SKRIPSI PENYELESAIAN PERCERAIAN BEDA AGAMA DI INDONESIA. (Studi Kasus Yuni Shara-Henry Siahaan) OLEH MEILISA FITRI HARAHAP



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Negara. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut senada dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM. sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. sehingga munculah sengketa antar para pihak yang sering disebut dengan

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru al Gesindo, Jakarta. Cet. Ke XXVII. Hal. 374.

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

Akibat hukum..., Siti Harwati, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DILAKUKAN DI LUAR NEGERI

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis kasus dan penetapan Pengadilan Agama Klas IA Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian pasangan..., Rita M M Simanungkalit, FH UI, 2008.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. sakral, karena itu pernikahan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai ajaran agama 2. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

Transkripsi:

SKRIPSI PENYELESAIAN PERCERAIAN BEDA AGAMA DI INDONESIA (Studi Kasus Yuni Shara-Henry Siahaan) SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA HUKUM OLEH MEILISA FITRI HARAHAP 07140216 PROGRAM KEKHUSUSAN: HUKUM ADAT DAN ISLAM ( PK III ) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

PENYELESAIAN PERCERAIAN BEDA AGAMA DI INDONESIA (Studi Kasus Yuni Shara-Henry Siahaan) (Meilisa Fitri Harahap, 07140216, Fakultas Hukum, UNAND, 80 halaman, 2011) ABSTRAK Indonesia memiliki badan peradilan yang mencakup 4 (empat) wilayah hukum, yang secara resmi diakui dan berlaku di Indonesia yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Masing-masing peradilan tersebut memiliki kewenangan absolut dan kewenangan relatif. Berkaitan dengan kewenangan absolut suatu peradilan, Peradilan agama dan Peradilan umum memiliki kewenangan yang sama yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama salah satunya di bidang Perkawinan. Dalam hal ini yang membedakannya adalah untuk Peradilan agama hanya berkaitan dengan perkawinan yang dilakukan antara orangorang yang beragama Islam, sedangkan peradilan umum untuk mereka yang non-muslim, tetapi jika terjadi perceraian perkawinan beda agama antara wanita yang beragama Islam dengan lelaki non-islam atau sebaliknya, pengadilan mana yang akan menyelesaikannya. Adapun permasalahan yang akan dikemukakan pada skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimana penyelesaian perceraian beda agama di Indonesia. 2. Apa alasan suatu peradilan di Indonesia menerima perkara perceraian beda agama. 3. Bagaimana akibat hukum terhadap anak dan harta dari perceraian beda agama. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis dengan mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan melihat kepada praktek hukum yang dilakukan masyarakat dengan mencoba mengaitkan dengan aturan - aturan yang berlaku. Penulis melakukan penelitian ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan mewawancarai Bapak Drs. Hari Sasangka, SH., M.Hum selaku Hakim Ketua Majelis yang memutus perkara perceraian beda agama Yuni Shara dan Henry Siahaan. Dari hasil penelitian proses penyelesaian perceraian beda agama terhadap perkara Yuni Shara dan Henry Siahaan adalah sama proses penyelesaiannya dengan penyelesaian perceraian pada umumnya. Di mana dapat diajukan gugatan cerainya ke Pengadilan Negeri di wilayah hukum tempat tinggal penggugat yakni Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengadilan menerima perceraian beda agama karena berdasarkan Pasal 66 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memberlakukan Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken, Stb.1898 No.158) yang biasa disingkat dengan GHR, Hakim Pengadilan menyatakan bahwa perkawinan beda agama termasuk kedalam perkawinan campuran dan Yuni Shara dan Henry Siahaan telah mendaftarkan perkawinan yang dilangsungkannya di Perth-Australia ke Kantor Catatan Sipil Bekasi serta dengan alasan pengadilan tidak boleh menolak perkara yang masuk kepadanya sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok kekuasaan kehakiman maka Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima perkara perceraian beda agama tersebut. Akibat hukum terhadap anak dan harta dari perceraian beda agama adalah sama dengan perceraian pada umumnya yaitu berkenaan dengan hadhanah dan harta dalam perkawinan. Dari perkara perceraian Yuni Shara dengan Henry Siahaan yang berhak atas hadhanah terhadap kedua anaknya Cavin Obrient Salomo Siahaan dan Cello Obin Siahaan jatuh kepada Yuni Shara sebagai ibunya, sedangkan mengenai penyelesaian harta perkawinan dilakukan secara terpisah dan dapat di selesaikan menurut hukumnya masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang - undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sebagai Negara yang berdasarkan atas hukum, Indonesia dalam menjalankan pemerintahannya memiliki lembaga- lembaga pemerintahan salah satunya lembaga yudikatif dan hal ini dapat terlihat dari Pasal 24 Undang - undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa : Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi. Lebih jauh lagi juga di atur lebih khusus dalam Pasal 10 ayat (1) Undang - undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Badan peradilan yang dimaksud mencakup 4 (empat) wilayah hukum, yang secara resmi diakui dan berlaku di Indonesia yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Keempat lembaga peradilan diatas, masing-masing memiliki kekuasaan (kewenangan) yang terdiri atas kekuasaan relatif (relative competentie) dan kekuasaan mutlak atau absolut (absolute competentie). Kewenangan relatif berkaitan dengan wilayah hukum suatu pengadilan atau kewenangan untuk mengatur pembagian kekuasaan mengadili pengadilan yang serupa tergantung sari tempatdari tempat tinggal tergugat. Sedangkan kewenangan absolut (kekuasaan mutlak) berkaitan dengan

