BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Aspek Green Material pada Kriteria Bangunan Ramah Lingkungan di Indonesia

BAB V KESIMPULAN. dapat dilihat dari nilai rata-rata 2,99.

BAB I PENDAHULUAN. Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability)

BAB I PENDAHULUAN. daya secara efisien selama proses pembuatannya hingga pembongkarannya.

ABSTRAK. apartemen, Sea Sentosa

Green Building Concepts

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN

GREENSHIP HOMES Version 1.0

PENGKAJIAN INDIKATOR SOSEKLING BANGUNAN GEDUNG HIJAU (GREEN BUILDING)

ANALISA PEMILIHAN MATERIAL BANGUNAN DALAM MEWUJUDKAN GREEN BUILDING (STUDI KASUS: GEDUNG KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SOLO)

PENINGKATAN NILAI BANGUNAN HIJAU PADA BANGUNAN TERBANGUN Studi Kasus: Gedung Kampus X

SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Catatan : *) BPO : Bahan Perusak Ozon GRK : Gas Rumah Kaca

ANTUSIASME PASAR TERHADAP RUMAH BERKONSEP HIJAU DI CITRALAND SURABAYA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

SUBDIVISI EKOLOGI LANSKAP. 1. Fitra Nofra Y.P. Jacaranda obtusifolia 2. Fatizha Zhafira S. Lilium candidum 3. Nurita Arziqni Chrysanthemum morifolium

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Arsitektur Hijau BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK. mengurangi kenyamanan dari club house itu sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. Soni Keraf. ETIKA LINGKUNGAN HIDUP, hal Emil Salim. RATUSAN BANGSA MERUSAK SATU BUMI, hal

PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL

KEPENTINGAN DAN IMPLEMENTASI GREEN CONSTRUCTION DARI SISI PANDANG KONTRAKTOR

SURVEI TINGKAT KEPENTINGAN DAN PENERAPAN SUMBER DAN SIKLUS MATERIAL DARI GREENSHIP RATING TOOLS PADA PROYEK KONSTRUKSI

Pedoman Klaim Lingkungan Swadeklarasi. Kata Pengantar

Science&Learning&Center!di!Universitas!Mulawarman!! dengan!konsep!green&building!


BAB I PENDAHULUAN. baik itu dari sisi produksi maupun sisi konsumsi, yang berbanding terbalik dengan

JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bel dan Hotel Sahid Jogja Lifestyle City di Yogyakarta sebagai berikut :

SERTIFIKASI GREENSHIP

BAB I Pendahuluan. benua. 1 Bahasa dari setiap belahan di dunia digunakan dan dituturkan oleh semua

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

Sumber Produksi Tenaga Listrik PLN

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat memahami green building yang dijelaskan dalam Bulan Mutu

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

STANDAR INDUSTRI HIJAU

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TATA RUANG DALAM, TATA RUANG LUAR, DAN ARSITEKTUR HIJAU

BAB III INTERPRETASI DAN ELABORASI TEMA. Tema yang digunakan pada perencanaan Hotel Forest ini adalah Green

1 BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Beriringan pula dengan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

SAINS ARSITEKTUR II ARTIKEL ILMIAH TENTANG BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS.

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Udara di sekitar kita dewasa ini sangat peka terhadap pencemaran, hal ini erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar manusia secara

Gedung Asrama Kampus II Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Berkonsep Hemat Energi

MEMBANGUN KEBERLANJUTAN DI ORLANDO MAGIC AWAY

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar

STUDI PENERAPAN KONSEP GREEN BUILDING PADA INDUSTRI JASA KONSTRUKSI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. pengelola real estat terpadu dalam bidang ritel, komersial dan pemukiman real

Arsitektur dan Lingkungan. Lilis Widaningsih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang berwawasan lingkungan (green building).

IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA. Oleh:

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

KINERJA PENGEMBANG GEDUNG BERTINGKAT DALAM PENGGUNAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN (191K)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

aktivitas manusia. 4 Karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan lahan yang menjadi penyebab utama Bumi menjadi hangat, baik pa

Aplikasi Green Building pada Kantor AMG Tower Surabaya

Pengembangan RS Harum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian sebelumnya mengenai Green Construction telah dilakukan

PENGARUH MATERIAL RESOURCES AND CYCLE BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH ASPEK BUILDING ENVIRONMENTAL MANAGEMENT TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI GREEN BUILDING DIBANDINGKAN DENGAN CONVENTIONAL BUILDING

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh adanya kekhawatiran masyarakat akan dampak dari kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada zaman sekarang ini perkembangan dunia bisnis di Indonesia sudah

Iklim Perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia terutamanya

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG HIJAU

CAPAIAN GREEN CONSTRUCTION DALAM PROYEK BANGUNAN GEDUNG MENGGUNAKAN MODEL ASSESSMENT GREEN CONSTRUCTION

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

APA ITU GLOBAL WARMING???

