BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Jumlah Kendaraan di Kota Bandung pada Tahun

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah perubahan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Retribusi parkir merupakan salah satu potensi yang dikelola untuk dijadikan

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. maka bab ini akan mengambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap daerah memiliki kebebasan untuk membentuk sumber

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih tinggi. Seperti yang dituangkan dalam GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1999), pembangunan nasional merupakan usaha

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 10 Tahun 2002 Seri: C

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 62 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor maupun tidak bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 18 TAHUN 2007 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 2 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di suatu daerah diciptakan untuk membangun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan tersebut dapat meliputi berbagai hal, mulai dari aspek sosial,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi, antara lain meliputi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan di segala bidang, maka konsekuensinya Pemerintah

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. yang besar dan penduduk yang padat. Untuk mengatur dan menjalankan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. adalah kewenangan untuk mengelola potensi daerah dalam rangka menggali

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang. Setiap negara pasti memiliki potensi-potensi yang tinggi baik

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

V. PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN TEMPAT KHUSUS PARKIR (TKP)

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR KHUSUS TERHADAP INTENSITAS PARKIR DI KAWASAN SIMPANG LIMA TUGAS AKHIR

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 3 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu

BAB III GAMBARAN TENTANG PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPARKIRAN. Dasar Hukum Pengeloal Perparkiran Kota Medan meliputi:

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 67 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. angkutan. Terminal mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. Nomor: 2 Tahun 2006 Seri: B PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL PENUMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia hidup

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut dengan UU Pemda) yang selanjutnya mengalami perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA TASIKMALAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI B E R A U, N O M O R 40 T A H U N 2016 P E N A T A A N PARKIR PADA T E P I J A L A N U M U M

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 10 TAHUN 2007 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA TENTANG PENGELOLAAN PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika atau biasa. disebut Dishubkominfo di Kota Surakarta adalah salah satu dari

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN RETRIBUSI PADA PASAR, TERMINAL, DAN OBJEK WISATA DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang penulis anggap memiliki

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 2 Tahun 2002 Seri: B

Gambar II.1 bis sekolah gratis kota Bandung (Sumber : Dokumen pribadi 2014)

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KABUPATEN MAMUJU

PERHITUNGAN DAYA TAMPUNG KAWASAN PARKIR BANK SUMSEL BABEL JAKABARING DI KOTA PALEMBANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 5 SERI D PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 29 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 01 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARA PERPARKIRAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan pungutan kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23A menegaskan bahwa masyarakat memiliki tanggung jawab terhadap pungutan seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang. Berdasarkan Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah, sumber pendapatan daerah salah satunya adalah hasil retribusi daerah. Dalam mengoptimalisasikan Pendapatan Asli Daerah, Kota Bandung menjadikan retribusi daerah sebagai sumber keuangan yang paling diandalkan. Retribusi daerah diantaranya retribusi jasa umum meliputi retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan kebersihan, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, dll. Retribusi jasa usaha meliputi retribusi terminal, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, dll. Dan retribusi perizinan meliputi retribusi izin mendirikan bangunan, retirubusi trayek, dll. Retribusi daerah di Kota Bandung salah satunya adalah berupa retribusi parkir, karena retribusi parkir dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Parkir adalah suatu keadaan dimana kendaraan diam, tidak bergerak disuatu tempat dan ditinggalkan oleh pengemudinya. Parkir merupakan setiap kendaraan yang berhenti pada tempat tertentu yang tidak hanya menaikkan dan menurunkan orang/barang. Perparkiran sering dijumpai dalam system transportasi. Parkir dapat berupa kendaraan bermotor atau mobil. Keduanya dapat terlihat tertib apabila dapat ditata dengan baik. Pemerintah sebagai penyedia layanan kepada masyarakat dituntut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat salah satunya adalah dalam hal penyediaan tempat parkir atau lahan untuk parkir yang memadai. Tempat parkir tentunya dibutuhkan di berbagai titik, tidak hanya di kawasan tempat wisata tetapi juga kawasan pusat perbelanjaan, pendidikan, perkantoran, dll. Seiring dengan bertambahnya penduduk diimbangi dengan peningkatan taraf hidup yang membuat masyarakat lebih konsumtif salah satunya dalam memiliki kendaraan pribadi. Semakin hari jumlah kendaraan pribadi (motor maupun mobil) di Kota Bandung semakin meningkat. Terutama weekend, Kota Bandung semakin dipadati oleh para wisatawan lokal maupun global. Banyaknya jumlah kendaraan khususnya kendaraan bermotor ini bisa meningkatkan jumlah Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung, khususnya melalui retribusi pelayanan parkir ini. Di dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan Dan Retribusi di Bidang Perhubungan Kota Bandung Pasal 210 dijelaskan bahwa besarnya tarif

retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum dan tempat khusus parkir dan langganan/bulanan parkir meliputi : tarif retribusi pelayanan parkir di kawasan pinggiran kota, tarif retribusi pelayanan parkir di kawasan penyangga kota, dan tarif retribusi pelayanan parkir di kawasan pusat kota. Peraturan yang mendukung pelaksanaan perparkiran di Kota Bandung yaitu : a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. b. Peraturan Daerah Kota Bandung No 16 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan. c. Peraturan Walikota Bandung Nomor 764 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan. d. Keputusan Walikota Bandung Nomor : 551/Kep.648-Dishub/2017 Tentang Penetapan Lokasi dan Posisi Parkir di Tepi Jalan Umum dan Tempat Khusus Parkir di Kota Bandung. Tersedianya tempat parkir yang aman dan nyaman merupakan kebutuhan bagi setiap masyarakat. Namun dalam kenyataannya berbeda, dikebanyakan titik khususnya pusat perbelanjaan modern maupun tradisional dan area taman kota masih terdapat parkir yang semrawut, sehingga menimbulkan berbagai masalah. Berdasarkan hasil pengamatan, di Kota Bandung ini masih banyak kendaraan bermotor khususnya yang melakukan parkir liar. Salah satu

contohnya di Kawasan Jl. Dewi Sartika yang merupakan Zona Pusat Kota. Meskipun begitu, masih terdapat parkir liar padahal sudah dipasang ramburambu lalu lintas yaitu rambu larangan parkir. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu staff di Bidang Pengendalian dan Ketertiban Transportasi Dinas Perhubungan Kota Bandung mengenai masalah perparkiran bahwa yang sering terdapat parkir liar itu daerah pinggiran seperti daerah Bandung Utara dan Bandung Timur karena kurangnya pengawasan dari Bidang Pengendalian dan Ketertiban Transportasi dikarenakan Bidang Pengendalian dan Ketertiban Transportasi Kota Bandung lebih terfokus ke pusat kota. Khususnya di daerah Jl. Soekarno Hatta, karena Jl. Soekarno hatta merupakan jalan nasional yang bebas hambatan dan sudah jelas tidak boleh melakukan parkir, tetapi masih banyak yang melakukan pelanggaran tersebut. Hal ini terjadi karena kurangnya anggota pengawas di dalam bidang perparkiran ini khususnya bidang Pengendalian dan Ketertiban Transportasi, hal ini berdampak semakin maraknya parkir liar di daerah pinggiran karena kurangnya pemantauan atau controlling mengenai masalah parkir tersebut. Tidak hanya di daerah pinggiran kota yang sering terjadi parkir liar, di daerah pusat kota pun masih banyak yang melakukan pelanggaran tersebut. Salah satu diantaranya yaitu di Jl. Dewi Sartika. Sebenarnya tidak hanya parkir yang dapat menyebabkan kemacetan di daerah tersebut, para pedagang kaki lima contohnya. Tetapi kebanyakan masyarakat hanya melihat sebelah mata, masyarakat lebih melihat ke masalah perparkirannya.

Meskipun perparkiran di Jl. Dewi Sartika sudah dikosongkan, tapi selalu saja muncul juru parkir liar yang mengelola parkir disana. Hal tersebut mengakibatkan Dinas Perhubungan Kota Bandung membuat suatu tindakan kepada juru parkir liar, tetapi juru parkir liar justru tidak jera. Bahkan Dinas Perhubungan Kota Bandung memasangkan Alarm di daerah tersebut, dan apabila ada yang melakukan parkir liar di daerah Jl. Dewi Sartika maka alarm akan berbunyi bahwa di daerah tersebut tidak boleh melakukan parkir. Tabel 1.1 20 Titik Parkir Di Kota Bandung Yang Signifikan Tidak Mencapai Target Dalam Pemungutan Tarif Parkir. Wilayah Menggunakan Mesin Target/bln Realisasi/bln Jl. Ahmad Yani Rp. 2.535.000 Rp. 395.000 Jl. Cihampelas Rp. 3.120.000 Rp. 123.000 Jl. Lengkong Besar Rp. 3.120.000 Rp. 205.000 Jl. Lengkong Kecil Rp. 3.120.000 Rp. 376.000 Jl. Suryakencana Rp. 4.290.000 Rp. 366.000 Jl. Cihapit Rp. 3.120.000 Rp. 860.000 Jl. Cilaki Rp. 3.120.000 Rp. 122.000 Jl. Cisangkuy Rp. 3.120.000 Rp. 419.000 Jl. Ciliwung Rp. 3.120.000 Rp. 420.000 Jl. Hasanudin Rp. 3.120.000 Rp. 430.000

Wilayah Sistem Manual Target Realisasi/hari Jl. Taman Sari Rp. 58.000 Rp. 29.000 Jl. Cicendo Rp. 38.000 Rp. 20.000 Jl. Kopo Rp. 168.000 Rp. 123.000 Jl. Leuwi Panjang Rp. 226.000 Rp. 51.000 Jl. Cibaduyut Rp.72.000 Rp. 45.000 Jl. Gatot Subroto Rp. 108.000 Rp. 48.000 Jl. Kiaracondong Rp. 266.000 Rp. 162.000 Jl. Belakang Pasar Rp. 326.000 Rp. 190.000 Jl. Dualatip Rp. 504.000 Rp. 335.000 Jl. Kebon Kawung Rp. 60.000 Rp. 16.000 Sumber:UPTD Parkir Kota Bandung November 2017 Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa masih banyak wilayah yang tidak mencapai target dalam hal pemungutan tarif retribusi pelayanan parkir yang dikelola oleh UPT Parkir. Permasalahan lain mengenai perparkiran yaitu belum adanya sosialisasi yang cukup dari UPT Parkir mengenai penggunaan mesin parkir kepada masyarakat. Selain itu kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk menggunakan mesin parkir. Masyarakat juga seharusnya lebih pandai memilah dan memilih tempat parkir, di wilayah sepanjang Jalan Dewi Sartika Parahyangan sudah banyak dipasang Leter P, tetapi tetap saja pengendara bersikukuh ingin parkir disana. Meskipun Dinas Perhubungan

Kota Bandung sudah berusaha menindak dan memberikan peringatan kepada pengendara. Tidak hanya mengenai parkir liar yang menjadi permasalahan mengenai perparkiran di Kota Bandung, tapi juga semakin maraknya juru parkir liar. Seringkali kita menjumpai atau muncul juru parkir liar yang meminta uang dengan alasan retribusi parkir tanpa memberikan karcis parkir. Dinas Perhubungan Kota Bandung tidak bisa mengambil tindakan seenaknya, karena mengenai masalah juru parkir liar ini tidak ada dasar hukum yang pasti. Maka dari itu, lemahnya peraturan mengenai juru parkir liar ini merupakan salah satu permasalahan yang harus segera di atasi oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung. Menurut Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 tahun 2017 pasal 210 tentang besarnya tarif retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum dan tempat khusus parkir dan langganan/bulanan meliputi : Tarif retribusi pelayanan parkir di kawasan pinggiran kota tarifnya di tetapkan sebagai berikut : untuk Kendaraan bermotor roda empat/sedan dan sejenisnya yaitu Rp.2000 sekali parkir perjam, dan setiap 1 jam berikutnya ditambah Rp.2000, sedangkan untuk sepeda motor Rp.1000 sekali parkir per jam, dan setiap 1 jam berikutnya ditambah Rp.1000. Meskipun besaran tarif Retribusi parkir di tepi jalan umum telah ditetapkan dalam Perda diatas, tetapi pada kenyataannya berbeda. Masyarakat yang memarkirkan kendaraannya di tepi jalan umum yang membayar dengan uang lebih tidak pernah mendapatkan kembalian dari

uang yang mereka berikan kepada juru parkir. Bahkan besaran tarif Rp.2000-3000 dianggap masyarakat sebagai tarif resmi retribusi parkir di tepi jalan umum bagi pengendara sepeda motor. Dari berbagai penjelasan permasalahan parkir liar di atas, bisa dikatakan bahwa parkir memiliki banyak permasalahan diantaranya masih kurangnya pengawasan dari Dinas Perhubungan Khususnya bidang pengendalian dan ketertiban transportasi di kawasan Bandung Timur dan Bandung Utara, kurangnya sumber daya manusia dari Dinas Perhubungan yang menangani penataan dan penertiban khususnya di bidang perparkiran, masih banyak wilayah yang signifikan tidak mencapai target dalam pemungutan tarif pelayanan parkir, kurangnya kesadaran dari masyarakat mengenai parkir, semakin maraknya parkir liar dan juru parkir liar dan terjadi pemungutan tarif parkir diluar dari Perda yang sudah ditetapkan. Berdasarkan permasalahan dan fenomena yang telah penulis jabarkan diatas, bahwasannya penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan Dan Retribusi di Bidang Perhubungan Kota Bandung. B. Fokus Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah penulis jabarkan di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil fokus permasalahan mengenai

Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan. C. Rumusan Masalah Berdasarkan fokus penelitian yang penulis jabarkan di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil rumusan masalah mengenai Bagaimana Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan Dan Retribusi di Bidang Perhubungan Kota Bandung? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan Dan Retribusi di Bidang Perhubungan Kota Bandung. E. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan di atas, maka diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoretis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan serta berguna bagi pengembangan teori dan analisisnya untuk kepentingan penelitian dimasa yang akan datang. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan peneliti mengenai implementasi kebijakan retribusi pelayanan parkir sesuai dengan perda di atas. Serta penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik (S.AP). b. Bagi UPTD Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Bandung Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam implementasi kebijakan di bidang retribusi pelayanan parkir agar lebih baik lagi. c. Bagi UIN Sunan Gunung Djati Bandiung Sebagai bahan acuan dan rujukan bagi mahasiswa program Studi Administrasi Publik pada khususnya dan mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada umumnya. F. Kerangka Pemikiran Parkir adalah kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan titinggalkan pengemudinya. (Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2017). Perparkiran dapat digunakan sebagai alat pengendali lalu lintas, melalui kebijakan daerah bebas parkir dan atau

pembatasan waktu parkir. Pada daerah bebas parkir, sepanjang ruas jalan tertentu diterapkan larangan parkir. Dengan kebijakan bebas parkir kapasitas lebar jalan dapat digunakan dengan optimal bagi gerak lalu lintas dan seharusnya jalan tidak digunakan sebagai tempat parkir. Semakin banyaknya jumlah kendaraan di Kota Bandung, maka semakin banyak pula tempat parkir yang dibutuhkan. Oleh karena itu harus ada peraturan yang mengikat secara hukum mengenai perparkiran dan pelaksanaannya. Peraturan Daerah Kota Bandung No 4 Tahun 2017 dan Keputusan Walikota Bandung Nomor : 551/Kep.648-Dishub/2017 yang memuat tentang penyelenggaraan perhubungan khusunya di bidang perparkiran. Ealau dan Prewitt dalam Yuaningsih (2016:13) kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang menataatinya (yang terkena kebijakan itu). Thomas R. Dye dalam Yuaningsih (2016:15) memberikan pengertian dasar mengenai kebijakan publik sebagai apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah. Pengertian tersebut dikembangkan dan diperbaharui oleh ilmuwan-ilmuwan yang berkecimpung di ilmu kebijakan publik sebagai penyempurnaan karena arti itu jika diterapkan, maka ruang lingkup studi ini menjadi sangat luas, di samping kajiannya yang hanya terfokus pada negara sebagai pokok kajian.

Dalam siklus kebijakan publik, tindakan implementasi kebijakan merupakan salah satu tahapan yang amat penting dari keseluruhan proses kebijakan publik. Implementasi kebijakan merupakan serangkaian kebijakan (tindakan) setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu kegiatan implementasi, maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan menjadi sia-sia. Implementasi kebijakan dengan demikian merupakan rantai yang menghubungkan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan. (Syafri dan Setyoko, 2010:16) Teori yang penulis ambil dari penelitian ini yaitu mengenai implementasi menurut George C. Edward III dalam Agustino (2016) yaitu: 1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Sikap Pelaksana/Disposisi 4. Struktur Birokrasi Adapun indikator/variabel yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan Perda Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2017 tentang perubahan atas Perda Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi Menurut Edwards, Komunikasi, menurutnya lebih lanjut, sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan

sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus di transmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat keputusan di dan para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. 2. Sumber Daya Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumberdaya. Keberhasilan implementasi kebijakan selain ditentukan oleh kejelasan informasi, juga ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki oleh implementor. Sumber daya yang diperlukan dalam implementasi menurut Edward III yaitu Staf, Informasi, Kewenangan, dan Fasilitas. 3. Sikap Pelaksana (Disposisi) Variabel ketiga yang memperngaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakanpublik, bagi George C. Edward III, adalah disposisi. Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus

memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. 4. Struktur Birokrasi Variabel keempat, menurut Edward III yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuag kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Model Sistem Input Implementasi Peraturan Daerah Kota Bandung No. 4 Tahun 2017 Proses Implementasi memiliki beberapa indikator, seperti model implementasi yang dikemukakan oleh George C. Edward III yaitu sebagai berikut : 1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Disposisi 4. Struktur Birokrasi Output Dengan menggunakan model implementasi yang dikemukakan oleh George C. Edward III dengan dikorelasikan dengan Peraturan Daerah terkait, maka diharapkan perparkiran di Kota Bandung semakin membaik. Umpan Balik