BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan dan penelitian mengenai kesehatan gigi dan mulut pada penderita cacat di Indonesia telah lama diabaikan. Tidak banyak dokter gigi yang telah memperoleh latihan khusus dalam perawatan gigi pada penderita cacat. Hal ini juga disebabkan perhatian pemerintah Indonesia yang masih sangat kurang terutama dalam hal sarana dan prasarana. Oleh karena dasar dari rasa takut akan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi, maka mendorong banyak dokter gigi untuk menolak 1, 2. perawatan gigi pada penderita cacat. Sedikitnya pengetahuan dan data yang dimiliki menyebabkan kurangnya perhatian terhadap penderita cacat, khususnya tunanetra. Tunanetra merupakan suatu keadaan dari kurangnya persepsi visual baik oleh faktor fisiologis maupun faktor neurologis. 3 Pengertian tunanetra dilihat dari kacamata pendidikan menurut Barraga N adalah individu yang mengalami gangguan fungsi penglihatan untuk mengikuti proses belajar dan mencapai prestasi secara maksimal. 4 Jumlah penderita cacat di Indonesia oleh WHO diperkirakan berkisar antara 5-9%, yang berarti 7-11 juta dari seluruh penduduk Indonesia menderita cacat, tetapi data yang tepat belum ada. 1 Menurut laporan dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2000, populasi tunanetra di Indonesia mencapai 1,5% dari jumlah penduduk, yang berarti lebih dari tiga juta penduduk yang mengalami kebutaan. 1,5.
Menurut penelitian yang dilakukan Alexander Schembri dan Janice Fiske, kebanyakan masyarakat tunanetra tidak memiliki pengertian maupun pengetahuan yang baik mengenai kesehatan rongga mulut sehingga banyak dari mereka yang merasa tidak memerlukan pendidikan maupun penyuluhan mengenai cara pembersihan gigi dan mereka hanya mengutarakan kebutuhan perawatan bila telah terasa sakit gigi, namun pada penelitian ditemukan bahwa terdapat banyak keadaan patologis yang tidak mereka sadari, bahkan sebagian dari sampel yang diteliti menyatakan bahwa mereka menderita sakit gigi dan masalah pada gigi tiruan yang mereka kenakan. 6 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Joseph Z pada anak normal dan penderita tunanetra menunjukkan bahwa Indeks debris, kalkulus dan oral higiene penderita tunanetra lebih tinggi dibandingkan anak normal, hal ini disebabkan mereka mengalami kesulitan dalam memelihara kesehatan rongga mulut mereka, menjangkau akses untuk perawatan gigi serta mereka juga sulit menerima perawatan gigi. Kesehatan rongga mulut mereka juga dapat diperburuk oleh ketidakmampuan mereka dalam mendeteksi dan mengenali keadaan rongga mulut mereka sehingga tidak dapat dilakukan penanganan segera untuk menanggulanginya. 6,7 Oleh sebab itu maka sangatlah penting bagi masyarakat tunanetra untuk menyadari bahwa mereka membutuhkan penyuluhan dan latihan untuk memelihara kesehatan rongga mulut mereka serta mengenali secara cepat keadaan patologis yang terdapat di dalam rongga mulut mereka. 7 Anak-anak tunanetra yang tinggal di bawah pengawasan sekolah umumnya jarang memiliki kesempatan untuk mendapatkan perawatan gigi yang umum di sekolahnya. 8 Menurut penelitian Valerie L.Carter dan Eileen Wagner di sekolah
khusus anak tunanetra, Maryland, 80% dari anak-anak tersebut tinggal di sekolah / asrama dan bergantung pada penjaga asrama, guru dan pembantu dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut mereka. 8 Pada penelitian ini akan dilakukan pembagian kelompok menjadi satu kali penyuluhan dan dua kali penyuluhan. Pembagian kelompok tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Riyanti E dkk, yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang signifikan setelah pemberian dua kali penyuluhan dibandingkan dengan hanya satu kali penyuluhan, serta adanya pertimbangan bahwa subjek penelitian telah kehilangan satu indra sehingga memiliki keterbatasan dalam hal mengenali rongga mulut mereka. 