AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM HUKUM NASIONAL DAN HUKUM ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

Oleh : TIM DOSEN SPAI

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

PELAKSANAAN PERKAWINAN BAGI ORANG YANG BERBEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERSPEKTIF YURIDIS DAN SOSIOLOGIS TENTANG PERKAWINAN ANTAR PEMELUK AGAMA DI KABUPATEN WONOGIRI T A R S I

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

PENCATATAN NIKAH, TALAK DAN RUJUK MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1/1974 DAN PP. NO. 9/1975. Yasin. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pria dan wanita diciptakan oleh Tuhan untuk hidup berpasang-pasangan

BAB I PENDAHULUAN. benua dan lautan yang sangat luas, maka penyebaran agama-agama yang dibawa. melaksanakan kemurnian dari peraturan-peraturannya.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

Transkripsi:

TESIS AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM HUKUM NASIONAL DAN HUKUM ISLAM Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.) OLEH : NAMA : TAUFIK NOMOR MAHASISWA : 091020078 BIDANG KAJIAN UTAMA : HUKUM TATA NEGARA PROGRAM MAGISTER (S2) ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM RIAU PEKANBARU 2011

SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Taufik NPM : 091020078 Program Studi : Ilmu Hukum Tempat/Tanggal Lahir : Simp. 3 Enok, 17 Agustus 1986 Alamat Rumah Judul Tesis : JL. Bersama No. 126 RT 01/RW 09 Tembilahan Hulu : Akibat Hukum Dari Perkawinan Beda Agama Dalam Hukum Nasional Dan Hukum Islam Dengan ini menyatakan bahwa Tesis ini merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak dibuatkan oleh orang lain serta sepengetahuan saya tesis ini belum pernah ditulis oleh orang lain. Untuk itu bila dikemudian hari Tesis ini terbukti merupakan hasil karya orang lain, atau hasil mencontek Tesis/karya ilmiah orang lain (plagiat), maka gelar Magister Hukum (M.H) yang telah saya peroleh bersedia untuk dibatalkan. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Tembilahan, 30 April 2011 Yang Menyatakan, TAUFIK ii

TESIS AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM HUKUM NASIONAL DAN HUKUM ISLAM NAMA : TAUFIK NOMOR MAHASISWA : 091020078 BIDANG KAJIAN UTAMA : HUKUM TATA NEGARA Telah Diperiksa Dan Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Pembimbing I Tanggal, Dr. H. Saifuddin Syukur, SH., MCL Pembimbing II Tanggal, H. Arifin Bur, SH., M.Hum Mengetahui : Ketua Program Studi Dr. H. Saifuddin Syukur, SH., MCL iii

TESIS AKIBAT HUKUM DARI PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM HUKUM NASIONAL DAN HUKUM ISLAM NAMA : TAUFIK NOMOR MAHASISWA : 091020078 BIDANG KAJIAN UTAMA : HUKUM TATA NEGARA Telah Dipertahankan Di Depan Tim Penguji Pada Tanggal 21 Juli 2011 Dan Dinyatakan LULUS TIM PENGUJI Ketua Sekertaris Dr. H. Saifuddin Syukur, SH., MCL Anggota H. Arifin Bur, SH., M.Hum Anggota Prof. Dr. Hj. Ellydar Chaidir, S.H., M.Hum Efendi Ibnususilo, S.H., M.Hum Mengetahui : Direktur Program Pascasarjana Universitas Islam Riau Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH., MCL iv

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW juga rahmat serta kasih sayang-nya senantiasa dicurahkan kepada keluarga-nya, sahabat dan seluruh kaum muslimin dan muslimat dimanapun berada. Al-Qur an merupakan kitab suci yang menjadi sumber inspirasi bagi umat Islam. Tiap kalimat, kata, dan bahkan huruf memiliki pengertian yang harus ditelaah dan dikaji karena kedalamannya. Tidak ada alasan untuk tidak menjadikan al-qur an sebagai landasan sekaligus benteng di setiap lini kehidupan. Selama proses penulisan tesis ini, penulis sadar bahwa pada akhirnya tesis ini masih banyak sekali kekurangannya dan masih jauh dari sempurna. Selama penulisan tesis ini, tidak terlepas dari adanya bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, moril maupun materiil, jasmani maupun rohani, lahir maupun batin. Oleh karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. DR. H. Syafrinaldi, SH., MCL. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Islam Riau. 2. Bapak Dr. Saifuddin Syukur, SH., MCL. Selaku Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta memotivasi selama bimbingan hingga diselesaikannya tesis ini. 3. Bapak H. Arifin Bur, SH., M.Hum. Selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran serta memotivasi selama bimbingan hingga diselesaikannya tesis ini 4. Bapak dan Ibu Dosen serta segenap karyawan Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Islam Riau yang telah banyak membantu selama proses belajar. v