wewenang suatu badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain atau menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan. 1 Berkaitan dengan kewenangan absolut suatu peradilan, peradilan agama dan peradilan umum memiliki kewenangan yang sama yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara - perkara di tingkat pertama salah satunya di bidang Perkawinan. Dalam hal ini yang membedakannya adalah untuk peradilan agama hanya berkaitan dengan perkawinan yang dilakukan antara orang - orang yang beragama Islam, sedangkan peradilan umum untuk mereka yang non-muslim. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 2 Undang - undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang - undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undan - undang ini. Seiring dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Berkaitan dengan perkawinan, belakangan ini sering tersiar dalam berbagai media terjadi perkawinan yang dianggap problematik dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu contohnya adalah perkawinan antara pasangan yang memiliki perbedaan keyakinan (agama) atau sering disebut perkawinan beda agama. 2 Walaupun perkawinan beda agama dan perkawinan campuran sama sekali berbeda, bukan tidak mungkin pada saat yang sama perkawinan campuran juga akan menyebabkan perkawinan beda agama. Hal ini disebabkan karena pasangan yang lintas Negara berkemungkinan juga pasangan lintas agama. 1 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung : 2005, hlm.11 2 Sekali Lagi.com, Tentang Perkawinan Antar Agama diakses tanggal 3 November 2010

Kenyataan dalam kehidupan masyarakat bahwa perkawinan beda agama itu terjadi sebagai realitas yang tidak bisa dipungkiri. Berdasarkan Pasal 2 Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan perkawinan itu sah jika dilakukan menurut masing-masing agama dan keyakinannya itu telah jelas dan tegas mengatur bahwa sebenarnya perkawinan beda agama di larang, karena bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Tetapi perkawinan beda agama masih saja terjadi dan akan terus terjadi sebagai akibat interaksi sosial di antara seluruh warga negara Indonesia yang pluralis agamanya. Fenomena Perkawinan antar pemeluk agama (beda agama) bukanlah hal yang baru di Indonesia. Berikut adalah beberapa kasus pernikahan beda agama oleh wanita muslim menikah dengan laki-laki non-muslim diantaranya Nurul Arifin (Islam) yang nikah dengan Mayong (Katolik), juga Yuni Shara (Islam) yang menikah dengan Henry Siahaan (Kristen), dengan melangsungkan perkawinannya di Luar negeri. Perkawinan demikian dinamakan penyeludupan hukum sebagai upaya menghindari hukum yang berlaku seharusnya berlaku kepada mereka. 3 Kasus yang cukup terkenal awal tahun 2005 lalu adalah perkawinan artis Deddy Corbuzier dengan Kalina. Deddy yang Katolik dinikahkan secara Islam dengan Penghulu pribadi yang dikenal sebagai tokoh dari Yayasan Pramadina. 4 Selain itu kasus yang cukup ramai diperbincangkan belakangan ini yaitu mengenai Perkawinan Coki Sitohang (Kristen) dengan wanita Islam menggunakan cara perberkatan tanpa perpindahan agama. Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan tegas memuat ketentuan yang menyebutkan bahwa perbedaan agama antara calon suami isteri adalah dilarang atau merupakan halangan perkawinan. Sejalan dengan itu dari Pasal 27 Undang 3 http:www.hukumonline.com/detail.asp?id=14922&cl=berita, Masalah Hukum Keabsahan Kawin Beda Agama di Luar Negeri, diakses tanggal 02 November 2010 4 Wikipedia, Yayasan Paramadina, Yayasan Paramadina pernah mendapatkan kontroversi karena menikahkan pasangan berbeda agama. Diakses tanggal 3 November 2010