9 Penelitian dilakukan pada penderita usia 12 19 tahun karena menurut perkembangan psikologi anak, usia tersebut merupakan usia remaja dimana tingkat perkembangan memori tidak sebaik pada masa kanak-kanak namun untuk tingkat emosi mengalami perkembangan yang pesat dan disertai adanya egosentrisme remaja dimana kesadaran diri bertambah tinggi, jika anak memiliki perasaan yang tidak baik terhadap dokter gigi dan perawatan kesehatan gigi maka anak akan terus membiarkan kerusakan giginya berlanjut dan akan selalu menolak perawatan gigi namun apabila anak memiliki perasaan yang baik terhadap dokter gigi dan perawatan gigi maka anak akan menjadi sangat kooperatif. Sehingga sangatlah penting untuk memberikan pengarahan mengenai kesehatan rongga mulut dan sikap perawatan kebersihan rongga mulut yang baik pada usia tersebut agar pengetahuan dan kebiasaan tersebut dapat berlanjut hingga dewasa. 10,11 Disamping itu pada usia tersebut juga memasuki
periode subjektif dan memasuki tahap perkembangan gigi permanen sehingga pemeriksaan oral higiene dan pemberian penyuluhan lebih mudah dilaksanakan. Penelitian dilakukan Panti Karya murni karena menurut data yang diperoleh dari penelitian Siti Balqish di panti tersebut, menunjukkan indeks Oral higiene yang buruk pada penderita tunanetra 12 dan pemilihan panti Sumatra karena terbatasnya panti khusus tunanetra di Medan. Peneliti tertarik melaksanakan penelitian ini karena peneliti ingin mengetahui apakah dengan penyuluhan dan latihan menjaga kesehatan gigi dan mulut akan dapat meningkatkan kesehatan rongga mulut penderita tunanetra serta meningkatkan pengetahuan mereka mengenai cara pemeliharaan kesehatan rongga mulut. Disamping itu, peneliti juga ingin mengetahui pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada penderita tunanetra. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas maka timbul permasalahan yang hendak diteliti : Apakah ada perbedaan oral higiene pada penderita tunanetra sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan? Apakah ada perbedaan oral higiene antara kelompok dengan satu kali dan dua kali penyuluhan setelah dilakukan penyuluhan? Apakah ada perbedaan retensi ingatan antara kelompok dengan satu kali dan dua kali penyuluhan setelah dilakukan penyuluhan?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Mengetahui skor oral higiene dan nilai pengetahuan penderita tunanetra baik sebelum maupun sesudah dilakukan penyuluhan. Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui perbedaan skor OHIS pada penderita tunanetra baik sebelum diberikan penyuluhan maupun setelah diberikan penyuluhan pada kelompok dengan satu kali penyuluhan dan kelompok dengan dua kali penyuluhan. 2. Untuk mengetahui perbedaan skor OHIS pada kedua kelompok setelah dilakukan penyuluhan. 3. Untuk mengetahui perbedaan nilai pengetahuan materi penyuluhan pada kedua kelompok. 1.4 Hipotesis Penelitian 1. Ada perbedaan skor Oral higiene sebelum dan sesudah penyuluhan pada kelompok satu kali penyuluhan dan kelompok dua kali penyuluhan. 2. Ada perbedan skor Oral Higiene akhir antara kelompok satu kali penyuluhan dan kelompok dua kali penyuluhan yang diperiksa 10 hari setelah penyuluhan. 3. Ada perbedaan nilai pengetahuan antara kelompok satu kali penyuluhan dan kelompok dua kali penyuluhan.
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan data dan referensi bagi penelitian berikutnya serta mampu memberikan perbandingan mengenai kesehatan gigi dan mulut pada penderita tunanetra baik sebelum maupun setelah diberikan penyuluhan kesehatan gigi sehingga dapat dijadikan masukan bagi tenaga kesehatan untuk turut meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat penyandang cacat, khususnya tunanetra. Disamping itu, dari penelitian ini juga diharapkan agar pemerintah dan tenaga kesehatan dapat lebih memperhatikan aspek promotif dan preventif bagi kesehatan gigi dan mulut penderita tunanetra tersebut, seperti program penyuluhan cara pemeliharaan kesehatan rongga mulut maupun pemakaian topikal aplikasi untuk pencegahan karies dini yang ditujukan khusus bagi masyarakat tunanetra.