ANALISIS KESTABILAN FREKUENSI DAN TEGANGAN SISTEM TENAGA LISTRIK PT. ANEKA TAMBANG (PERSERO) TBK UBPN SULAWESI TENGGARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI

ANALISA PERHITUNGAN DROP TEGANGAN MENGGUNAKAN RUMUS DAN MENGGUNAKAN APLIKASI ETAP 7.5 PADA PENYULANG SEMERU DI GARDU INDUK SIMPANG TIGA INDRALAYA

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

Bab 4 SALURAN TRANSMISI

BAB II SALURAN DISTRIBUSI

SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh.

SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV

ANALISIS PENYEBAB DAN UPAYA MINIMALISASI KERUSAKAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI DI WILAYAH KERJA PT PLN (PERSERO) AREA MEDAN RAYON LABUHAN

BAB II LANDASAN TEORI

A. SALURAN TRANSMISI. Kategori saluran transmisi berdasarkan pemasangan

KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI. Nama kelompok 1 : Ridho ilham Romi eprisal Yuri ramado Rawindra

Pengelompokan Sistem Tenaga Listrik

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PUSPA LITA DESTIANI,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

ANALISA JATUH TEGANGAN PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv DI FEEDER PENYU DI PT. PLN (PERSERO) RAYON BINJAI TIMUR AREA BINJAI LAPORAN TUGAS AKHIR

PERBAIKAN REGULASI TEGANGAN

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. tenaga listrik karena berperan dalam penyediaan energi listrik yang sangat

Dasar Rangkaian Listrik

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

BAB III LANDASAN TEORI

Bab V JARINGAN DISTRIBUSI

ANALISIS PENAMBAHAN TRANSFORMATOR 100 KVA SL383 TERHADAP TRANSFORMATOR 160KVASL098 UNTUK MENGURANGI LOSSES JARINGAN TEGANGAN RENDAH

PEMERATAAN BEBAN UNTUK MENGURANGI RUGI RUGI DAYA PADA TRANSFORMATOR DISTRIBUSI MT 232 DI PT PLN (PERSERO) RAYON MEDAN TIMUR

KOKO SURYONO D

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KOORDINASI PROTEKSI PADA PT.PLN (PERSERO) GARDU INDUK WONOSOBO MENGGUNAKAN SOFTWARE APLIKASI ETAP TUGAS AKHIR

Penentuan Kapasitas CB Dengan Analisa Hubung Singkat Pada Jaringan 70 kv Sistem Minahasa

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. interkoneksi dan beberapa sistem terisolir. Sistem interkoneksi merupakan suatu

ANALISIS KOORDINASI PROTEKSI RELAI ARUS LEBIH PADA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2006, tentang penugasan kepada PT. PLN (Persero) untuk melakukan

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN SISTEM TENAGA LISTRIK. Oleh : Bambang Trisno, MSIE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. memanfaatkan energi kinetik berupa uap guna menghasilkan energi listrik.

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

atau pengaman pada pelanggan.

ANALISIS RUGI RUGI ENERGI LISTRIK PADA JARINGAN DISTRIBUSI

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 3. Teknik Tenaga Listrik

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Transmisi, dan Distribusi. Tenaga listrik disalurkan ke masyarakat melalui jaringan

ANALISIS BEBAN TIDAK SEIMBANG TERHADAP LOSSES JARINGAN TEGANGAN RENDAH (JTR) PADA GARDU DISTRIBUSI DT-1 DAERAH KERJA PT.PLN (Persero) RAYON DELITUA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan masyarakat, baik pada sektor rumah tangga, penerangan,

DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... LEMBAR PENGESAHAN... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRAK...

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi gangguan di salah satu subsistem, maka daya bisa dipasok dari

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Load Flow atau studi aliran daya di dalam sistem tenaga merupakan studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zenny Jaelani, 2013

PEMELIHARAAN CB DAN ROTATING DIODA, SERTA SISTEM OPERASI PADA PLTU UNIT 3 PT INDONESIA POWER UBP SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. pendukung di dalamnya masih tetap diperlukan suplai listrik sendiri-sendiri.

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS HARMONIK DAN PERANCANGAN SINGLE TUNED FILTER PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 18 BUS DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ETAP POWER STATION 4.

DAFTAR ISI PUSPA LITA DESTIANI,2014

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS SUSUT ENERGI PADA SISTEM KELISTRIKAN BALI SESUAI RENCANA OPERASI SUTET 500 kv

KERJA DAERAH PROGRAM MEDAN. Menyelesaikan. oleh

SKRIPSI ANALISIS KEANDALAN SISTEM DISTRIBUSI 20 KV DI GARDU INDUK GOMBONG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibangkitkan oleh pembangkit harus dinaikkan dengan trafo step up. Hal ini

TUGAS AKHIR ANALISA DAN SOLUSI KEGAGALAN SISTEM PROTEKSI ARUS LEBIH PADA GARDU DISTRIBUSI JTU5 FEEDER ARSITEK

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

OPTIMALISASI KUALITAS TEGANGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI UNTUK PELANGGAN PLN BERDASAR PADA WINDING RATIO

PERHITUNGAN RUGI-RUGI TEGANGAN PADA SALURAN DISTRIBUSI PRIMER 20 KV DI GARDU INDUK BUKIT SIGUNTANG PALEMBANG

STUDI PENYISIPAN GARDU DISTRIBUSI DT-553 GUNA MENGANTISIPASI KERUSAKAN TRANSFORMATOR AKIBAT OVERLOAD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penelitian Terdahulu Tentang Pentanahan Netral

BAB II LANDASAN TEORI

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS HUBUNG SINGKAT PADA JARINGAN TRANSMISI 150 KV DI GI INDUSTRI GI MANGGAR SARI GI KARANG JOANG PADA SISTEM MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

Sistem Tenaga Listrik. 4 sks

ANALISA BEBAN LEBIH PADA TRANSFORMATOR DAYA 70/20 KV DI GI BUNGARAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ETAP 11 LAPORAN AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan energi listrik dengan gangguan pemadaman yang minimal.

DASAR TEORI. Kata kunci: Kabel Single core, Kabel Three core, Rugi Daya, Transmisi. I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tri Fani, 2014 Studi Pengaturan Tegangan Pada Sistem Distribusi 20 KV Menggunakan ETAP 7.0

PENGARUH PENAMBAHAN JARINGAN TERHADAP DROP TEGANGAN PADA SUTM 20 KV FEEDER KERSIK TUO RAYON KERSIK TUO KABUPATEN KERINCI

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan industri serta pertambahan penduduk. Listrik

ANALISIS SISTEM PROTEKSI GENERATOR PADA PUSAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR WONOGIRI

Transkripsi:

ANALISIS KESTABILAN FREKUENSI DAN TEGANGAN SISTEM TENAGA LISTRIK PT. ANEKA TAMBANG (PERSERO) TBK UBPN SULAWESI TENGGARA TUGAS AKHIR Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Strata Satu Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar Oleh: MUHAMMAD ARIFAI MUHAMMAD HADI SATRIA D411 12 006 D411 13 311 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 i

LEMBAR PENGESAHAN ANALISIS KESTABILAN FREKUENSI DAN TEGANGAN SISTEM TENAGA LISTRIK PT. ANEKA TAMBANG (PERSERO) TBK UBPN SULAWESI TENGGARA Disusun Oleh: MUHAMMAD ARIFAI D411 12 006 MUHAMMAD HADI SATRIA D411 13 311 Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Strata Satu Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar Disahkan Oleh: Pembimbing I Pembimbing II Muh. Bachtiar Nappu, ST., MT., M.Phil., Ph.D. Ardiaty Arief, ST., MTM., Ph.D. NIP. 19760406 200312 1 002 NIP. 19780424 200112 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Teknik Elektro Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, MT. NIP. 19621231 199003 1 024 ii

ABSTRAK Suatu sistem tenaga listrik harus memiliki kualitas yang baik, diantaranya frekuensi dan tegangan yang berada dalam batas toleransi. Frekuensi sistem harus diperhatikan dalam batas toleransi + 1%, sedangkan tegangan diperhatikan dalam batas toleransi + 5%. Dengan nilai frekuensi dan tegangan yang berada dalam batas kestabilan, maka kualitas suplai daya dalam sistem tenaga listrik akan lebih optimal. Skripsi ini membahas mengenai analisis kestabilan frekuensi dan tegangan di PT Aneka Tambang Tbk Pomalaa, di PT. PLN Kolaka maupun jika PT. Antam Tbk terinterkoneksi dengan PT. PLN Kolaka. Proses analisis kestabilan sistem disimulasikan dengan menggunakan software ETAP 12.6. Simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu hubung singkat pada bus tertentu, hilangnya beban, hilangnya pembangkit, lepas sinkron antara unit pembangkt, maupun gangguan lainnya yang memungkinkan terjadi pada sistem tenaga listrik. Hal yang diteliti pada skripsi ini dibatasi kestabilan frekuensi dan tegangan. Dari simulasi yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa sistem tenaga listirik PT. Antam dan PT. PLN Kolaka memiliki kemampuan untuk mempertahankan kestabilannya. Pada saat sebelum terjadinya interkoneksi, kestabilan frekuensi dan tegangan pada sistem PT. Antam mampu kembali pada kondisi normal untuk beberapa kondisi gangguan besar. Begitupula pada saat setelah interkoneksi, frekuensi maupun tegangan cenderung stabil namun timbul harmonisa. Kata kunci: transient stability, kestabilan tegangan, kestabilan frekuensi, PT. Antam, PT. PLN Kolaka iii

KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Analisis Kestabilan Frekuensi dan Tegangan Sistem Tenaga Listrik PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Ubpn Sulawesi Tenggara. Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada program Sarjana S-1 di Departemen Teknik Elektro Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini terdapat berbagai kendala teknis maupun non teknis yang dihadapi, atas berkat dan pertolongan Allah SWT., serta bantuan moril dari berbagai pihak, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis, Ambo Jollo Dg. Patunru dan Kumalang, Anshar Dahlan dan A. Jusniati, saudara dan seluruh keluarga atas dukungan, doa, bantuan, nasehat, dan motivasinya. 2. Bapak Muh. Bachtiar Nappu, ST., MT., M.Phil., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, dan saran selama kami menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Ibu Ardiaty Arief, ST., MTM., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing II yang telah mendampingi dan mengarahkan kami dalam penyelesaian tugas akhir ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Salama Manjang, MT., selaku Ketua Departemen Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar, serta pegawai Departemen Teknik Elektro atas segala ilmu, bantuan, dan kemudahan yang diberikan selama kami menempuh proses perkuliahan. iv

6. Bapak Ashfanda selaku Assistant Manager Energy Management Department PT Aneka Tambang (Persero) Tbk UBPN Sultra serta seluruh staf dan karyawan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, terkhusus electrical team, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama proses pengambilan data tugas akhir ini. 7. Bapak Kamran, ST., selaku Asisten Manajer Operasi Sistem PT. PLN (Persero) UPB Sistem Sulsel Unit Kendari, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama proses pengambilan data tugas akhir ini. 8. Seluruh teman-teman Teknik Elektro UNHAS angkatan 2012 dan 2013 yang telah memberikan semangat dan motivasi. 9. Seluruh Corps Asisten Laboratorium Teknik Energi Listrik Departemen Elektro UNHAS dan Corps Asisten Laboratorium Fisika Dasar Fakultas Teknik UNHAS yang telah memberikan saran dan dukungannya. 10. Orang-orang terdekat penulis terkhusus kepada Chaerul Anwar, Fajar, Sry Handayani, Auliati Nisa, Rosaria Ashari Rasyid, Asnovita Sari Duhri, Mutia Khanza, Musdalifah S. Muhammadong, Anggriani Sultan, Sri Devi Nilawardani, yang sudah dianggap adik sendiri yang selalu memotivasi penulis dikala terpuruk. 11. Teman penulis yang sudah seperti saudara sendiri kak Yusriadi, Darmaji Asrun, Tryana Putri Jumianti, Hidayat Sarjum, dan Ruli Adi Lestari yang senantiasa menasihati penulis dalam penyelesaian masalah. 12. Orang terdekat penulis Iin Noer Aswyad, Resita Wati, Virgiawan Rachman, dan Muh. Irfan M.Z. yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. 13. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala bantuan sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. v

Demikian ungkapan terima kasih dan doa kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan tesis ini, dengan harapan dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan dan jika ada kekurangan, penulis dengan senang hati menerima segala kritikan dan saran guna kesempurnaan hasil penelitian. Makassar, November 2017 Penulis vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK...iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan Masalah... 2 I.3 Tujuan Penelitian... 3 I.4 Batasan Masalah... 3 I.5 Metode Penelitian... 3 I.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB II LANDASAN TEORI... 6 II.1 Sistem Tenaga Listrik... 6 II.1.1 Pembangkit Tenaga Listrik... 8 II.1.2 Saluran Transmisi [1]... 11 II.1.3 Jaringan Distribusi [1]... 13 II.2 Bentuk Jaringan Sistem Tenaga Listrik... 18 II.2.1 Sistem Radial Terbuka [2]... 18 II.2.2 Sistem Radial Paralel [2]... 19 II.2.3 Sistem Rangkaian Tertutup (Loop Circuit) [2]... 21 II.2.4 Sistem Network/Mesh [2]... 22 vii

II.2.5 Sistem Interkoneksi... 23 II.3 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik [3]... 25 II.3.1 Kestabilan Tegangan [3]... 28 II.3.2 Kestabilan Frekuensi [4]... 30 II.4 Pelepasan Beban [5]... 35 II.4.1 Akibat Beban Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik [5]... 35 II.4.2 Pelepasan Beban Akibat Penurunan Frekuensi [5]... 36 II.4.3 Syarat Pelepasan Beban [5]... 37 II.5 Gangguan Sistem Tenaga Listrik [6]... 38 II.6 ETAP (Electrical Transient Analyzer Program) [7]... 39 II.6.1 Analisa Kestabilan Transien [7]... 39 BAB III METODE PENELITIAN... 41 III.1 Lokasi Penelitian... 41 III.2 Waktu Penelitian... 41 III.3 Pengambilan Data... 41 III.4 Diagram Alir Penelitian... 42 III.5 Langkah-langkah Menggunakan Software ETAP... 44 III.5.1 Analisis Kestabilan Transien (Transient Stability)... 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 55 IV.1 Perencanaan Simulasi... 55 IV.2 Data Penelitian... 56 IV.3 Hasil Simulasi... 59 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 116 V.1 Kesimpulan... 116 V.2 Saran... 117 viii

DAFTAR PUSTAKA... 118 LAMPIRAN ix

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik [1]... 6 Gambar 2.2 Pembagian Level Tegangan [1]... 7 Gambar 2. 3 Komponen Pokok Pembangkit [1]... 9 Gambar 2.4 Skema PLTU [1]... 9 Gambar 2.5 PLTD [1]... 10 Gambar 2.6 Jaringan Distribusi [1]... 14 Gambar 2.7 Skema Jaringan Distribusi [1]... 15 Gambar 2.8 Konfigurasi Jaringan Radial [1]... 17 Gambar 2.9 Konfigurasi Sistem Loop [1]... 18 Gambar 2.10 Sistem Jaringan Radial Terbuka [2]... 19 Gambar 2.11 Sistem Jaringan Radial Paralel [2]... 20 Gambar 2.12 Sistem Jaringan Tertutup [2]... 21 Gambar 2.13 Sistem Jaringan Network/Mesh [2]... 23 Gambar 2.14 Sistem Jaringan Interkoneksi [2]... 25 Gambar 2.15 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga Listrik [3]... 28 Gambar 2.16 Ilustrasi Kestabilan Frekuensi [4]... 31 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian... 43 Gambar 3.2 Icon Etap... 44 Gambar 3.3 Tampilan awal ETAP 12.6... 44 Gambar 3.4 Tampilan memilih new project... 45 Gambar 3.5 Tampilan kotak dialog new project... 45 Gambar 3.6 Tampilan utama ETAP 12.6... 46 Gambar 3.7 Single Line Diagram ETAP 12.6... 46 Gambar 3.8 Tampilan Data Generator pada ETAP 12.6... 47 Gambar 3.9 Tampilan Data Transformator pada ETAP 12.6... 48 Gambar 3.10 Tampilan Data Beban Static pada ETAP 12.6... 49 Gambar 3.11 Tampilan Data Lumped Load pada ETAP 12.6... 50 Gambar 3.12 Tampilan Data Bus pada ETAP 12.6... 51 Gambar 3.13 Tampilan Data Circuit Breaker pada ETAP 12.6... 52 Gambar 3.14 Diagram Alir Analisis Kestabilan Transien ETAP 12.6... 53 x

Gambar 4.1 Tampilan Letak Skenario Hubung Singkat 3 Fasa... 60 Gambar 4.2 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD... 61 Gambar 4.3 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU... 61 Gambar 4.4 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 62 Gambar 4.5 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban... 62 Gambar 4.6 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD... 63 Gambar 4.7 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU... 64 Gambar 4.8 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 65 Gambar 4.9 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban... 66 Gambar 4.10 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Beban... 67 Gambar 4.11 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD... 68 Gambar 4.12 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU... 69 Gambar 4.13 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 69 Gambar 4.14 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban... 70 Gambar 4.15 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD... 71 Gambar 4.16 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU... 71 Gambar 4.17 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 72 Gambar 4.18 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban... 72 Gambar 4.19 Tampilan Letak Skenario Putusnya Interkoneksi... 74 Gambar 4.20 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, dan beban PLTD... 75 Gambar 4.21 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU... 76 Gambar 4.22 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, dan beban PLTD... 77 Gambar 4.23 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU... 78 Gambar 4.24 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Beban... 79 Gambar 4.25 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit... 80 Gambar 4.26 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban... 81 Gambar 4.27 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit... 82 Gambar 4.28 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban... 83 Gambar 4.29 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Unit Pembangkit MTU... 84 xi