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Kupang merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur yang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Orang-orang mulai khawatir akan dampak global warming pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh penerapan..., Furqan Usman, FT UI, Universitas Indonesia

Versi 27 Februari 2017

TANTANGAN DAN HAMBATAN PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE CONSTRUCTION PADA KONTRAKTOR PERUMAHAN DI SURABAYA

PENERAPAN PRINSIP GREEN BUILDING COUNCIL DITINJAU DARI ASPEK MATERIAL DAN PENENTUAN KRITERIA PEMILIHAN MATERIAL KONSTRUKSI

PENYUSUNAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) AHLI PENILAI BANGUNAN HIJAU

SIH Standar Industri Hijau

BANGUNAN GEDUNG HIJAU

GEDUNG KULIAH FAKULTAS TEKNIK KAMPUS II UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG BERKONSEP HEMAT ENERGI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kanker kulit dan berpotensi mengacaukan iklim dunia serta pemanasan global,

green gauge Visi AECI adalah untuk menjadi penyedia bahan kimia dan penyedia jasa tambang pilihan bagi para pelanggan.

Laboratorium Kesehatan Masyarakat dengan Kajian Green Building di Universitas Mulawarman Samarinda

pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi karyawan, pasien,

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanasan Global Pemanasan global merupakan suatu proses meningkatnya suhu ratarata atmosfer laut, serta daratan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. Menurut Berge (2009), sektor industri bangunan merupakan sektor konsumsi sumber daya alam dunia kedua terbesar setelah sektor industri makanan. Pelaku industri bangunan memiliki peran penting dalam mengurangi dampak lingkungan akibat pemanasan global. Menurut Ervianto (2010) dimulai dari tahap konstruksi hingga tahap operasional tidak dapat terhindar dari pemanfaatan sumber daya alam yang jumlahnya semakin terbatas, belum lagi dampak lain yang timbul dari penggunaan fasilitas bangunan serta pemilihan material bangunan yang terkait dengan peningkatan suhu di bumi. 2.2 Green Building Green building didefinisikan sebagai sebuah perencanaan dan perancangan bangunan melalui sebuah proses yang memperhatikan lingkungan dan menggunakan sumber daya secara efisien pada seluruh siklus hidup bangunan dari mulai pengolahan tapak, perancangan, 5

6 pembangunan, penghunian, pemeliharaan, renovasi dan perubahan bangunan (Andini, 2014). Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 tahun 2010 tentang kriteria dan sertifikasi bangunan ramah lingkungan BAB I, Pasal 1, bangunan ramah lingkungan (green building) adalah suatu bangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya dan aspek penting penanganan dampak perubahan iklim. Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan. Bab II pasal 4, bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria antara lain : a. Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan b. Terdapat fasilitas, sarana dan prasarana untuk konservasi sumber daya air dalam bangunan gedung c. Terdapat fasilitas, sarana dan prasarana konservasi dan diversifikasi energi d. Menggunakan bahan yang bukan perusak ozon dalam bangunan gedung e. Terdapat fasilitas, sarana dan prasarana pengelolaan air limbah domestik pada bangunan gedung f. Terdapat fasilitas pemilah sampah

