BAB I PENDAHULUAN. Francisca, Miss Indonesia 2005 menganggap pendidikan adalah hal yang tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu ilmu yang saat ini berkembang dengan pesat, baik secara teoritis

BAB I PENDAHULUAN. (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia ke arah globalisasi yang pesat, telah menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. memerhatikan kesehatannya, padahal kesehatan itu penting dan. memengaruhi seseorang untuk dapat menjalani kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dilihat berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Juga

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. pula dengan individu saat memasuki masa dewasa dini. Menurut Harlock (1980),

BAB I PENDAHULUAN. suatu jenis penyakit yang belum diketahui secara pasti faktor penyebab ataupun

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang tidak dapat mereka atasi. Masalah yang sering membuat

BAB I PENDAHULUAN. memasuki suatu era yang cukup memprihatinkan, khususnya bidang pendidikan. Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dengan pengaruh perubahan perilaku yang tidak disadari. Pola

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari sejumlah individu yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peran dalam kehidupannya, seperti menjadi suami atau istri bagi

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit pemerintah, fungsi sosial inilah yang paling menonjol. Menurut WHO,

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

Social competence. Ps tinggi. W tinggi. Kyi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. hatinya lahir dalam keadaan yang sehat, dari segi fisik maupun secara psikis atau

BAB I PENDAHULUAN. negara lain, tapi juga terjadi di Indonesia. Keberadaan perempuan, yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketika dua orang memasuki perkawinan, mereka mengikat komitmen untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit tertua di dunia yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami istri, dengan harapan anak mereka akan menjadi anak yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dapat berubah melalui pendidikan baik melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Masyarakat berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan tersebut agar

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. di kota-kota lain di Indonesia. Tidak memandang dari status sosial mana individu

BAB I PENDAHULUAN. Banyak bermunculan fenomena perceraian yang terjadi, dimana tingkat perceraian di

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang tidak mencerminkan kehidupan keluarga yang utuh dan harmonis.

BAB I. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit sehingga membuat. banyak orang merasa cemas. Salah satu jenis penyakit tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak berfungsi dan dapat menyebabkan kematian. Menurut Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. dengan bertambahnya usia. Semakin bertambahnya usia maka gerak-gerik, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, sampai dengan bulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kedua subyek sama-sama menunjukkan kemampuan problem solving, autonomy, sense of purpose and bright future.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan akhir kehidupan. Dalam proses tersebut, manusia akan mengalami tahap

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan oleh orang tua tunggal adalah salah satu fenomena di zaman

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang menerjang sebagian besar wilayah pantai barat dan utara Propinsi Nanggroe

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya manusia akan tertarik baik secara fisik maupun psikis pada

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Mereka yang telah selesai mengenyam pendidikan, akan melanjutkan

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan, keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Semua ini bisa

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Semua orangtua berharap dapat melahirkan anak dengan selamat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Resiliensi yang berdasarkan (Benard, Bonnie 2004) dalam buku Resiliency : What

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas individual

BAB I PENDAHULUAN. seseorang yang memasuki tahap perkembangan dewasa awal yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia sebagian besar terletak di kawasan rawan bencana

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 2008, masalah kesehatan seringkali menjadi topik utama

BAB I PENDAHULUAN. dari panca indera lain. Dengan demikian, dapat dipahami bila seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan keberhasilan itulah, individu berharap memiliki masa depan cerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan populasi penduduk sebesar jiwa pada data

Studi Deskriptif Mengenai Resiliensi pada Warakawuri di Komunitas AW Bandung Descriptive Study about Warakawuri Resilience at AW Community in Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Syndrome atau yang dikenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik pula. Pendidikan memiliki peran penting bagi setiap bangsa, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. dibangun oleh suami dan istri. Ketika anak lahir ada perasaan senang, bahagia

BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. karena pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan pembelajaran,