Gambar 4.30 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit... 85 Gambar 4.31 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban... 86 Gambar 4.32 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit... 87 Gambar 4.33 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban... 87 Gambar 4.34 Tampilan Letak Skenario Open Koneksi... 89 Gambar 4.35 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD... 90 Gambar 4.36 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU... 91 Gambar 4.37 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 91 Gambar 4.38 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban... 92 Gambar 4.39 Perubahan Frekuensi Busbar GH Antam... 93 Gambar 4.40 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit... 93 Gambar 4.41 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban... 94 Gambar 4.42 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD... 95 Gambar 4.43 Grafik Tagangan Busbar Pada Unit PLTU... 96 Gambar 4.44 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 96 Gambar 4.45 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban... 97 Gambar 4.46 Perubahan Tegangan Busbar GH Antam... 98 Gambar 4.47 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit... 99 Gambar 4.48 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban... 100 Gambar 4.49 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD... 101 Gambar 4.50 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU... 102 Gambar 4.51 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 102 Gambar 4.52 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban... 103 Gambar 4.53 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD... 104 Gambar 4.54 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU... 104 Gambar 4.55 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 105 Gambar 4.56 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban... 105 Gambar 4.57 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD... 106 Gambar 4.58 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU... 107 Gambar 4.59 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 107 Gambar 4.60 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban... 108 xii

Gambar 4.61 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD... 109 Gambar 4.62 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU... 109 Gambar 4.63 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 110 Gambar 4.64 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban... 110 Gambar 4.65 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD... 111 Gambar 4.66 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU... 111 Gambar 4.67 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 112 Gambar 4.68 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban... 112 Gambar 4.69 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD... 113 Gambar 4.70 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU... 113 Gambar 4.71 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone... 114 Gambar 4.72 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban... 114 xiii

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Data Pembangkit PT. Antam... 56 Tabel 4.2 Data Beban PT. Antam... 57 Tabel 4.3 Data Pembangkit PT. PLN Kolaka... 58 Tabel 4.4 Data Beban Sistem PT. PLN Kolaka... 59 Tabel 4.5 Skenario kejadian dan aksi simulasi gangguan 3 fasa pada busbar 30 kv Switchgear Backbone tepatnya pada bus inc. C... 59 Tabel 4.6 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feni 4... 67 Tabel 4.7 Skenario kejadian dan aksi simulasi putusnya interkoneksi beban yang terhubung pada unit PLTD dengan beban yang terhubung pada unit... 74 Tabel 4.8 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feeder Wundulako... 79 Tabel 4.9 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feeder Wundulako... 84 Tabel 4.10 Skenario kejadian dan aksi simulasi lepasnya interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN Kolaka... 89 xiv

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Single Line Diagram PT. Antam... 119 LAMPIRAN 2 Single Line Diagram PLN Kolaka... 121 xv

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa, Sulawesi Tenggara Tbk adalah salah satu perusahaan milik negara penghasil tambang berupa nikel, yang berada di Sulawesi Tenggara dan merupakan penggabungan dari 7 perusahaan negara. Energi listrik di PT. Antam tidak disuplai oleh PLN tetapi dipasok pembangkit listrik sendiri berupa PLTD yang merupakan milik dari PT. Wartsila yang telah memiliki kontrak dengan PT. Antam untuk pengadaan pembangkit ini, dengan kontrak awal pengadaan 6 unit generator dengan kapasitas masing-masing sebesar 17 MW yang juga dioperasikan oleh Wartsila sendiri. Hingga saat ini jumlah unit generator yang ada pada PLTD adalah sebanyak 8 buah. Seiring dengan perkembangan zaman, maka dilakukanlah penambahan beban berupa smelter yang di PT. Antam sendiri diberi nama FENI. Hal ini dilakukan guna untuk peningkatan kualitas maupun kuantitas produksi aneka tambang yang ada di PT. Antam khususnya nikel. Dengan adanya penambahan beban ini, maka kebutuhan akan listrik pun meningkat untuk mengimbangi penambahan beban tersebut. Maka dari itu, dibangunlah PLTU yang diinterkoneksikan melalui jaringan 11 kv. Namun, dengan alasan keamanan, jaringan 30 kv dibangun. Sehingga saat ini, jaringan interkoneksi 30 kv menjadi jalur utama antara PLTD dengan PLTU (unit pembangkit baru), sementara jaringan interkoneksi 11 kv menjadi backup. Alasan lain yang mendasari pembangunan PLTU adalah melakukan penghematan biaya bahan bakar jika PLTU sudah sepenuhnya beroperasi. Penambahan unit PLTU ini akan mempengaruhi tingkat kestabilan pada sistem tenaga listrik di PT. Antam ini. Untuk itu, perlu dilakukanlah uji coba analisis gangguan, pelepasan beban ataupun pembangkit dari unit PLTU, untuk mengevaluasi respon dari PLTD. Hal ini dilakukan untuk melihat keandalan dari PLTD jikalau pada saat operasi penuh dari PLTU, terjadi gangguan ataupun suplai dari PLTU hilang secara tiba-tiba. 1

Di samping itu, dengan persediaan daya yang dimiliki PT. Antam, selain cukup untuk memenuhi kebutuhan bebannya sendiri, dan juga dapat digunakan PLN untuk memenuhi kebutuhan beban yang ada di sekitar PT. Antam. Sehingga, sangat bisa interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN. Dengan interkoneksi ini, tentu saja, akan mempengaruhi kestabilan pada sistem tenaga listrik, baik di PT. Antam sendiri, maupun pada sistem PLN. Oleh karena itu, kami melakukan penelitian dengan judul Analisis Kestabilan Frekuensi Dan Tegangan Sistem Tenaga Listrik PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Ubpn Sulawesi Tenggara. Pada penelitian ini, analisis kestabilan frekuensi maupun tegangan dari PLTD pada saat terjadi pelepasan unit PLTU akan disimulasikan dengan menggunakan software ETAP (Electrical Transient and Analysis Program) 12.6. Kestabilan sistem juga akan dievaluasi dengan melakukan beberapa scenario event seperti putusnya CB yang terhubung langsung dari PLTU, maupun lepasnya beban besar dari sistem tenaga listrik di PT. Antam itu sendiri. Selain itu, kestabilan sistem juga dianalisis jika beberapa generator dari unit PLTD terputus dikarenakan terjadi gangguan. Selain itu, dilakukan penelitian ini juga menganalisis kestabilan sistem, baik pada PT. Antam, sistem PLN, maupun sistem interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD akibat hilangnya beban maupun adanya gangguan di PT. Antam? 2. Bagaimana menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit pembangkit akibat hilangnya beban maupun adanya gangguan di PLN Kolaka? 3. Bagaimana menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD PT. Antam pada saat unit PLN Kolaka lepas sinkron dari sistem PT. Antam dan berbagai gangguan yang bisa terjadi pada sistem tenaga listrik PT. Antam? 2

I.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin kami capai di penelitian ini: 1. Menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD akibat hilangnya beban maupun adanya gangguan di PT. Antam. 2. Menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit pembangkit akibat hilangnya beban maupun adanya gangguan di PLN Kolaka. 3. Menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD PT. Antam pada saat unit PLN Kolaka lepas sinkron dari sistem PT. Antam dan berbagai gangguan yang bisa terjadi pada sistem tenaga listrik PT. Antam. I.4 Batasan Masalah Agar penulisan tugas akhir lebih terarah, maka penulis memberikan beberapa batasan masalah sebagai berikut: 1. Simulasi dilakukan dengan menggunakan software ETAP (Electrical and Transient Analysis Program) 12.6. 2. Nilai maksimal iterasi adalah 99 3. Simulasi dilakukan dengan memilih CB yang di-tripkan. 4. Simulasi dilakukan dengan memilih bus yang akan diberi gangguan. 5. Analisis kestabilan difokuskan pada kestabilan tegangan dan frekuensi. I.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini adalah: 1. Studi literatur Studi literatur dilakukan dengan cara mengadakan studi dari buku, internet, dan sumber bahan pustaka, atau informasi lainnya yang dapat menunjang penelitian. 2. Pengamatan di lapangan Dilakukan dengan meninjau langsung ke lapangan untuk melakukan pengamatan secara langsung. 3. Pengambilan data Dilakukan pengambilan data pada industri tempat melakukan penelitian. 3

4. Pengelompokan data, yang bertujuan untuk: a. Mengumpulkan dan mengelompokkan data agar lebih mudah dianalisis. b. Mengetahui kekurangan data sehingga kerja menjadi efisien. 5. Pengolahan data Dikerjakan dengan menerapkan dan melakukan simulasi aplikasi ETAP 12.6 serta melakukan beberapa perhitungan dan penggambaran, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik. 6. Analisa hasil pengolahan data Dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh simpulan sementara. Selanjutnya simpulan sementara ini akan diolah lebih lanjut pada bab pembahasan. 7. Simpulan Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan dengan permasalahan yang diteliti. Simpulan ini merupakan hasil akhir dari semua masalah yang dibahas. I.6 Sistematika Penulisan Penyusunan tugas akhir ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi teori penunjang dan literatur/referensi lain terkait analisis kestabilan transien pada sistem kelistrikan dan pengenalan software ETAP 12.6. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas tentang metode penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini. 4

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan dibahas tentang penelitian dan pembahasan kestabilan tegangan dan frekuensi pada sistem tenaga listrik di PT. Antam, PT. PLN Kolaka, maupun interkoneksi antara PT. Antam dengan PT. PLN Kolaka. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan dari pembahasan permasalahan dan saran-saran untuk perbaikan dan penyempurnaan tugas akhir ini. 5

BAB II LANDASAN TEORI II.1 Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen berupa pembangkitan, transmisi, distribusi dan beban yang saling berhubungan dan berkerja sama untuk melayani kebutuhan tenaga listrik bagi pelanggan sesuai kebutuhan. Secara garis besar sistem tenaga listrik dapat digambarkan dengan skema seperti pada Gambar 2.1 berikut [1]. Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik [1] Fungsi masing-masing komponen secara garis besar adalah sebagai berikut [1]: 1. Pembangkitan merupakan komponen yang berfungsi membangkitkan tenaga listrik, yaitu mengubah energi yang berasal dari sumber energi lain misalnya: air, batu bara, panas bumi, minyak bumi dan lain-lain menjadi energi listrik. 2. Transmisi merupakan komponen yang berfungsi menyalurkan daya atau energi dari pusat pembangkitan ke pusat beban. 3. Distribusi merupakan komponen yang berfungsi mendistribusikan energi listrik ke lokasi konsumen energi listrik. 6

4. Beban adalah peralatan listrik di lokasi konsumen yang memanfaatkan energi listrik dari sistem tersebut. Pada suatu sistem tenaga listrik, tegangan yang digunakan pada masing-masing komponen dapat berbeda beda sesuai dengan kepentingannya. Dengan kata lain, setiap komponen pada sistem tenaga listrik mempunyai level tegangan yang berbeda-beda. Pembagian level tegangan dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini. 70-500kV Penyaluran 220-20.000 V Pembangkitan 11-24 kv Distribusi Pengguna Sesuai keperluan Gambar 2.2 Pembagian Level Tegangan [1] Pada sistem pembangkitan, level tegangan disesuaikan dengan spesifikasi generator pembangkit yang digunakan, biasanya berkisar antara 11 s/d 24 kv. Untuk pembangkit yang berkapasitas lebih besar biasanya menggunakan level tegangan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan agar arus yang mengalir tidak terlalu besar. Karena untuk kapasitas daya tertentu, besar arus yang mengalir berbanding terbalik dengan tegangannya. Level tegangan pada pembangkit biasanya tidak tinggi, karena semakin tinggi level tegangan generator, jumlah lilitan generator harus lebih banyak lagi. Dengan lilitan yang lebih banyak mengakibatkan generator menjadi lebih besar dan lebih berat sehingga dinilai tidak efisien. Pada sistem saluran transmisi biasanya digunakan level tegangan yang lebih tinggi. Hal ini karena fungsi pokok saluran transmisi adalah menyalurkan daya, sehingga yang dipentingkan adalah sistem mampu menyalurkan daya dengan efisiensi yang tinggi atau rugi-rugi daya dan turun tegangannya kecil. Upaya yang dilakukan adalah mempertinggi level tegangan agar arus yang mengalir pada jaringan transmisi 7

lebih kecil. Level tegangan saluran transmisi lebih tinggi dari tegangan yang dihasilkan generator pembangkit. Tegangan saluran transmisi umumnya berkisar antara 70 s/d 500 kv. Untuk menaikkan tegangan dari level pembangkit ke level tegangan saluran transmisi diperlukan transformator penaik tegangan. Pada jaringan distribusi biasanya menggunakan tegangan yang lebih rendah dari tegangan saluran transmisi. Hal ini karena daya yang didistribusikan oleh masingmasing jaringan distribusi biasanya relatif kecil dibanding dengan daya yang disalurkan saluran transmisi, dan juga menyesuaikan dengan tegangan pelanggan atau pengguna energi listrik. Level tegangan jaringan distribusi yang sering digunakan ada dua macam, yaitu 20 kv untuk jaringan tegangan menengah (JTM) dan 220 V untuk jaringan tegangan rendah (JTR). Dengan demikian diperlukan gardu induk yang berisi trafo penurun tegangan untuk menurunkan tegangan dari saluran transmisi ke tegangan distribusi 20 kv. Diperlukan juga trafo distribusi untuk menurunkan tegangan dari 20 kv ke 220 V sesuai tegangan pelanggan. Level tegangan beban pelanggan menyesuaikan dengan jenis bebannya, misalnya beban industri yang biasanya memerlukan daya yang relatif besar biasanya menggunakan tegangan menengah 20 kv, sedang beban rumah tangga dengan daya yang relatif kecil, biasanya menggunakan tegangan rendah 220 V [1]. II.1.1 Pembangkit Tenaga Listrik Pembangkit tenaga listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berfungsi membangkitkan energi listrik dengan mengubah sumber energi lain menjadi energi listrik. Sumber energi tersbut dapat berupa energi air, bahan bakar minyak, batu bara, angin, surya dan lain-lain. Masing-masing pembangkit mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda-beda, sehingga penggunaannya disesuaikan dengan kepentingannya. Pembangkit tenaga listrik biasanya digolongkan menurut prinsip kerja dan sumber energi yang digunakan. Gambar 2.3 memperlihatkan komponen pokok suatu pembangkit listrik [1]. 8

Suatu unit pembangkit paling biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1. Penggerak mula berfungsi menghasilkan energi gerak berupa putaran poros yang selanjutnya digunakan untuk memutar generator. 2. Generator berfungsi untuk mengubah energi gerak menjadi energi listrik yang siap dikirimkan ke pusat beban. 3. Gardu induk berfungsi untuk mengatur pengiriman energi dan juga untuk menyesuaikan level tegangan agar sesuai dengan level tegangan pengiriman. Penggerak Mula Generator Gardu Induk Gambar 2. 3 Komponen Pokok Pembangkit [1] II.1.1.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) [1] Gambar 2.4 Skema PLTU [1] Gambar 2.4 menunjukkan skema pembangkitan dari PLTU. Adapun prinsip kerja dari PLTU adalah sebagai berikut [1]: 1. Air dipanaskan dalam ketel uap (boiler) hingga menjadi uap yang bersuhu tinggi dan mempunyai tekanan yang cukup tinggi. 2. Uap tersebut kemudian dialirkan ke turbin uap untuk memutar turbin. 3. Uap yang keluar dari turbin yang tekanannya sudah relative rendah dialirkan ke dalam pendingin (kondensator) agar mengembun kembali lagi menjadi air. 4. Air yang dihasilkan dikembalikan lagi ke boiler untuk diuapkan kembali. 9

Demikian seterusnya, sehingga siklus akan berlangsung selama pemanasan masih dilakukan. Pemanasan air pada boiler dapat dilakukan dengan membakar bahan bakar seperti bahan bakar minyak, batu bara atau bahan bakar lainnya. Sedangkan pendinginan atau pemgembunan biasanya menggunakan air laut yang disirkulasikan ke ruang pengembunan. Lokasi pembangunan PLTU dapat lebih fleksibel didekatkan dengan pusat beban, asalkan masih di lokasi pantai untuk memudahkan sirkulasi air laut untuk proses pengembunan uap. Pembangkit jenis ini tidak memerlukan lahan seluas PLTA. Adapun karakteristik PLTU: Biaya operasi relatif tinggi, sesuai bahan bakarnya Biaya investasi lebih murah dibanding PLTA Pembangunan bisa lebih cepat Letaknya dapat didekatkan dengan pusat beban Sebaiknya dibangun di pantai II.1.1.2 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) [1] Berbeda dengan jenis pembangkit yang dibahas sebelumnya, pada PLTD energi mekanik yang digunakan untuk memutar generator bukan berasal dari turbin, akan tetapi berasal dari mesin diesel. Dengan demikian prinsip kerja PLTD nampak lebih sederhana, akan tetapi karena efisiensinya yang relatif kecil, maka PLTD hanya digunakan untuk pembangkit dengan kapasitas daya yang relatif kecil. Gambar 2.5 menunjukkan prinsip kerja dari PLTD [1]. BBM Mesin Diesel Generator Karakteristik PLTD adalah sebagai berikut: Gambar 2.5 PLTD [1] Biaya operasi sangat tinggi (menggunakan BBM) 10