7 Dari peraturan menteri ini dapat dilihat bahwa penggunaan material menjadi salah satu aspek utama dalam mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan. Menurut Syahriyah (2016) pemilihan material bangunan yang tepat yaitu dengan menggunakan green material atau material ramah lingkungan dapat menghasilkan bangunan yang berkualitas sekaligus ramah lingkungan, khususnya pemanfaatan material ekologis atau material yang ramah lingkungan 2.3 Green Material Menurut Ervianto (2010) setiap proyek konstruksi tidak terlepas dari penggunaan material bangunan. Bahan bangunan dapat diklasifikasikan menjadi dua: (a) bahan bangunan alami seperti batu alam, kayu, bambu, dan tanah liat tidak mengandung zat yang mengganggu kesehatan penghuni; (b) bahan bangunan buatan seperti; pipa, plastik, rock wool, cat kimia, dan perekat mengandung zat kimia yang membahayakan kesehatan manusia. Zat yang mempengaruhi kesehatan manusia adalah zat-zat yang menghilang dalam udara (berbentuk limbah gas), baik bau maupun gas yang dihirup. Menurut Siagian (2005) terdapat beberapa faktor dan strategi yang harus dipertimbangkan dalam memilih material bangunan : 1. Bangunan yang dirancang dapat dipakai kembali dan memperhatikan sampah/buangan bangunan pada saat pemakaian. 2. Bahan bangunan tersebut dapat dipakai kembali (didaur ulang) 3. Keaslian material 4. Energi yang diwujudkan (embodied energy)

8 5. Produksi material 6. Dampak dari material 7. Material yang mengandung racun 8. Efisiensi ventilasi 9. Teknik konstruksi yang digunakan 10. Memprioritaskan material alami 11. Mempertimbangkan durabilitas dan umur dari produk 2.4 Green Building Council Indonesia Green Building Council Indonesia (GBCI) memiliki peran sebagai lembaga mandiri (non government) yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan Salah satu kegiatan Green Building Council Indonesia (GBCI) adalah sertifikasi bangunan hijau berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut greenship. Penilaian greenship terbagi atas enam kategori, yaitu: 1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development-ASD) 2. Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation- EEC) 3. Konservasi Air (Water Conservation-WAC) 4. Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle-MRC)

9 5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort- IHC) 6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management-BEM) Salah satu aspek penting dalam mendukung green building adalah kategori sumber dan siklus material. Sumber dan siklus material memiliki nilai 14 % dalam mendukung konsep green building. 2.5 Sumber & Siklus Material (Material Resources and Cycle-MRC) Aspek Sumber & Siklus Material (Material Resources and Cycle-MRC) memiliki tujuan yaitu untuk menahan eksploitasi sumberdaya alam tidak terbarukan untuk memperpanjang daur hidup material. Green Building Council Indonesia (GBCI) memiliki ringkasan kriteria dan tolak ukur pada setiap kategori, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Refrigeran fundamental (Fundamental Refrigerant) Mencegah pemakaian bahan dengan potensi merusak ozon yang tinggi, yaitu tidak menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) sebagai refrigeran dan halon sebagai bahan pemadam kebakaran 2. Penggunaan Gedung dan Material Bekas (Building and Material Reuse) Menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi penggunaan bahan mentah yang baru, sehingga dapat mengurangi limbah pada pembuangan akhir serta memperpanjang usia pemakaian suatu bahan material minimal 10% dari total biaya material.

10 3. Material Ramah Lingkungan (Environmentally Friendly Material) Mengurangi jejak ekologi dari proses ekstraksi bahan mentah dan proses produksi material, yaitu dengan menggunakan material yang memiliki sertifikat sistem manajemen lingkungan pada proses produksinya minimal bernilai 30% dari total biaya material. Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang minimal 5% dari total biaya material. Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya terbaharukan minimal 2% dari total biaya material. 4. Penggunaan Refrigeran tanpa ODP (Non ODS Usage) Menggunakan bahan yang tidak me-miliki potensi merusak ozon. Yaitu dengan tidak menggunakan Bahan Perusak Ozon (BPO) pada seluruh sis-tem pendingin bangunan. 5. Kayu Bersertifikat (Certified Wood) Menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggungjawabkan asal-usulnya untuk melindungi kelestarian hutan, yaitu dengan menggunakan bahan material kayu yang berertifikat legal sesuai dengan Peraturan Peme-rintah tentang asal kayu, atau bersertifikasi dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC). 6. Material Prafabrikasi (Prefab Material) Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material dan mengurangi sampah konstruksi, yaitu dengan menggunakan material modular atau prafabrikasi.

