. Dari Gambar 9 dapat diperoleh hasil elongation berdasarkan kenaikan temperatur, dengan heat rate 30 o C/menit. Nilai elongation semua spesimen bertambah seiring dengan kenaikan temperatur. Spesimen 920 C memiliki nilai elongasi yang paling tinggi dan spesimen 830 C memiliki nilai elongasi paling rendah. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan struktur mikro yaitu presentase martensit yang terbentuk pada spesimen tersebut. Dari gambar 9 dapat ditransformasikan menjadi tabel 2. Sehingga dapat dilihat detail nilai elongasi pada rate 30 C/menit Dari Tabel 2 diperoleh nilai elongation yang paling tinggi diperoleh pada spesimen oil quench dengan temperatur austenisasi 920 C yaitu sebesar 0.96%, sedangkan yang elongation paling rendah diperoleh pada spesimen oil quench dengan temperatur austenisasi 830 C yaitu sebesar 0.43%.

Gambar 9. Kurva elongation dengan temperatur 25 C -300 C. Keterangan : : 920 C : 870 C : 850 C : 830 C Tabel 2. Nilai elongation hasil pengujian TMA Gambar 10. Grafik nilai koefisien ekspansi termal (ppm/ o C) berdasar temperatur ( o C). Keterangan : : 920 C : 870 C : 850 C : 830 C Elongasi ini berpengaruh terhadap ketahanan spesimen pada temperatur kerja (300 C). Semakin tinggi elongasi maka spesimen tersebut mudah mengalami perubahan dimensi, hal ini menyebabkan spesimen dengan nilai elongasi tinggi memiliki ketahanan yang rendah pada temperatur kerja. Sehingga spesimen yang baik dan tahan temperatur kerja friction wedge adalah spesimen dengan nilai elongasi yang rendah. Selain hasil di atas pada pengujian TMA juga didapatkan grafik nilai koefisien ekspansi termal (ppm/ o C) berdasar temperatur ( o C), grafik tersebut dapat dilihat pada gambar 10. Dari gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai koefisien ekspansi paling tinggi adalah spesimen dengan temperatur austenisasi 920 C, sedangkan nilai koefisien ekspansi termal paling rendah adalah spesimen dengan temperatur austenisasi 830 C. Dari grafik tersebut ekspansi termal mencapai peak pada temperatur 200-220 0 C. Hal ini tentu karena pengaruh struktur yang metastabil, yaitu martensit. Puncak yang terjadi pada range 200-220 o C ini adalah temperatur dimana martensit mulai berdekomposisi, atau batas pembentukan awal martensit (Ms). Apabila digunakan dalam aplikasi friction wedge yang membutuhkan temperatur lebih dari 200 o C bisa terjadi dekomposisi martensit [8]. IV. KESIMPULAN Dari pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulakan bahwa Semua spesimen hasil treatment memenuhi standar kekerasan friction wedge. Nilai kekerasan naik seiring naiknya temperatur austenisasi. Hasil paling baik didapat dari spesimen heat treatment quenching di media pendingin oli pada temperatur austenisasi 830 o C dengan nilai kekerasan 458 BHN, tidak ada crack yang terjadi dan memiliki nilai elongasi yang paling rendah yaitu 0,43%, sehingga bisa tahan pada temperatur kerja. Struktur mikro yang dihasilkan berupa martensit dan austenit sisa. Dari pengujian XRD didapatkan fasa Fe1.91 C0.09 yang merupakan Martensit dengan struktur BCT dan Fe15.1 C yang merupakan Austenit dengan struktur FCC. DAFTAR PUSTAKA [1] Herring, Daniel.2012. Quench Cracking. Industrial Heating. [2] ASM. 1997. ASM handbook vol 17 Non Destructive Evaluation and Quality Control. ASM International [3] Totten, G. E. 2007.Steel Heat Treatment. Boca raton,fl. CRC Press [4] Hanguang, Fu. 2009. Effect of quenching temperature on structure and properties of centrifugal casting high speed steel roll. Jurnal China Foundry [5] ASM. 1991. ASM handbook vol 4 Heat Treating. ASM International. [6] Herring, Daniel.2005. Retained Austenite. Industrial Heating [7] Agustianto, Arief. 2011. Analisa Kegagalan dan Pengaruh Proses Hardening-Tempering AISI 1050 Terhadap Strukturmikro dan Kekuatan Sebagai Langkah Peningkatan Kualitas Marine Chains Bucket Elevator 02-m-308 PT. Petrokimia Gresik Jurnal Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [8] Thelning, Karl-Erik.1975. Steel and Its Heat Treatment. London: Butterworths. [9] Calister, William D. 2000. Materials Science and Engineering. Departement of Mettalurgical Engginering The University of Utah