BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

dokumen-dokumen yang mirip
FAKTOR RISIKO RINITIS AKIBAT KERJA PADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL PENGGUNA CAT SEMPROT (Studi pada Bengkel Pengecatan Mobil di Kota Semarang)

BAB I PENDAHULUAN. batu kapur merupakan kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan material dalam

DETERMINAN KEJADIAN RINITIS AKIBAT KERJA DI PT. DUNIA KIMIA UTAMA INDRALAYA TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui adanya makanan (Ship, 1996). mengalami gangguan penghidu (Doty et al, 2006). Di Austria, Switzerland

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperemia konjungtiva dan keluarnya discharge okular (Ilyas, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kerjanya. Resiko yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit saluran nafas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

BAB I PENDAHULUAN. bahaya tersebut diantaranya bahaya faktor kimia (debu, uap logam, uap),

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. Rongga mulut adalah ruangan yang di dalamnya terdapat berbagai

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

I. PENDAHULUAN. Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. saluran nafas yang menyebabkan gangguan kesehatan saat partikel tersebut

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB V PEMBAHASAN. besar dan dapat menjadi sistem pengumpulan data nasional. tidak hanya puhak medis tetapi juga struktural.

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar. (1)

Rimba Putra Bintara Kandung E2A307058

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PERILAKU PEKERJA DENGAN GEJALA ISPA DI PABRIK ASAM FOSFAT DEPT. PRODUKSI III PT. PETROKIMIA GRESIK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan pekerja di suatu perusahaan penting karena menjadi salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. mengimpor dari luar negeri. Hal ini berujung pada upaya-upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. kerja. Agar terciptanya lingkungan yang aman, sehat dan bebas dari. pencemaaran lingkungan (Tresnaniangsih, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan bakar bensin merupakan produk komersial dengan volume terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

BAHAN KIMIA DI RUMAH

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang maupun negara maju (WHO, 2008). Infeksi saluran

Risiko terjadinya rinitis akibat kerja pada pekerja yang terpajan debu terigu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak pabrik yang mengolah bahan mentah. menjadi bahan yang siap digunakan oleh konsumen. Banyaknya pabrik ini

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya. Terutama industri tekstil, industri tersebut menawarkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya di dunia (Sugiato, 2006). Menurut Badan Kependudukan Nasional,

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB I PENDAHULUAN. maupun di luar rumah, baik secara biologis, fisik, maupun kimia. Partikel

FAKTOR RISIKO RINITIS AKIBAT KERJA PADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL PENGGUNA CAT SEMPROT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Faktor-faktor risiko rinitis akibat kerja oleh pajanan polusi udara pada polisi lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

Pengaruh cuci hidung dengan NaCl 0,9% terhadap peningkatan rata-rata kadar ph cairan hidung

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu. ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENGGUNAAN MASKER TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA PENGAMPLASAN KAYU DI DESA RENGGING PECANGAAN JEPARA

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Yang Terpapar Potassium Permanganate Dan Phosphoric Acid Di Industri Garmen

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari - hari pekerjaan

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kimia, biologi, ergonomi, psikologis. 8 Salah satu jenis lingkungan kerja fisik.

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala. dibebankan padanya (Suma mur, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan pesat di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam perkembangan industrialisasi dan teknologi pada era modern ini, semakin banyak alat dan bahan yang digunakan mempunyai risiko terhadap kesehatan pekerja. Sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular, termasuk penyakit disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. 1 Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang timbul akibat pajanan atau paparan faktor risiko di tempat kerja dan perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan angkatan kerja yang semakin meningkat setiap tahunnya. Tercatat pada tahun 2013 terdapat 120,17 juta pekerja, kemudian pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 0,98% menjadi 121,87 juta, dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan lagi sebesar 0,99% menjadi 122,38 juta. 2 Jumlah pekerja yang cukup besar tersebut apabila tidak mendapat perhatian kesehatan dan keselamatan pekerja, maka dapat menyebabkan turunnya produktivitas dan daya saing pekerja, serta dapat menimbulkan beban ekonomi yang sangat besar. 3,4