5. Ibu dan Bapak tercinta atas kasih sayangnya, kesabarannya, doa dan bimbingannya yang selalu mengiringi langkah penulis serta perjuangannya untuk kesuksesan dan kebahagiaan anak-anaknya. Semoga panjang umur. 6. Buat semua teman-teman pascasarjana UIR Pekanbaru kelas Tembilahan, Pak Pohan, Pak Indra Maulana, Bg Dayat, Bg Ijal, Bg Jarot terima kasih buat semua saudarasaudaraku. 7. Buat semua yang ikut mewarnia sejarah perjalanan hidupku. amin...ya Allah. Serta kepada semua pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah SWT. Yang Maha Pemurah lagi Maha Bijaksana memberikan balasan sesuai dengan amal salehnya. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT. Jualah kita memohon pertolongan dan perlindungan-nya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya, dan langkah kita senantiasa dalam naungan serta bimbingan-nya. Amin. Pekanbaru, 30 April 2011 Penulis, Taufik vi

ABSTRAK Fenomena perkawinan beda agama bukan hal yang baru di Indonesia, meskipun Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur tentang perkawinan yang calon suami atau calon istrinya yang memeluk agama yang berbeda. Sementara seluruh agama yang diakui di Indonesia tidak membolehkan adanya perkawinan yang dilakukan jika kedua calon berbeda agama. Dalam hal ini telah terjadi kekosongan hukum bagi pihak yang ingin melakukan perkawinan. Beberapa cara yang dilakukan sebagai alternatif agar perkawinan keduanya tetap dapat dilaksanakan adalah dengan melakukan perkawinan di luar negeri, atau salah satu pihak meleburkan diri kepada salah satu agama. Namun terjadi permasalahan jika pasangan nikah beda agama di luar negeri ketika kedua pasangan kembali ke Indonesia. Pengaturan Perkawinan di Indonesia mewajibkan adanya pencatatan bagi perkawinan, baik yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri. Adanya pencatatan menimbulkan kembali persoalan apakah perkawinan yang telah dilangsungkan di luar negeri dapat disebut sebagai perkawinan yang sah di Indonesia. Adapun permasalahan yang akan dikemukakan dalam tesis ini adalah bagaimana akibat hukum dari perkawinan beda agama dalam hukum Nasional dan hukum Islam, dan Apa saja persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pasangan yang memilih nikah beda agama. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif terutama untuk mengkaji peraturan perundang-undangan. Sebagai Penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa salah satu cara yang dilakukan pasangan beda agama adalah melakukan perkawinan di luar negeri atau salah satu harus mengikuti agama salah satu pasangannya. Akan menimbulkan permasalahan hukum dikemudian hari, pernikahan tersebut bisa dikatakan tidak sah dalam hukum Islam walaupun dalam hukum nasional sudah dicatatkan. Adanya pencatatan perkawinan tidak berarti bahwa perkawinan itu sah menurut hukum Islam. Pencatatan hanya merupakan pemenuhan kewajiban administrasi dan memberikan status dalam hidup bermasyarakat. Perkawinan yang tidak dicatatkan berakibat perkawinan tidak sah, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan tidak berhak atas harta warisan. Pasangan yang memilih nikah beda agama juga akan mengalami beberapa persoalan-persoalan yang timbul dimasyarakat, seperti: Split of personality anak, Subjektifitas keagamaan, Kerinduan kesamaan akidah, dan Persepsi negatif masyarakat. vii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... PERSETUJUAN TESIS... LEMBARAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK.... DAFTAR ISI.. i ii iii iv v vii viii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang....... 1 B. Masalah Pokok........ 14 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 14 D. Kerangka Teori... 15 E. Konsep Operasional. 21 F. Metode Penelitian 22 BAB II : TINJAUAN UMUM A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan... 27 1. Pengertian Perkawinan... 27 2. Pengertian Perkawinan Beda Agama... 34 B. Hakikat, Asas, Tujuan Perkawinan Menurut Peraturan Perundang-Undangan dan Hukum Islam... 35 viii