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum. Di sini berarti setiap warga Negara, memiliki hak yang sama kedudukannya dalam hukum sekalipun agamanya berbeda. Namun, bukan berarti dengan adanya hak yang sama dalam hukum seseorang bisa melakukan perkawinan beda agama karena menganggap itu adalah haknya. Hal ini kemudian dapat dijelaskan bahwa Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur tentang perkawinan yang calon suami atau calon isterinya memeluk agama yang berbeda. Perkawinan antar agama yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, seharusnya tidak terjadi jika dalam hal ini negara atau pemerintah secara tegas melarangnya dan menghilangkan sikap mendua dalam mengatur dan melaksanakan suatu perkawinan bagi rakyatnya. Sikap ambivalensi pemerintah dalam perkawinan beda agama ini terlihat dalam praktek bila tidak dapat diterima oleh Kantor Urusan Agama, dapat dilakukan di Kantor Catatan Sipil dan menganggap sah perkawinan berbeda agama yang dilakukan di luar negeri. Dari kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat terhadap perkawinan beda agama, menurut aturan perundang - undangan itu sebenarnya tidak dikehendaki. 5 Hal ini sering menimbulkan penafsiran yang berbeda - beda di beberapa kalangan masyarakat. Sebagian ada yang berpendapat tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan yang berdasarkan agama maupun berdasarkan Undang - undang. Sementara di sisi lain ada yang berpendapat sah sepanjang dilakukan berdasarkan agama / keyakinan salah satu pihak. Sementara seluruh agama yang ada di Indonesia tidak membolehkan adanya perkawinan yang dilakukan jika kedua calon berbeda agama. Sebagai salah satu alternatif agar perkawinan keduanya tetap dapat dilaksanakan, Wahyono mengatakan bahwa ada empat cara yang biasa ditempuh pasangan beda agama ini antara lain meminta penetapan 5 Blog Gudang ilmu hukum, Perkawinan beda agama di Indonesia, di akses tanggal 14 November 2010

pengadilan, perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama, penundukan sementara pada salah satu hukum agama atau menikah di luar negeri. 6 Ketentuan - ketentuan ini disebut sebagai salah satu cara penyeludupan hukum bagi perkawinan beda agama. Perkawinan yang telah dijalani dengan penuh keharmonisan pada awalnya apabila tidak dijaga dengan baik, akan menimbulkan ketidakcocokan di antara keduanya sehingga kebanyakan salah satu pasangan menginginkan adanya Perceraian. Perceraian merupakan salah satu sebab dari putusnya perkawinan dalam hal ini berarti berakhirnya hubungan suami istri. Perceraian yang dilakukan antar suami istri yang memiliki agama dan keyakinan yang sama tidak ada masalah dalam pengajuan permohonan / gugatannya kepada pengadilan, karena jelas jika perceraian itu dilakukan oleh mereka yang memiliki agama Islam maka pengadilan agama yang akan memutusnya, namun jika perceraian dilakukan oleh mereka yang menganut agama di luar Islam maka pengadilan Negeri yang akan memutusnya karena sesuai dengan kewenangan absolut suatu pengadilan. Hal ini menjadi dilema jika perceraian itu dilakukan oleh mereka yang melakukan perkawinan beda agama yang dilangsungkan di luar negeri dan juga kebanyakan penyelesaian perceraiannya dilangsungkan di Pengadilan Negeri. Disini timbul pertanyaan apakah Pengadilan Negeri berwenang memutus perceraian beda agama ini. Dimana di ketahui bahwa Negara Indonesia sendiri tidak mengakui adanya perkawinan beda agama di Indonesia. Di sini terjadi suatu ketidakpastian dalam sistem hukum Indonesia, karena Undang - undang Perkawinan tidak melarang perkawinan beda agama ini secara tegas, sehingga banyak pihak yang menginginkan perkawinan beda agama ini, dengan 6 Gracie23 s Weblog, Solusi Beda agama=paramadina, Prof. Wahyono Darmabrata membahas pernikahan antar agama di Indonesia yang tidak disahkan secara hukum di akses tanggal 14 November 2010