2 Penyakit akibat kerja dapat mengenai berbagai macam organ tubuh manusia, salah satunya adalah hidung yang merupakan salah satu organ terluar tubuh manusia yang rentan akan berbagai macam paparan dan berfungsi sebagai organ penghidu. Contoh penyakit akibat kerja pada hidung antara lain adalah rinitis dan gangguan fungsi penghidu (hiposmia dan anosmia). 1 Rinitis akibat kerja adalah penyakit inflamasi pada hidung yang disebabkan oleh pajanan bahan-bahan dari tempat kerja, dapat berupa debu, asap, uap ataupun gas dan mempunyai gejala-gejala yang dapat diperantarai baik oleh mekanisme alergi maupun non alergi. Gejala-gejala yang timbul dapat dicurigai sebagai rinitis akibat kerja bila mempunyai hubungan waktu dengan saat kerja dan membaik gejalanya bila tidak berada di tempat kerja. Gejalagejala mungkin baru akan timbul setelah beberapa bulan atau bahkan bertahuntahun setelah pajanan pertama, berupa bersin-bersin, beringus, hidung gatal dan atau hidung tersumbat. 5-9 Frekuensi rinitis akibat kerja telah meningkat seiring dengan berkembangnya bahan-bahan yang bersifat alergen sehingga dapat menimbulkan rinitis alergi, maupun bahan-bahan non alergen atau bahan iritan yang menimbulkan rinitis iritan. Rinitis tergolong kedalam penyakit yang berpotensi untuk mengalami komplikasi penyakit lain, seperti penyakit sinusitis, rinosinusitis kronik, kerusakan disfungsi tuba eustachius, asma bronkial, konjungtivitis, dan penyakit-penyakit lainnya. 10 Sehingga rinitis akibat kerja dapat mempengaruhi kualitas hidup pekerja dan dapat menurunkan produktivitas.

3 Menurut penelitian sebelumnya, terdapat sekitar 15% pekerja di seluruh dunia yang menderita rinitis akibat kerja. Pekerja industri merupakan pekerja terbanyak yang dapat menderita rinitis akibat kerja (48%), disusul oleh pekerja administrasi (29%), dan pekerja pengolah bahan jadi (16%). 6 Jenis pekerjaan yang diketahui berisiko tinggi adalah petani, pekerja laboratorium, tukang kayu atau cat, pekerja industri makanan dan pekerja kesehatan. Peningkatan konsentrasi substansi dan lamanya waktu pajanan dikatakan semakin meningkatkan risiko menderita rinitis akibat kerja. 7,9,11 Salah satu bidang pekerjaan yang perlu mendapat perhatian terjadinya rinitis akibat kerja adalah pada pekerja pengecatan mobil karena kelompok pekerja ini jumlahnya terus berkembang setiap tahunnya. 12 Menurut ketua paguyuban bengkel cat mobil di kota Semarang, saat ini terdapat lebih dari 200 bengkel cat mobil. Jumlah tersebut telah meningkat sebanyak 100% dibanding jumlah bengkel cat mobil pada tahun 2000. 13 Pekerjaan ini dinilai berisiko tinggi dalam terjadinya rinitis akibat kerja oleh karena cat sebagai material yang berfungsi sebagai pelapis memang dibuat dari bahan-bahan yang berbahaya bila kandungannya melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan, sehingga dapat membahayakan para pekerja yang terkena paparan. 14 Selain itu proses pengecatan memiliki beberapa tahapan pekerjaan, mulai dari pengamplasan, pendempulan, pengecatan dasar dan pengecatan warna dimana dari masing-masing tahapan tersebut memiliki risiko terjadinya gangguan kesehatan. 15

4 Cat merupakan bahan iritan yang menyebabkan rangsangan terhadap serabut sensoris dari percabangan nervus trigeminus. Pengaktifan beberapa neurotransmiter peptida pada sistem persarafan saluran napas menimbulkan vasodilatasi, ekstravasasi plasma atau edema neurogenik, hipersekresi serta kontraksi otot polos yang menimbulkan keluhan klinis seperti bersin, beringus atau rinore, hidung tersumbat, ingus yang jatuh ke tenggorok (post nasal drip), rasa menyengat atau terbakar dan gangguan penghidu. 11,16 Partikel cat dalam aktivitas pengecatan terdiri dari berbagai macam bahan kimia berbahaya seperti VOC (volatile organic compound) yang biasanya berupa solvent atau tiner, resin, timbal, kromium, kadmium, kobalt, merkuri, isosianat dan hidrokarbon. Bahan-bahan tersebut bersifat toksik dan merupakan bahan karsinogenik. 13,14 Konsultan kesehatan kerja Occupational health clinics for Ontario worker Inc mengungkapkan bahwa kelompok yang paling berisiko terpapar bahan-bahan tersebut adalah pada pekerja pengecatan terutama yang menggunakan cat semprot (spray painters). Kumpulan bahan kimia yang terdapat dalam bahan cat tersebut dengan cara disemprotkan dengan alat spray painting lalu diubah menjadi bentuk aerosol, yaitu kumpulan partikel halus berupa cair atau padat. Bentuk tersebut akan sangat mudah terhisap oleh pengecat terutama jika tidak mengenakan masker. 17 Selain penggunaan masker, lama paparan dengan cat setiap hari juga dinilai dapat meningkatkan risiko terjadinya rinitis akibat kerja. Jika terjadi paparan berulang dari bahan-bahan iritan tersebut dapat menimbulkan