11 7. Material Regional (Regional Material) Mengurangi jejak karbon dari moda transportasi untuk distribusi dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri, yaitu dengan menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama dan pabrikasinya berada dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek minimal bernilai 50% dari total biaya material. Lokasi material berada dalam wilayah Republik Indonesia minimal 80% dari total biaya material. Dari seluruh aspek penilaian greenship mengenai penggunaan material pada bangunan green, dapat dilihat bahwa kriteria material sebagai green building material memiliki perannya dan kontribusinya masing-masing dalam mewujudkan konsep green building. 2.6 Ekolabel Label merupakan pernyataan yang menunjukkan aspek lingkungan dalam suatu produk atau jasa menurut ISO 14020 : 1998 yang dikutip dari Indonesia Green Product. ISO mengembangkan 3 (tiga) tipe ekolabel yaitu: 1. Tipe I Ekolabel Multikriteria (ISO 14024) Tipe I ekolabel multikriteria merupakan pernyataan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh lembaga atau organisasi yang mengembangkan program ekolabel tersebut dan telah dilakukan verifikasi oleh lembaga sertifikasi ekolabel. 2. Tipe II Klaim Lingkungan Swadeklarasi (ISO 14021) Klaim lingkungan swadeklarsi adalah klaim lingkungan terhadap aspek lingkungan pada suatu produk yang dibuat sendiri oleh produsen, iportir,

12 distributor, pengecer (retail) perwakilannya, pemilik merek dagang atau pihak lain yang memenuhi legalitas usaha sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Klaim ini bisa dalam bentuk pernyataan atau gambar (tanda/logo) yang dapat ditempelkan pada produk, kemasan dan media komunikasi lainnya. Klaim yang dibuat tidak perlu diverifikasi atau sertifikasi pihak ketiga namun jika ada pihak lain yang ingin membuktikan kebenaran dari klaim tersebut pembuat klaim harus dapat membuktikannya. Contoh dari klaim lingkungan swadeklarasi yang sering dipakai compostable (dapat dibuat kompos), degradable (dapat terurai), recyclable (dapat didaur ulang), recycled content (kandungan hasil daur ulang), reduced energy consumption (pengurangan konsumsi energi), reduced water consumption (pengurangan konsumsi air), reusable (dapat digunakan kembali), refillable (dapat diisi ulang), waste reduction (pengurangan limbah) dan lainnya. 3. Tipe III Deklarasi Kuantifikasi Aspek Lingkungan Produk (ISO 14025) Deklarasi kuantifikasi aspek lingkungan produk menginformasikan aspek lingkungan pada produk secara kuantitatif berdasarkan daur hidup suatu produk, mulai ekstraksi bahan baku, proses produksi, transportasi, pengunaan sampai dengan produk tersebut tidak lagi digunakan. Hasil kuantifikasi aspek lingkungan tersebut biasanya dituangkan dalam Environmental Product Declaration (EPD). Ekolabel dapat diterapkan pada suatu produk, istilah produk dalam hal ini adalah barang atau jasa. Barang yang dimaksud adalah terkait proses

13 manufaktur atau kegiatan lainnya yang menghasilkan suatu produk. Sedangkan jasa adalah kegiatan yang menghasilkan produk jasa atau layanan seperti hotel, travel dan lain-lain. Indonesia telah mengembangkan 2 tipe ekolabel yaitu tipe 1 dengan nama Ekolabel Indonesia dan tipe 2 dengan nama Ekolabel Swadeklarasi Indonesia. 2.7 Contoh Material Ramah Lingkungan Menurut Dianita dkk (2015) dalam penelitiannya tentang analisis pemilihan material bangunan dalam mewujudkan green building. Dalam penelitiannya yang mengambil studi kasus gedung kantor perwakilan bank Indonesia Solo. Bangunan ini telah mendapatkan pengakuan desain dengan predikat Platinum dari green building council Indonesia (GBCI). Maka dari itu peneliti mengambil contoh material yang ramah lingkungan berdasarkan beberapa kategori, yaitu : 1. Material bangunan lokal Beberapa contoh material bangunan lokal pada gedung Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Solo antara lain parquete, keramik, keramik heavy duty, homogenous tile, andhesit, marmer, panel kayu, kaca, batu candi, gypsum board, acoustic tile, dan gypsum water resistant. Material tersebut sudah memenuhi standar material ramah lingkungan dengan 90,82% menggunakan material bangunan lokal. 2. Material bangunan yang dapat didaur ulang atau dipakai kembali Beberapa contoh material yang dapat didaur ulang kembali pada gedung KPBI Solo, Material-material tersebut antara lain : parquete, keramik