Biaya pembangunan relatif ringan Pembangunannya cepat Letaknya dapat didekatkan pusat beban Biasanya untuk daya relatif kecil Untuk melayani beban puncak atau terpencil Segera bisa digunakan setelah start II.1.2 Saluran Transmisi [1] Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berupa sejumlah konduktor yang dipasang membentang sepanjang jarak antara pusat pembangkit sampai pusat beban. Fungsinya yaitu untuk mengirimkan energi listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban. Macam-macam saluran transmisi: Saluran udara: Kawat atau kondutor telanjang (tanpa isolasi) yang digantung dengan ketinggian tertentu pada tower dengan menggunakan isolator. Saluran bawah tanah: kabel atau konduktor berisolasi yang ditanam dalam tanah dengan kedalaman tertentu. Saluran bawah laut: kabel atau konduktor berisolasi yang diletakkan di dasar laut. Saluran transmisi biasanya digunakan untuk mengirimkan daya listrik untuk jarak yang relatif jauh. Dari ketiga jenis saluran transmisi, paling banyak digunakan adalah saluran udara, karena lebih ekonomis. Biaya pembangunan saluran udara relatif lebih ringan dibandingkan dengan jenis yang lain, karena menggunakan penghantar yang telanjang atau tidak berisolasi, sedang jenis yang lain harus menggunakan penghantar berisolasi. Penghantar merupakan komponen pokok dari saluran transmisi, sehingga biaya pembangunannya sangat dipengaruhi oleh jenis penghantar yang digunakan. Saluran bawah tanah dan saluran bawah laut hanya digunakan jika saluran udara tidak lagi bisa digunakan, misalnya untuk menyalurkan daya antar pulau. Pada saluran bawah tanah dan saluran bawah laut, kekuatan fisik maupun elektris isolasi penghantar merupakan hal yang sangat penting, karena bila terjadi kerusakan atau kebocoran akan sangat membahayakan lingkungan di sekitranya. Sedangkan pada 11

saluran udara, yang penting adalah memenuhi batas ketinggian saluran minimum, sehingga induksi elektromagnetik dan pengaruh medan magnet yang ditimbulkan tidak membahayakan penghuni atau tanaman yang ada di bawah saluran tersebut. Macam-macam tegangan saluran transmisi: Saluran Transmisi AC: lebih mudah ketika menaikkan dan menurunkan tegangan, cukup dengan transformator. ada efek induktansi dan kapasitansi saluran Saluran Transmisi DC: tidak ada efek induktansi dan kapasitansi saluran perlu peralatan tambahan ketika menaikkan dan menurunkan tegangan Dari pertimbangan ekonomis, saluran transmisi tegangan bolak-balik atau AC menjadi pilihan utama, karena pada sistem tenaga listrik AC level tegangan dapat dinaikkan atau diturunkan dengan lebih mudah, yaitu cukup menggunakan trafo. Hal ini tidak mudah dilakukan pada sistem listrik arus searah atau DC. Pada sistem DC, untuk menaikkan atau menurunkan tegangan, tegangan DC harus terlebih dahulu diubah menjadi AC, barulah dimasukkan ke trafo, kemudian keluarannya dikembalikan lagi ke DC. Sebagai contoh pada gardu pembangkit, setelah trafo penaik tegangan, diperlukan penyearah sebelum dimasukkan ke saluran transmisi. Setelah sampai di Gardu induk, diperlukan inverter untuk mengubah menjadi AC, baru kemudian dimasukkan ke trafo penurun tegangan. Hal ini mengakibatkan saluran transmisi DC memerlukan biaya pembangunan yang relatif tinggi dibanding saluran transmisi AC. Level tegangan saluran transmisi: Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) berkisar antara 70 s/d 150 kv Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di atas 150 kv s/d 750 kv Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT) di atas 750 kv Saluran transmisi berfungsi untuk mengirimkan energi listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban. Pemilihan jenis saluran transmisi sangat ditentukan oleh 12

jumlah energi yang akan disalurkan dan jarak atau panjang saluran transmisinya. Pada saluran transmisi, untuk menyalurkan energi dengan jumlah tertentu atau daya tertentu, semakin tinggi level tegangan yang digunakan, maka arus yang mengalir akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya, sesuai dengan rumus: P = V x I (2.1) Dimana: P: daya yang dikirimkan V: tegangan saluran I: Arus yang mengalir pada saluran Dengan menaikkan level tegangan, maka arus yang mengalir pada saluran menjadi lebih kecil. Selanjutnya drop tegangan pada saluran transmisi menjadi semakin kecil, sesuai rumus: V = I x Z (2.2) dimana Z adalah impedansi saluran kawat penghantar. Demikian juga dengan semakin kecil arus yang mengalir pada saluran, diharapkan rugi-rugi daya pada saluran semakin kecil, sesuai rumus: P = I 2 x R (2.3) dimana R adalah resistansi saluran. Semakin tinggi level tegangan saluran transmisi tentunya biaya pembangunannya lebih mahal, karena harus menggunakan tower yang lebih tinggi dan kekuatan isolasinya juga lebih besar. Demikian juga peralatan-peralatan yang harus digunakan pada gardu induknya. Dengan pertimbangan di atas, saluran transmisi dengan level tegangan yang lebih tinggi lebih layak digunakan untuk menyalurkan daya yang relatif lebih besar dan jarak yang relatif jauh, sehingga kenaikan biaya pembangunan bisa terimbangi dengan berkurangnya turun tegangan dan rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran. II.1.3 Jaringan Distribusi [1] Jaringan distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berupa jaringan penghantar yang menghubungkan antara gardu induk pusat beban ke 13

pelanggan. Fungsinya yaitu mendistribusikan energi listrik ke pelanggan sesuai kebutuhan. Gambar 2.6 merupakan salah satu contoh jaringan distribusi yang ada. Gambar 2.6 Jaringan Distribusi [1] Jaringan distribusi dalam operasinya tidak bisa dipisahkan dengan gardu induk distribusi. Gardu induk distribusi ada yang berada di ujung saluran transmisi, yang berfungsi mengatur distribusi daya yang diterima dari saluran transmisi sekaligus menurunkan tegangan dari level saluran transmisi ke level jaringan distribusi. Gardu induk juga ada yang berada di antara jaringan distribusi yang berfungsi untuk membagi aliran daya dan menurunkan tegangan distribusi ke tegangan rendah. Level tegangan jaringan distribusi: Saluran Tegangan Menengah (TM: 20 kv) Antar gardu induk Antara gardu induk dengan pelanggan TM Antara gardu induk dengan trafo TR Saluran Tegangan Rendah (TR: 220 V) Antara trafo tegangan ke pelanggan Jaringan distribusi tegangan menengah biasanya mengunakan jaringan 3 fase 4 kawat dengan tegangan antara fasa dengan tanah (netral) 20 kv. Jaringan distribusi merupakan penghubung antar gardu induk tegangan menengah atau yang 14

menghubungkan gardu induk tegangan menengah dengan trafo distribusi tegangan rendah. Jaringan tegangan rendah ada yang menggunakan jaringan 3 fase 4 kawat untuk beban-beban yang relatif besar. Untuk beban yang relatif kecil termasuk beban rumah tangga lebih banyak menggunakan satu fase 2 kawat dengan tegangan 220 volt dari fasa ke netral. Dalam prakteknya, trafo tegangan yang digunakan mempunyai tiga terminal output, yaitu satu netral yang juga dihubungkan ke tanah dan dua terminal fasa yang mempunyai tegangan sama 220 volt. Bila jaringan tegangan rendah dan jaringan tegangan menengah menggunakan tiang yang sama maka kawat penghantar yang digunakan cukup satu saja, sebagai kawat netral kedua sistem tersebut. Adapun skema jaringan distribusi dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut ini: GARDU INDUK 150/20 kv TRAFO DIST 20 kv/220 V PELANGGAN 220 V PELANGGAN 220 V PELANGGAN INDUSTRI 20 kv TRAFO DISTR 20 kv/220 V PELANGGAN 220 V PELANGGAN 220 V Gambar 2.7 Skema Jaringan Distribusi [1] Untuk pelanggan yang menggunakan cukup besar, misalnya industri, rumah sakit atau kampus biasanya berlangganan dengan tegangan menengah 20 kv. Untuk kepentingan menurunkan tegangan dan pendistribusiannya pihak pelanggan mengelola gardu induk sendiri. Pelanggan beban yang relatif kecil yang menggunakan tegangan rendah dilayani dengan jaringan transmisi tegangan rendah yang menghubungkan pelanggan dengan trafo distribusi tegangan rendah. 15

Macam jaringan distribusi: Saluran Udara (kawat telanjang): Lebih murah Mengganggu pemandangan Saluran Bawah Tanah (kabel berisolasi): Aman dan estetis Umumnya di kota-kota besar Jaringan distribusi umumnya menggunakan saluran udara dengan kawat telanjang yang dipasang pada tiang dengan isolator, karena dari sisi biaya pembangunannya lebih murah dan perawatannya lebih sederhana. Hanya saja jenis jaringan ini dapat mengganggu pemandangan, karena banyak bentangan kawat yang melintas di sepanjang jaringan. Kelemahan yang kain dari sistem ini adalah kurang aman terhadap gangguan cuaca dan dan teganggu oleh pepohonan yang tumbuh di sekitar jaringan. Berbeda dengan jaringan bawah tanah, yang mempunyai kelebihan tidak mengganggu pemandangan dan lebih aman terhadap gangguan cuaca. Hanya saja bila terjadi kerusakan, penanganannya lebih rumit. Jaringan bawah tanah harus menggunakan penghantar berisolasi, sehingga biaya pembangunannya lebih mahal. Jaringan bawah tanah biasanya digunakan pada daerah yang menuntut estetika yang tinggi dan jarak yang relatif pendek. Sistem jaringan distribusi: Sistem Ring Lebih rumit Keandalannya lebih tinggi Sistem Radial Lebih sederhana Keandalannya kurang Pada jaringan TR hanya digunakan sistem radial 16

Gambar 2.8 Konfigurasi Jaringan Radial [1] Pada jaringan distribusi sistem radial (Gambar 2.8), suatu gardu induk digunakan untuk melayani beban gardu induk yang lain yang kapasitasnya lebih kecil. Sedangkan masing-masing dari gardu induk tersebut tidak saling berhubungan. Kemudian masingmasing gardu induk melayani beberapa beban. Pada sistem ini biaya pembangunannya juga relatif murah dan pengelolaannya lebih sederhana, karena aliran dayanya hanya satu arah dan jumlah jaringannya relatif sedikit. Kelemahan sistem ini adalah apabila terjadi gangguan pada suatu gardu induk atau jaringan yang mengakibatkan kerusakan, maka semua beban yang melalui jaringan atau gardu induk tersebut akan terputus. Kelemahan yang ada pada sistem di atas diselesaikan dengan menggunakan sistem ring atau loop (Gambar 2.9), yaitu diupayakan ada interkoneksi antar gardu induk yang ada melalui jaringan distribusi. Bila terjadi gangguan pada salah satu gardu induk, beban dapat dilayani oleh gardu induk yang lain. melalui jaringan distribusi yang berbeda. Demikian pula jika gangguan terjadi pada suatu saluran distribusi. Pengelolaan sistem ini tentunya lebih rumit dan biaya pembangunannya lebih mahal, tetapi tingkat pelayanan tenaga listrik ke pelanggan mejadi lebih baik. 17

Gambar 2.9 Konfigurasi Sistem Loop [1] II.2 Bentuk Jaringan Sistem Tenaga Listrik II.2.1 Sistem Radial Terbuka [2] Keuntungannya: a. Konstruksinya lebih sederhana b. Material yang digunakan lebih sedikit, sehingga lebih murah c. Sistem pemeliharaannya lebih murah d. Untuk penyaluran jarak pendek akan lebih murah Kelemahannya: a. Keterandalan sistem ini lebih rendah b. Faktor penggunaan konduktor 100 % c. Makin panjang jaringan (dari Gardu Induk atau Gardu Hubung) kondisi tegangan tidak dapat diandalkan d. Rugi-rugi tegangan lebih besar e. Kapasitas pelayanan terbatas f. Bila terjadi gangguan penyaluran daya terhenti. Sistem radial pada jaringan distribusi merupakan sistem terbuka, dimana tenaga listrik yang disalurkan secara radial melalui gardu induk ke konsumen-konsumen dilakukan secara terpisah satu sama lainnya. Sistem ini merupakan sistem yang paling sederhana diantara sistem yang lain dan paling murah, sebab sesuai konstruksinya 18

sistem ini menghendaki sedikit sekali penggunaan material listrik, apalagi jika jarak penyaluran antara gardu induk ke konsumen tidak terlalu jauh. Sistem jaringan radial terbuka ditunjukkan pada Gambar 2.10 di bawah ini: Gambar 2.10 Sistem Jaringan Radial Terbuka [2] Sistem radial terbuka ini paling tidak dapat diandalkan, karena penyaluran tenaga kistrik hanya dilakukan dengan menggunakan satu saluran saja. Jaringan model ini sewaktu mendapat gangguan akan menghentikan penyaluran tenaga listrik cukup lama sebelum gangguan tersebut diperbaiki kembali. Oleh sebab itu kontinuitas pelayanan pada sistem radial terbuka ini kurang bisa diandalkan. Selain itu makin panjang jarak saluran dari gardu induk ke konsumen, kondisi tegangan makin tidak bisa diandalkan, justru bertambah buruk karena rugi-rugi tegangan akan lebih besar. Berarti kapasitas pelayanan untuk sistem radial terbuka ini sangat terbatas. II.2.2 Sistem Radial Paralel [2] Keuntungannya: a. Kontinuitas pelayanan lebih terjamin, karena menggunakan dua sumber b. Kapasitas pelayanan lebih baik dan dapat melayani beban maksimum c. Kedua saluran dapat melayani titik beban secara bersama d. Bila salah satu saluran mengalami gangguan, maka saluran yang satu lagi dapat menggantikannya, sehingga pemadaman tak perlu terjadi. e. Dapat menyalurkan daya listrik melalui dua saluran yang diparalelkan 19

Kelemahannya: a. Peralatan yang digunakan lebih banyak terutama peralatan proteksi b. Biaya pembangunan lebih mahal Gambar 2.11 Sistem Jaringan Radial Paralel [2] Untuk memperbaiki kekurangan dari sistem radial terbuka diatas maka dipakai konfigurasi sistem radial parallel (Gambar 2.11), yang menyalurkan tenaga listrik melalui dua saluran yang diparalelkan. Pada sistem ini titik beban dilayani oleh dua saluran, sehingga bila salah satu saluran mengalami gangguan, maka saluran yang satu lagi dapat menggantikan melayani, dengan demikian pemadaman tak perlu terjadi. Kontinuitas pelayanan sistem radial paralel ini lebih terjamin dan kapasitas pelayanan bisa lebih besar dan sanggup melayani beban maksimum (peak load) dalam batas yang diinginkan. Kedua saluran dapat dikerjakan untuk melayani titik beban bersama-sama. Biasanya titik beban hanya dilayani oleh salah satu saluran saja. Hal ini dilakukan untuk menjaga kontinuitas pelayanan pada konsumen. 20

II.2.3 Sistem Rangkaian Tertutup (Loop Circuit) [2] Keuntungannya: a. Dapat menyalurkan daya listrik melalui satu atau dua saluran feeder yang saling berhubungan b. Menguntungkan dari segi ekonomis c. Bila terjadi gangguan pada salauran maka saluran yang lain dapat menggantikan untuk menyalurkan daya listrik d. Konstinuitas penyaluran daya listrik lebih terjamin e. Bila digunakan dua sumber pembangkit, kapasitas tegangan lebih baik dan regulasi tegangan cenderung kecil f. Dalam kondisi normal beroperasi, pemutus beban dalam keadaan terbuka g. Biaya konstruksi lebih murah h. Faktor penggunaan konduktor lebih rendah, yaitu 50 % i. Keandalan relatif lebih baik Kelemahannya: a. Keterandalan sistem ini lebih rendah b. Drop tegangan makin besar c. Bila beban yang dilayani bertambah, maka kapasitas pelayanan akan lebih jelek Pada Gambar 2.12 menunjukkan sistem jaringan tertutup. Gambar 2.12 Sistem Jaringan Tertutup [2] 21

