BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan. Orang yang menderita DM

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) berdasarkan American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kurangnya aktivitas fisik (Wild et al., 2004).Di negara berkembang, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S 1 Keperawatan. Disusun Oleh : Rina Ambarwati J.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya. Dari data-data yang ada dapat

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. naiknya kadar glukosa darah karena ketidakmampuan tubuh untuk. memproduksi insulin (IDF, 2015). DM adalah suatu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir-akhir ini prevalensinya meningkat. Beberapa penelitian epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB I PENDAHULUAN. akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa datang. Diabetes sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia, termasuk DM. Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita DM terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat, dengan prevalensi 8,4 % dari total penduduk pada tahun 2000. Diperkirakan 171 juta penduduk di seluruh dunia menderita DM yang diproyeksikan meningkat dua kali pada tahun 2030 menjadi 366 juta orang dengan prevalensi mencapai 4,4 % (Suyono, 2007 ; Wild dkk., 2004). Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif atau resistensi insulin atau keduanya (Soegondo dkk., 2011). Diabetes melitus tipe 2 merupakan jenis yang paling banyak ditemukan yaitu lebih dari 90% kasus. Angka kejadian DM meningkat pada populasi berumur diatas 40 tahun. Di Indonesia jarang dijumpai penderita DM tipe 1. Hal ini ada hubungannya dengan letak geografis Indonesia yang terletak di daerah katulistiwa, faktor genetik yang tidak menyokong dan diagnosis yang terlambat hingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum terdiagnosis (Suyono, 2007). Diabetes melitus yang 1

tidak dikelola dengan baik bisa menyebabkan komplikasi makroangiopati, mikroangiopati, neuropati dan infeksi (Soegondo dkk., 2011). Penduduk usia lanjut diperkirakan jumlahnya 10 % dari keseluruhan penduduk di negara maju dan sekitar 5-8 % di negara berkembang. Usia lanjut mengakibatkan perubahan anatomis dan fungsional pada organ tubuh, sehingga meningkatkan prevalensi penyakit-penyakit degeneratif khususnya diabetes melitus. Kejadian DM pada usia lanjut cenderung semakin meningkat, disebabkan karena jumlah usia lanjut yang makin meningkat pula (Shasikiran dkk., 2004 ; Rochmah, 2006). Diabetes melitus yang diderita oleh usia lanjut sebagian besar adalah DM tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronik yang erat hubungannya dengan proses menua, namun belum dapat dipastikan DM yang diderita oleh usia lanjut memang dimulai sejak waktu dewasa atau baru diderita saat sudah tua (Rochmah, 2006). Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab dari prevalensi DM tipe 2 tinggi pada usia lanjut adalah menurunnya fungsi sel beta pankreas dalam mensekresi insulin seiring bertambahnya usia (Mudaliar dan Edelman, 2001). Berbagai perubahan karena proses menua dapat mempengaruhi penampilan klinis DM pada usia lanjut. Gejalanya tidak khas, seperti penurunan berat badan, kelelahan dan kencing pada malam hari. Gejala-gejala tersebut dianggap biasa terjadi pada usia lanjut, sehingga berakibat pada tertundanya deteksi adanya DM. Alasan penduduk usia lanjut rentan terkena DM masih belum diketahui secara pasti, namun diduga karena adanya beberapa faktor risiko berupa 2

resistensi insulin yang disebabkan penuaan, berkurangnya aktivitas fisik pada usia lanjut, adanya penimbunan lemak di beberapa bagian tubuh, penyakit yang telah ada dan faktor lainnya seperti genetik, faktor lingkungan, fungsi kekebalan dan perubahan gaya hidup (Halter, 2003). Penyakit DM pada pasien usia lanjut sangat memungkinkan terjadinya polifarmasi karena fungsi organ pada pasien usia lanjut secara alamiah telah menurun, sehingga perlu diberikan monitoring dan terapi obat pada masing-masing pasien (Dipiro dkk., 2008). Upaya prioritas pengendalian kadar gula darah pada pasien DM ditempuh dengan cara tanpa penggunaan obat-obatan (non farmakologis) melalui perencanaan makan dan olahraga. Lebih lanjut Soegondo dkk (2011) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan dan perilaku pasien DM dalam mempertahankan kadar gula darah sangatlah penting. Pendidikan kesehatan ini diberikan sejak pasien didiagnosis dengan penyakit DM. Pendidikan kesehatan atau edukasi yang diberikan meliputi pengetahuan tentang kepatuhan perencanaan makanan (jumlah, jadwal dan jenis) dan pelaksanaan olahraga (keteraturan, jenis dan intensitas) serta konsumsi obat (dosis, cara pemberian, waktu pemberian, interaksi dan efek samping). Apabila edukasi pada pasien DM berhasil, maka akan menjamin ketaatan pasien DM untuk tetap menjalankan tata laksana pengendalian diabetes dengan baik, yang berimplikasi pada meningkatnya usia harapan hidup pasien DM dan dapat hidup sehat dan bahagia bersama DM (Tjokroprawiro, 2006). Dalam pemberian obat, kadang terjadi hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan. Pemantauan terapi obat kepada pasien merupakan salah satu kegiatan 3