BAB I PENDAHULUAN. adalah belajar/berprestasi, hormat dan patuh pada ayah-ibu. Jika peran setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Olahraga merupakan suatu kegiatan yang melibatkan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN jiwa, yang terdiri dari tuna netra jiwa, tuna daksa

BAB I PENDAHULUAN. nonformal (Pikiran Rakyat, 12 November 1998). Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi remaja untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang terjadi di seluruh dunia menyebabkan tingkat persaingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bukunya Resiliency : What We Have Learned. Teori ini digunakan karena sesuai

Studi Deskriptif Mengenai Personal Strengths pada Siswa Miskin Kelas 2 SMAN 1 Margahayu Kabupaten Bandung

BAB I. Sehat adalah anugerah Tuhan yang tidak ternilai harganya dan tetap dalam

BAB I PENDAHULUAN. Namun, terkadang terdapat keadaan yang membuat manusia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis institusi, salah satunya adalah institusi rumah sakit. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, masalah pun semakin kompleks, mulai

HUBUNGAN PROTECTIVE FACTORS, BASIC NEEDS, DAN DERAJAT RESILIENSI PADA WARAKAWURI DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang optimal. Menurut definisi yang dikembangkan oleh AAMD

BAB I PENDAHULUAN. kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Setiap tahapan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap manusia akan memiliki ketertarikan seksual baik

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak terbentuknya seorang manusia baru yakni sejak terjadinya konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

DATA PENUNJANG DAN KUESIONER RESILIENCY KATA PENGANTAR. ini saya sedang melakukan suatu penelitian deskriptif mengenai derajat Resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. dalam buku Etika Profesi Pendidikan). Pendidikan di Sekolah Dasar merupakan jenjang

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sambutan penobatannya sebagai duta pendidikan, Imelda Francisca, Miss Indonesia 2005 menganggap pendidikan adalah hal yang tidak bisa dikesampingkan. Beliau mengatakan ingin memajukan pendidikan di Indonesia (Jakarta, Kompas.com). Salah satu bentuk pendidikan adalah pendidikan formal yang diperoleh melalui lembaga yang sudah ditentukan berdasarkan tingkatannya yang dimulai dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Perguruan Tinggi. Dari tingkatan pendidikan tersebut individu memperoleh ilmu pengetahuan secara umum. Di Perguruan Tinggi terdapat beberapa fakultas dan jurusan. Salah satu jurusan di Perguruan Tinggi adalah Fakultas Kedokteran Gigi. Proses untuk memperoleh gelar dokter gigi harus melalui dua tahap yaitu tahap pertama program akademik/sarjana Kedokteran Gigi dengan beban studi 145 SKS dan lama studi 8-12 semester yang meliputi kuliah, pratikum, kuliah kerja nyata dan skripsi. Tahap pertama aktivitas perkuliahan dan pratikum program sarjana kelas regular dengan literatur Bahasa Inggris dilakukan di Kampus FKG X, dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu tahap program keprofesian/dokter Gigi, dengan beban studi 30 sks dan lama studi 3-5

2 semester yang meliputi pengalaman belajar klinik (PKB) dan pengalaman belajar lapangan (PBL) dengan kegiatan klinik untuk program profesi dilakukan di RS Gigi dan Mulut FKG Universitas X serta RS X Bandung. Hal tersebut dilakukan untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh di program kuliah regular. (Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan, Program Sarjana, Ekstensi & Profesi 2006/2007, Universitas Padjajaran) Mahasiswa yang masuk program profesi kedokteran gigi sering disebut Ko-Ass. Ada 11 bagian yang harus dilalui Ko-Ass, diantaranya bagian bedah mulut (mencabut gigi), bagian konservasi gigi (menambal gigi), bagian periodonsia (membersihkan gigi), bagian ortodonsia (kawat gigi), bagian pedodonsia yang berhubungan dengan kesehatan mulut dan gigi pada anakanak, bagian prostodonsia (mengganti gigi), bagian oral medicine, bagian ilmu kesehatan masyarakat, bagian ilmu teknologi material kedokteran gigi, bagian biologi oral dan bagian radiologi. Dari 11 bagian tersebut ada tiga bagian yang tidak dipelajari dalam profesi kedokteran gigi yaitu bagian ilmu teknologi material kedokteran gigi, bagian biologi oral dan bagian radiologi dengan alasan bahwa ketiga bagian tersebut termasuk dalam teori. (Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan, Program Sarjana, Ekstensi & Profesi 2006/2007, Universitas Padjajaran) Ko-Ass dimulai pukul 08.00 sampai pukul 16.00 dari hari Senin sampai hari Sabtu. Semester pertama di masing-masing bagian selama 1 hari setiap minggu dan evaluasi dilaksanakan pada akhir semester di Rumah Sakit Gigi dan Mulut X. Untuk semester selanjutnya (2 dan 3) kegiatan dilakukan per