Sistem rangkaian tertutup pada jaringan distribusi merupakan suatu sistem penyaluran melalui dua atau lebih saluran feeder yang saling berhubungan membentuk rangkaian berbentuk cincin. Sistem ini secara ekonomis menguntungkan, karena gangguan pada jaringan terbatas hanya pada saluran yang terganggu saja. Sedangkan pada saluran yang lain masih dapat menyalurkan tenaga listrik dari sumber lain dalam rangkaian yang tidak terganggu. Sehingga kontinuitas pelayanan sumber tenaga listrik dapat terjamin dengan baik. Yang perlu diperhatikan pada sistem ini apabila beban yang dilayani bertambah, maka kapasitas pelayanan untuk sistem rangkaian tertutup ini kondisinya akan lebih jelek. Tetapi jika digunakan titik sumber (pembangkit tenaga listrik) lebih dari satu di dalam sistem jaringan ini maka sistem ini akan benyak dipakai, dan akan menghasilkan kualitas tegangan lebih baik, serta regulasi tegangannya cenderung kecil. II.2.4 Sistem Network/Mesh [2] Sistem network/mesh ini merupakan sistem penyaluran tenaga listrik yang dilakukan secara terus-menerus oleh dua atau lebih feeder pada gardu-gardu induk dari beberapa pusat pembangkit tenaga listrik yang bekerja secara paralel. Sistem ini merupakan pengembangan dari sistem-sistem yang terdahulu dan merupakan sistem yang paling baik serta dapat diandalkan, mengingat sistem ini dilayani oleh dua atau lebih sumber tenaga listrik. Selain itu junlah cabang lebih banyak dari jumlah titik feeder. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 2.13. Keuntungannya: a. Penyaluran tenaga listrik dapat dilakukan secara terus-menerus (selama 24 jam) dengan menggunakan dua atau lebih feeder b. Merupakan pengembangan dari sistem-sistem yang terdahulu c. Tingkat keterandalannya lebih tinggi d. Jumlah cabang lebih banyak dari jumlah titik feeder e. Dapat digunakan pada daerah-daerah yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi 22

f. Memiliki kapasitas dan kontinuitas pelayanan sangat baik g. Gangguan yang terjadi pada salah satu saluran tidak akan mengganggu kontinuitas pelayanan Kelemahannya: a. Biaya konstruksi dan pembangunan lebih tinggi b. Setting alat proteksi lebih sukar Gambar 2.13 Sistem Jaringan Network/Mesh [2] Sistem ini dapat digunakan pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan tinggi dan mempunyai kapasitas dan kontinuitas pelayanan yang sangat baik. Gangguan yang terjadi pada salah satu saluran tidak akan mengganggu kontinuitas pelayanan. Sebab semua titik beban terhubung paralel dengan beberapa sumber tenaga listrik. II.2.5 Sistem Interkoneksi II.2.5.1 Interkoneksi Jaringan [2] Keuntungannya: a. Merupakan pengembangan sistem network/mesh b. Dapat menyalurkan tenaga listrik dari beberapa pusat pembangkit tenaga listrik c. Penyaluran tenaga listrik dapat berlangsung terus-menerus (tanpa putus), walaupun daerah kepadatan beban cukup tinggi dan luas d. Memiliki keterandalan dan kualitas sistem yang tinggi 23

e. Apabila salah satu pembangkit mengalami kerusakan, maka penyaluran tenaga listrik dapat dialihkan ke pusat pembangkit lainnya. f. Bagi pusat pembangkit yang memiliki kapasitas lebih kecil, dapat dipergunakan sebagai cadangan atau pembantu bagi pusat pembangkit utama (yang memiliki kapasitas tenaga listrik yang lebih besar) g. Ongkos pembangkitan dapat diperkecil h. Sistem ini dapat bekerja secara bergantian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan i. Dapat memperpanjang umur pusat pembangkit j. Dapat menjaga kestabilan sistem Pembangkitan k. Keandalannya lebih baik l. Dapat dicapai penghematan-penghematan di dalam investasi Kelemahannya: a. Memerlukan biaya yang cukup mahal b. Memerlukan perencanaan yang lebih matang c. Saat terjadi gangguan hubung singkat pada penghantar jaringan, maka semua pusat pembangkit akan tergabung di dalam sistem dan akan ikut menyumbang arus hubung singkat ke tempat gangguan tersebut. d. Jika terjadi unit-unit mesin pada pusat pembangkit terganggu, maka akan mengakibatkan jatuhnya sebagian atau seluruh sistem. e. Perlu menjaga keseimbangan antara produksi dengan pemakaian f. Merepotkan saat terjadi gangguan petir Sistem interkoneksi ini merupakan perkembangan dari sistem network/mesh. Sistem ini menyalurkan tenaga listrik dari beberapa pusat pembangkit tenaga listrik yang dikehendaki bekerja secara paralel. Sehingga penyaluran tenaga listrik dapat berlangsung terus menerus (tak terputus), walaupun daerah kepadatan beban cukup tinggi dan luas. Hanya saja sistem ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan perencanaan yang cukup matang. Untuk perkembangan dikemudian hari, sistem interkoneksi ini sangat baik, bisa diandalkan dan merupakan sistem yang mempunyai kualitas yang cukup tinggi. Sistem interkoneksi sistem tenaga listrik, dapat dilihat pada Gambar 2.14. 24

Pada sistem interkoneksi ini apabila salah satu pusat pembangkit tenaga listrik mengalami kerusakan, maka penyaluran tenaga listrik dapat dialihkan ke pusat pembangkit lain. Untuk pusat pembangkit yang mem-punyai kapasitas kecil dapat dipergunakan sebagai pembantu dari pusat pembangkit utama (yang mempunyai kapasitas tenaga listrik yang besar). Apabila beban normal sehari-hari dapat diberikan oleh pusat pembangkit tenaga listrik tersebut, sehingga ongkos pembangkitan dapat diperkecil. Pada sistem interkoneksi ini pusat pembangkit tenaga listrik bekerja bergantian secara teratur sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Sehingga tidak ada pusat pembangkit yang bekerja terus-menerus. Cara ini akan dapat memperpanjang umur pusat pembangkit dan dapat menjaga kestabilan sistem pembangkitan. Gambar 2.14 Sistem Jaringan Interkoneksi [2] II.3 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik [3] Suatu sistem tenaga listrik yang baik harus memenuhi beberapa syarat, seperti Reliability, Quality dan Stability. Reliability adalah kemampuan suatu sistem untuk menyalurkan daya atau energi secara terus menerus. Quality adalah kemampuan sistem tenaga listrik untuk menghasilkan besaranbesaran standar yang ditetapkan untuk tegangan dan frekuensi. Stability adalah kemampuan dari sistem untuk kembali bekerja secara normal setelah mengalami suatu gangguan. 25

Dalam sistem tenaga listrik yang baik maka ketiga syarat tersebut harus dipenuhi yaitu sistem harus mampu memberi pasokan listrik secara terus menerus dengan standar besaran untuk tegangan dan frekuensi sesuai dengan aturan yang berlaku dan harus segera kembali normal bila sistem terkena gangguan. Untuk jaringan yang sangat komplek dimana beberapa pembangkit saling terkoneksi satu sama lain maka keluaran daya elektris berupa besaran seperti tegangan dan frekuensi haruslah diperhatikan agar tidak ada pembangkit yang kelebihan beban dan pembangkit yang lain bebannya kecil. Sistem tenaga listrik mempunyai variasi beban yang sangat dinamis dimana setiap detik akan berubah-ubah, dengan adanya perubahan ini pasokan daya listrik tetap dan harus dipasok dengan besaran daya yang sesuai, bila pada saat tertentu terjadi lonjakan atau penurunan beban yang tidak terduga maka perubahan ini sudah dapat dikategorikan ke dalam gangguan pada sistem tenaga listrik yakni kondisi tidak seimbang antara pasokan listrik dan permintaan energi listrik akibat adanya gangguan baik pada pembangkit ataupun pada sistem transmisi sehingga mengakibatkan kerja dari pembangkit yang lain menjadi lebih berat. Untuk itu diperlukan satu penelaahan kestabilan agar pembangkit yang terganggu tidak terlepas dari sistem. Analisis kestabilan biasanya digolongkan kedalam tiga jenis, tergantung pada sifat dan besarnya gangguan yaitu [3]: 1. Kestabilan Keadaan Tetap (Steady State Stability) Kestabilan keadaan tetap adalah: Kemampuan sistem tenaga listrik untuk menerima gangguan kecil yang bersifat gradual, yang terjadi disekitar titik keseimbangan pada kondisi tetap. Kestabilan ini tergantung pada karakteristik komponen yang terdapat pada sistem tenaga listrik antara lain: pembangkit, beban, jaringan transmisi, dan kontrol sistem itu sendiri. Model pembangkit yang digunakan adalah pembangkit yang sederhana (sumber tegangan konstan) karena hanya menyangkut gangguan kecil disekitar titik keseimbangan. 2. Kestabilan Dinamis (Dynamic Stability) Kestabilan dinamis adalah: Kemampuan sistem tenaga listrik untuk kembali ke titik keseimbangan setelah timbul gangguan yang relatif kecil secara tiba-tiba 26

dalam waktu yang lama. Analisa kekestabilan dinamis lebih komplek karena juga memasukkan komponen kontrol otomatis dalam perhitungannya. 3. Kestabilan Peralihan (Transient Stability) Kekestabilan peralihan adalah: Kemampuan sistem untuk mencapai titik keseimbangan/sinkronisasi setelah mengalami gangguan yang besar sehingga sistem kehilangan kestabilan karena gangguan terjadi diatas kemampuan sistem. Analisis kestabilan peralihan merupakan analisis yang utama untuk menelaah perilaku sistem daya misalnya gangguan yang berupa: a. Perubahan beban yang mendadak karena terputusnya unit pembangkit. b. Perubahan pada jaringan transmisi misalnya gangguan hubung singkat atau pemutusan saklar (switching). Sistem daya listrik masa kini jauh lebih luas, ditambah interkoneksi antar sistem yang rumit dan melibatkan beratus-ratus mesin yang secara dinamis saling mempengaruhi melalui perantara jala-jala tegangan ekstra tinggi, mesin-mesin ini mempunyai sistem penguatan yang berhubungan. Kisaran masalah yang dianalisis banyak menyangkut gangguan yang besar dan tidak lagi memungkinkan menggunakan proses kelinearan. Masalah kestabilan peralihan dapat lebih lanjut dibagi kedalam Kestabilan ayunan pertama (first swing) dan ayunan majemuk (multi swing). Kestabilan ayunan pertama didasarkan pada model generator yang cukup sederhana tanpa memasukkan sistem pengaturannya, biasanya periode waktu yang diselidiki adalah detik pertama setelah timbulnya gangguan pada sistem. Bila pada sistem, mesin dijumpai tetap berada dalam keadaan serempak sebelum berakhirnya detik pertama, ini dikatagorikan sistem masih stabil. Kestabilan sistem tenaga listrik diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal di bawah ini [3]: a. Sifat alami dari ketidakstabilan yang dihasilkan terkait dengan parameter sistem utama dimana ketidakstabilan bisa diamati. b. Ukuran gangguan dianggap menunjukkan metode perhitungan dan prediksi ketidakstabilan yang paling sesuai. 27

c. Divais, proses, dan rentang waktu yang harus diambil untuk menjadi pertimbangan dalam menentukan kestabilan Stabilitas Sistem Tenaga Stabilitas Sudut Rotor Stabilitas Frekuensi Stabilitas Tegangan Stabilitas Sudut Akibat Gangguan Kecil Stabilitas Transien Stabilitas Tegangan Akibat Gangguan Kecil Stabilitas Tegangan Akibat Gangguan Luas Cepat Cepat Lama Cepat Lama Gambar 2.15 Klasifikasi Kestabilan Sistem Tenaga Listrik [3] Gambar 2.15 menunjukkan sebuah kemungkinan klasifikasi kestabilan sistem tenaga listrik ke dalam tiga bagian, yaitu kestabilan sudut rotor, kestabilan frekuensi, dan kestabilan tegangan. II.3.1 Kestabilan Tegangan [3] Kestabilan tegangan berkaitan dengan kemampuan suatu sistem daya untuk menjaga tegangan tetap stabil pada semua bus dalam sistem pada kondisi operasi normal dan setelah terjadi gangguan. Ketidakstabilan yang terjadi akan mengakibatkan tegangan turun atau tegangan naik pada beberapa bus. Akibat yang mungkin timbul dari ketidakstabilan tegangan adalah hilangnya beban di daerah dimana tegangan mencapai nilai rendah yang tidak dapat diterima atau hilangnya integritas sistem daya. Faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan tegangan biasanya jatuh tegangan yang terjadi ketika aliran daya aktif dan reaktif melalui reaktansi induktif yang terkait dengan jaringan transmisi, dimana hal ini membatasi kemampuan jaringan transmisi untuk mentransfer daya. 28

Masalah kestabilan tegangan biasanya terjadi pada sistem dengan pembebanan yang besar. Ketidakstabilan tegangan dapat menginisiasi terjadinya runtuh tegangan. Gangguan yang menyebabkan runtuh tegangan dapat dipicu oleh beberapa hal, seperti naiknya beban atau gangguan besar yang muncul secara tiba-tiba. Masalah yang paling mendasar adalah lemahnya sistem tenaga listrik. Di samping kekuatan jaringan transmisi dan kemampuan transfer daya, faktor-faktor yang berkontribusi dalam fenomena runtuh tegangan (voltage collapse), antara lain batas kendali tegangan / daya reaktif generator, karakteristik beban, karakteristik kompensator daya reaktif, dan aksi dari divais kendali tegangan seperti transformator on-load tap changer. Istilah-istilah yang terkait dengan kestabilan tegangan dapat didefinisikan sebagai berikut [3]: a. Kestabilan tegangan (voltage stability) adalah kemampuan dari sistem tenaga listrik untuk mempertahankan tegangan pada seluruh bus dalam sistem agar tetap berada dalam batas toleransi tegangan, baik pada saat kondisi normal maupun setelah terkena gangguan. b. Runtuh tegangan (voltage collapse) adalah proses dimana ketidakstabilan tegangan berakhir pada nilai tegangan yang sangat rendah pada bagian penting dari sistem tenaga listrik. c. Keamanan tegangan (voltage security) adalah kemampuan dari sistem tenaga listrik, tidak hanya untuk beroperasi stabil, tetapi juga tetap stabil (selama sistem proteksi tetap bekerja untuk mempertahankan tegangan) setelah terjadi gangguan atau perubahan keadaan sistem yang signifikan. Ketidakstabilan tegangan dan proses runtuh tegangan dapat terjadi dalam selang waktu beberapa detik hingga beberapa menit. Sejumlah komponen dan kendali sistem tenaga listrik memainkan peran dalam kestabilan tegangan. Karakteristik sistem dan gangguan akan menentukan fenomena yang penting bagi suatu sistem tenaga listrik. Berdasarkan rentang waktu terjadinya, kestabilan tegangan dibagi menjadi kestabilan tegangan transien (transient voltage stability) dan kestabilan tegangan jangka panjang (longer-term stability). 29

Setiap komponen dalam sistem tenaga listrik memberikan pengaruh terhadap kestabilan tegangan sistem tersebut, termasuk sistem pembangkitan, sistem transmisi, karakteristik beban, dan kompensator daya reaktif. II.3.2 Kestabilan Frekuensi [4] Pada sistem tenaga listrik, frekuensi merupakan indikator dari keseimbangan antara daya yang dibangkitkan dengan total beban sistem. Frekuensi sistem akan turun bila terjadi kekurangan pembangkitan atau kelebihan beban. Penurunan frekuensi yang besar dapat mengakibatkan kegagalan-kegagalan unit-unit pembangkitan secara beruntun yang menyebabkan kegagalan sistem secara total. Pelepasan sebagian beban secara otomatis dengan menggunakan rele frekuensi (under frequency relay) dapat mencegah penurunan frekuensi dan mengembalikannya ke kondisi frekuensi yang normal. Dengan semakin berkembangnya sistem tenaga listrik dan dengan adanya pembangkit-pembangkit baru yang masuk dalam sistem interkoneksi, maka penyetelan rele frekuensi sudah perlu ditinjau kembali. Salah satu karakteristik pada sistem tenaga listrik yang sangat penting untuk dijaga kestabilannya adalah frekuensi. Pentingnya menjaga frekuensi berkaitan erat dengan upaya untuk menyediakan sumber energi yang berkualitas bagi konsumen. Pasokan energi dengan frekuensi yang berkualitas baik akan menhindarkan peralatan konsumen dari kerusakan (umumnya alat hanya dirancang untuk dapat bekerja secara optimal pada batasan frekuensi tertentu saja 50 s.d 60 Hz). Pengendalian frekuensi tidak semata untuk memuaskan pelanggan semata, tindakan ini juga bertujuan untuk menjaga kestabilan sistem. Pertama kita lihat hubungan antara torsi mekanik (Tm), torsi elektrik (Te), jumlah total moment inersia dari rotor (J), dan percepatan angular dari rotor d2 θ m dt 2 Dari rumus diatas terlihat bahwa ketika [4]: J d2 θ m dt2 = Ta = Tm Te (2.4) a. Torsi mekanik = torsi elektrik maka Ta = 0 yang berarti pula tidak ada percepatan yang dialami oleh rotor. Karena tidak ada percepatan, maka rotor berputar pada 30

kecepatan yang tetap sehingga mengahasilkan tegangan dengan frekuensi yang konstan. Keadaan ini terjadi ketika tercapai keseimbangan antara jumlah energi yang dibangkitkan dengan energi yang diserap beban. b. Tm > Te maka tercipta kelebihan torsi sebesar Ta yang menyebabkan timbulnya percepatan d2 θ m dt2 rotor sebesar sehingga frekuensi tegangan yang dibangkitkan naik sampai tercapai nilai tertentu dan tercipta keseimbangan baru antara Tm dan Te. c. Tm < Te maka tercipta kekurangan torsi sebesar Ta yang menyebabkan timbulnya perlambatan d2 θ m dt2 rotor sebesar sehingga frekuensi tegangan yang dibangkitkan turun sampai tercapai nilai tertentu di titik B dan tercipta keseimbangan baru antara Tm dan Te. ` Gambar 2.16 Ilustrasi Kestabilan Frekuensi [4] Ilustrasi gambar diatas menunjukan bahwa ketidakseimbangan antara pembangkitan dan beban akan menyebabkan frekuensi bergeser dari nilai normalnya. Dalam hal ini ketika pembangkitan > beban maka frekuensi sistem akan > 50 Hz, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu perlu selalu dijaga keadaan yang seimbang antara pembangkitan dan beban agar tercipta frekuensi sitem yang normal 50 Hz. Penanganan ketika terjadi keadaan dimana frekuensi < 50 Hz dapat dilakukan dengan cara [4]: 1. Menambahkan jumlah total energi yang di suplai ke sistem melalui cara menambah unit pembangkit yang bekerja. 31

