BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penilaian dan pemantauan terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu penting untuk dilakukan. Hal tersebut dikarenakan Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang peka dalam menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Indonesia merupakan negara di kawasan Asia yang mengalami kegagalan dalam pencapaian target penurunan AKI. Padahal dari baselinemillenium Development Goals (MDGs) yang dimulai pada tahun 1990, AKI Indonesia sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan beberapa negara lain di kawasan Asia. Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup 1200 1000 800 600 400 200 0 1990 2010 2012 Gambar 1. Angka Kematian Ibu Beberapa Negara di Kawasan Asia 1990-2012 (Sumber: WHO 2013 dan SDKI 2012) Keterangan: * Hasil estimasi WHO tahun 1990 dan 2010 dari survey negara lain **Hasil SDKI 2012 AKI Indonesia pada tahun 1990 sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup, jauh lebih rendah dibandingkan Kamboja, Myanmar, Nepal, India, Bhutan, Bangladesh dan Timor Leste. Ironisnya dengan data terakhir dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, terjadi peningkatan AKI sebesar 359 1
2 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan dengan Kamboja yang sudah mencapai 208 per 100.000 kelahiran hidup, Myanmar sebesar 130 per 100.000 kelahiran hidup, Nepal sebesar 193 per 100.000 kelahiran hidup, India sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup, Bhutan sebesar 250 per 100.000 kelahiran hidup, dan Bangladesh s ebesar 200 per 100.000 kelahiran hidup. Bahkan kini Indonesia sudah tertinggal dengan Timor Leste dalam pencapaian AKI, dimana AKI Timor Leste mencapai 300 per 100.000 kelahiran hidup (Saputra, 2013). Sejak tahun 2007, Indonesia tercatat sebagai negara dengan AKI tertinggi di Asia Tenggara, yaitu 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Lima tahun kemudian, berdasarkan SDKI tahun 2012, AKI di Indonesia meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Selanjutnya, pada akhir tahun 2015 AKI menurun menjadi 346 per 100.000 kelahiran hidup (Rachman, 2015). Angka ini sedikit menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tetapi masih jauh dari target global Millenium Development Goals (MDGs) ke-5, yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Kementerian Kesehatan RI, 2014), seperti dapat dilihat pada gambar berikut: Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup Tahun Gambar 2. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 1990-2012 Penyebab kematian ibu tersebut antara lain karena faktor perdarahan, eklampsia, infeksi, dan penyebab kematian lainnya. Tingginya AKI di Indonesia membuat pemerintah menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program
3 prioritas dalam pembangunan kesehatan (Kaparang et al, 2015). Pemerintah menjadikan tenaga kebidanan sebagai ujung tombak utama dalam upaya penurunan AKI melalui pelayanan pemeriksaan kehamilan. Oleh karena itu, bidan harus mampu dan terampil dalam memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, karena bidan dituntut untuk memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan yang sesuai dengan profesionalismenya (Kementerian Kesehatan RI, 2001). Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh bidan praktek swasta merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sesuai dengan peran seorang bidan, yaitu sebagai pelaksana pelayanan pemeriksaan kehamilan yang kegiatannya meliputi antenatal care, bidan diharapkan dapat melaksanakan dan menerapkan asuhan kebidanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pelayanan antenatal sendiri sangat penting karena dapat memberikan gambaran-gambaran kepada ibu hamil tentang keadaan kesehatannya dan janin dalam kandungannya. Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkahlangkah dalam pertolongan persalinannya (Manuba, 2008; dalam Suswandari dan Wijayanti, 2010). Pelayanan antenatal adalah suatu program yang terdiri dari pemeriksaan kesehatan, pengamatan, dan pendidikan kepada ibu hamil secara terstruktur dan terencana untuk mendapatkan suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan. Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu hamil beserta janin yang dikandungnya. Pelayanan antenatal yang dilakukan secara teratur dan komprehensif dapat mendeteksi secara dini kelainan dan risiko yang mungkin timbul selama kehamilan, sehingga kelainan dan risiko tersebut dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan akses ibu hamil terhadap pelayanan antenatal, yaitu cakupan K1 (Kunjungan pertama) adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan
4 dan K4 adalah kontak 4 kali atau lebih dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, sesuai standar. Pelayanan antenatal dinilai berkualitas apabila pelayanan antenatal tersebut telah memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah, yaitu 10 T (timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/lila), ukur tinggi fundus uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), skrining status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus bila diperlukan, pemberian tablet tambah darah, pemeriksaan laboratorium sederhana (rutin/khusus), tatalaksana/ penanganan kasus, temu wicara/ konseling (Marniyati et al, 2016). Selain puskesmas dan rumah sakit, bidan praktek swasta (BPS) merupakan fasilitas kesehatan yang menjadi pilihan masyarakat, tidak sedikit masyarakat yang lebih memilih pergi ke BPS untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan antenatal untuk ibu hamil. Masih banyaknya masyarakat yang melakukan pemeriksaan kehamilan di BPS karena adanya beberapa faktor, yaitu pertama, faktor geografis. Lokasi BPS tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Jarak tempuh yang lebih dekat, dibandingkan dengan jika mereka harus ke puskesmas atau rumah sakit, membuat ibu hamil bisa lebih menghemat biaya yang dikeluarkan dan juga menghemat waktu. Faktor yang kedua adalah faktor kenyamanan. Pemeriksaan dilakukan di BPS karena ibu merasa lebih nyaman jika dibandingkan pemeriksaan di puskesmas atau rumah sakit. Mereka merasa lebih nyaman memeriksakan diri di BPS karena privasi lebih terjaga, berbeda dengan memeriksakan kehamilan di puskesmas atau rumah sakit. Selain itu mereka mendapat kesempatan untuk konseling tentang kehamilan, dan BPS selalu memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan dengan penuh kasih sayang, sopan santun, ramah-tamah, sentuhan yang manusiawi, terjangkau, serta tindakan kebidanan sesuai standar dan kode etik profesi (Nuraini dan Kurniawan, 2015). Seorang bidan praktek swasta (BPS) yang profesional dituntut untuk mampu mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan dalam melaksanakan tugas sebagai seorang bidan. Hal ini tampak jelas bahwa
5 tidak hanya pengetahuan dan keterampilan saja yang harus dimiliki seorang bidan, melainkan sikap profesionalisme bidan juga sangat diperlukan. Kurangnya bidan dalam menjaga sikap profesionalisme akan menimbulkan keluhan masyarakat terhadap pelayanan bidan. Dengan demikian, selaras dengan nilai kepatuhan pada standar pelayanan, maka profesionalisme BPS diharapkan dapat menjadi lambang bagi setiap pribadi anggota BPS. B. Perumusan Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih relatif tinggi. Hasil SDKI tahun 2015 menyebutkan bahwa AKI masih berkisar 346 per 100.000 kelahiran hidup. Melihat masih tingginya AKI dan kecenderungan penurunan AKI yang relatif lambat, maka sasaran MDGs di bidang kesehatan diperhitungkan akan tercapai bila daya dorong strategis untuk pencapaian AKI tersebut dapat digerakkan dan dikembangkan sesuai keperluan. Oleh karena itu, pemerintah menuntut bidan praktek swasta untuk meningkatkan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang lebih memilih pelayanan pemeriksaan kehamilan di bidan praktek swasta daripada di fasilitas kesehatan lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah profesionalisme bidan praktek swasta dalam memberikan kelengkapan pelayanan pemeriksaan kehamilan di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai 2 (dua) tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melihat profesionalisme bidan praktek swasta (BPS) dalam memberikan kelengkapan pelayanan pemeriksaan kehamilan di Indonesia.