5 terjadinya rinitis iritan. Apabila pajanan berlangsung terus menerus selama bertahun-tahun, maka dapat menimbulkan kerusakan jaringan yang ireversibel, sehingga kepekaan jalan napas akan meningkat baik terhadap bahan alergen maupun non alergen. 18 Kemudian pentingnya keberadaan ruang khusus pengecatan yang dibutuhkan untuk meminimalkan risiko paparan bahan berbahaya. Ventilasi udara yang ada di dalam ruang pengecatan juga harus diperhatikan sehingga udara segar dapat menggantikan udara dalam ruangan yang telah terkontaminasi oleh debu cat. Aktivitas pengecatan di ruang terbuka (outdoor) meskipun memungkinkan suplai udara bersih secara otomatis, dinilai memiliki dampak negatif dimana mengakibatkan tersebarnya debu-debu cat secara luas, sehingga orang-orang yang berada dalam ruang lingkup tersebut semakin berisiko. 19 Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor risiko terjadinya rinitis akibat kerja pada pekerja pengecatan mobil pengguna cat semprot dengan melihat beberapa variabel, yaitu variabel usia, lama paparan per hari, kepemilikan ruang khusus pengecatan, dan penggunaan masker agar upaya pencegahan yang dilakukan menjadi lebih efektif. Sehingga penurunan produktivitas pekerja pada tempat kerja dapat dikurangi.

6 1.2 Permasalahan Penelitian 1.2.1 Permasalahan Umum Rumusan masalah dalam penelitian ini secara garis besar adalah Apa saja faktor-faktor risiko terjadinya rinitis akibat kerja pada pekerja pengecatan mobil pengguna cat semprot? 1.2.2 Permasalahan Khusus 1.2.2.1 Apakah terdapat hubungan antara usia dengan kejadian rinitis akibat kerja? 1.2.2.2 Apakah terdapat hubungan antara lama paparan per hari dengan kejadian rinitis akibat kerja? 1.2.2.3 Apakah terdapat hubungan antara kepemilikan ruang khusus pengecatan dengan kejadian rinitis akibat kerja? 1.2.2.4 Apakah terdapat hubungan antara penggunaan masker dengan kejadian rinitis akibat kerja? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya rinitis akibat kerja pada pekerja pengecatan mobil 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Menganalisa hubungan antara usia dengan kejadian rinitis akibat kerja.

7 1.3.2.2 Menganalisa hubungan antara lama paparan per hari dengan kejadian rinitis akibat kerja. 1.3.2.3 Menganalisa hubungan antara kepemilikan ruang khusus pengecatandengan kejadian rinitis akibat kerja. 1.3.2.4 Menganalisa hubungan antara penggunaan masker dengan kejadian rinitis akibat kerja. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi pengembangan ilmu kedokteran dan penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor risiko terjadinya rinitis akibat kerja. 1.4.2 Manfaat Praktis Memperoleh data sebagai informasi bagi pengelola pengecatan mobil mengenai faktor-faktor risiko terjadinya rinitis akibat kerja sehingga dapat menyusun strategi pencegahan terjadinya rinitis akibat kerja.

8 1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Judul Penelitian Desain Hasil Perbedaan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Sekarang Ibnu Rinitis Akibat Kerja Case Dari 215 responder Pada penelitian sebelumnya: Fahrudin dan Faktor yang control didapatkan 82 responden (2005) Berhubungan: Studi (38.1%) yang menderita debu tepung gandum. pada Pekerja yang RAK dan 133 responden Terpajan Debu (61.9%) yang tidak pekerja yang terpajan debu Tepung Gandum di menderita RAK sebagai tepung gandum. Bagian Pengepakan kontrol. Riwayat atopi PT X (p=0,001) dan pemakaian adalah usia, masa kerja, APD (p=0,014) yang pemakaian APD, riwayat kurang baik berhubungan dengan terjadinya RAK. atopi, kebiasaan merokok dan - Desain penelitian yang digunakan adalah case control. Pada penelitian sekarang: cat semprot mobil. pekerja pengecatan mobil adalah usia, lama paparan per hari, kepemilikan ruang khusus pengecatan, - Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.