2. Memanfaatkan fasilitas LFC (Load Frequency Control)/AGC yang mengendalikan putaran generator sesuai dengan fluktuasi beban. Ketika beban besar makan AGC akan memberikan bahan bakar lebih banyak agar unit pembangkit dapat membangkitkan energi sesuai yang dibutuhkab oleh beban. 3. Apabila unit pembangkit sudah beroperasi maksimal, maka dengan terpaksa harus dilakukan pengurangan beban melalui manual load shedding (pembuangan beban) ataupun melaui relai UFR yang bekerja ketika frekuensi sistem berada dibawah nilai settingnya. II.3.2.1 Menjaga Kestabilan Frekuensi pada Sisi Generator [4] Pasokan listrik ke beban dimulai dengan menghidupkan satu generator, kemudian secara sedikit demi sedikit beban dimasukkan sampai dengan kemampuan generator tersebut, selanjutnya menghidupkan lagi generator berikutnya dan memparalelkan dengan generator pertama untuk memikul beban yang lebih besar lagi. Saat generator kedua diparalelkan dengan generator pertama yang sudah memikul beban diharapkan terjadinya pembagian beban yang semula ditanggung generator pertama, sehingga terjadi kerjasama yang meringankan sebelum beban-beban selanjutnya dimasukkan. Seberapa besar pembagian beban yang ditanggung oleh masing-masing generator yang bekerja paralel akan tergantung jumlah masukan bahan bakar dan udara untuk pembakaran mesin diesel, bila mesin penggerak utamanya diesel atau bila mesin-mesin penggeraknya lain maka tergantung dari jumlah (debit) air ke turbin air, jumlah (entalpi) uap/gas ke turbin uap/gas atau debit aliran udara ke mesin baling-baling. Jumlah masukan bahan bakar/ udara, uap air/ gas atau aliran udara ini diatur oleh peralatan atau katup yang digerakkan governor yang menerima sinyal dari perubahan frekuensi listrik yang stabil pada 50 Hz, yang ekivalen dengan perubahan putaran (rpm) mesin penggerak utama generator listrik. Bila beban listrik naik maka frekuensi akan turun, sehingga governor harus memperbesar masukan (bahan bakar/udara, air, uap/gas atau aliran udara) ke mesin penggerak utama untuk menaikkan frekuensinya sampai dengan frekuensi listrik kembali ke normalnya. Sebaliknya bila beban turun, governor mesin-mesin pembangkit harus mengurangi masukan bahan bakar/udara, air, uap air/gas atau aliran udara ke mesin-mesin penggerak sehingga putarannya turun sampai 32

putaran normalnya atau frekuensinya kembali normal pada 50 Hz. Bila tidak ada governor maka mesin-mesin penggerak utama generator akan mengalami overspeed bila beban turun mendadak atau akan mengalami overload bila beban listrik naik. Governor beroperasi pada mesin penggerak sehingga generator menghasilkan keluaran arus yang dapat diatur dari 0 persen sampai dengan 100 persen kemampuannya. Jadi masukan ke mesin penggerak sebanding dengan keluaran arus generatornya atau dengan kata lain pengaturan governor 0 persen sampai dengan 100 persen sebanding dengan arus generator 0 persen sampai dengan 100 persen pada tegangan dan frekuensi yang konstan. Governor bekerja secara hidrolik/mekanis, sedangkan sinyal masukan dari keluaran arus generator berupa elektris, sehingga masukan ini perlu diubah ke mekanis dengan menggunakan elektrik actuator untuk menggerakkan motor listrik yang menghasilkan gerakan mekanis yang diperlukan oleh governor. Pada beberapa generator yang beroperasi paralel, setelah sebelumnya disamakan tegangan, frekuensi, beda phasa dan urutan phasanya, perubahan beban listrik tidak akan dirasakan oleh masing-masing generator pada besaran tegangan dan frekuensinya selama beban masih dibawah kapasitas total paralelnya, sehingga tegangan dan frekuensi ini tidak digunakan sebagai sumber sinyal bagi governor. Untuk itu digunakan arus keluaran dari masing-masing generator sebagai sumber sinyal pembagian beban sistem paralel generator-generator tersebut. Saat diparalelkan pembagian beban generator belum seimbang/sebanding dengan kemampuan masingmasing generator. Alat pembagi beban generator dipasangkan pada masing-masing rangkaian keluaran generator, dan masing-masing alat pembagi beban tersebut dihubungkan secara paralel satu dengan berikutnya dengan kabel untuk menjumlahkan sinyal arus keluaran masing-masing generator dan menjumlahkan sinyal kemampuan arus masing-masing generator. Arus keluaran generator yang dideteksi oleh alat pembagi beban akan merupakan petunjuk posisi governor berapa persen, atau arus yang lewat berapa persen dari kemampuan generator. Hasil bagi dari penjumlahan arus yang dideteksi alat-alat 33

pembagi beban dengan jumlah arus kemampuan generator-generator yang beroperasi paralel dikalikan 100 (persen) merupakan nilai posisi governor yang harus dicapai oleh setiap mesin penggerak utama sehingga menghasilkan keluaran arus yang proprosional dan sesuai dengan kemampuan masing-masing generator. Bila ukuran generator sama maka jumlah arus yang dideteksi oleh masing-masing alat pembagi beban dibagi jumlah generator merupakan arus beban yang harus dihasilkan oleh generator setelah governornya diubah oleh electric actuator yang menerima sinyal dari alat pembagi beban sesaat setelah generator diparalelkan. Dalam prakteknya alat pembagi beban generator dipasang dengan bantuan komponen-komponen seperti berikut: trafo arus, trafo tegangan (sebagai pencatu daya), electric actuator, potensiometer pengatur kecepatan dan saklar-saklar bantu. Trafo arus berfungsi sebagai transducer arus keluaran generator sampai dengan sebesar arus sinyal yang sesuai untuk alat pembagi beban generator (biasanya maksimum 5 A atau = 100 persen kemampuan maksimum generator). Trafo tegangan berfungsi sebagai sumber daya bagi alat pembagi beban, umumnya dengan tegangan 110 V AC, 50 Hz; dibantu adapter untuk keperluan tegangan DC. Electric actuator merupakan peralatan yang menerima sinyal dari alat pembagi beban sehingga mampu menggerakkan motor DC di governor sampai dengan arus keluaran generator mencapai yang diharapkan. Potensiometer pengatur kecepatan adalah alat utama untuk mengatur frekuensi dan tegangan saat generator akan diparalelkan atau dalam proses sinkronisasi. Tegangan umumnya sudah diatur oleh AVR, sehingga naik turunnya tegangan hanya dipengaruhi oleh kecepatan putaran mesin penggerak. Setelah generator dioperasikan paralelkan atau sudah sinkron dengan yang telah beroperasi kemudian menutup MCCB generator, fungsi potensiometer pengatur kecepatan ini diambil alih oleh alat pembagi beban generator. Untuk lebih akuratnya pengaturan kecepatan dalam proses sinkronisasi secara manual, biasanya terdapat potensiometer pengatur halus dan potensiometer pengatur kasar. 34

Pada sistem kontrol otomatis pemaralelan generator dapat dilakukan oleh SPM (modul pemaralel generator) dengan mengatur tegangan dan frekuensi keluaran dari generator, kemudian mencocokan dengan tegangan dan frekuensi sistem yang sudah bekerja secara otomatis, setelah cocok memberikan sinyal penutupan ke MCCB generator sehingga bergabung dalam operasi paralel. Untuk mencocokkan tegangan dan frekuensi dapat dilihat dalam satu panel sinkron yang digunakan bersama untuk beberapa generator dimana masing-masing panel generator mempunyai saklar sinkron disamping SPM-nya. Setelah generator beroperasi secara paralel, generator-generator dengan alat pembagi bebannya selalu merespon secara aktif segala tindakan penaikan atau penurunan beban listrik, sehingga masing-masing generator menanggung beban dengan prosentasi yang sama diukur dari kemampuan masing-masing II.4 Pelepasan Beban [5] Pelepasan beban merupakan salah satu fenomena yang terjadi disuatu sistem tenaga listrik yang mengijinkan adanya beberapa beban keluar dari sistem sehingga menghasilkan kestabilan sisem tenaga listrik. Hal ini biasanya disebabkan oleh beban lebih pada sistem, sehingga untuk dapat mengembalikan kondisi sistem seperti sediakala diperlukan pelepasan beberapa beban tertentu. Adanya ketidaknormalan yang disebabkan oleh terjadinya beban lebih pada umumnya dipicu oleh beberapa hal, antara lain [5]: a. Adanya pembangkit yang lepas dari sistem yang mengakibatkan beban yang seharusnya disuplai oleh pembangkit tersebut menjadi tanggungan pembangkit lain. b. Adanya gangguan pada saluran transmisi sehingga ada beberapa beban yang tidak dapat suplai oleh salah satu pembangkit dalam sistem interkoneksi. II.4.1 Akibat Beban Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik [5] Gangguan berupa beban lebih dapat mempengaruhi antara daya yang dibangkitkan dan permintaan beban sehingga menyebabkan beberapa hal yang dapat mengganggu kestabilan sistem, yaitu: a. Penurunan tegangan sistem b. Penurunan frekuensi 35

Suatu sistem tenaga listrik beserta komponennya memiliki spesifikasi aman tertentu berkaitan dengan tegangan. Setiap komponen memiliki nilai batas bawah dan batas atas tenganan operasi sistem. Hal ini berkaitan dengan pengaruh ketidakstabilan dan kualitas tegangan yang dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan. Sebagian besar beban pada sistem tenaga listrik memiliki faktor daya tertinggal (lagging) sehingga membutuhkan suplai daya reaktif yang cukup tinggi. Ketika terjadi gangguan pada salah satu generator dalam sistem interkoneksi maka generator yang lain akan terjadi kelebihan beban. Sehingga kebutuhan daya reaktif akan semakin meningkat. Akibatnya turun tegangan yang terjadi semakin besar dan menyebabkan kondisi yang tidak aman bagi generator. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu pelepasan beban. Namun, turun tegangan bisa juga diakibatkan oleh adanya gangguan lain seperti misalnya gangguan hubung singkat. Sehingga dalam hal ini penurunan frekuensi merupakan acuan yang lebih baik untuk melakukan pelepasan beban. Pada dasarnya setiap generator mimiliki spesifikasi tertentu berkaitan dengan rentang frekuensi kerja yang diijinkan beserta waktu operasi dari frekuensi tersebut. Penurunan frekuensi yang disebabkan oleh adanya beban lebih sangat membahayakan generator. Ketika laju penurunan frekuensi menurun tajam, hal buruk yang mungkin terjadi adalah pemadaman total. Apabila penurunan frekuensi tidak terlalu tajam, dapat segera dilakukan pelepasan beban. II.4.2 Pelepasan Beban Akibat Penurunan Frekuensi [5] Pelepasan beban akibat penurunan frekuensi pun diklasifikasikan menjadi dua macam berdasarkan laju penurunannya yaitu [5]: a. Pelepasan beban manual Pelepasan beban manual dilakukan apabila laju penurunan frekuensi sangat rendah. Sehingga untuk memperbaiki frekuensi tidak membutuhkan waktu cepat karena sistem dirasa aman untuk jangka waktu yang cukup lama. Pelepasan beban secara manual ini akan membutuhkan beberapa operator yang cukup banyak. Waktu yang dibutuhkan pun cukup lama bila dibandingkan dengan pelepasan beban otomatis. 36

b. Pelepasan beban otomatis Pelepasan beban otomatis dilakukan ketika laju penurunan frekuensi cukup tinggi. Dengan adanya pelepasan beban otomatis maka sistem secara keseluruhan dapat diselamatkan dengan cepat tanpa harus menunggu operator bekerja. Pelepasan beban otomatis biasanya didukung dengan beberapa komponen seperti penggunaan Under Frequency Relay. Pelepasan beban yang dilakukan akibat penurunan frekuensi yang merupakan efek beban lebih penting dilakukan. Selain untuk menghindari terjadinya pemadaman total, pelepasan beban dapat mencegah [5]: a. Penuaan yang semakin cepat dari komponen mekanik generator Penurunan frekuensi yang cukup parah bisa menimbulkan getaran (vibration) pada unit turbin. Hal ini mampu memperpendek usia pakai peralatan. b. Pertimbangan pemanasan Berkurangnya frekuensi menyebabkan berkurangnya kecepatan motor pendingin generator, berakibat berkurangnya sirkulasi udara yang dapat menyebabkan pemanasan pada generator. c. Terjadinya eksitasi lebih Ketika terjadi penurunan frekuensi arus eksitasi generator semakin meningkat hal ini memicu terjadinya eksitasi lebih. Eksitasi lebih ditandai dengan fluks berlebih yang dapat menyebabkan munculnya arus pusar, yang dapat menyebabkan pemanasan pada inti generator. II.4.3 Syarat Pelepasan Beban [5] Sebelum dilakukan suatu pelepasan beban yang bertujuan untuk pemulihan frekuensi, hendaknya pelepasan beban ini memenuhi kriteria antara lain [5]: a. Pelepasan beban dilakukan secara bertahap dengan tujuan apabila pada pelepasan tahap pertama frekuensi belum juga pulih masih dapat dilakukan pelepasan beban tahap berikutnya untuk memperbaiki frekuensi. b. Jumlah beban yang dilepaskan hendaknya seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan sistem tenaga listrik dalam memperbaiki frekuensi. 37

c. Beban yang dilepaskan adalah beban yang memiliki prioritas paling rendah dibandingkan beban lain dalam suatu sistem tenaga listrik. Oleh sebab itu seluruh beban terlebih dahulu diklasifikasikan menurut kriteria-kriteria tertentu. d. Pelepasan beban harus dilakukan tepat guna. Oleh karenanya harus ditentukan waktu tunda rele untuk mendeteksi apakah penurunan frekuensi generator akibat beban lebih atau pengaruh lain seperti masuknya beban yang sangat besar ke dalam sistem secara tiba-tiba. Keempat kriteria tersebut harus terpenuhi, dengan begitu pelepasan beban aman untuk dilakukan. II.5 Gangguan Sistem Tenaga Listrik [6] Jenis gangguan dibagi menjadi dua kategori yaitu [6]: a. Gangguan simetris b. Gangguan tak simetris Salah satu contoh gangguan simetris adalah gangguan tiga fasa simetris yang mana terjadi pada saat ketiga fasanya terhubung singkat melalui atau tanpa impedansi. Gangguan tak simetris terdiri dari gangguan hubung singkat tak simetris, gangguan tak simetris melalui impedansi dan penghantar terbuka. Gangguan hubung singkat tak simetris terjadi sebagai gangguan tunggal saluran ke tanah, gangguan antar saluran, serta gangguan ganda ke tanah. Bila hubungsingkat dibiarkan berlangsung agak lama pada suatu sistem tenaga listrik maka pengaruh-pengaruh yang tidak diinginkan dapat terjadi [6]: a. Berkurangnya batas-batas kestabilan untuk suatu sistem tenaga listrik b. Rusaknya peralatan yang berada dekat dengan gangguan yang disebabkan oleh arus yang besar, arus yang tidak seimbang atau tegangan-tegangan rendah yang ditimbulkan oleh hubungsingkat. c. Ledakan-ledakan yang mungkin terjadi pada peralatan yang mengandung minyak isolasi sewaktu terjadinya hubung singkat dan yang mungkin menimbulkan kebakaran sehingga dapat membahayakan orang yang menanganinya dan merusak peralatan-peralatan lain. 38

d. Terpecah-pecahnya keseluruhan daerah pelayanan sistem tenaga listrik itu oleh suatu rentetan tindakan pengamanan yang diambil oleh sistem-sistem pengamanan yang berbeda. II.6 ETAP (Electrical Transient Analyzer Program) [7] Dalam perancangan dan analisa sebuah sistem tenaga listrik, sebuah software aplikasi sangat dibutuhkan untuk merepresentasikan kondisi real sebelum sebuah sistem direalisasikan. ETAP (Electric Transient and Analysis Program) PowerStation 12.6 merupakan salah satu software aplikasi yang digunakan untuk mensimulasikan sistem tenaga listrik. ETAP mampu bekerja dalam keadaan offline untuk simulasi tenaga listrik, dan online untuk pengelolaan data real-time atau digunakan untuk mengendalikan sistem secara realtime. Fitur yang terdapat di dalamnya pun bermacam-macam antara lain fitur yang digunakan untuk menganalisa pembangkitan tenaga listrik, sistem transmisi maupun sistem distribusi tenaga listrik. Analisa sistem tenaga listrik yang dapat dilakukan ETAP antara lain [7]: Analisa aliran daya Analisa hubung singkat Arc Flash Analysis Starting motor Koordinasi proteksi Analisa kestabilan transien, dan lain-lain II.6.1 Analisa Kestabilan Transien [7] Analisis kestabilan transient pada ETAP digunakan untuk menginvestigasi batas kestabilan sistem tenaga pada saat sebelum, sesudah, maupun pada saat terjadi perubahan atau gangguan pada sistem. Pada simulasi kestabilan transien ini sistem dimodelkan secara dinamik, event dan action yang terjadi di-set oleh user, dan penyelesaian persamaan jaringandan persamaan diferensial mesin diselesaikan secara interaktif dalam melihat respon sistemmaupun mesin dalam kawasan waktu. Dari respon tersebut, kita dapat menentukan watak transien sistem, melakukan studi kestabilan, menentukan setting peralatan proteksi, dan mengaplikasikan suatu 39

perubahan pada sistem untuk meningkatkan kestabilan. Performa dinamis sistem tenaga sangat penting dalam desain dan operasi. Studi transien dan kestabilandigunakan untuk menentukan sudut daya mesin/pergeseran kecepatan, frekuensi sistem, aliran daya aktif dan reaktif, dan level tegangan bus. Penyebab ketidakstabilan sistem antara lain [7]: Hubung singkat Lepasnya tie-connection utility sistem Starting motor Lepasnya salah satu generator Switching operation Perubahan mendadak pada pembangkitan atau beban Oleh karena kestabilan sistem tenaga merupakan fenomena elektromekanis, maka mesin sinkron memegang peranan penting. Pada saat terjadi gangguan dan setelah terjadigangguan, sudut rotor akan berosilasi dan menyebabkan osilasi aliran daya sistem. Osilasi ini dapat menjadikan ketidakstabilan pada sistem. Oleh sebab itu kestabilan sistem tenagakadangkala dilihat dari kestabilan sudut rotor mesin sinkron. Berbagai pengembangan yang dapat dilakukan pada sistem berdasarkan studi kestabilan: Pengubahan konfigurasi sistem Desain dan pemilihan rotating equipment : menambah momen inersia, mengurangi reaktansi transien, meningkatkan kinerja voltage regulator, dan karakteristik exciter Aplikasi Power System Stabilizer Peningkatan performa sistem proteksi Load Shedding Scheme 40