14 heavy duty, homogenous tile, marmer, granit, andhesit, batu candi, kaca, panel kayu, gypsum board, acoustic tile, dan gypsum water resistant. Menurut Dianita dkk (2015) dalam penelitiannya dapat dikatakan hampir 100% gedung KPBI Solo menggunakan material yang dapat didaur ulang. 3. Mengutamakan material alami Gedung KPBI Solo menggunakan material alami untuk penutup lantai maupun dindingnya. Material tersebut adalah parquet, panel kayu, batu candi, andhesit, marmer, dan granit. Berdasarkan luasannya, dapat dikatakan bahwa 29,07% menggunakan material alami. 4. Material yang menggunakan System Off Site prefabrikasi Berikut adalah contoh material yang menggunakan system off site prefabrikasi antara lain kaca, gypsum board, acoustic tile, dan gypsum water resistant. Bangunan KPBI Solo menggunakan material prefabrikasi sekitar 47,29 dari total material keseluruhan. 5. Material yang proses produksinya memiliki sistem manajemen lingkungan Contoh material yang memiliki system manajemen lingkungan yang baik pada gedung KPBI Solo adalah kaca Low E. Karena Kaca Low E adalah kaca yang di produksi oleh PT. Asahimas (Jakarta) yang telah mendapatkan sertifikasi bidang lingkungan ISO 14001. Contoh lain adalah plafon dari bahan gypsum yang diproduksi oleh PT Jayaboard. Jayaboard telah mendapatkan sertifikat green label Singapore.

15 6. Material yang tidak mengandung racun/bahan yang berbahaya Beberapa contoh material yang tidak mengandung racun pada gedung KPBI Solo antara lain gypsum board, gypsum water resistant, marmer, granit, andhesit, dan batu candi. 2.8 Hambatan Pemanfaatan Green Material Menurut Sudiartha dkk (2015) dalam menerapkan green material terdapat hambatan-hambatan yang menyebabkan tidak diterapkannya green material, diantaranya adalah. 1. Biaya atau modal Salah satu faktor penting dari pembangunan gedung atau proyek konstruksi adalah biaya atau modal. Untuk konsep green building tentunya tidak akan sama dengan konsep pelaksanaan konstruksi pada umumnya. Banyak faktor yang membuat green building memakan biaya yang cukup besar. Salah satu contohnya adalah dikarenakan konsep design green building yang berbeda dengan konsep desain proyek konstruksi kebanyakan. Dari design yang berbeda tentunya mempengaruhi bahan atau material yang juga dibutuhkan dalam melaksanakan konsep green building. Penggunaan material yang ramah lingkungan atau green material memerlukan biaya yang lebih besar dari material pada umumnya.

16 2. Kesadaran akan pentingnya green material Banyaknya masyarakat Indonesia yang masih belum tahu akan makna penerapan green building. Mulai dari konsep design, manfaat dalam jangka panjang serta aplikasinya. Salah satu aplikasinya yaitu pemilihan material yang ramah lingkungan (green material). Diperlukan penyuluhan agar lebih mengetahui peranan serta manfaat akan penerapan konsep green building dalam dunia pembangunan di Indonesia. Dalam ancaman perubahan Iklim, kekurangan energi yang semakin meningkat dan masalah kesehatan, dalam pelaksanaan pembangunan gedung, harus dilakukan penghematan energi, pengurangan limbah dan polusi, dan peningkatan dan keselamatan kerja. 3. Pengetahuan, informasi, dan kompetensi akan green material Salah satu faktor yang menghambat dalam pelaksanaan konsep green building adalah kurangnya pengetahuan, informasi, dan kompetensi akan green building yang berkaitan dengan pemilihan material yang ramah lingkungan (green material). Hal ini dapat dilihat dari masih sedikit orang-orang di Indonesia yang mengerti akan hal itu. Kurangnya tenaga ahli yang dibutuhkan dalam menerapkan konsep green building.

17 4. Kesulitan mendapatkan kepastian bahwa material yang digunakan adalah material ramah lingkungan. Dalam memilih material yang ramah lingkungan, tidak hanya sematamata demi kelestarian alam saja, namun akan juga memberikan dampak efisiensi serta efektifitas dari segi anggaran jangka panjang. Dalam menerapkan konsep green building dari segi material. Material yang digunakan dapat di perbaharui, didaur ulang, dan digunakan kembali serta mendukung konsep efisiensi energi. Salah satu contohnya menggunakan kayu yang bersumber dari hutan yang dikelola secara sustainable, dan lain-lain.