BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan yang baik adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental, dan sosial serta bukan hanya terbebas dari penyakit. Kecemasan sebagai salah satu contoh masalah kesehatan mental yang memiliki prevalensi yang tinggi. Kecemasan dapat dialami oleh siapa saja baik usia muda atau orang tua sekalipun. Menurut Roupa et al., (2009), seks sangat terkait dengan terjadinya kecemasan dan gejala depresi, wanita memiliki presentase terjadinya kecemasan 3 (tiga) kali lebih besar (62%) dibandingkan dengan pria (21,5%). Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Departemen Kesehatan tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang mengalami gangguan mental emosional seperti gangguan cemas dan depresi ialah 6%, nilai ini sudah lebih baik dibandingkan hasil survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 yaitu 11,6%. 1
2 Penilaian gangguan mental emosional pada tahun 2007 dan 2013 menunjukkan pola prevalensi yang sama berdasarkan jenis kelamin yaitu wanita memiliki prevalensi gangguan mental emosional lebih tinggi dibandingkan pria. Gambar 1. Grafik Gangguan Mental Emosional di Indonesia (Sumber: RISKESDAS, 2013) Menurut Shear et al. (2005), berdasarkan survei populasi umum menunjukkan bahwa masing-masing gangguan kecemasan DSM IV lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Selama hidup mereka, wanita dua kali lebih besar dibandingkan pria untuk mengalami gangguan panik (5,0% vs 2,0%), agorafobia (7,0% vs 3,5%), gangguan stres posttraumatik (10,4% vs 5,0%), gangguan kecemasan menyeluruh (6,6% vs 3,6%), gangguan
3 kecemasan sosial (15,5% vs 11,1%) dan gangguan obsesifkompulsif (3,1% vs 2,0%). Pada umumnya kecemasan dapat menjadi sinyal bagi seseorang jika seseorang dalam keadaan bahaya. Akan tetapi, kecemasan dapat bersifat patologis pada beberapa individu yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Rasa was-was dan khawatir berlebih yang dirasakan oleh seseorang dengan gangguan cemas biasanya disebabkan oleh adanya stresor psikososial di sekitarnya seperti perkawinan, orang tua, pekerjaan, lingkungan, keuangan, hukum, penyakit fisik, faktor keluarga, dan trauma. Melangsungkan perkawinan adalah suatu awal dari kehidupan berkeluarga, banyak hal yang perlu dipersiapkan dengan matang menjelang perkawinan. Komitmen jangka panjang yang akan dibangun oleh calon pengantin dalam sebuah perkawinan membutuhkan kesiapan di antara keduanya yakni siap dan bersedia menjalankan peranannya di dalam perkawinan sebagai suami dan istri yang sah baik secara hukum, agama, dan masyarakat. Menurut Hurlock (1980) dalam Maryati et al. (2007) persiapan yang matang sebelum memasuki perkawinan diperlukan agar dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada dalam suatu
4 perkawinan dapat diatasi dengan penuh tanggung jawab dan bijaksana. Persiapan yang dimaksudkan dalam perkawinan bukan hanya dalam bentuk fisik saja akan tetapi juga persiapan psikisnya. Kesiapan dalam hal ini adalah seberapa jauh calon pengantin siap dalam menghadapi kehidupan rumah tangga. Baik kesiapan mental yang terlihat dari matangnya emosi seseorang dan juga fisik yang dapat ditandai oleh matangnya hormon-hormon seks pada wanita untuk bereproduksi yang akan selalu membawa pengaruh di dalam kehidupan perkawinan kelak. Kesiapan dalam menghadapi rumah tangga yang akan dibangun bisa menjadi konflik dalam diri calon pengantin. Konflik ini bisa saja menimbulkan masalah dalam diri calon pengantin, misalnya menimbulkan kecemasan menjelang hari perkawinan. Tingkat perasaan cemas yang terjadi bisa sama atau berbeda antara calon pengantin pria dan wanita.
5 I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti mencoba untuk merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kecemasan calon pengantin di Kantor Urusan Agama Kota Yogyakarta pada tahun 2014? 2. Apakah terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara calon pengantin pria dan wanita yang akan menikah di Kantor Urusan Agama Kota Yogyakarta pada tahun 2014? I.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kecemasan calon pengantin di Kantor Urusan Agama Kota Yogyakarta pada tahun 2014. 2. Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan antara calon pengantin pria dan wanita yang akan menikah di Kantor Urusan Agama Kota Yogyakarta pada tahun 2014.