3 bagian selama 1 minggu kecuali Ortodonsia dan Periodonsia tetap 1 hari per minggu. Mahasiswa Ko-Ass juga harus mencari pasien (requirement) untuk setiap bagian dimana jumlah kasus ditentukan oleh masing-masing bagian. Evaluasi pada semester ini dilakukan di setiap bagian, dan di semester kedua mahasiswa mendapat jadwal untuk melakukan Ko-Ass di Rumah Sakit X selama tiga bulan. Mahasiswa Ko-Ass yang telah menyelesaikan semua bagian wajib mengikuti ujian komprehensif. Batas waktu studi semester 1 sampai dengan 3 maksimum 5 semester. (Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan, Program Sarjana, Ekstensi & Profesi 2006/2007, Universitas Padjajaran) Seluruh kegiatan dilakukan di poliklinik dan mereka mulai menangani pasien dan melakukan seminar. Untuk semester 1 mereka melakukan praktek mulai pukul 08.00-16.00 untuk menangani pasien di masing-masing bagian setiap hari/minggu. Diakhir semester mereka harus menyelesaikan laporan setiap kasus dan dokter melakukan evaluasi. Disamping itu juga mereka harus melakukan seminar baik secara individual maupun kelompok tentang ilmuilmu baru di dalam kedokteran gigi dari jurnal-jurnal yang ada. Untuk semester berikutnya, mereka bertugas 1 minggu tiap bagian dan jumlah kasus sudah ditentukan oleh setiap bagian, kecuali untuk Ortodensia dan Periodensia. Contohnya, yaitu bagian oral medicine dengan batas waktu selesai 1,5 bulan dengan jumlah 6 kasus (seminar diskusi materi, seminar jurnal reading, seminar kasus mayor, diskusi dua buah kasus minor dan ujian bagian). Evaluasi dilakukan setiap mahasiswa setelah menyelesaikan 1 kasus. Disamping itu juga mereka tetap harus melakukan seminar.

4 Masalah yang sering dirasakan mahasiswa Ko-Ass adalah mencari dan mempertahankan pasien agar menyelesaikan serangkaian pemeriksaan sampai tuntas. Mereka sering menemukan pasien tapi sering pasien tidak kembali untuk menyelesaikan proses perawatan sehingga mereka harus mencari pasien lagi. Padahal di lain pihak waktu mereka sangat padat, misalnya menentukan waktu diskusi menyelesaikan seminar kelompok, menyesuaikan waktu dengan dokter pembimbing sehingga kadang-kadang mereka merasa putus asa dan tidak yakin diri dapat menyelesaikan Ko-Ass tepat waktu. Padahal dengan tidak tepat waktu membuat biaya semakin bertambah. Berbagai situasi di atas dihayati sebagai situasi yang menekan dalam Ko- Ass. Berdasarkan survey awal pada 20 mahasiswa Ko-Ass, ada 5 mahasiswa (25%) menjadi jarang datang ke rumah sakit, 13 mahasiswa (65%) yang mengurangi kegiatan sosialnya dengan lebih memilih berdiam diri di rumah, 7 mahasiswa (35%) yang menjadi pendiam bahkan tertutup selama proses program profesi, 7 mahasiswa (35%) yang jatuh sakit karena kurang nafsu makan, dan 15 mahasiswa (75%) kurang istirahat dan tidak bisa tidur. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan kemampuan beradaptasi dan berfungsi secara baik (resilience). Resilience merujuk pada seberapa besar kemampuan individu untuk beradaptasi dengan lingkungan dan berfungsi sesuai dengan harapan lingkungan di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Individu yang resilient dapat digambarkan melalui 4 karakteristik yang terdiri dari social competence yaitu mahasiswa Ko-Ass memiliki kemampuan dalam membina hubungan sosial. Kedua adalah problem

