SALINAN NOMOR 5/E, 2010

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 8 TAHUN 2012 T E N T A N G

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR 1<? TAHUN 2013 KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN BUPATI BENGKAYANG,

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2008

WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 1 TAHUN TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 2 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014

Transkripsi:

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk sangat penting di dalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian untuk mewujudkan program Ketahanan Pangan Nasional; b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 50/Permentan/SR.130/11/2009 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2010, guna meningkatkan kemampuan petani dalam penerapan pemupukan berimbang diperlukan adanya subsidi pupuk serta menjamin ketersediaan pupuk dengan harga yang wajar di tingkat petani, perlu menetapkan alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2010; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 1

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3421); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Malang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Malang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3354); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4079); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 2

10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang Dalam Pengawasan; 12. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; 13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang atau Jasa yang Beredar di Pasar; 14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 237/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pedoman Pengawasan, Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Pupuk Anorganik; 15. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 239/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pengawasan, Formula Pupuk Anorganik; 16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 465/Kpts/OT.160/7/2006 tentang Pembentukan Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi Tingkat Pusat; 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 40/Permentan /OT.140/4/2007 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 21/M- DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 7/M- DAG/PER/2/2009; 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 28/Permentan/ SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah; 3

20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 50/Permentan/SR.130/11/2009 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2010; 21. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2008 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kota Malang Nomor 57); 22. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2008 Nomor 2 Seri D); 23. Peraturan Walikota Malang Nomor 54 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pertanian; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Malang. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Malang. 3. Walikota adalah Walikota Malang. 4. Kepala Dinas Pertanian adalah Kepala Dinas Pertanian Kota Malang. 5. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. 6. Pupuk Anorganik adalah pupuk hasil rekayasa secara kimia, fisika dan/atau biologi dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. 4

7. Pupuk Organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan/atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. 8. Pupuk Bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di penyalur resmi di Lini IV. 9. Pemupukan Berimbang adalah pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan. 10. Sektor Pertanian adalah sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, hijauan makanan ternak dan budidaya ikan dan/atau udang. 11. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan budidaya tanaman pangan, tanaman hortikultura termasuk usaha perkebunan rakyat, usaha budidaya tanaman hijauan makanan ternak dan usaha budidaya ikan atau udang yang dalam kegiatan usahanya tidak memerlukan ijin usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 12. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu. 13. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan lahan untuk budidaya tanaman hijauan pakan ternak. 14. Pembudidaya Ikan atau Udang adalah perorangan warga Negara Indonesia yang mengusahakan lahan untuk budidaya ikan dan/atau udang. 15. Produsen adalah perusahaan yang memproduksi dan/atau mengadakan pupuk anorganik (Urea, NPK, ZA, SP 36) dan pupuk organik di dalam negeri. 16. Penyalur di Lini III adalah Distributor sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7/M-DAG/PER/2/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. 17. Penyalur di Lini IV adalah pengecer resmi sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7/M-DAG/PER/2/2009 tentang Perubahan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 21/M-DAG/PER/6/2008 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk Sektor Pertanian. 18. Kelompok Tani adalah kumpulan petani, pekebun, peternak dan/atau pembudidaya ikan atau udang yang dibentuk atas dasar kesamaan lingkungan, sosial, ekonomi, sumberdaya dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. 5

19. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) adalah perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi yang disusun kelompoktani berdasarkan luasan areal usahatani yang diusahakan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan/atau udang angota kelompoktani dengan rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi. 20. Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida yang selanjutnya disebut KP3 adalah wadah koordinasi instansi terkait dalam pengawasan pupuk dan pestisida yang dibentuk oleh Walikota di tingkat Kota. 21. Penyaluran adalah proses pendistribusian pupuk dari Lini-1 sampai dengan ke Lini IV (pengecer resmi). BAB II PERUNTUKAN PUPUK BERSUBSIDI Pasal 2 (1) Pupuk bersubsidi diperuntukan bagi petani, pekebun, peternak yang mengusahakan lahan seluas-luasnya 2 (dua) hektar setiap musim tanam per keluarga petani kecuali pembudidaya ikan dan/atau udang seluas-luasnya 1 (satu) hektar. (2) Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperuntukan bagi perusahaan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan atau perusahaan perikanan budidaya. BAB III ALOKASI KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI Pasal 3 Alokasi kebutuhan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor Pertanian Tahun Anggaran 2010 sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Walikota ini. Pasal 4 (1) Apabila di suatu wilayah terjadi kekurangan kebutuhan pupuk bersubsidi sehingga tidak sesuai alokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat dipenuhi realokasi antar wilayah. (2) Realokasi antar kecamatan ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota berdasarkan rekomendasi Ketua KP3 Kota Malang. 6