6 I.4 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan di Indonesia dan di luar negeri yaitu: 1. Nuralita, A., dan Hadjam, M. N. R., (2002) Penelitian ini membahas tentang hubungan antara persepsi tentang layanan keperawatan dengan kecemasan pasien rawat inap di rumah sakit. Selain itu penelitian ini juga bertujuan melihat perbedaan kecemasan antara pasien rawat inap laki-laki dan pasien rawat inap perempuan. Metode penelitian dilakukan dengan pengukuran tingkat kecemasan mengguanakan Skala Kecemasan Pasien Rawat Inap. Berdasarkan analisis uji-t memperlihatkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara pasien rawat inap laki-laki dan perempuan. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian tersebut yaitu subjek penelitian penulis adalah calon pengantin di KUA Kota Yogyakarta. Selain itu, instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS).
7 2. Assiediqie, A. H.,(2008) Penelitian yang meninjau hubungan dan pengaruh antara prestasi belajar terhadap kecemasan serta melihat hubungan variabel lain terhadap kecemasan di antaranya jenis kelamin, usia, kondisi sosial ekonomi orang tua, dan penggunaan NAPZA. Dalam penelitian ini subjek penelitian adalah siswa-siswi SMU Negeri 1 Klaten dan SMU Swasta Padmawijaya Klaten. Desain penelitian adalah cross sectional deskriptif analitik dengan pengukuran tingkat kecemasan menggunakan instrumen Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS). Berdasarkan analisis hasil tidak menunjukkan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kecemasan, namun memberi sedikit gambaran prevalensi dan presentase di antara keduanya, jenis kelamin laki-laki memiliki kecenderungan kecemasan lebih besar dibandingkan perempuan. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian ini yaitu subjek penelitian penulis adalah calon pengantin di KUA Kota Yogyakarta. Selain itu, variabel yang diteliti oleh penulis adalah jenis kelamin dan hubungannya dengan tingkat kecemasan.
8 3. Roupa et al., (2009) Penelitian yang berjudul Anxiety and Depression in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus, Depending on Sex and Body Mass Index, bertujuan untuk mengetahui hubungan kecemasan dengan jenis kelamin dan BMI pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Sejumlah 310 pasien diabetes mellitus tipe 2 berpartisipasi dalam penelitian ini, pengukuran tingkat kecemasan dilakukan dengan menggunakan instrumen Hospital Anxiety and Depression Scale Questionnaire (HADS). Hasil penelitian ini menunjukkan wanita memiliki presentase terjadinya kecemasan 3 (tiga) kali lebih besar (62%) dibandingkan dengan pria (21,5%). Selain itu wanita juga mengalami kejadian depresi 2 (dua) kali lipat lebih besar (41,4%) daripada pria (17,8%). Perbedaan dengan penelitian penulis adalah sampel penelitian penulis yaitu calon pengantin di KUA Kota Yogyakarta. Selain itu penulis hanya mengukur tingkat kecemasan responden dan tidak mengukur tingkat depresi. Instrumen yang digunakan oleh penulis adalah Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS).
9 4. Hidayah, N., (2010) Penelitian ini membahas tentang perbedaan tingkat kecemasan antara siswa putra dan putri kelas X di SMU NU Al Ma ruf Kudus. Metode penelitian ini adalah penelitian diskriptif analitik cross sectional dengan purposive random sampling, tingkat kecemasan diukur dengan Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS). Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan di antara siswa putra dan putri, yaitu siswa putri lebih cemas dibandingkan siswa putra. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis yaitu dari sampel penelitian. Sampel penelitian penulis adalah calon pengantin di KUA Kota Yogyakarta. I.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep teori yang menyokong ilmu kedokteran terutama bidang ilmu kedokteran jiwa. Khususnya pengetahuan kejiwaan
10 tentang jenis kelamin dan hubungannya dengan tingkat kecemasan. 2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan baru bagi peneliti terutama tentang hubungan jenis kelamin terkait kecemasan. b. Bagi calon pengantin Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pasangan calon pengantin terkait kecemasan yang sewaktu-waktu dapat terjadi baik pada calon pengantin pria ataupun calon pengantin wanita. c. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti lain sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut terkait jenis kelamin dan hubungannya dengan tingkat kecemasan. d. Bagi pembaca/masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan baru kepada pembaca tentang kecemasan yang biasa terjadi di berbagai kalangan usia baik pria ataupun wanita terutama menjelang perkawinan.