9 Diah Faktor-Faktor Cross Tidak ditemukan Pada penelitian sebelumnya: Yamini Risiko Rinitis sectional hubungan bermakna Darsika, Akibat Kerja Oleh antara faktor riwayat polusi udara. dkk Pajanan Polusi atopi dan kebiasaan (2009) Udara pada Polisi merokok dengan kejadian polisi lalu lintas. Lalu Lintas RAK. Masa kerja lebih dari atau sama dengan adalah masa kerja, riwayat delapan tahun memiliki atopi, kebiasaan merokok hubungan bermakna dan terhadap RAK yang Pada penelitian sekarang: disebabkan pajanan polusi udara (p=0,002). cat semprot mobil. pekerja pengecatan mobil adalah usia, lama paparan per hari, kepemilikan ruang khusus pengecatan, Emanuel Risiko Terjadinya Cross Didapatkan angka Pada penelitian sebelumnya: Quadarus Rinitis Akibat Kerja sectional kejadian RAK pada man, dkk pada Pekerja yang pekerja pabrik adalah debu terigu. (2011) Terpajan Debu 50,7%, dan terdapat Terigu hubungan bermakna pekerja yang terpajan debu antara riwayat atopi dan terigu. tempat kerja dengan kejadian RAK (p<0,05). adalah lama kerja, tempat hubungan antara RAK kerja, riwayat atopi, dengan lama kerja dan penggunaan masker belum dapat dibuktikan. Pada penelitian sekarang: cat semprot mobil.

10 pekerja pengecatan mobil adalah usia, lama paparan per hari, kepemilikan ruang khusus pengecatan, NP Faktor-Faktor yang Cross Dari 82 orang, RAK Pada penelitian sebelumnya: Setiawati Mempengaruhi sectional didapat pada 23 orang (2013) Rinitis Akibat Kerja (28%). RAK pada debu tepung gandum. pada Pekerja Pabrik kelompok terpapar debu Roti. gandum sebesar 59% pekerja pabrik roti. sedangkan kelompok tidak terpapar 8%. adalah usia, masa kerja, Dari 6 faktor yang diteliti riwayat atopi, merokok, seperti usia, masa kerja, paparan debu gandum, riwayat atopi, merokok, pemakaian APD dan paparan debu gandum, dan pemakaian APD, Pada penelitian yang akan setelah dilakukan analisis dilakukan: regresi logistik hanya paparan debu gandum cat semprot mobil. yang terbukti secara bermakna meningkatkan pekerja pengecatan mobil risiko kejadian RAK pada pekerja pabrik roti sedangkan yang lainnya adalah usia, lama paparan tidak terbukti (IK 95% per hari, kepemilikan ruang 3,3 sampai 52,8 OR=13,2 khusus pengecatan, P<0,05).

11 Ulva Determinan Cross Dari analisis chi square, Pada penelitian sebelumnya: Yulianti Kejadian Rinitis sectional tidak ada hubungan (2014) Akibat Kerja di PT antara usia dengan alumunium sulfat dan asam Dunia Kimia Utama kejadian RAK (p- sulfat. Indralaya value=1,000), ada hubungan antara masa pekerja industri kimia PT kerja dengan kejadian Dunia Kimia Utama RAK (p-value=0,001), ada hubungan antara adalah usia, masa kerja, lama lama paparan dengan paparan, riwayat atopi, kejadian RAK (p- pemakaian APD, kebiasaan value=0,0001), ada merokok, status gizi, dan hubungan antara riwayat penyakit atopi dengan Pada penelitian yang akan kejadian RAK (p- dilakukan: value=0,022), tidak ada hubungan antara cat semprot mobil. pemakaian alat pelindung pernapasan (APD) pekerja pengecatan mobil dengan kejadian RAK (p- value=0,94), tidak ada hubungan antara adalah usia, lama paparan kebiasaan merokok per hari, kepemilikan ruang dengan kejadian RAK (p- khusus pengecatan, value=0,654), dan tidak ada hubungan antara status gizi (IMT) dengan kejadian RAK (pvalue=1,000).