5 solving yaitu mahasiswa Ko-Ass memiliki kemampuan menyelesaikan masalah. Aspek yang ketiga adalah autonomy yaitu mahasiswa Ko-Ass memiliki kemampuan untuk mandiri. Aspek yang terakhir adalah sense of purpose yaitu mahasiswa Ko-Ass diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan tujuan (Benard, 2002). Dari hasil wawancara dengan 20 mahasiswa Ko-Ass diperoleh informasi 60% mahasiswa Ko-Ass memiliki kemampuan untuk membina hubungan dengan pasien. Pasien mau menyelesaikan kasus dari proses pemeriksaan sampai proses perawatan, sedangkan 40% pasien tidak bersedia menyelesaikan proses pemeriksaan sampai perawatan. Dalam hal kemampuan menyelesaikan masalah 40% mahasiswa Ko-Ass mencari langsung pasien baru jika pasien lama menghentikan proses perawatan gigi sedangkan 60% mahasiswa Ko-Ass tidak langsung mencari pasien baru dengan alasan tidak memiliki lingkungan sosial yang luas untuk meminta bantuan mencari pasien baru atau alasan kesal karena apa yang direncanakan tidak sesuai harapan yang mengakibatkan mahasiswa tidak datang ke rumah sakit dalam beberapa hari dan mengurung diri dalam kamar kost atau pulang dengan dalih mengunjungi orang tua mereka. Dalam kemampuan untuk mandiri 20% mahasiswa Ko-Ass dapat mengatur waktu menyelesaikan Ko-Ass dan kegiatan sehari-hari di rumah, seperti masih sempat menyelesaikan pekerjaan rumah kemudian melanjutkan menyelesaikan tugas Ko-Ass, sedangkan 80% mahasiswa Ko-Ass tidak mampu mengatur waktu antara

6 menyelesaikan Ko-Ass dan kegiatan sehari-hari dimana waktu yang dihabiskan mahasiswa di rumah hanya mengerjakan tugas Ko-Ass. Dalam hal kemampuan untuk menentukan tujuan diperoleh sebanyak 20% mahasiswa Ko-Ass mampu lulus tepat waktu sedangkan 80% mahasiswa Ko-Ass merasa tidak mampu lulus tepat waktu. Keadaaan diatas merupakan adversity bagi mahasiswa dalam menyelesaikan Ko-Ass, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengetahui derajat resilience pada mahasiswa Ko-Ass. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui sejauhmana derajat resilience pada mahasiswa Ko-Ass Universitas X di kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang resilience pada mahasiswa Ko-Ass Universitas X di kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh derajat resilience, yang dicerminkan melalui social competence, problem solving, autonomy, dan sense of purpose pada mahasiswa Ko-Ass Universitas X di kota Bandung.

7 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis 1. Memberikan informasi untuk bidang psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan mengenai derajat resilience pada mahasiswa Ko-Ass Universitas X di kota Bandung. 2. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai resilience pada mahasiswa Ko-Ass Universitas X di kota Bandung. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi bagi mahasiswa Ko-Ass Universitas X di kota Bandung tentang resilience pada diri sendiri. Diharapkan mereka dapat menyelesaikan Ko-Ass dengan memperhatikan Resilience yang mereka miliki. 2. Memberikan informasi kepada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas X di kota Bandung mengenai resilience pada mahasiswa Ko-Ass untuk membantu mahasiswa yang kesulitan dalam menyelesaikannya. 1.5 Kerangka Pemikiran Mahasiswa Ko-Ass termasuk dalam dewasa awal, biasanya di mulai pada usia 20 sampai 30 tahun. Mahasiswa Ko-Ass harus dapat memenuhi tugastugas perkembangannya yaitu matang secara ekonomi dengan tidak bergantung kepada orang tua dan mandiri dalam membuat keputusan seperti