1. Hakikat Perkawinan... 35 2. Asas Perkawinan... 36 3. Tujuan Perkawinan... 39 C. Syarat dan Larangan Perkawinan... 42 D. Sahnya Perkawinan... 52 E. Akibat Perkawinan... 61 F. Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari Hukum Nasional dan Hukum Islam... 62 1. Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan... 62 2. Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari Hukum Islam. 71 3. Pengaturan Perkawinan Beda Agama... 76 BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Akibat Hukum dari Perkawinan Beda Agama dalam Hukum Nasional dan Hukum Islam...... 80 B. Persoalan yang dihadapi dari Perkawinan Beda Agama dalam Hukum Nasional dan Hukum Islam... 98 BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan... 105 B. Saran... 106 DAFTAR PUSTAKA... 107 ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber pokok dari segala peraturan perundang-undangan Negara RI adalah Pancasila dan UUD Tahun 1945. Salah satu sila dari Pancasila dan menempati sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini juga tercantum dalam UUD 1945, salah satu pasal dari UUD 1945 itu menetapkan jaminan negara terhadap pelaksanaan ajaran agama masing-masing. 1 Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam aspek agama jelaslah bahwa terdapat dua kelompok besar agama yang diakui di Indonesia yakni: Agama Samawi dan Agama non Samawi; agama Islam, Hindu, Budha, Kristen Protestan dan Katholik. Keseluruhan agama tersebut memiliki tata aturan sendiri-sendiri baik secara vertikal maupun horisontal; termasuk didalamnya tata cara perkawinan. 2 Ada beberapa hukum perkawinan yang berlaku bagi berbagai golongan warga negara dan berbagai daerah seperti berikut: 1. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku Hukum Agama yang telah diresepeier dalam Hukum Adat (pasal 134 ayat (2) IS). 2. Bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku Hukum Adat. 3. Bagi orang Indonesia yang beragama Kristen berlaku Huwelijke Ordonantie (Kristen Indonesia S. 1933 No. 74). 1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; antara fiqh munakahat dan undangundang perkawinan, Kencana, Jakarta, 2009, hal. 22-23. 2 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal. 6. 1

4. Bagi orang Timur Asing. Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan. 5. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku Hukum Adat mereka. 6. Bagi orang-orang Eropa dan warga negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 7. Sejak 1 Oktober 1975 berlaku efektif untuk semua golongan Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 beserta peraturan pelaksanaannya. 3 Hukum perkawinan yang berlaku bagi tiap-tiap agama tersebut satu sama lain ada perbedaan, akan tetapi tidak selalu bertentangan. Adapun di Indonesia telah ada hukum perkawinan yang secara otentik diatur di dalam UU NO. 1 Tahun 1974 Lembaran Negara RI. Adapun penjelasan atas Undang-undang tersebut dimuat di dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019. Bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-undang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini 3 Mphd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam; suatu analisis dari uu no.1 tahun 1974 dan kompilasi hukum islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hal. 55. 2

menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat kita. 4 Sesuai dengan landasan falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka Undang-undang ini di satu pihak harus dapat mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan di lain pihak harus dapat pula menampung segala kenyataan yang hidup dalam masyarakat dewasa ini. Undang-undang perkawinan ini telah menampung di dalamnya unsur-unsur dan ketentuan-ketentuan Hukum Agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan. 5 Adapun yang sudah menjadi peraturan perundang-undangan negara yang mengatur perkawinan yang ditetapkan setelah Indonesia merdeka adalah: a. Undang-undang No. 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Tanggal 21 November 1946 No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di seluruh daerah Luar Jawa dan Madura. b. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang merupakan hukum materiil dari perkawinan. c. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. d. Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Sebagian dari materi undang-undang ini memuat aturan yang 4 Sudarsono, loc cit. 5 Ibid., hal. 7. 3