6 2. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: a. Melihat cakupan standar pelayanan pemeriksaan kehamilan pada bidan praktek swasta di Indonesia. b. Melihat kesesuaian profesionalisme pelayanan bidan praktek swasta (BPS) dengan standar pemeriksaan kehamilan di Indonesia. D. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai profesionalisme pelayanan pemeriksaan kehamilan pada bidan praktek swasta di Indonesia mempunyai manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Dapat dimanfaatkan dalam memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam melakukan penelitian, serta pemahaman yang lebih mendalam dan kompleks tentang pemberian pelayanan kebidanan secara professional. 2. Manfaat Praktis a. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi bidan praktek swasta di Indonesia dalam memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan. b. Untuk dijadikan bahan penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang profesionalisme pelayanan pemeriksaan kehamilan pada bidan praktek swasta di Indonesia telah banyak dilakukan, baik dengan menggunakan data primer maupun sekunder. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain dilakukan oleh Brock et al (2014) berjudul Identification and Evaluation of Models of Antenatal Care in Australia - a Review of the Evidence, bertujuan untuk mengidentifikasi jenis layanan perawatan antenatal
7 yang tersedia untuk perempuan Australia dan menyelidiki pandangan dan pendapat dari wanita Australia yang terkait dengan layanan ini. Penelitian ini merupakan sebuah tinjauan literatur dari beberapa artikel jurnal yang terbit pada bulan Januari 2013 dengan fokus pada model yang berbeda dari perawatan antenatal, serta pandangan dan pengalaman perempuan selama perawatan antenatal mereka. Hasil dari 18 artikel jurnal yang relevan dimasukkan, muncul bentuk pelayanan antenatal yang menunjukkan peningkatan tingkat kepuasan dari wanita Australia termasuk kontinuitas pemberi asuhan dan perawatan kebidanan. Pendekatan-pendekatan ini terbukti aman dan sukses. Model baru dari perawatan antenatal di Australia dapat menawarkan manfaat lebih dari praktek standar. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pelayanan pemeriksaan kehamilan, sedangkan perbedaannya terletak pada sampel dan metode penelitian. Bonney et al (2016) meneliti tentang Improving Focused Antenatal Care and Counselling Practices among Health Facilities in the Effutu Municipality. Praktek konseling selama Focused Antenatal Care (FANC) dianggap sebagai strategi yang efektif untuk meningkatkan hasil kehamilan. Penelitian ini menggunakan populasi campuran, yaitu 369 wanita yang pernah menghadiri pemeriksaan kehamilan dan melahirkan di fasilitas kesehatan, opini pemimpin di masyarakat dan bidan praktek di Effutu Municipality yang diambil sampel secara random dan purposive. Dua pertanyaan penelitian dirumuskan dan dianalisa menggunakan mean, standar deviasi dan koefisien korelasi spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi umum wanita konseling selama FANC tidak efektif dan bahwa alasan kesenjangan pelaksanaan konseling adalah komunikasi yang buruk, sikap bidan negatif', kurangnya pengetahuan dan pengalaman bidan dalam konseling, serta manajemen waktu yang buruk. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pelayanan pemeriksaan kehamilan, sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi, sampel dan metode penelitian. Clements et al (2013) melakukan penelitian dengan judul Continuity of Care: Supporting New Graduates to Grow into Confident Practitioners. Tujuan
8 penelitian ini adalah untuk menggambarkan harapan dan pengalaman transisi bidan baru untuk berlatih memberikan asuhan kebidanan kepada masyarakat. Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk memperoleh pengalaman 38 bidan Australia yang baru memenuhi syarat. Wawancara telepon digunakan untuk mengumpulkan data. Analisis ini digunakan untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bidan yang baru lulus merasakan rasa sosial dan transisi profesionalismenya selama menjalankan pelayanan antenatal di unit pelayanan kesehatan tempat mereka bekerja. Persamaan dengan penelitian ini adalah samasama meneliti tentang profesionalisme bidan, sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi, sampel dan metode penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Carolan & Cassar (2010) berjudul Antenatal Care Perceptions of Pregnant African Women Attending Maternity Services in Melbourne, Australia, bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman dan kekhawatiran dari ibu hamil kelahiran Afrika yang menerima perawatan antenatal di Melbourne, Australia. Desain penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam kepada 18 wanita hamil kelahiran Afrika. Hasil penelitian menunjukksn bahwa penduduk Afrika di Melbourne tidak homogen, dan pengalaman perempuan berbeda dengan latar belakang budaya, status perumahan, tingkat pendidikan dan pengalaman sebelumnya. Terjadi kemajuan melalui tahapan penyesuaian terhadap nilai pelayanan antenatal yang terus-menerus. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pelayanan pemeriksaan kehamilan, sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi, sampel dan metode penelitian. Barber (2006) meneliti tentang Public and Private Prenatal Care Providers in Urban Mexico: How does Their Quality Compare? Desain penelitian yang digunakan adalah cluster sampling dengan tujuan mengevaluasi perbedaan mutu pelayanan prenatal baik oleh pemerintah maupun swasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam pelayanan antenatal pada praktek swasta dan pemerintah, perbedaan itu antara lain dilihat dari tatanan klinis dan kualitas petugas. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama