BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Akhir-akhir ini perhatian para akademisi dan praktisi pendidikan terhadap pendidikan karakter mulai bangkit kembali seiring terbitnya kesadaran akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maraknya perilaku menyimpang di tengah-tengah masyarakat, seperti kenakalan remaja: tawuran, penyalahgunaan narkoba, pornografi, dan sebagainya, maupun kenakalan orang tua yang terlihat dalam berbagai fragmentasi kehidupan: pertikaian di dunia politik, korupsi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan sebagainya, yang menyebabkan berbagai. Meskipun pendidikan tidak bisa dikambinghitamkan sebagai satu-satunya penyebab berbagai permasalahn tersebut, tetapi banyak pihak mengakui bahwa dunia pendidikan layak dituduh sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab, sebab dunia pendidikan lah yang harus mengajarkan hal-hal yang akan membekali anak didiknya dalam menghadapi kehidupan. Manakala dunia pendidikan mengajarkan kebajikan dan kebaikan maka karakter yang terbentuk adalah karakter yang adiluhur, namun apabila yang diajarkan adalah nilai-nilai keburukan, kebencian dan permusuhan maka karakter serupa itu pula yang akan dibawa para peserta didik terjun kemasyarakat setelah mereka lulus sekolah. Dalam konteks ini pendidikan karakter, yang akan mereka bawa dalam kehidupanrakter diharapkan mampu membentuk pribadi yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual tetapi juga kecerdasan emosional, spiritual, sosial, dan sebagainya. Berbagai kajian tentang pendidikan karakter telah dilakukan dan pada umumnya berbicara tentang bagaimana melakukan pendidikan karakter melalui serangkaian kegiatan pembelajaran, siapa yang 1
bertanggung jawab dan untuk apa pendidikan karakter disajikan. Dari pembahasan tersebut seolah-olah kita lupa bahwa sebelum melaksanakan pendidikan karakter, guru sebagai pembelajar dan pendidik harus melakukan pendidikan karakternya sendiri. Pendidik perlu mendapatkan pendidikan karakter karena merekalah yang akan melaksanakan proses pendidikan, merekalah yang akan dijadikan contoh bagi para subyek belajar, serta merekalah yang akan mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam materi dan kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan. Oleh karena itu penulis merasa perlu membahas hal ini dalam makalah. B. Rumusan Masal Bagaimana pengembangan karakter guru berdasarkan kecerdasan emosioanal dan kecerdasan spiritual? C. Tujuan Mengetahui pengembangkan karakter guru berdasarkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. D. Manfaat Memberi gambaran pengembangkan karakter guru berdasarkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. 2
BAB II PEMBAHASAN Karakter diartikan sebagai sikap dan kepribadian seseorang yang diyakini baik dan berwujud dalam tingkah lakunya sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat sehingga menjadikannya mempunyai reputasi sebagai orang baik. (Prayitno, dalam Masaong: 2012). Sedangkan karakter guru dimaknai sebagi sifat pribadi yang relative stabil pada diri guru yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi untuk memperkuat kompetensi dalam proses pembelajaran (Masaong,2012: 195). Sebagai pribadi guru berkewajiban mengembangkan karakter dirinya secara optimal agar dapat digugu dan ditiru para peserta didiknya. Guru yang memiliki karakter yang baik,. tentunya dapat menularkan dan mengembangkan karakter tersebut kepada peserta didiknya. Sebaliknya jika guru tidak memiliki karakter yang baik, maka karakter tersebut akan ditularkan dan diwariskan kepada anak didiknya. Jadi pendidikan karakter akan efektif melalui keteladanan guru dan kepala sekolah, sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di sekolah. Sebaik apapun pendidikan karakter tersurat dan tersirat dalam proses pembelajaran di semua bidang studi di sekolah, jika tidak dibarengi dengan contoh karakter yang baik dari para gurunya, maka sudah pasti pengembangan karakter kepada peserta didik menjadi tidak efektif, karena sebagai anak, peserta didik akan selalu bercermin pada orang-orang dewasa di sekitarnya, utamanya guru jika mereka di sekolah. Pengembangan karakter guru menjadi tanggung jawab guru itu sendiri, tetapi dalam tatanan struktural, tugas tersebut menjadi tanggung jawab kepala sekolahdan pengawas (supervisor). Pengawas sebagai gurunya guru memilki peran strategis dengan tugas utama meningkatkan profesionalisme. 3