berkenaan dengan tata cara (hukum formil) penyelesaian sengketa perkawinan di Pengadilan agama. Di antara beberapa hukum perundang-undangan tersebut di atas fokus penelitian pada tesis ini lebih diarahkan kepada UU No. 1 Tahun 1974, karena hukum materiil perkawinan keseluruhannya terdapat dalam UU ini. Di samping peraturan perundang-undangan negara yang disebutkan di atas dimasukkan pula dalam pengertian UU Perkawinan dalam bahasan ini aturan atau ketentuan yang secara efektif telah dijadikan oleh hakim di Pengadilan Agama sebagai pedoman yang harus diikuti dalam penyelesaian perkara perkawinan, yaitu Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang penyebarluasannya dilakukan melalui Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 6 Salah satu tujuan Syari at Islam adalah memelihara kelagsungan keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama, diakui oleh Undang-undang dan diterima sebagai bagian dari budaya masyarakat. 7 Pengertian perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 menyebutkan sebagai berikut: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 8. Tujuan dari perkawinan adalah: (1) menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai satu tujuan sebagai keluarga yang bahagia, 6 Amir Syarifuddin, op. cit., hal. 20-21. 7 Fuaddudin, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, Lembaga Kajian Agama dan Jender, Jakarta, 1999, hal. 4. 8 Tihami & Sohari Sahrani (Ed), Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal. 8. 4

(2) melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan hidup dan menyambung cita-cita, (3) menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Tuhan, dan (4) menimbulkan rasa cinta antara suami dan isteri. Maksudnya keduanya saling mempunyai rasa kasih sayang, kasih sayang terhadap anak-anak dan keluarga. 9 Seiringan dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Berkaitan dengan perkawinan, belakangan ini sering tersiar dalam berbagai media terjadinya perkawinan yang dianggap problematis dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh, perkawinan campuran 10, perkawinan sejenis 11, kawin kontrak, dan perkawinan antara pasangan yang memiliki keyakinan (agama) yang berbeda. Walaupun perkawinan campuran dan perkawinan bedaagama sama sekali berbeda, bukan tidak mungkin pada saat yang sama perkawinan campuran juga menyebabkan perkawinan beda-agama. Hal ini disebabkan karena pasangan yang lintas negara juga pasangan lintas agama. Selain permasalahan yang berhubungan dengan pengakuan negara atau pengakuan dari kepercayaan/agama atas perkawinan, pasangan yang melaksanakan perkawinan tersebut seringkali menghadapi masalah-masalah lain di kemudian hari, terutama untuk perkawinan beda-agama. Misalnya saja, pengakuan negara atas anak yang dilahirkan, masalah perceraian, pembagian harta ataupun masalah warisan. Belum lagi, dampak-dampak lain, seperti berkembangnya gaya hidup 9 Amini, Kiat Mencari Jodoh, Lentera Basritama, Jakarta, 1997. hal 3. 10 Menurut Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Jadi, perkawinan campuran bukanlah perkawinan antar agama yang dimaksudkan di sini. 11 Sebagai contoh, lihat http://aruspelangi.pbwiki.com/profil. Komunitas ini didirikan oleh Arus Pelangi untuk yang mempromosikan dan membela hak-hak dasar kaum lesbian, gay, biseksual, transseksual/transgender 5

kumpul kebo atau hidup tanpa pasangan yang terkadang bisa dipicu karena belum diterimanya perkawinan beda-agama. Biasanya, untuk mencegah terjadinya perkawinan beda-agama yang masih belum diterima dengan baik oleh masyarakat, biasanya salah satu pihak dari pasangan tersebut berpindah agama atau mengikuti agama salah satu pihak sehingga perkawinannya pun disahkan berdasarkan agama yang dipilih tersebut. Walaupun demikian, di tengah-tengah masyarakat, pro-kontra pendapat terjadi sehubungan dengan perkawinan beda-agama ini. Salah satu pendapat mengatakan bahwa masalah agama merupakan masalah pribadi sendiri-sendiri sehingga negara tidak perlu melakukan pengaturan yang memasukkan unsur-unsur agama. Namun, di pihak lain, ada yang berpendapat bahwa perkawinan beda-agama dilarang oleh agama sehingga tidak dapat diterima. Setiap agama, baik itu Islam, Katolik, Protestan, Hindu maupun Budha mempunyai peraturan tentang tata cara perkawinan, syarat-syarat perkawinan atau mengenai larangan perkawinan yang masing-masing agama berbeda-beda. Apabila perkawinan terjadi pada orang yang menganut agama yang sama maka tidak menjadi masalah. Permasalahan terjadi manakala mereka yang berbeda agama hendak melangsungkan perkawinan dan mereka menyadari akan arti iman, karena adanya cinta yang mendalam ingin melangsungkan perkawinan tanpa mengorbankan keimanan masing-masing. 12 Di kehidupan modern sekarang ini perkawinan bukan saja berakibat pada individu yang melangsungkan perkawinan tapi juga menimbulkan akibat yang luas 12 Lili Rasidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991, hal. 17. 6