menggunakan cara-cara tertentu untuk melangsungkan perkawinannya dengan memenfaatkan celah hukum yang ada dalam Undang - undang Perkawinan ini. Berdasarkan uraian diatas, hal ini merupakan suatu pembelajaran yang harus di pelajari untuk menembukan hasil dari pernyataan yang membuat keingintahuaan itu muncul, maka Penulis tertarik untuk membahas mengenai PENYELESAIAN PERCERAIAN BEDA AGAMA DI INDONESIA (Studi Kasus Yuni Shara-Henry Siahaan). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penyelesaian perceraian beda agama di Indonesia? 2. Apa alasan suatu peradilan di Indonesia menerima perkara perceraian beda agama? 3. Bagaimana akibat hukum terhadap anak dan harta dari perceraian beda agama? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian perceraian beda agama di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis alasan suatu peradilan di Indonesia menerima perkara perceraian beda agama. 3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap anak dan harta dari perceraian beda agama. D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan penulis lakukan adalah : 1. Manfaat secara teoritis Penelitian ini secara khusus bermanfaat bagi penulis yaitu dalam rangka menganalisa dan menjawab keingintahuan penulis terhadap perumusan masalah dalam penelitian. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat dalam memberikan kontribusi pemikiran dalam menunjang perkembangan ilmu hukum khususnya hukum perdata dibidang perkawinan. 2. Manfaat secara praktis 1. Memberikan kontribusi serta manfaat bagi individu, para penegak hukum dan masyarakat maupun pihak - pihak yang berkepentingan dalam menambah pengetahuan yang berhubungan dengan perceraian beda agama. 2. Untuk menjadi bahan referensi oleh pembaca baik mahasiswa, dosen, maupun masyarakat umum. E. Metode Penelitian Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman tentang cara - cara seorang ilmuan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. 7 Metode digunakan dalam sebuah penelitian yang pada dasarnya merupakan tahapan untuk mencari kembali sebuah kebenaran. Sehingga akan dapat menjawab pertanyaan - pertanyaan yang muncul tentang suatu objek penelitian. 8 Dalam hal ini, penulis menggunakan suatu metode yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Prees, Jakarta: 2007, hlm.6 8 Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2001, hlm.29.

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis (sociology legal research) yaitu suatu penelitian yang menggunakan bahan kepustakaan atau data sekunder sebagai data awalnya, kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data di lapangan. 9 Penelitian ini mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan melihat kepada praktek hukum yang dilakukan masyarakat dengan mencoba mengaitkan dengan aturan - aturan yang berlaku. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis adalah bersifat deskriptif yaitu penulis memberikan gambaran mengenai tatacara penyelesaian perceraian beda agama di Indonesia. 3. Sumber dan Jenis Data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian mengenai penyelesaian perceraian beda agama di Indonesia (Studi kasus Yuni Shara- Henry Siahaan), penulis menggunakan sumber dan jenis data sebagai berikut : Sumber data dalam penelitian ini berasal dari : a. Library Research Yaitu penelitian yang dilakukan di Kepustakaan. Tempat penelitian kepustakaan ini adalah di : a) Perpustakaan Pusat Universitas Andalas. b) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas. c) Buku hukum dari koleksi pribadi. d) Situs-situs hukum dari internet. b. Field Research 2004, hlm.133 9 Amirudin dan Zainal Asikin, Penghantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafiindo, Jakarta :

Peneletian lapangan yang dimaksudkan adalah penelitian langsung dilapangan yakni di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari : a. Data Primer adalah data inti yang diperoleh dari lapangan, dimana penulis langsung kelapangan untuk mendapatkan keterangan dari pihak terkait yakni Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. b. Data Sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari studi kepustakaan yang terdiri dari : 1) Bahan hukum primer, bahan berupa teori hukum, ketentuan-ketentuan atau peraturan yang berhubungan dengan permasalahan terdiri atas KUHPerdata, Undang - undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok pokok Kekuasaan Kehakiman, Undang - undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang - undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang - undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer diantaranya pendapat-pendapat para sarjana, hasil penelitian yang dipelajari dari buku-buku dan jurnal termasuk dokumen penelitian. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan Hukum Tersier yaitu bahan yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus hukum atau kamus Bahasa Indonesia.

4. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a. Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab secara lisan atau tulisan dengan responden. Wawancara ini dilakukan dengan semi struktural yakni disamping menyusun pertanyaan, juga mengembangkan pertanyaan lain yang berhubungan dengan masalah-masalah yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Dalam melakukan penelitian penulis akan mewawancarai Hakim Pengadilan Negara Jakarta Selatan. b. Studi dokumen Studi dokumen adalah metode pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. 5. Pengolahan dan Teknik Analisis data. Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis. 10 Dalam penelitian ini setelah data yang diperlukan berhasil diperoleh, maka penulis melakukan pengolahan terhadap data tersebut dengan cara editing yaitu data - data yang diperoleh akan diperiksa untuk mendapatkan jaminan apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan yang diteliti dengan melakukan pengeditan terhadap data yang diperoleh. Penulis melakukan analisis data dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan tidak menggunakan angka angka atau rumus statistik melainkan dengan menggunakan kata kata atau uraian kalimat dengan melakukan penilaian berdasarkan peraturan perundang - undangan, teori atau pendapat ahli, dan logika sehingga dapat ditarik kesimpulan yang sangat logis yang merupakan jawaban 10 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hlm.72

dari permasalahan. Kemudian penulis juga menggunakan analisis isi (content analysis) merupakan teknik apa pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis 11. F. Sistematika Penelitian Adapun Sistematika Penulisan adalah sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Pokok besar mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan sebagai dasar pemikiran bagi bab-bab selanjutnya BAB II : Tinjauan Pustaka Memaparkan tinjauan yuridis tentang Perkawinan yang meliputi Pengertian Perkawinan, Tujuan Perkawinan, Syarat dan rukun perkawinan, Sahnya Perkawinan, Pandangan agama di Indonesia terhadap perkawinan beda agama dan mengenai perceraian meliputi pengertian perceraian dan tata cara perceraian menurut Hukum Perdata Islam Indonesia dan KUHPerdata. BAB III : Hasil penelitian dan pembahasan Menjelaskan dan menguraikan lebih lanjut hasil yang diperoleh dalam kegiatan penelitian mengenai penyelesaian perceraian beda agama di Indonesia, alasan peradilan di Indonesia menerima perkara perceraian beda agama dan akibat hukum terhadap anak dan harta dari perceraian beda agama. BAB IV : Penutup 11 Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003

Bab ke empat atau bab terakhir berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan dan penelitian yang penulis peroleh, sehingga dapat digunakan dalam kehidupan masyarakat maupun pemerintah di masa yang akan datang serta memberikan saran atau masukan yang dianggap perlu yang berkenan dengan permasalahan yang ada.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penyelesaian perceraian beda agama di Indonesia proses penyelesaian perceraiannya sama dengan perceraian pada umumnya. Perkawinan beda agama seakan-akan di perbolehkan di Indonesia berdasarkan pada Pasal 66 Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga tidak terdapat perbedaan mengenai proses penyelesaiannya dengan perceraian pada umumnya, di mana seseorang dapat mengajukan permohonan cerai atau gugatan cerainya ke Pengadilan Negeri buat mereka yang memiliki agama di luar Islam dan pengadilan agama bagi mereka yang memiliki agama Islam. Kemudian jika mereka melakukan perkawinan beda agama maka gugatan cerai atau permohonan cerai dapat diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah tempat tinggal penggugat. 2. Alasan suatu Peradilan di Indonesia menerima perkara perceraian perkawinan beda agama karena berdasarkan Pasal 66 Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dimana Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) menjadi berlaku karena Undang - undang perkawinan tidak mengatur perkawinan beda agama sehingga Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) menjadi tetap berlaku. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menganggap perkawinan beda agama adalah perkawinan campuran sebagaimana yang diatur dalam Pasal 57 Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga pengadilan menerimanya karena perceraian perkawinan beda agama termasuk kompetensi absolut suatu

pengadilan untuk menyelesaikannya dan pengadilan juga tidak boleh menolak perkara yang masuk kepadanya atas dasar tidak ada hukum yang mengaturnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) Undang - undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. 3. Akibat Hukum terhadap anak dan harta dari perceraian beda agama adalah sama dengan akibat hukum dari perceraian pada umumnya. Di mana akibat hukum dari suatu perceraian akan berkenaan dengan hadhanah dan harta perkawinan. Dari perceraian Yuni Shara dengan Henry Siahaan hak atas pemeliharaan kedua anaknya yaitu Cavin Obrient Salomo Siahaan dan Cello Obin Siahaan jatuh kepada Penggugat yaitu Yuni Shara. Kemudian mengenai penyelesaian dari harta perkawinannya itu diselesaikan secara terpisah dari gugatan cerai yang diajukannya. Proses penyelesaian harta perkawinan karena perceraian dilakukan menurut hukumnya masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Undang - undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. B. Saran Berdasarkan dari hasil penelitian ini, maka penulis memberikan saran dan masukan atas hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Undang-ndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan perlu disempurnakan karena masih terdapat kekosongan hukum mengenai pengaturan perkawinan beda agama dengan mengaturnya secara jelas dan tegas bahwa perkawinan beda agama di larang. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki masyarakat yang plural yang menyebabkan perkawinan beda agama bisa terjadi karena perkawinan adalah hak seseorang dan Pasal 2 Undang - undang perkawinan yang mengatur mengenai sahnya suatu perkawinan tidak dapat dijadikan alasan perkawinan beda agama di