Setiap manusia, termasuk guru pada dasarnya memililki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan yaitu dikaruniai kecerdasan intelektual, ecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Selama ini, yang namanya kecerdasan senantiasa dikonotasikan dengan Kecerdasan Intelektual atau yang lazim dikenal sebagai IQ saja (Intelligence Quotient). Namun pada saat ini, anggapan bahwa kecerdasan manusia hanya tertumpu pada dimensi intelektual saja sudah tidak berlaku lagi. Selain IQ, manusia juga masih memiliki dimensi kecerdasan lainnya, diantaranya yaitu : Kecerdasan Emosional atau EQ (Emotional Quotient) dan Kecerdasan Spiritual atau SQ (Spiritual Quotient). Hasil penelitian Daniel Goleman (1995 dan 1998) dan beberapa Riset di Amerika memperlihatkan bahwa kecerdasan intelektual hanya memberi kontribusi 20 persen terhadap kesuksesan hidup seseorang guru. Sisanya 80 persen bergantung pada kecerdasan emosi, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritualnya. Bahkan dalam hal keberhasilan kerja, kecerdasan intelektual hanyaberkontribusi empat persen. Apakah yang dimaksud Kecerdasan Emosional? Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan,dan mengelola emosi, baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain, dengan tindakan konstruktif, yang berupaya bekerja sama sebagai tim yang mengacu pada produktivitas dan bukan pada konflik. Sumber:Ge Mozaik, tersedia dalam http://ganeca.blogspirit.com. Juni 2005. Kecerdasan emosional yaitu kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain dan kemampuan membina hubungan. Sumber: Seto Mulyadi dalam http://www.pelita.or.id/baca.php?id=16965. Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak 4
melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin. Sumber : Johanes Pap, EQ dalam Kepemimpinan melalui http//www: Team e-psikologi. Goleman (1995) mengatakan Kecerdasan Emosional meliputi : kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih -lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Bagaimana cara Meningkatkan kecerdasan Emosional? Menurut Daniel Goleman terdapat 5 (lima) dimensi EQ yang keseluruhannya diturunkan menjadi 25 kompetensi. Apabila kita menguasai cukup 6 (enam) atau lebih kompetensi yang menyebar pada ke-lima dimensi EQ tersebut, akan membuat seseorang menjadi profesional yang handal. Kelima dimensi tersebut,yakni: (1) self awareness, artinya mengetahui keadaan dalam diri, hal yang lebih disukai, dan intuisi. Kompentensi dalam dimensi pertama adalah mengenali emosi sendiri, mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri, dan keyakinan akan kemampuan sendiri; (2) self regulation, artinya mengelola keadaan dalam diri dan sumber daya diri sendiri. Kompetensi dimensi kedua ini adalah menahan emosi dan dorongan negatif, menjaga norma kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap perubahan, dan terbuka terhadap ide-ide serta informasi; (3) motivation, artinya dorongan yang membimbing atau membantu peraihan sasaran atau tujuan. Kompetensi dimensi ketiga adalah dorongan untuk menjadi lebih baik, menyesuaikan dengan sasaran kelompok atau organisasi, kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, dan kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan; (4) empathy, yaitu kesadaran akan perasaan, kepentingan, dan keprihatinan orang; Kompetensi 5
dimensi empat meliputi, understanding others, developing others, customer service, menciptakan kesempatan-kesempatan melalui pergaulan dengan berbagai macam orang, membaca hubungan antara keadaan emosi dan kekuatan hubungan suatu kelompok; (5)social skills, artinya kemahiran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki oleh orang lain. Diantaranya adalah kemampuan persuasi, mendengar dengan terbuka dan memberi pesan yang jelas, kemampuan menyelesaikan pendapat, semangat leadership, kolaborasi dan kooperasi, serta team building. Apa yang dimaksud dengan Kecerdasan Spiritual? Kecerdasan spiritual atau spiritual intelligence atau spiritual quotient (SQ) ialah suatu intelegensi atau suatu kecerdasan dimana kita berusaha menyelesaikan masalah masalah hidup ini berdasarkan nilai-nilai spiritual atau agama yang diyakini. Kecerdasan spiritual ialah suatu