bagi pergaulan hidup manusia. Kemajuan komunikasi serta alat transportasi semakin membuka kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk saling mengadakan hubungan, baik antar suku, ras maupun agama. Dari hubunganhubungan ini tidak mustahil akan terjadi perkawinan antar suku, ras dan agama dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakat yang pluralistik atau majemuk, dilihat dari segi etnik, agama, adat istiadat maupun golongan. Karakteristik seperti ini mengakibatkan terjadinya interaksi sosial budaya yang pada gilirannya memunculkan fenomena perkawinan silang antar agama dan budaya, serta etnis maupun golongan yang berbeda. 13 Masalah perkawinan merupakan masalah yang komplek, hal ini tidak hanya terjadi antar agama yang berbeda, tetapi juga pada agama yang sama kalau dikaitkan pada hukum yang berlaku baik hukum agama maupun hukum formal di negara kita. Salah satu permasalahan perkawinan adalah masalah perkawinan beda agama. Berbicara mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, tidak akan menarik jika kita tidak menyagkutkan agama. Di zaman yang semakin plural ini pernikahan beda agama kelihatannya semakin banyak dilakukan orang. Terlepas dari persoalan teologis dan keyakinan agama, perlu diingat bahwa tujuan berumah tangga itu untuk meraih kebahagiaan. Untuk itu kecocokan dan saling pengertian sangat penting terpelihara dan tumbuh. Agama memang memiliki peranan penting dalam sebuah keluarga, karenanya peran agama dalam perkawinan diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.1/1974 tentang Perkawinan. 13 Narsikun, Poligami Ditinjau dari Segi Agama. Sosial dan Perundang-undangan, Bulan Bintang, Jakarta, 2003, hal. 9. 7

Dalam Islam perkawinan merupakan suatu hal penting dan sakral. Perkawinan merupakan salah satu dimensi kehidupan yang sangat penting dalam kehidupan manusia di belahan dunia manapun. Begitu pentingnya perkawinan tidak mengherankan jika agama-agama di dunia mengatur masalah perkawinan bahkan tradisi atau adat masyarakat dan juga institusi negara tidak ketinggalan mengatur perkawinan yang berlaku di kalangan masyarakatnya. Sudah menjadi kenyataan umum bahwa pengaturan masalah perkawinan di dunia tidak menunjukkan adanya keseragaman, keberbedaan itu tidak hanya antara satu agama dengan agama yang lain, satu adat masyarakat dengan adat masyarakat yang lain, satu negara dengan negara yang lain, bahkan dalam satu agamapun dapat terjadi perbedaan pengaturan perkawianan disebabkan adanya cara berfikir yang berlainan karena menganut mazhab atau aliran yang berbeda. Keadaan dan kondisi di suatu daerah misalkan akan turut mempengaruhi pengaturan hukum (perkawinan) di daerah tersebut. Misalnya di negara Indonesia, bangsa yang plural dan heterogen. Indonesia adalah bangsa yang multikultural dan multiagama. Pluralitas di bidang agama terwujud dalam banyaknya agama yang diakui sah di Indonesia, selain Islam ada agama Hindu, Budha, Kristen, Katolik, dan lain-lain. Keragaman pemeluk agama di Indonesia ternyata telah ikut membentuk pola hubungan antar agama di Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan. Salah satu bentuk pola hubungan tersebut tercermin dalam hukum keluarga di Indonesia khususnya dalam bidang perkawinan sejak diundangkannya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dan disahkannya Kompilasi 8