(3) Realokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dilaksanakan terlebih dahulu atas dasar rekomendasi Ketua KP3 Kota Malang, sambil menunggu penetapan Walikota guna memenuhi kebutuhan petani di lapangan. Pasal 5 Apabila alokasi pupuk bersubsidi di daerah pada bulan berjalan ternyata tidak mencukupi, maka atas persetujuan KP3 Kota Malang, produsen pupuk dapat menyalurkan alokasi pupuk di wilayah yang bersangkutan dari alokasi bulan-bulan berikutnya dan/atau sisa alokasi bulan sebelumnya sepanjang tidak melebihi alokasi dalam 1 (satu) tahun. BAB IV PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI Pasal 6 (1) Pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri atas pupuk an-organik (Urea, ZA, SP-36, NPK) dan pupuk organik yang diproduksi dan/atau diadakan oleh produsen. (2) Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu PT Pupuk Kalimantan Timur dan PT Petrokimia Gresik. Pasal 7 Kemasan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), harus diberi label tambahan berwarna merah, mudah dibaca dan tidak mudah hilang/terhapus, yang bertuliskan : Pupuk Bersubsidi Pemerintah Barang Dalam Pengawasan Pasal 8 (1) Pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sampai ke penyalur Lini IV dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. (2) Penyaluran pupuk bersubsidi untuk sector pertanian di penyalur Lini IV ke petani atau kelompok tani diatur sebagai berikut : a. penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat penyalur Lini IV berdasarkan RDKK sesuai dengan wilayah tanggung jawabnya; b. penyaluran pupuk sebagaimana dimaksud pada huruf a, mempertimbangkan jumlah pupuk bersubsidi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian yang dijabarkan dalam Peraturan Gubernur dan Peraturan Walikota. 7

(3) Untuk kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi di Lini IV ke petani atau kelompok tani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Kota Malang melakukan pendataan RDKK di wilayahnya, sebagai dasar pertimbangan dalam pengalokasian pupuk bersubsidi sesuai alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur. (4) Optimalisasi pemanfaatan pupuk bersubsidi di tingkat petani/kelompok tani dilakukan melalui pendampingan penerapan pupuk berimbang spesifik lokasi oleh penyuluh. Pasal 9 (1) Penyalur di Lini IV yang ditunjuk harus menjual pupuk bersubsidi sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). (2) Ketentuan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut : a. Pupuk Urea : Rp. 1.200,00/kg b. Pupuk SP-36 : Rp. 1.550,00/kg c. Pupuk ZA : Rp. 1.050,00/kg d. Pupuk NPK Phonska (15:15:15) : Rp. 1.750,00/kg e. Pupuk NPK Pelangi (20:10:10) : Rp. 1.830,00/kg f. Pupuk NPK Kujang (30:6:8) : Rp. 1.586,00/kg g. Pupuk Organik : Rp. 500,00/kg (3) Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam kemasan 50 kg, dan 40 kg atau 20 kg yang dibeli petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan/atau udang di penyalur Lini IV secara tunai. Pasal 10 Produsen sebagaimana dalam Pasal 6 ayat (2), distributor dan penyalur di Lini IV wajib menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi saat dibutuhkan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan atau udang di wilayah tanggung jawabnya sesuai alokasi yang telah ditetapkan. BAB V PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 11 Produsen wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyediaan, penyaluran dan harga pupuk bersubsidi di wilayah tanggungjawabnya. 8

Pasal 12 (1) KP 3 Kota Malang wajib melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penyaluran, penggunaan dan harga pupuk bersubsidi di wilayahnya. (2) KP 3 Kota Malang dalam melaksanakan pengawasan tugasnya dibantu oleh Tenaga Harian Lepas (THL), Tenaga Bantu Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan, Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP). Pasal 13 KP 3 Kota Malang wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengawasan pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya kepada Walikota, untuk selanjutnya dilaporkan kepada Gubernur Jawa Timur. BAB VI PENUTUP Pasal 14 Peraturan Walikota ini berlaku selama Tahun Anggaran 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Malang. Ditetapkan di Malang pada tanggal 1 Pebruari 2010 Diundangkan di Malang pada tanggal 1 Pebruari 2010 WALIKOTA MALANG, ttd. Drs. PENI SUPARTO, M.AP SEKRETARIS DAERAH KOTA MALANG, ttd. Drs. BAMBANG DH SUYONO, M.Si Pembina Utama Madya NIP. 19520620 198002 1 002 BERITA DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E Salinan sesuai aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM, ttd. DWI RAHAYU, SH, M.Hum. Pembina NIP. 19710407 199603 2 003 9