BAB III METODE PENELITIAN III.1 Lokasi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa, Sulawesi Tenggara. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bekerja dalam bidang penambangan bijih nikel dan pengolahan ferronikel. III.2 Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dari tugas akhir ini dimulai Januari 2016 sampai bulan Februari 2016. Adapun penulisan tugas akhir dimulai dari bulan September 2016 sampai bulan Juni 2107. III.3 Pengambilan Data Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus Sistem Kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa, di mana dalam penelitian yang akan diteliti yaitu, kestabilan transien pada sistem kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa dengan menggunakan software ETAP (Electrical Transient Analyzer Program) 12.6. Data penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari industri PT. Aneka Tambang Tambang Pomalaa, khususnya data yang ada hubungannya dengan penelitian berupa data berikut: 1. Data jaringan sistem kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa (Single Line Diagram) 2. Data peralatan kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa (Generator, transformator, beban, dan data pendukung lainnya). 3. Data interkoneksi jaringan sistem kelistrikan PT. Aneka Tambang Pomalaa, antara unit PLTD dengan unit PLTU. 4. Data unit pembangkit, transformator, panjang saluran, dan beban dari PLN Kolaka. 41

III.4 Diagram Alir Penelitian Diagram alir penelitian yang dilaksanakan ditunjukan pada Gambar 3.1. alam melakukan penelitian ini dibutuhkan data-data pendukung antara lain data generator, transformator, beban, dan data jaringan. Berdasarkan data ini akan dilakukan simulasi sesuai dengan situasi/keadaan dan juga spesifikasi peralatan di lapangan (mulai dari panjang jaringan, jenis kabel, spesifikasi generator, trafo, beban, faktor daya, dan lainlain) yang dibentuk dalam suatu single line diagram pada ETAP 12.6. Selanjutnya simulasi analisis kestabilan transien dilakukan satu persatu, baik pada saat terjadi gangguan pada daerah PLTU, maupun terjadi gangguan pada saluran interkoneksi antar unit pembangkit. Selain itu, simulasi dilakukan dengan melihat kestabilan transien, jika terjadi gangguan pada PT. Antam dengan interkoneksi PLN. Dari hasil simulasi ini, kita dapat melihat kondisi kestabilan transien pada sistem kelistrikan yang ada di PT. Aneka Tambang Pomalaa, jika terjadi gangguan pada titik tertentu. 42

Mulai Studi Literatur Mengumpulkan Data Membuat Single Line Diagram di ETAP 12.6 Jalankan Analisis Kestabilan Transien di ETAP 12.6 Analisis kestabilan tegangan dan frekuensi PT. Antam Analisis kestabilan tegangan dan frekuensi PLN Kolaka Analisis kestabilan tegangan dan frekuensi interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN Kolaka Penulisan hasil penelitian Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 43

III.5 Langkah-langkah Menggunakan Software ETAP Berikut langkah-langkah dalam menjalankan software ETAP 12.6: Jalankan software Etap Setelah menginstall software ETAP di komputer ataupun di laptop, maka selanjutnya klik icon ETAP Icon Gambar 3.2 Icon Etap Setelah icon ETAP double klik pada desktop atau klik kiri pada taskbar, maka akan membuka jendela awal dari software etap. Gambar 3.3 Tampilan awal ETAP 12.6 44

Membuat new project Setelah muncul tampilan awal seperti pada Gambar 3.3, selanjutnya pilih menu file, dan klik new project. Gambar 3.4 Tampilan memilih new project Setelah itu, akan muncul kotak dialog seperti gambar berikut: Gambar 3.5 Tampilan kotak dialog new project Sebelum tekan OK, pilih berdasarkan kebutuhan dari beberapa opsi yang ada pada kotak dialog new project di atas. Namun yang paling utama adalah, jangan 45

lupa menulis nama pada pada kolom Project File Name. selanjutnya tekan ENTER atau klik OK. Maka, muncullah tampilan sebagai berikut: Gambar 3.6 Tampilan utama ETAP 12.6 Membuat single line diagram suatu sistem tenaga listrik Dapat dilihat pada Gambar 3.6. Setelah muncul layar utama dari etap, maka dilanjutkan dengan membuat single line diagram dari sistem tenaga listrik yang akan diteliti. Untuk menggambar single line, dapat digunakan Edit Toolbar pada sisi kanan, tampilan utama ETAP 12.6. Setelah dilakukan penggambaran single line diagram sistem tenaga listrik, maka terlihatlah seperti gambar berikut: Gambar 3.7 Single Line Diagram ETAP 12.6 46

Memasukkan Data Peralatan Setelah suatu sistem tenaga listrik direpresentasikan dalam single line diagram di ETAP, maka selanjutnya memasukan data pada peralatan-peralatan. Data yang dibutuhkan adalah data pada generator, bus, transmisi, transformator, pengaman, dan beban pada sistem. a. Data Pembangkit-Generator Data generator yang dibutuhkan antara lain: ID Generator Generator type (steam generator, diesel, turbo, hydro, hydro w/o damping) Operating mode (Swing, Voltage Control, PF control dan Mvar Control) Rating Tegangan %V dan sudut untuk mode operasi swing %V, MW loading, dan Mvar limits (Qmax dan Qmin) untuk modeoperasi Voltage Control MW dan Mvar loading untuk mode operasi Mvar control Tampilan data generator program ETAP 12.6 dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3.8 Tampilan Data Generator pada ETAP 12.6 47

b. Data Transformer Data transformator yang dibutuhkan program ETAP 12.6 adalah: ID transformator Rating tegangan di sisi primer dan sekunder Rated MVA Impedansi (%Z dan X/R) Fixed tap (% tap) Tampilan data transformator pada program ETAP 12.6 terdapat pada gambar di bawah ini. Gambar 3.9 Tampilan Data Transformator pada ETAP 12.6 c. Data Beban Ada dua jenis beban dalam program ETAP 12.6 yaitu beban statis (static load) dan gabungan beban statis dan beban motor (lumped load). Static load merupakan beban-beban resistif seperti beban rumah tangga, sedangkan lumped load merupakan gabungan beban statis dan beban induktif seperti pada industri. 48

Static Load Data beban statis yang dibutuhkan pada ETAP 12.6 adalah: - ID Beban - Rating Tegangan (kv), Daya Semu (MVA) dan faktor daya - Loading Category dan % Loading Gambar 3.10 Tampilan Data Beban Static pada ETAP 12.6 Lumped Load Data beban lumped load yang dibutuhkan pada ETAP 12.6 adalah: - ID Beban - Rating Tegangan (kv), Daya Semu (MVA), faktor daya, dan perbandingan beban motor dan beban statis dalam persen (%) - Loading category ID dan % Loading 49

Gambar 3.11 Tampilan Data Lumped Load pada ETAP 12.6 d. Data Bus Data bus yang dibutuhkan program ETAP 12.6 adalah: - ID bus dan Nominal KV - %V dan Angle (bila initial condition digunakan untuk tegangan bus) Tampilan data bus pada program ETAP 12.6 seperti pada gambar di bawah ini: 50

Gambar 3.12 Tampilan Data Bus pada ETAP 12.6 e. Data Pengaman Pemutus Tenaga (Circuit Breaker) Data pengaman (high voltage circuit breaker) yang digunakan untuk pada ETAP 12.6 adalah: - ID Circuit Breaker - Rating Tegangan (kv), Rating Arus (Ampere), dan AC Breaking 51

Data pengaman dapat dipilih pada library. Gambar 3.13 Tampilan Data Circuit Breaker pada ETAP 12.6 Setelah seluruh data peralatan telah di input, maka selanjutnya melakukan analisis sistem tenaga listrik. III.5.1 Analisis Kestabilan Transien (Transient Stability) Gambar di bawah merupakan diagram alir (flow chart) studi kestabilan transien menggunakan ETAP 12.6, dimana proses pertama dimulai hingga keluar program. 52

Mulai Membuat Single Line Diagram Masukkan Data: Generator (kv, MW, Z, X/R) Transformator (kv, MVA, Z, X/R) Beban (kv, MVA) Tentukan Swing Bus Tidak Masukan Data Studi Kasus: Initial Load Flow, Load Category, Generation Category, Load Diversity Factor, Charging Loading, Initial voltage Condition Jalankan Simulasi Analisis Kestabilan Transien Ya Output Analisis Kestabilan Transien Selesai Gambar 3.14 Diagram Alir Analisis Kestabilan Transien ETAP 12.6 53

Proses analisis kestabilan transien menggunakan ETAP 12.6 adalah sebagai berikut: 1. Membuat single line diagram sistem; 2. Memasukkan data generator, transformator, transmisi, dan beban ke dalam program setelah single line diagram dibuat; 3. Menentukan sebuah atau beberapa swing generator, setelah data generator, transformator, transmisi, dan beban dimasukan; 4. Masukan data studi kasus yang ditinjau; 5. Jalankan analisis kestabilan transien pada ETAP 12.6 dengan memilih icon stability transient analisys pada toolbar. Program tidak akan jalan (error) apabila terjadi kesalahan, data yang kurang, dan swing generator sehingga data dapat dimasukkan kembali; 6. Keluaran studi kestabilan transien dapat diketahui setelah program dapat dijalankan. Untuk melihat hasil keluaran kestabilan transien dapat memilih transient stability analisys report manager yang terdapat di toolbar sebelah kanan program. 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Perencanaan Simulasi Perencanaan simulasi yang dilakukan pada software ETAP 12.6 ini, yakni menggunakan pilihan simulasi analisis kestabilan frekuensi dan tegangan (transient stability analysis). Ada 3 tujuan utama penelitian ini, yaitu: pertama, menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD akibat lepasnya unit PLTU, lepasnya beban, maupun adanya gangguan di PT. Antam; kedua, menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit pembangkit akibat pelepasan beban maupun adanya gangguan di PLN Kolaka; dan ketiga, menganalisis kestabilan tegangan maupun frekuensi unit PLTD PT. Antam pada saat unit PLN Kolaka lepas sinkron dari sistem PT. Antam. Ada beberapa skenario yang dilakukan, mulai dari hilangnya salah satu beban besar, gangguan hubung singkat pada bus tertentu maupun, lepasnya salah satu pembangkit dari sistem tenaga listrik yang mengakibatkan terjadinya perubahan frekuensi maupun tegangan dari batas toleransinya. Pada setiap simulasi, perubahan parameter sistem diamati dengan interval waktu 20 detik. Adapun hal yang akan diamati pada penelitian ini adalah: a. Perubahan frekuensi sistem tenaga listrik b. Perubahan tegangan pada sistem tenaga listrik Berikut beberapa variasi skenario yang akan dilakukan pada penelitian ini: a. Untuk sistem tenaga listrik PT. Antam 1. Simulasi transient stability dengan gangguan 3 fasa pada salah satu busbar switchgear 30 kv Backbone tepatnya pada bus Inc. C. 2. Simulasi hilangnya beban smelter Feni 4 3. Simulasi putusnya interkoneksi, terbukanya circuit breaker BAICFPP b. Untuk sistem tenaga listrik PLN Kolaka 1. Simulasi hilangnya beban feeder Wundulako 2. Simulasi hilangnya salah satu unit pembangkit MTU 55

c. Setelah interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT. Antam dengan PLN Kolaka 1. Simulasi hilangnya intekoneksi antara PT. Antam dengan PLN di GH PT. Antam 2. Setelah interkoneksi dengan skenario yang sama sebelum interkoneksi, yakni: a. Gangguan 3 fasa pada bus Inc. C. b. Hilangnya beban smelter Feni 4 c. Putusnya interkoneksi, terbukanya circuit breaker BAICFPP IV.2 Data Penelitian a. Untuk sistem tenaga listrik PT. Antam Single line diagram PT. Antam dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 4.1 Data Pembangkit PT. Antam Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF G11 17.076 21.345 80 G12 17.076 21.345 80 G13 17.076 21.345 80 G14 17.076 21.345 80 G15 17.076 21.345 80 G16 17.076 21.345 80 G17 17.076 21.345 80 G18 17.076 21.345 80 1G-10MKA00 31.875 37.5 85 1G-10MKA2 31.875 37.5 85 Bersumber dari PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa (Desember, 2016) 56

Tabel 4.2 Data Beban PT. Antam BEBAN STATIS Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF FENI 4 27 28.066 96.2 FENI 2 24.513 25 98.05 FENI 3 41.58 42 99 AUX PP3 1.833 2 91.67 LADLE FURNACE 0.1 0.108 92.18 Penr.JALAN & SUBSTATION 0.064 0.08 80 PERUMAHAN 1.343 1.414 95 BEBAN DINAMIS Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF COAL FIRING 0.21 0.233 90 COOLFIRING PART 0.127 0.141 90 DRYER PLANT 0.765 0.85 90 DRYING ROOM 0.05 0.045 90 DUST COL.PLANT 0.396 0.44 90 EL.FUR.HOUSE 0.651 0.723 90 HOUSING PTL 0.5 0.625 80 HUKO-HUKO 0.027 0.03 90 INDUCED FAN 0.243 0.269 90 KNSTRKSI &BKL.LISTRIK 0.364 0.404 90 MIXING 0.075 0.083 90 MIXING PLANT 0.294 0.327 90 ORE DRYING&RECEIVING 0.104 0.115 90 ORE MIXING&SIZING 0.185 0.206 90 OXIGEN PLAN 0.057 0.063 90 OXYGEN PLANT 0.42 0.467 90 OXYGENT ROOM 0.029 0.032 90 PUMP 1 3 0.45 0.5 90 PUMP A&B PART 0.486 0.54 90 REFINING 0.698 0.776 90 REFINING PLANT& D.COLLECT 0.641 0.712 90 Ret.Wat.Pump 0.166 0.185 90 ROT.DRYER 0.3 0.333 90 ROTARY KILN 0.321 0.357 90 ROTARY KILN PART 0.382 0.424 90 Bersumber dari PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa (Desember, 2016) 57

BEBAN DINAMIS Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF ROTRY KILN 0.62 0.775 80 SLAG TREATMENT 0.131 0.145 90 WATER PUMP 0.164 0.182 90 YETTY 0.551 0.612 90 COMPRESSOR 0.6 0.696 92.28 COOLFIRING 0.2 0.234 91.83 DRYER 1&2 0.9 1.039 92.45 EXH.FAN 0.28 0.327 91.97 FEED PUMP 0.24 0.281 91.9 IM-2 0.09 0.106 91.5 IM-3 1.41 1.621 92.63 IM-4 0.532 0.618 92.23 Ind. Wat.PUMP 1 1.154 92.49 Mtr1 0.64 0.742 92.31 OXIGENPLAN 0.82 0.948 92.41 PWR.STATION 0.5 0.581 92.2 ROTARY DRYER 0.52 0.604 92.22 ROTARY KILN. 0.96 1.108 92.47 SHAKING CONVERTER 0.1 0.131 91.54 Bersumber dari PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk Pomalaa (Desember, 2016) b. Untuk sistem tenaga listrik PLN Kolaka Single line diagram PLN Kolaka dapat dilihat dilampiran 2. Tabel 4.3 Data Pembangkit PT. PLN Kolaka Nama Komponen Daya (MW) Daya(MVA) %PF DAI 1 0.416 0.52 80 DAI 2 0.4 0.5 80 DAI 3 0.4 0.5 80 MAK 1 2.544 3.18 80 MAK 2 2.544 3.18 80 MTU 0.8 1 80 NGT 2 1.05 1.312 80 NGT 3 1.05 1.312 80 PLTMH 2 2.5 80 SWD 1 0.336 0.42 80 SWD 2 0.336 0.42 80 Bersumber dari PT. PLN Kolaka (Januari, 2017) 58