larang karena masih menimbulkan multitafsir oleh beberapa orang dalam memahaminya. 2. Pengadilan Negeri seharusnya tidak menerima perceraian perkawinan beda agama baik yang dilangsungkan di Indonesia maupun di luar negeri dengan alasan bukan kompetensi absolut pengadilan sehingga masyarakat yang hendak melakukan perkawinan beda agama berfikir lagi untuk melangsungkan perkawinannya, karena jika mereka bercerai tidak ada pengadilan yang akan menerima gugatan atau permohonan cerainya. 3. Seharusnya mereka yang hendak melakukan perkawinan beda agama mempertimbangkan lagi dengan matang karena itu akan berimbas kepada anak dan harta benda, dan mereka harus memahami bahwa tidak ada satupun agama yang membolehkan perkawinan beda agama di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA I. BUKU A.Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, yayasan pena divisi penerbitan, Banda Aceh, 2005 Abdurrahman al-jaziry, Kitab al-figh ala al-mazahib al-arba ah, Maktabah al-tijariyah Kubra jaz IV Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, UII Press, Yogyakarta, 2000 Ahmad Kuzaro, Nikah Sebagai Perikatan, Walisongo Press, Semarang, 1995 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2009 Amirudin dan Zainal Asikin, Penghantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafiindo, Jakarta, 2004 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta,1999 Lemta Tarigan, Perkawinan Antar agama Di tinjau dari Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, makalah sebagai tugas mata kuliah Kapita Selekta Hukum Adat pada Program Studi S-2 Ilmu Hukum, PPs UU, 2003 M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (Undang-undang No. 7 Tahun 1989) Pustaka Kartini, Jakarta, 1997 Musdah Mulia, Pandangan Islam tentang Poligami, Lembaga Kajian Agama dan Jender dan The Asia Fondation, Jakarta, 1999 O.S,Eoh, Perkawinan antar agama dalam teori dan praktek, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1996 P.A.Heuken, Persiapan Perkawinan, Bina Aksara, Jakarta, 1981 Prof. Dr. Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2009 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2005 Soebekti SH. Prof, Pokok-Pokok Hukum Perdata,. Cet XX1:PT Inter Massa, 1987 Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Liberti, Yogyakarta, 1986

Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 1991 Tim Pengajar Hukum Acara Perdata, Buku Ajar Hukum Acara Perdata, Padang, 2005 Wahbah al-zuhaily, al-figh al-islami Wa Adillatuhu, Juz VII, Damsyiq: Dar al-fikr, 1989. II. KAMUS Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1988 III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang - Undang Dasar 1945 Republik Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 1400 / K / Pdt / 1986 IV. Website Be your self blog, Pernikahan Beda Agama:Tinjauan Hukum Islam & Hukum Negara, diakses tanggal 24 Desember 2011 Blog Gudang ilmu hukum, Perkawinan beda agama di Indonesia, di akses tanggal 14 November 2010 Dhika09blog, Perkawinan Beda Agama Dalam Perspektif Agama_Agama, di akses tanggal 03 Januari 2011 Gracie23 s Weblog, Solusi Beda agama=paramadina, di akses tanggal 14 November 2010 http://asnawiihsan.blogspot.com, Abdul Majid, Perkawinan Beda Agama Prespektif Islam09 04-05, di akses tanggal 3 Januari 2011

http:www.hukumonline.com/detail.asp?id=14922&cl=berita, Masalah Hukum Keabsahan Kawin Beda Agama di Luar Negeri, di akses tanggal 02 November 2010 IHM Hambuako's Weblog, Polemik kawin beda agama. di akses tanggal 24 Desember 2010 Sang Khalifah s Blog, Pernikahan Beda Agama, diakses tanggal 5 Januari 2011 Sekali Lagi.com, Tentang Perkawinan Antar Agama diakses tanggal 3 November 2010 Wikipedia,Yayasan Paramadina, Yayasan Paramadina pernah mendapatkan kontroversi karena menikahkan pasangan berbeda agama, di akses tanggal 3 November 2010