Hukum Islam di Indonesia melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991. Demikianlah ternyata keadaan di suatu negara telah mempengaruhi bagi terbentuknya suatu hukum/aturan di Negara tersebut. Perkawinan (pernikahan) merupakan sarana untuk melahirkan generasi umat manusia yang mempunyai tugas kekhalifahan untuk memakmurkan bumi. Selain itu, pernikahan juga bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang rukun, penuh cinta dan kasih sayang (sakinah, mawaddah wa al-rahmah)." Kehidupan seperti ini merupakan kebutuhan yang telah menjadi fitrah atau naluri setiap manusia. Oleh karena itu, Islam memberikan perhatian yang cukup besar terhadap masalah perkawinan ini, termasuk pernikahan antar umat yang berbeda agama atau pernikahan lintas agama. Pernikahan lintas agama yang dimaksud adalah pernikahan yang dilakukan antara seseorang yang beragama Islam (Muslim atau Muslimah) dengan orang non- Muslim, baik yang dikategorikan sebagai orang musyrik maupun ahli kitab. Masalah pernikahan lintas agama ini selalu menjadi bahan perdebatan dikalangan ulama, hal ini karena perbedaan perspektif dalam memahami ayat-ayat atau teksteks agama yang melarang pernikahan orang Muslim dengan orang musyrik. Meskipun pernikahan lintas agama ini tidak diperbolehkan oleh agama Islam dan Undang-Undang, namun fenomena semacam ini terus berkembang. Kita bisa melihat baik dari media masa maupun media elektronik, banyak sekali selebritis yang melakukan pernikahan dengan pasangan yang tidak seagama. Sebagai contoh kasus: 9

1. Pada tahun 1986 Lydia Kandou menikah dengan aktor Jamal Mirdad. Peristiwa ini menjadi begitu kontroversial, karena perbedaan agama. Lydia Kandou yang beragama Kristen dan Jamal Mirdad yang beragama Islam. Perbedaan agama di antara keduanya tidak menghentikan langkah keduanya menuju mahligai pernikahan, walaupun UU Perkawinan 1974 pasal 2 ayat 1 menghalangi mereka untuk bersatu secara sah. Undang-undang tersebut menyatakan : "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Untuk itu, sebuah perkawinan harus disahkan lebih dulu oleh agama yang bersangkutan sebelum didaftar ke Kantor Catatan Sipil. Konsekuensinya, banyak pasangan berbeda agama tidak dapat mendaftarkan pernikahan mereka di Kantor Catatan Sipil. Karena Undang-undang tersebut, bagi mereka yang akan menikah namun berbeda agama melakukannya secara diam-diam maupun menikah diluar negeri. Namun pasangan Jamal Mirdad dan Lydia Kandou nekad menikah di Indonesia dan memperjuangkan status mereka mati-matian di Pengadilan Negeri. Peristiwa yang terjadi tahun 1986 tersebut begitu menggemparkan. Tantangan dan kecaman dari agamawan dan masyarakat menghantam secara bertubi-tubi pasangan ini. Ketika mereka berdua memang pada saat itu sedang berada dipuncak karier, liputan berbagai media saat itu membuat peristiwa pernikahan beda agama ini semakin heboh. Tetapi setelah melewati perjuangan panjang dan melelahkan dan didasari cinta yang kuat diantara keduanya, akhirnya dengan bantuan 10

pengacara, pernikahan mereka disahkan juga oleh pengadilan pada tahun 1995. Ibunda Lydia adalah salah seorang menentang habis-habisan pernikahan Lydia yang saat itu berumur 22 tahun dengan Jamal. Karenanya sang ibunda pun pindah dari Jakarta ke Bandung. Lydia tahu bahwa dia menyakiti hati ibunya, maka dua hari sekali Lydia dan Jamal menemui ibunya. Namun dalam kunjungan-kunjungan itu Jamal selalu menunggu di depan rumah. Selama kurang lebih setahun, Jamal rela bolak-balik Jakarta-Bandung dan tidur di mobil, sementara Lydia menginap di rumah sang Ibu. Akhirnya Ibunda Lydia menjadi luluh juga hatinya. Suatu hari, Lydia hendak menginap di rumah Ibundanya, dan tanpa disangka, sang Ibu menyuruh Lydia mengajak Jamal masuk ke dalam rumah. Saat diterima, Jamal pun langsung meminta maaf kepada Ibunda Lydia. Agama dan orangtua bukan masalah satu-satunya yang dihadapi pasangan Lydia Kandou dan Jamal Mirdad ini. Masalah beda budaya juga merupakan masalah yang harus dihadapi keduanya. Lydia yang berdarah Manado- Belanda dan Jamal yang berdarah Jawa membuat mereka harus melakukan penyesuaian diri terhadap karakter dan latar belakang budaya masingmasing. Namun dengan prinsip perbedaan adalah pelajaran buat mereka yang dianggap berharga dan istimewa dan dengan kesabaran dan menghormati perbedaan, pasangan ini dapat melaluinya dengan baik sampai saat ini. 11