IV.3 Hasil Simulasi Tabel 4.4 Data Beban Sistem PT. PLN Kolaka BEBAN STATIS FEDEER Daya (MW) Daya(MVA) %PF PENDIDIKAN 2.154 2.341 92 TOSIBA 4.657 5.062 92 WUNDULAKO 2.616 2.843 92 DAWI-DAWI 1.556 1.691 92 EXPRESS 0.409 0.445 92 ANAIWOI 1.592 1.73 92 Bersumber dari PT. PLN Kolaka (Januari, 2017) a. Untuk sistem tenaga listrik PT. Antam 1. Simulasi Transient Stability dengan gangguan 3 fasa pada salah satu busbar 30 kv Switchgear Backbone tepatnya pada bus inc. C Tabel 4.5 Skenario kejadian dan aksi simulasi gangguan 3 fasa pada busbar 30 kv Switchgear Backbone tepatnya pada bus inc. C Tipe Nama Nama Kejadian Waktu (sekon) Komponen Komponen HS 4 Bus Inc. C Aksi 3 Phase Fault Untuk skenario ini, gangguan disimulasikan terjadi pada busbar Inc. C untuk mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun tegangan pada sistem tenaga listrik PT. Antam. Simulasi dilakukan dengan menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi simulasi selama 20 detik. 59

simulasi ini: Gambar 4.1 memperlihatkan letak gangguan hubung singkat 3 fasa untuk Inc. Gambar 4.1 Tampilan Letak Skenario Hubung Singkat 3 Fasa Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut: 1.a Frekuensi Gambar 4.2 4.5 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini. Gambar 4.2 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTD. Gambar 4.3 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTU. Gambar 4.4 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit 30 kv Switchgear Backbone dan Gambar 4.5 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban. 60

- BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.2 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.3 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU 61

- Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.4 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone - BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.5 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban 62

Dari keempat grafik di atas, terlihat bahwa pada saat terjadi gangguan 3 fasa pada detik ke-4, frekuensi sistem akan naik. Hal ini dikarenakan, arus mengalami kenaikan yang cukup tinggi dan tegangan sama dengan nol, maka daya pada beban secara keseluruhan akan berkurang pada saat hubung singkat dan ketidakseimbangan daya akan terjadi. Daya sumber lebih besar dibandingkan daya beban, akibatnya frekuensi sistem akan naik. Dengan melihat nilai frekuensi sistem pada akhir simulasi selama 20 detik, meskipun nilai perubahan frekuensi sudah melebihi batas toleransi dari perubahannya, namun masih cenderung menuju konstan dan stabil dengan melihat grafik. 1.b Tegangan 1.b.1 Busbar Pada Unit PLTD - BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.6 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD Pada Gambar 4.6 di atas terlihat bahwa pada saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa, tegangan akan jatuh hingga menuju nol. Hal ini disebabkan oleh kenaikan arus yang cukup besar dan generator pada sisi PLTD sudah tidak dapat mempertahankan nilai tegangannya, sehingga nilai tegangan akan jatuh bahkan hingga 63

menuju nol jika pada saat terjadinya gangguan, relay ataupun CB dianggap tidak bekerja. 1.b.2 Busbar Pada Unit PLTU - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.7 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU Dari Gambar 4.7, terlihat bahwa pada saat terjadi gangguan 3 fasa pada detik ke- 4, tegangan pada unit PLTU akan turun. Namun pada detik ke-7, tegangan kembali naik lagi dan sampai akhir simulasi 20 detik, tegangan unit PLTU cenderung untuk konstan dan tetap dalam batas kestabilan. 64

1.b.3 Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone - Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.8 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone Gambar 4.8 memperlihatkan perubahan tegangan pada busbar 30 kv. Pada saat terjadi gangguan 3 fasa pada detik ke-4, tegangan akan turun. Untuk busbar Inc. A dan Inc. B, tegangannya setelah terjadi gangguan turun disekitar nilai 20 kv dan hingga akhir simulasi nilai tegangan tidak dapat kembali ke kondisi stabil. Tegangan jatuh yang terbesar terjadi pada busbar Inc. C yang merupakan letak gangguan.tegangan di busbar ini langsung jatuh hingga menuju nol. Untuk itu, jika gangguan hubung singkat seperti ini terjadi, maka diharapkan relay bekerja dengan baik sehingga tidak mengganggu sistem tenaga listrik secara keseluruhan. 65

1.b.4 Busbar Pada Beban - BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.9 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban Berdasarkan Gambar 4.9 di atas, terlihat bahwa pada saat terjadi gangguan 3 fasa pada detik ke-4, tegangan pada bus beban akan turun. Untuk semua bus beban setelah terjadi gangguan, nilai tegangan tidak dapat kembali ke kondisi stabil, Kecuali bus (AUX 3) yang yang masih dapat kembali ke kondisi stabil setelah terjadi gangguan. 66

2. Simulasi Transient Stability dengan skenario hilangnya beban Feni 4 Tabel 4.6 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feni 4 Tipe Nama Aksi Nama Kejadian Waktu (sekon) Komponen Komponen Hilang Beban 4 CB CB1 Open Untuk skenario ini, disimulasikan terjadinya gangguan sehingga CB1 terbuka dan beban Feni 4 hilang. Selanjutnya, simulasi dinamis dilakukan untuk mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun tegangan pada sistem tenaga listrik PT. Antam. Simulasi dilakukan dengan menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi simulasi selama 20 detik. Gambar 4.10 memperlihatkan letak CB yang terbuka sehingga beban Feni 4 hilang: CB1 Gambar 4.10 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Beban 67

Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut: 2.a Frekuensi Gambar 4.11 4.14 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini. Gambar 4.11 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTD. Gambar 4.12 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTU. Gambar 4.13 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit 30 kv Switchgear Backbone dan Gambar 4.14 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban. - BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.11 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD 68

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.12 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU - Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.13 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone 69

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.14 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban Pada keempat gambar di atas, terlihat bahwa pada saat terjadi hilangnya beban, nilai frekuensi sistem akan naik. Hal ini disebabkan setelah beban Feni 4 terlepas dari sistem, daya pembangkit akan lebih besar daripada beban, sehingga frekuensi sistem juga mengalami kenaikan. Namun, setelah detik ketujuh, frekuensi sistem turun kembali dan sampai akhir simulasi selama 20 detik, nilai perubahan frekuensi masih dalam batas toleransi dari perubahannya dan cenderung menuju konstan serta stabil. 2.b Tegangan Gambar 4.15 4.18 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini. Gambar 4.15 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTD. Gambar 4.16 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTU. Gambar 4.17 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit 30 kv Switchgear Backbone dan Gambar 4.18 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban. 70

- BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.15 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.16 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU 71

- Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.17 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone - BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.18 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban 72

Pada keempat gambar di atas terlihat bahwa pada saat terjadi hilangnya beban, nilai tegangan akan naik. Pada akhir simulasi yakni detik ke-20 nilai tegangan berubah hanya sangat sedikit dan masih dalam batas toleransi dari awal sebelum terjadi hilangnya beban. Hingga pada akhir simulasi yaitu detik ke-20 baik pada bus unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, unit PLTU, maupun bus pada unit beban mengalami perubahan tegangan yang sangat sedikit dan masih dalam batas toleransi perubahan tegangan. Hingga tegangan bus cenderung kembali pada posisi konstan dan stabil. 73

3. Simulasi Transient Stability dengan skenario putusnya interkoneksi beban yang terhubung pada unit PLTD dengan beban yang terhubung pada unit PLTU. Tabel 4.7 Skenario kejadian dan aksi simulasi putusnya interkoneksi beban yang terhubung pada unit PLTD dengan beban yang terhubung pada unit Tipe Nama Aksi Nama Kejadian Waktu (sekon) Komponen Komponen Open BAICFPP 4 CB CB1 Open Untuk skenario ini, gangguan disimulasikan terjadi pada jaringan interkoneksi antara PLTD dengan PLTU untuk mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun tegangan pada sistem tenaga listrik PT. Antam. Simulasi dilakukan dengan menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi simulasi selama 20 detik. Gambar 4.19 memperlihatkan letak CB yang terbuka untuk simulasi ini: BAICFP Gambar 4.19 Tampilan Letak Skenario Putusnya Interkoneksi 74

Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut: 3.a Frekuensi Gambar 4.20 4.21 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini. Gambar 4.20 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTD, 30 kv Switchgear Bacbone, dan unit beban yang terhubung ke PLTD. Gambar 4.21 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTU dan unit beban yang terhubung ke PLTU. 3.a.1 Busbar Pada Unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, dan beban PLTD - BAB 903 - BUS A - BUS B - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.20 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, dan beban PLTD Pada Gambar 4.20, di atas terlihat bahwa pada saat interkoneksi antara sistem yang terhubung dengan PLTD dengan sistem yang terhubung dengan PLTU terputus, nilai frekuensi pada Unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, dan beban PLTD mulamula turun. Hal ini dikarenakan, unit PLTD seolah-olah mengalami kenaikan daya 75

beban pada saat cb BAICFPP terbuka yang secara penuh menyuplai semua beban smelter yang ada di PT. Antam. Hingga pada akhir simulasi detik ke-20, nilai frekuensi pada bus PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, dan bus beban sebelum dan setelah putusnya interkoneksi ada sedikit perubahan namun tetap dalam batas toleransi perubahan frekuensi. 3.a.2 Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU - Bus (AUX 3) - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.21 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU Terlihat pada Gambar 4.21, pada saat interkoneksi antara sistem yang terhubung dengan PLTD dengan sistem yang terhubung dengan PLTU terputus, nilai frekuensi mula-mula naik. Setelah itu frekuensi selanjutnya turun hingga 0 Hz, bahkan sampai pada akhir simulasi yaitu detik ke-20. Hal ini disebabkan pada saat lepasnya interkoneksi, yaitu terbukanya CB BACFPP, masing-masing unit menyuplai beban tersendiri. PLTD menyuplai 3 beban terbesar yaitu beban smelter, sedangkan unit PLTU yang menyuplai beban auxiliary nya tersendiri, perumahan, termasuk beban dinamis lainnya. Berdasarkan data dari PT. Antam, beban dinamis yang memperoleh suplai oleh unit PLTU mencapai 92,82% dari total beban. 76

3.b Tegangan Gambar 4.22 4.23 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini. Gambar 4.20 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTD, 30 kv Switchgear Bacbone, dan unit beban yang terhubung ke PLTD. Gambar 4.21 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTU dan unit beban yang terhubung ke PLTU. 3.b.1 Busbar Pada Unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, dan beban PLTD - BAB 903 - BUS A - BUS B - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.22 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, dan beban PLTD Pada Gambar 4.22, terlihat bahwa pada saat interkoneksi antara sistem yang terhubung dengan PLTD dengan sistem yang terhubung dengan PLTU terputus, nilai tegangan pada unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, dan beban PLTD mengalami perubahan bahkan berosilasi. Hal ini karena, pada saat interkoneksi putus, unit PLTD menyuplai beban smelter secara keseluruhan yang awal mulanya juga mendapat suplai dari unit PLTU. 77

Adapun pada akhir simulasi pada detik ke-20 nilai tegangan sebelum dan setelah terputusnya interkoneksi, hanya mengalami sedikit perubahan dan masih dalam batas toleransi. 3.b.2 Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU - Bus (AUX 3) - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.23 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU dan beban PLTU Pada Gambar 4.23 di atas bahwa pada saat interkoneksi antara sistem yang terhubung dengan PLTD dengan sistem yang terhubung dengan PLTU terputus, tegangan bus pada unit PLTU dan beban PLTU tadi mengalami perubahan. Hingga pada akhirnya tegangan jatuh hingga 0 kv dan bus PLTU dan bebannya ini mengalami voltage collapse hingga pada akhir simulasi. Hal ini, karena pada saat lepasnya interkoneksi, yaitu terbukanya CB BACFPP, masing-masing unit menyuplai beban tersendiri. PLTD yang menyuplai 3 beban terbesar yaitu beban smelter. Dan unit PLTU yang menyuplai beban auxiliary nya tersendiri, perumahan, termasuk beban dinamis lainnya. 78

b. Untuk sistem tenaga listrik PLN Kolaka 1. Simulasi Transient Stability dengan skenario hilangnya beban Feeder Wundulako. Tabel 4.8 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feeder Wundulako Tipe Nama Aksi Nama Kejadian Waktu (sekon) Komponen Komponen Lepas Beban 4 CB CB329 Open Untuk skenario ini, disimulasikan terjadinya gangguan sehingga CB329 terbuka dan beban Fedeer Wundulako hilang. Selanjutnya mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun tegangan pada sistem tenaga listrik PT. PLN Kolaka. Simulasi dilakukan dengan menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi simulasi selama 20 detik. Gambar 4.24 memperlihatkan letak CB yang terbuka sehingga beban Fedeer Wundulako hilang: CB32 Gambar 4.24 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Beban 79

Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut: 1.a Frekuensi Gambar 4.25 4.26 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini. Gambar 4.25 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit pembangkit. Gambar 4.26 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban. - Bus 1 - Bus 4 - Bus 6 - Bus 9 - Bus 11 - Bus 12 - Bus 16 - Bus 18 Gambar 4.25 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit 80

- Bus 19 - Bus 20 - Bus 22 - Bus 354 - Bus 523 Gambar 4.26 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban Dari Gambar 4.25 (pembangkit) terlihat bahwa pada saat terjadi hilangnya beban, nilai frekuensi pada semua unit pembangkit akan naik. Hal ini dikarenakan beban mengalami penurunan daya dari sebelum hilangnya beban, sehingga frekuensi juga mengalami kenaikan. Dengan melihat nilai frekuensi pada akhir simulasi selama 20 detik, nilai perubahan frekuensi masih dalam batas toleransi dari perubahannya. Demikian pula untuk bus beban yakni Bus 19, Bus 20, Bus 22, dan Bus 523 setelah CB329 terbuka, nilai frekuensi mula-mula mengalami kenaikan, namun hingga pada akhir simulasi selama 20 detik, nilai perubahan frekuensi selain bus pada feeder Wundulako masih dalam batas toleransi dari perubahannya. Berbeda dengan frekuensi pada bus 354 (bus Feeder Wundulako) setelah CB329 terbuka, nilai frekuensinya mengalami penurunan bahkan menjadi 0 Hz. Hal ini dikarenakan pada saat hilangnya beban masih mendapat suplai dari PLTMH. Namun karena besar beban yang ada pada Feeder Wundulako ini lebih besar daripada daya yang tersedia pada PLTMH ini, maka pada nilai frekuensi akhirnya turun menjadi 0 Hz beberapa detik setelah hilangnya beban. 81

1.b Tegangan Gambar 4.27 4.28 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini. Gambar 4.27 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit pembangkit. Gambar 4.28 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban. - Bus 1 - Bus 4 - Bus 6 - Bus 9 - Bus 11 - Bus 12 - Bus 16 - Bus 18 Gambar 4.27 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit 82

- Bus 19 - Bus 20 - Bus 22 - Bus 354 - Bus 523 Gambar 4.28 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban Setelah CB329 terbuka, nilai bus 354 (bus Feeder Wundulako) langsung mengalami kenaikan. Adapun nilai tegangan pada feeder ini tidak langsung menjadi 0 kv, dikarenakan pada saat hilangnya beban masih mendapat suplai dari PLMH. Namun karena besar beban yang ada pada Feeder Wundulako ini lebih besar daripada daya yang tersedia pada PLTMH ini, maka pada beberapa detik kemudian nilai tegangan akhirnya turun menjadi 0 kv. Adapun untuk bus beban yang lain yakni Bus 19, Bus 20, Bus 22, dan Bus 523, serta bus pembangkit (Gambar 4.27) setelah CB329 terbuka, nilai tegangan mengalami osilasi. Nilai tegangan berosilasi hingga kembali pada posisi konstan, meskipun dengan perubahan dari nilai awal tegangan, namun tetap pada batas toleransi perubahan tegangan. 83

2. Simulasi Transient Stability dengan skenario hilangnya unit Pembangkit MTU. Tabel 4.9 Skenario kejadian dan aksi simulasi hilangnya beban Feeder Wundulako Tipe Nama Aksi Nama Kejadian Waktu (sekon) Komponen Komponen Lepas MTU 4 CB CB22 Open Untuk skenario ini, disimulasikan terjadinya gangguan sehingga CB22 terbuka dan pembangkit MTU hilang. Selanjutnya mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun tegangan pada sistem tenaga listrik PT. PLN Kolaka. Simulasi dilakukan dengan menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi simulasi selama 20 detik. Gambar 4.29 memperlihatkan letak CB yang terbuka sehingga pembangkit MTU hilang: CB22 Gambar 4.29 Tampilan Letak Skenario Hilangnya Unit Pembangkit MTU 84

Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut: 2.a Frekuensi Gambar 4.30 4.31 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini. Gambar 4.30 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit pembangkit. Gambar 4.31 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban. - Bus 1 - Bus 4 - Bus 6 - Bus 9 - Bus 11 - Bus 12 - Bus 16 - Bus 18 Gambar 4.30 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit 85

- Bus 19 - Bus 20 - Bus 22 - Bus 354 - Bus 523 Gambar 4.31 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban Pada gambar di atas terlihat bahwa setelah CB22 terbuka yang diskenariokan sebagai hilangnya pembangkit MTU pada detik ke-4, frekuensi bus pada unit pembangkit (Gambar 4.30) dan bus pada unit beban (Gambar 4.31) tadi mula-mula mengalami penurunan. Hal ini karena, seolah-olah nilai beban daya bertambah, dengan hilangnya beberapa daya suplai dari pembangkit. Selanjutnya nilai frekuensi setelah hilangnya beban tadi cenderung konstan. Dengan melihat nilai frekuensi pada akhir simulasi selama 20 detik, nilai perubahan frekuensi masih dalam batas toleransi dari perubahannya. 2.b Tegangan Gambar 4.32 4.33 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini. Gambar 4.32 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit pembangkit. Gambar 4.33 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban. 86

- Bus 1 - Bus 4 - Bus 6 - Bus 9 - Bus 11 - Bus 12 - Bus 16 - Bus 18 Gambar 4.32 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit - Bus 19 - Bus 20 - Bus 22 - Bus 354 - Bus 523 Gambar 4.33 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban 87

Pada gambar di atas terlihat bahwa setelah CB22 terbuka yang diskenariokan sebagai hilangnya unit pembangkit pada detik ke-4, tegangan bus pada unit pembangkit (Gambar 4.32) dan bus pada unit beban (Gambar 4.33) tadi mengalami perubahan. Hal ini karena, seolah-olah nilai beban daya bertambah, dengan hilangnya beberapa daya suplai dari pembangkit. Nilai tegangan berosilasi, mula-mula nilai tegangan naik dari ratingnya, turun dan selanjutnya naik, begitu seterusnya hingga kembali pada posisi konstan, meskipun mengalami perubahan dari nilai awal tegangan, namun tetap pada batas tolenrasi perubahan tegangan. 88

c. Setelah interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT. Antam dengan PLN Kolaka 1. Simulasi Transient Stability dengan skenario lepasnya interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN di GH PT. Antam. Tabel 4.10 Skenario kejadian dan aksi simulasi lepasnya interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN Kolaka Nama Kejadian Waktu (sekon) Tipe Komponen Open Koneksi 4 CB Nama Komponen CB56 & CB57 Aksi Open Untuk skenario ini, disimulasikan terjadinya gangguan sehingga CB56 dan CB57 terbuka dan interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN Kolaka terputus. Selanjutnya mengevaluasi kestabilan frekuensi maupun tegangan pada sistem tenaga listrik PT. Antam. Simulasi dilakukan dengan menyetting terjadinya gangguan pada saat t = 4 detik dengan durasi simulasi selama 20 detik. Gambar 4.34 memperlihatkan letak CB yang terbuka sehingga beban Feni 4 hilang: CB5 CB5 Gambar 4.34 Tampilan Letak Skenario Open Koneksi 89

Berikut hasil grafik pada beberapa bus yang dipilih sebagai berikut: 1.1 Frekuensi 1.1.1 Sistem Tenaga Listrik PT. Antam Gambar 4.35 4.38 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini. Gambar 4.35 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTD. Gambar 4.36 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTU. Gambar 4.37 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit 30 kv Switchgear Backbone dan Gambar 4.38 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban. - BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.35 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD 90

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.36 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU - Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.37 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone 91

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.38 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban Pada ke empat gambar di atas, terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka yang diskenariokan sebagai putusnya interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT. Antam dan PLN Kolaka pada detik ke-4, frekuensi bus pada unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, unit PLTU, dan bus unit beban tadi mengalami kenaikan beberapa detik. Hal ini dikarenakan daya beban yang tersuplai dari PT. Antam seolaholah berkurang. Nilai frekuensi sebelum dan setelah terjadinya skenario, hanya sedikit perubahan dan masih dalam batas toleransi perubahan frekuensi. 1.1.2 Sistem Tenaga Listrik PLN Kolaka Gambar 4.39 4.41 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini. Gambar 4.39 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada GH Antam. Gambar 4.40 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit pembangkit. Dan Gambar 4.41 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban. 92

- Bus-62 Gambar 4.39 Perubahan Frekuensi Busbar GH Antam - Bus41 - Bus44 - Bus46 - Bus49 - Bus51 - Bus52 - Bus55 - Bus57 Gambar 4.40 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Pembangkit 93

- Bus1 - Bus17 - Bus58 - Bus163 - Bus430 - Bus663 Gambar 4.41 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit Beban Pada ke tiga gambar di atas, terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka yang diskenariokan detik ke-4, frekuensi bus pada GH Antam, unit pembangkit, dan unit beban PLN Kolaka tadi mengalami perubahan. Frekuensi mula-mula turun, hal ini dikarenakan, bus GH Antam yang awalnya mendapat suplai sepenuhanya dari PT. Antam, pada saat interkoneksi antara PLN dan Antam putus, maka bus GH Antam pun beralih mendapat suplai dari PT. PLN Kolaka, sehingga beban di PLN Kolaka merasakan kenaikan daya beban. Nilai frekuensi sempat berosilasi sebelum kembali pada kondisi konstan. Selanjutnya nilai frekuensi cenderung konstan. Dengan melihat nilai frekuensi pada akhir simulasi selama 20 detik, meskipun nilai perubahan frekuensi sudah melampaui batas toleransi dari perubahannya, namun cenderung menuju konstan. 94

1.2 Tegangan 1.2.1 Sistem Tenaga Listrik PT. Antam Gambar 4.42 4.45 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini. Gambar 4.42 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTD. Gambar 4.43 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTU. Gambar 4.44 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit 30 kv Switchgear Backbone dan Gambar 4.45 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban. - BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.42 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD 95

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.43 Grafik Tagangan Busbar Pada Unit PLTU - Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.44 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone 96

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.45 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban Pada ke empat gambar di atas, terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka yang diskenariokan sebagai putusnya interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT. Antam dan PLN Kolaka pada detik ke-4, tegangan bus pada unit PLTD, 30 kv Switchgear Backbone, unit PLTU, dan bus unit beban tadi mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan daya beban yang tersuplai dari PT. Antam berubah dari sebelumnya. Nilai tegangan sempat berosilasi sebelum kembali pada kondisi konstan. Hingga pada akhir simulasi detik ke-20, tegangan kembali ke rating kerja sebelum terjadinya gangguan dan stabil. 97

1.2.2 Sistem Tenaga Listrik PLN Kolaka 1.2.2.a Busbar Pada GH Antam - Bus-62 Gambar 4.46 Perubahan Tegangan Busbar GH Antam Pada grafik di atas terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka yang diskenariokan sebagai putusnya interkoneksi antara sistem tenaga listrik PT. Antam dan PLN Kolaka pada detik ke-4, tegangan bus pada GH Antam tadi mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan, bus GH Antam yang awalnya mendapat suplai sepenuhnya dari PT. Antam, pada saat interkoneksi antara PLN dan Antam putus, maka bus GH Antam pun beralih mendapat suplai dari PT. PLN Kolaka. Sehingga beban di PLN Kolaka merasakan kenaikan daya beban. Namun, dengan melihat nilai tegangan tersebut, melampaui batas toleransi perubahan tegangan dari rating tegangan awal bus pada GH Antam tersebut dan berada di bawah batas kestabilan tegangan. Sehingga ada baiknya bus beban yang terhubung pada GH Antam ini, sebaiknya di lepas terlebih dahulu. Karena apabila tetap dibiarkan dan telah melebihi batas toleransi perubahan tegangan, karena dapat mengakibatkan banyak peralatan elektronik yang tidak bisa bekerja secara maksimal bahkan beberapa mengalami kerusakan. 98

1.2.2.b Busbar Pada Unit Pembangkit - Bus41 - Bus44 - Bus46 - Bus49 - Bus51 - Bus52 - Bus55 - Bus57 Gambar 4.47 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Pembangkit Pada grafik di atas terlihat bahwa pada saat CB56 dan CB57 terbuka yang diskenariokan sebagai putusnya interkoneksi antara PT. Antam dengan PLN Kolaka pada detik ke-4, tegangan bus pada unit Pembangkit tadi mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan adanya perubahan daya beban di sistem kelistrikan PT. PLN Kolaka. Nilai tegangan sempat berosilasi sebelum kembali pada kondisi konstan. Hingga pada akhir simulasi detik ke-20, tegangan kembali ke rating kerja sebelum terjadinya gangguan dan stabil. 99

1.2.2.c Busbar Pada Unit Beban - Bus1 - Bus17 - Bus58 - Bus163 - Bus430 - Bus663 Gambar 4.48 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit Beban Sama halnya dengan bus pada unit pembangkit, saat CB56 dan CB57 terbuka maka Bus1, Bus17, Bus58, Bus163, Bus430, dan Bus663, nilai tegangan mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan adanya perubahan daya beban di sistem kelistrikan PT. PLN Kolaka. Nilai tegangan pada bus beban sempat berosilasi sebelum kembali pada kondisi konstan. Hingga pada akhir simulasi detik ke-20, tegangan kembali ke rating kerja sebelum terjadinya gangguan dan stabil. Kecuali pada Bus663, nilai tegangan tersebut melampaui batas toleransi perubahan tegangan dari rating tegangan awal bus pada GH Antam tersebut dan berada di bawah batas kestabilan tegangan. 100

2. Setelah interkoneksi dengan skenario yang sama sebelum interkoneksi, yaitu: 2.1 Gangguan 3 fasa pada bus Inc. C Untuk skenario ini, kejadian simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6. Begitupun dengan letak skenario simulasi, dapat dilihat pada Gambar 4.1. Adapun hasil grafiknya sebagai berikut: 2.1.1 Frekuensi Gambar 4.49 4.52 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini. Gambar 4.49 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTD. Gambar 4.50 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTU. Gambar 4.51 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit 30 kv Switchgear Backbone dan Gambar 4.52 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban. - BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.49 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD 101

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.50 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU - Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.51 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone 102

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.52 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban 2.1.2 Tegangan Gambar 4.53 4.56 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini. Gambar 4.53 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTD. Gambar 4.54 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTU. Gambar 4.55 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit 30 kv Switchgear Backbone dan Gambar 4.56 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban. 103

- BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.53 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD - CFPP SWGR - CFPP SWGR Gambar 4.54 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU 104

- Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.55 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone - BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.56 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban 105

2.2 Hilangnya beban smelter Feni 4 Untuk skenario ini, kejadian simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Begitupun dengan letak skenario simulasi, dapat dilihat pada Gambar 4.10. Adapun hasil grafiknya sebagai berikut: 2.2.1 Frekuensi Gambar 4.57 4.60 adalah hasil simulasi kestabilan frekuensi untuk kejadian ini. Gambar 4.57 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTD. Gambar 4.58 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit PLTU. Gambar 4.59 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit 30 kv Switchgear Backbone dan Gambar 4.60 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan frekuensi busbar pada unit beban. - BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.57 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD 106

- CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.58 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU - Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.59 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone 107

- BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.60 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban 2.2.2 Tegangan Gambar 4.61 4.64 adalah hasil simulasi kestabilan tegangan untuk kejadian ini. Gambar 4.61 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTD. Gambar 4.62 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit PLTU. Gambar 4.63 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit 30 kv Switchgear Backbone dan Gambar 4.64 memperlihatkan hasil simulasi untuk perubahan tegangan busbar pada unit beban. 108

- BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.61 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.62 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU 109

- Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.63 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone - BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.64 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban 110

2.3 Putusnya interkoneksi, terbukanya circuit breaker BAICFPP Untuk skenario ini, kejadian simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10. Begitupun dengan letak skenario simulasi, dapat dilihat pada Gambar 4.19. Adapun hasil grafiknya sebagai berikut: 2.3.1 Frekuensi - BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.65 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTD - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.66 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Unit PLTU 111

. - Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.67 Perubahan Frekuensi Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone - BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.68 Perubahan Frekuensi Busbar Pada Beban 112

2.3.2 Tegangan - BAB 903 - Bus A - Bus B Gambar 4.69 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTD - CFPP SWGR A - CFPP SWGR B Gambar 4.70 Perubahan Tegangan Busbar Pada Unit PLTU 113

- Inc. A - Inc. B - Inc. C Gambar 4.71 Perubahan Tegangan Busbar Pada 30 kv Switchgear Backbone - BFA901 - Bus (AUX 3) - Bus-1 - Bus-2 - Bus-3 - Bus-22 - Bus-37 - Bus-42 Gambar 4.72 Perubahan Tegangan Busbar Pada Beban 114

Berdasarkan simulasi transient analysis untuk 3 jenis gangguan di PT. Antam, hasil simulasi kestabilan frekuensi dan tegangan pada sistem tenaga listrik PT. Antam sebelum dan setelah intekoneksi cenderung sama. Namun, pada grafik hasil kestabilan frekuensi maupun tegangan setelah interkoneksi dengan PLN Kolaka, terlihat timbulnya harmonisa setelah terjadi gangguan. Sehingga berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kualitas dan kestabilan sistem tenaga listrik PT. Antam lebih baik sebelum interkoneksi dengan sistem PLN Kolaka ditinjau dari analisis berbagai gangguan. Khusus untuk analisis gangguan terputusnya interkoneksi, kestabilan frekuensi pada sistem tenaga listrik PT. Antam sebelum dan setelah intekoneksi sedikit berbeda. Di mana, pada saat sebelum interkoneksi dengan PT. PLN, bus pada unit PLTU jatuh hingga ke 0 Hz. Namun setelah interkoneksi, terjadi kenaikan frekuensi, dimana kenaikan frekuensi ini melebihi batas toleransi dan juga timbulnya harmonisa. 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan software ETAP 12.6 maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Berdasarkan hasil simulasi transient stability untuk melihat kestabilan frekuensi maupun tegangan pada PT. Antam, terlihat bahwa: a. Untuk gangguan 3 fasa yang terjadi pada Inc. C, baik pada bus yang terletak pada unit pembangkit maupun beban, memiliki frekuensi yang cenderung konstan setelah adanya gangguan. Namun dari sisi tegangan, bus pada unit PLTD cenderung turun dan menuju nol. Begitupun tegangan yang ada pada switchgear yang cenderung turun menuju nol, terutama pada bus Inc. C letak terjadinya gangguan, yang langsung menuju jatuh. b. Untuk hilangnya beban, baik frekuensi maupun tegangan cenderung konstan setelah terjadinya gangguan. c. Pada saat terputusnya interkoneksi antara unit PLTU dengan PLTD, frekuensi maupun tegangan pada bus PLTD dan beban yang terhubung dengannya cenderung konstan setelah terjadinya gangguan. Namun pada unit PLTU serta beban yang terhubung dengannya cenderung jatuh hingga menuju 0. 2. Berdasarkan hasil simulasi transient stability untuk melihat kestabilan frekuensi maupun tegangan pada PT. PLN Kolaka, terlihat bahwa: a. Untuk hilangnya beban feeder Wundulako, frekuensi dan tegangan cenderung konstan dan stabil. Kecuali pada bus feeder Wundulako, yang menuju nol karena adanya gangguan dan tidak mendapat suplai daya. b. Hilangnya pembangkit, baik frekuensi maupun tegangan cenderung konstan setelah terjadinya gangguan. 116

3. Berdasarkan hasil simulasi transient stability untuk melihat kestabilan frekuensi maupun tegangan interkoneksi sistem tenaga listrik antara PT. Antam dengan PT. PLN Kolaka, terlihat bahwa: a. Untuk hilangnya interkoneksi, kestabilan frekuensi dan tegangan pada PT. Antam maupun PT. PLN Kolaka cenderung konstan. Kecuali bus pada GH Antam yang mengalami perubahan tegangan melebihi batas toleransinya. b. Untuk interkoneksi dengan skenario yang sama sebelum interkoneksi, memiliki kestabilan frekuensi maupun tegangan cenderung sama. Namun terlihat timbulnya harmonisa. Perbedaan lainnya yakni, pada saat CB BAICFPP terbuka, frekuensi pada unit PLTU dan beban yang terhubung ke PLTU mengalami kenaikan. V.2 Saran 1. Sebaiknya pada saat interkoneksi di PT. Antam antara unit PLTD dan unit PLTU, dilakukan pelepasan beban di sisi PLTU, sehingga masih bisa memiliki kemungkinan untuk tetap menyuplai beban penting yang terhubung dengan unit PLTU. 2. Sebaiknya pada interkoneksi PT. Antam dan PLN, ketika terjadi lepas sinkron antara keduanya, dilakukan pelepasan beban pada sisi GH Antam sehingga tegangan tidak melebihi batas toleransi perubahan tegangan. 3. Pada data penelitian yang ada saat ini, masih dapat dikembangkan dengan meneliti hubung singkat, sistem proteksi, dan lainnya. 4. Selain itu, penelitian ini masih dapat dikembangkan dengan meneliti HVRT, LVRT, HFRT, dan LFRT 117

DAFTAR PUSTAKA [1] Suripto, S. (2016). Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. [2] Suswanto, D. (2009). Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Padang, Universitas Negeri Padang. [3] Kundur, P. (1994). Power System Stability and Control. USA, McGraw-Hill. [4] Marsudi, D. (2006). Operasi Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta, Graha Ilmu. [5] Hidayat and F. Irfan (2004). Simulasi Pelepasan Beban Pada Sistem Tenaga Listrik. Depok, Departemen Elektro Fakultas Teknik UI. [6] Yelfianhar, I. (2009). Studi Hubung Singkat Untuk Gangguan Dua Fasa Antar Saluran Pada Sistem Tenaga Listrik. Padang, Universitas Negeri Padang. [7] Multa, L. P., S.T., M.Eng Aridani, Prima Restu (2013). Modul Pelatihan Etap. Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada. 118

LAMPIRAN 1 Single Line Diagram PT. Antam 119

120