8 pendidikan, karir, nilai-nilai, keluarga, hubungan, serta tentang gaya hidup (Santrock, 2004). Selain memenuhi tugas perkembangannya mahasiswa Ko- Ass harus menyelesaikan tiap bagian Ko-Ass yakni mencari pasien sesuai dengan kasus yang ditentukan dari setiap bagian materi, melakukan seminar, dan penyuluhan. Hal ini dapat membuat mahasiswa Ko-Ass merasa tertekan karena sering terjadi peristiwa tidak sesuai harapan mahasiswa Ko-Ass dimana pasien tidak bersedia menyelesaikan proses pemeriksaan sampai perawatan, mahasiswa Ko-Ass harus mencari pasien baru jika pasien lama tidak menyelesaikan proses perawatan, mahasiswa Ko-Ass tidak mampu mengatur waktu antara menyelesaikan Ko-Ass dan kegiatan sehari-hari karena waktu yang dihabiskan mahasiswa Ko-Ass di rumah hanya mengerjakan tugas Ko- Ass dan mahasiswa Ko-Ass merasa tidak mampu lulus tepat waktu. Keadaaan diatas merupakan adversity bagi mahasiswa Ko-Ass dalam menyelesaikan Ko- Ass. Di dalam situasi yang penuh tantangan dan halangan bagi mahasiwa Ko- Ass, keluarga merupakan faktor yang penting untuk mendukung mereka agar mampu resilience. Resilience pada mahasiswa Ko-Ass ini tidak terlepas dari protective factors yang meliputi caring relationships, high expectations and opportunities for participation and contribution dari keluarga, rumah sakit dan komunitas (teman diluar rekan profesi) (Benard, 2002). Caring relationships dalam keluarga mahasiswa Ko-Ass berupa adanya hubungan yang dekat antara anggota keluarga, mendapat kasih sayang dan perhatian dari figur orang tua serta anggota keluarga lainnya seperti kakak,

9 adik, nenek. Memiliki rasa saling percaya dan saling mengomunikasikan halhal yang terjadi sehari-hari. Keluarga terlibat dan mendukung dalam pendidikan anak, misalnya bersedia menjadi pasien anak. High expectations-nya dapat ditunjukkan dengan memberi dorongan, motivasi dengan harapan dapat membantu keberhasilan program profesi anak. Disamping itu juga orang tua memberitahukan harapan mereka tentang peran anak di rumah. Pada opportunities for participation and contributionnya, mahasiswa Ko-Ass diikutsertakan oleh orang tua mereka untuk bertanggung jawab yaitu mengerjakan pekerjaan rumah. Rumah Sakit juga merupakan faktor yang penting dalam mendukung mahasiswa Ko-Ass untuk mampu resilience. Lingkungan Rumah Sakit meliputi dokter pembimbing, rekan seprofesi dan Rumah Sakit itu sendiri. Dokter pembimbing yang memberikan perhatian dengan menolong mahasiswa Ko-Ass ketika mengalami kesulitan dalam materi seminar atau ketika menghadapi masalah dengan pasien dan rekan seprofesi. Selain dokter pembimbing, rekan seprofesi di rumah sakit juga ikut merupakan faktor yang memengaruhi mahasiswa Ko-Ass untuk mampu resilience dalam menghadapi situasi yang menekan di rumah sakit. Dari rekan seprofesi berupa dukungan dan motivasi yang positif seperti membantu mencari pasien, memberi masukan yang positif dan membangun bila menghadapi masalah. Pada high expectations-nya berupa peraturan yang jelas dari dokter pembimbing dan rumah sakit, adanya penghargaan dari dokter pembimbing