2. Perkawinan Agung di Keraton Solo Agustus 1986, yang bersanding memang berbeda agama walau keduanya berdarah Indonesia. Pengantin putri, Gusti Raden Ayu Kus Ondowiyah, putri Paku Buwono XII, beragama Islam, sedangkan pengantin putra, Bandoro Raden Mas Susatya, S.H. beragama Kristen. Keduanya memutuskan untuk tetap pada agamanya masing-masing sehingga jalan tengah dicari: Kawin di Catatan Sipil. Mereka kan sudah dewasa kata mertua. Menantu saya itu Sarjana Hukum lagi, pasti sudah berpikir matang-matang, kata Paku Buwono XII menanggapi kawin campur ini. Beda Agama? Bukan persoalan. 14 Selain itu, tentunya masih sangat banyak peristiwa semacam ini yang tidak terdeteksi oleh media. Perkawinan beda agama termasuk masalah rumah tangga yang banyak mengandung persoalan-persoalan sosial dan yuridis demikian menurut Dr. Rebecca Liswood dalam bukunya First Aid for The Happy Marriage selanjutnya menurut doktor yang berpengalaman dan mengkhususkan diri dalam bidang perkawinan ini, sesuai dengan pengalaman yang dalam bidang tersebut mengatakan: Sangat sukar sekali meyakinkan generasi muda untuk merenungkan secara hakiki tentang perkawinan dengan berbeda agama di mana mereka senantiasa akan menghadapi persoalan-persoalan yang sungguh menegangkan dan menentukan. Generasi muda senantiasa menolak dan selanjutnya meyakinkan dirinya bahwa cinta akan dapat mengatasi segala-galanya. 15 14 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat;Menurut Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 55-56. 15 Ibid., hal. 54. 12

Umumnya, selain undang-undang yang berlaku di Indonesia, ajaran agama ternyata sedikit banyaknya juga menjadi "penghalang" pernikahan. Sehingga di antara mereka sebagian besar berinisiatif melakukan perkawinan di luar negeri, atau cara lain yaitu mengadakan perkawinan menurut agama kedua belah pihak. Selain itu banyak juga pasangan yang melaksanakan akad perkawinan lintas agama di Kantor Catatan Sipil. Kantor Catatan Sipil mau melaksanakan perkawinan ini berdasarkan kebijakan yang mereka ambil sendiri dengan dasar pemikiran "dari pada mereka hidup bersama di luar perkawinan, lebih baik Catatan Sipil meresmikannya saja". Namun pihak-pihak yang akan melaksanakan akad harus membawa surat dispensasi dari Pegawai Pencatat Nikah atau dari Departemen Agama. Cara-cara di atas dilakukan karena Undang-Undang negara kita tidak memperbolehkan pernikahan beda agama. Undang-undang No. 1 tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa "perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu" dan Bab VI, mengenai larangan kawin, Pasal 40 ayat (c). Pasal itu berbunyi bahwa "seorang laki-laki Muslim tidak diperbolehkan mengawini perempuan yang tidak beragama Islam"; serta fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 1980 yang menyatakan bahwa perkawinan beda agama tidak sah. Pada dasarnya peraturan-peraturan ini, tidak dapat mencegah atau menjawab realitas yang berkembang dimasyarakat, apalagi dengan kenyataan pluralitas dan kemajemukan masyarakatan Indonesia, fenomena pernikahan beda agama semakin banyak ditemukan. Melihat realitas semacam ini 13

Jaringan Islam Liberal yang berpandangan progresif-liberal menyatakan bahwa larangan pernikahan antara agama sudah tidak relevan lagi. Salah satu fenomena hukum yang menarik untuk dikaji bersama di masa modern dan kontemporer ini adalah persoalan pengaturan hukum keluarga di negara-negara muslim, di Indonesia misalkan terjadi kontroversi yang cukup fenomenal atas sah atau tidaknya pernikahan beda agama dilihat dari sudut pandang perundang-undangan di Indonesia. Dalam tulisan ini penulis mencoba mencermati bentuk kontroversi dalam menafsirkan sah atau tidaknya pernikahan beda agama dilihat dari perspektif Islam dan dari sudut pandang perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti fenomena tersebut. B. Masalah Pokok Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana akibat hukum dari Perkawinan Beda Agama dalam Hukum Nasional dan Hukum Islam? 2. Apa saja persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pasangan yang memilih nikah beda agama? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penulisan ilmiah tentang Akibat Hukum Dari Perkawinan Beda Agama Dalam Hukum Nasional Dan Hukum Islam ini mempunyai beberapa tujuan penelitian: 14