farmasi klinis di rumah sakit (Aslam dkk., 2003). Peran farmasi klinik beragam, meliputi pemberian informasi mengenai cara penggunaan obat, cara pemberian obat, peracikan obat, dan memantau penggunaan obat (Kaushal dan David, 2004). Usia lanjut lebih rentan mengalami DRPs karena banyak menggunakan obat dan penuaan terkait dengan perubahan patofisiologis (Vinks dkk., 2006). Drug related problems merupakan suatu tantangan besar bagi penyedia layanan kesehatan karena DRPs terkait dengan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien (Mahmoud, 2008). Salah satu DRPs yang sering terjadi di Amerika Serikat adalah DRPs yang terkait dengan diabetes melitus. Polifarmasi umumnya terjadi pada pasien usia lanjut sehingga pasien berisiko untuk mengalami DRPs, terutama adverse drug reaction (Jose, 2012). Drug related problems mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien, peningkatan biaya perawatan kesehatan, dan peningkatan angka kematian (Nguyen, 2000). Kualitas hidup merupakan sebuah konsep yang mencakup berbagai pengalaman manusia. Dalam domain medis, kualitas hidup merupakan aspek kesehatan dari sudut pandang pasien, dan bisa diungkapkan sebagai status fungsional dan kesejahteraan pasien. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang paling menjadi perhatian dalam populasi bila dilihat dampak pada kesehatan yang bisa dialami pasien. Sebagian besar pasien DM, terutama DM tipe 2, menjadi prioritas oleh tim kesehatan rumah sakit. Diabetes melitus sangat berhubungan dengan komplikasi vaskular, dan dalam pedoman internasional dan nasional tujuan keseluruhan pengobatan DM adalah mencegah komplikasi akut dan kronis, dan mempertahankan kualitas hidup yang baik bagi 4

pasien. Dengan demikian, pengetahuan tentang Health-Related Quality of Life (HRQoL) pada pasien DM, serta faktor-faktor penentunya sangat penting (Wandell, 2005). Suatu penelitian menjelaskan bahwa kejadian hipoglikemia, terapi DM, perawatan DM di rumah, pengaruh komorbiditas, target kadar glukosa darah, peran keluarga, edukasi tentang DM dan keselamatan pasien merupakan 8 domain yang perlu diperhatikan dalam perawatan DM pada pasien usia lanjut agar menghasilkan kualitas hidup yang paling baik dan berdampak pada kualitas perawatan DM secara individu (Sinclair dkk., 2012). Utami (2009) dalam penelitiannya tentang kajian DRPs pada pasien DM yang dirawat inap di RSU Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan, mendapatkan hasil bahwa 39 pasien (88,6 %) dari total pasien 44 yang diteliti mengalami DRPs. Kejadian DRPs terbanyak yaitu 25 pasien (56,8 %) yang memerlukan terapi obat tetapi pasien tidak mendapat obat untuk indikasi tersebut (indikasi tidak diterapi). Hartati (2003) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa kualitas hidup penderita DM tipe 2 dengan kadar gula darah terkendali lebih tinggi dari pada yang tidak terkendali. Pada penderita DM tipe 2 dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, penderita tanpa komplikasi, penderita yang menggunakan insulin, penderita yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), penderita dengan tekanan darah yang meningkat dan penderita jenis kelamin laki-laki memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi. Pemilihan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebagai tempat penelitian dengan alasan karena RSUP Dr. Sardjito merupakan RS rujukan untuk wilayah DIY dan sekitarnya serta adanya Poliklinik Geriatri yang merupakan klinik 5

khusus untuk pasien usia lanjut yang perlu mendapat perhatian ekstra terkait dengan usia dan kondisi pasien sehingga dapat mencegah terjadinya DRPs dan terjadi peningkatan kualitas hidup pasien usia lanjut. Banyaknya masalah tentang obat pada usia lanjut dapat mempengaruhi kualitas hidup, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan antara DRPs dengan kualitas hidup pada pasien usia lanjut yang menderita DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat kejadian DRPs pada pasien usia lanjut dengan DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? 2. Bagaimana kualitas hidup pasien usia lanjut dengan DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? 3. Bagaimana hubungan antara DRPs dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat kejadian DRPs pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 6

3. Untuk mengetahui hubungan antara DRPs dengan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kajian DRPs pada pasien diabetes melitus pernah dilakukan sebelumnya oleh : 1. Artemisia (2005) yang berjudul Kajian Drug Related Problems pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2-Hipertensi di RS Panti Rapih Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah retrospektif menggunakan data rekam medik pada 34 pasien DM tipe 2-Hipertensi periode Juli 2003-Desember 2003. 2. Utami (2009) yang berjudul Kajian Drug Related Problems pada Pasien Diabetes Melitus yang di Rawat Inap di RSU Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan pada Bulan Oktober-Desember 2005. Metode yang digunakan adalah deskriptif evaluatif secara prospektif pada 44 pasien DM. 3. Rocha dkk (2012) melakukan penelitian prospektif tentang peningkatan perawatan kesehatan bagi pasien DM tipe 2 pada populasi usia lanjut yang tinggal di Aracaju, Brazil. Penelitian ini mengidentifikasi kejadian drug related problems aktual dan potensial serta kualitas hidup pada 117 pasien DM tipe 2 usia lanjut. Penelitian ini tidak mencari hubungan antara kejadian DRPs dengan kualitas hidup pasien. Penelitian yang dilakukan sekarang berbeda dengan penelitian sebelumnya karena penelitian ini mengidentifikasi kejadian DRPs dan menilai kualitas hidup 7

serta menilai bagaimana hubungan antara DRPs dengan kualitas hidup pasien usia lanjut dengan DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi tentang kejadian DRPs dan gambaran kualitas hidup pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi tenaga medis tentang hubungan antara DRPs dengan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 3. Setelah mengetahui pengaruh DRPs terhadap kualitas hidup pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Geriatri RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, diharapkan menjadi masukan dalam menentukan arah kebijakan dan pelayanan yang lebih baik di masa yang akan datang. 8