kecerdasan di mana kita berusaha menempatkan tindakan-tindakan dan kehidupan kita ke dalam suatu konteks yang lebih luas dan lebih kaya, serta lebih bermakna. Kecerdasan spiritual merupakan dasar yang perlu untuk mendorong berfungsinya secara lebih efektif, baik Intelligence Quotient (IQ) maupun Emotional Intelligence (EI). Jadi, kecerdasan spiritual berkaitan dengan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Sumber:Widodo Gunawan, tersedia dalam http://suaraagape.org/wawasan/ei2.php Bagaimana cara meningkatkan kecerdasan spiritual? Cara meningkatkan kecerdasan spiritual guru dapat dilakukan dengan caracara berikut: (1) Menjadi pemimpin yang memberi contoh/tauladan yang baik;(2) Diberikan fasilitas dan waktu untuk melaksanakan ibadah di lingkungan kerja; (3) Guru diajak berdiskusi tentang berbagai persoalan, utamanya proses pembelajaran dengan perspektif ruhaniah;(4) guru dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan agama di lingkungan pendidikan maupun di masyarakat secara umum; (5) sesekali guru diajak menikmati keindahan alam (berwisata), dan sebagainya. 6
Pentingnya kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam pengembangan karakter guru dan siswa telah banyak dikemukaan oleh para ahli. Goleman (2003) menyatakan dengan mengoptimalkan penegelolaan kecerdasan emosional akan menghasilkan empat domain kompetensi yang sangan efektif, yaitu kesadaran diri, pengeloaan diri, kesadaran social, dan pengelolaan relasi. Peran kecerdasan spiritual sangat penting dalam mengajak dan membimbing seseorang (guru) menjadi the genuine self., yang original dan autentik menuju kebenaran yang hakiki melalui pendekatan vertical kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta pendekatan horizontal, yaitu mendidik hati guru ke dalam budi pekerti yang baik, bijaksana, arif, dan jujur. Dengan perpaduan kedua jaringan ini akan mampu menghasilkan kualitas pembelajaran yang sejuk sehingga menghasilkan sosok guru dan siswa yang dicintai, dipercaya, berkebribadian, dan amanah. 7
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa, utamanya krisis moral di berbagai kalangan masyarakat diperlukan pendidikan karakter. Guru sebagai pendidik memiliki peran strategis dalam penerapan dan pengembangan pendidikan karakter kepada peserta didik. Tetapi sebelum dapat mengembangkan karakter kepada peserta didik, guru harus menjadi orang yang berkarakter terlebih dahulu, sehingga akan efektiff dalam menularkan dan mengembangkan karakter anak didiknya. Setiap manusia, termasuk guru pada dasarnya memililki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan yaitu dikaruniai kecerdasan intelektual, ecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Hasil penelitian Daniel Goleman (1995 dan 1998) dan beberapa Riset di Amerika memperlihatkan bahwa kecerdasan intelektual hanya memberi kontribusi 20 persen terhadap kesuksesan hidup seseorang guru. Sisanya 80 persen bergantung pada kecerdasan emosi, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritualnya. Oleh karena itu pengembangan karakter guru berdasarkan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual menjadi hal yang diyakini dapat lebih efektif meningkatkan karakter guru sehingga menjadi pribadi yang baik, sehingga memenuhi empat standar kompetensi yang tertuang dalam permendiknas No 16 tahun 2007. Pengembangan karakter guru menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan pengawas (supervisor) B. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa saran berikut: (1) Supervisi akademik oleh pengawas hendaknya lebih ditujukan untuk membantu guru mengembangkan karakter berdasarkan ESQ; (2) Supervisi akademik dendaknya dilakukan lebih sering sehingga ada tindak lanjut dari hasil supervise sebelumnya; dan (3) Guru yang disupervisi 8
hendaknya lebih terbuka mengungkapkan semua permasalahan yang terkait dengan proses pembelajarn maupun terkait dengan pribadinya sehingga dapat dicarikan pemecahannya. 9
DAFTAR PUSTAKA Masaong, A.K. dan Tilome, A.A, 2011, Kepemimpinan Berbasis Multiple Intelligence, Bandung: Alfabeta. Masaong, A.K, 2012, Supervisi Pembelajaran dan Pengembangan Kapasitas Guru, Bandung; alfabeta. Yosep Iyus, 2005, Pentingnya ESQ dalam manajemen Konflik, resources.unpad.ac.id Yusup, M.A, 2006, Komentar Kritik dan Saran Untuk penulis ESQ, xa.ying.com. 10