10 dan pihak rumah sakit bila mahasiswa Ko-Ass mencapai prestasi yang diharapkan rumah sakit. Selain itu juga rumah sakit mampu untuk membangun harapan yang tinggi bagi para mahasiswanya serta ikut mendukung di dalam mengembangkannya, seperti adanya fasilitas yang lengkap, program rumah sakit serta kegiatan yang membantu mengembangkan prestasi para mahasiswanya seperti penyuluhan dan seminar. Pada opportunities for participation and contribution-nya, mahasiswa Ko- Ass diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi seperti bertanya kepada dokter pembimbing, mengemukakan pendapat kepada dokter pembimbing, membuat program untuk bertanggung jawab terhadap kelompok masingmasing. Begitu juga rekan seprofesi ikut mendukung dalam kegiatan positif seperti terlibat dalam seminar dan penyuluhan. Caring relationships dalam komunitas (teman diluar rekan profesi) dapat terlihat dengan adanya perhatian, kepedulian dan dapat diajak bertukar pikiran. High expectations-nya dapat terlihat adanya kepercayaan komunitas (teman diluar rekan profesi) terhadap mahasiswa Ko-Ass hidup sesuai normanorma yang berlaku di masyarakat. Dan pada opportunities for participation and contributionnya, mahasiswa Ko-Ass diikutsertakan oleh komunitas (teman diluar rekan profesi) aktif melakukan hal-hal yang mendukung kepentingan masyarakat banyak. Mahasiswa Ko-Ass yang pengalaman di keluarga, rumah sakit dan komunitas (teman diluar rekan profesi) diperkaya dengan caring relationships,

11 high expectations, dan opportunities and for participation and contribution maka kebutuhan dasar (needs) dalam dirinya ditemukan seperti dicintai (love), rasa memiliki (belonging), dihormati (respect), memiliki kekuasaan (power), mampu menguasai sesuatu (mastery), tertantang (challenge), dan berarti (meaning), rasa aman (safety), kemandirian (autonomy). Ketiga protective factors tersebut (caring relationships, high expectations, autonomy, dan opportunities for participation and contribution) memiliki pengaruh terhadap kebutuhan dasar (needs). Dengan adanya kebutuhan dasar (needs) tersebut (love, belonging, respect, power, mastery, challenge, meaning, safety and autonomy) maka secara alami menampilkan resilience. Bila mahasiswa Ko-Ass menghayati mendapatkan caring relationships, high expectations, dan opportunities for participation and contribution, maka need yang terpenuhi oleh mahasiswa Ko-Ass maka mahasiswa Ko-Ass mampu melakukan social competence, problem solving, autonomy, dan sense of purpose. Dengan kata lain, kemampuan resilience mereka tinggi. Apabila caring relationships, high expectations, dan opportunities for participation and contribution tidak terpenuhi maka mahasiswa Ko-Ass kurang mampu melakukan social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose. Atau, dapat dikatakan kemampuan resilience mahasiswa Ko-Ass rendah. Mahasiswa Ko-Ass yang mendapat dukungan dan perhatian dari orang tua di rumah serta adanya relasi yang hangat di rumah sakit membuat mahasiswa Ko-Ass memiliki aspek social competence tinggi, mereka akan mampu

12 memunculkan perilaku yang mendapat respon positif dari orang lain kepada dirinya, teman dari komunitas (teman diluar rekan profesi) bersedia menjadi pasien untuk proses perawatan gigi setelah mahasiswa Ko-Ass menceritakan kesulitan dalam mencari pasien (responsiveness). Mahasiswa Ko-Ass mampu menyampaikan pendapatnya tanpa menyinggung perasaan orang lain ketika diskusi dengan teman kelompok dalam menyelesaikan tugas seminar (communication). Mahasiswa Ko-Ass bersedia mendengarkan curahan hati rekan seprofesi tentang kesulitan mencari pasien karena merasakan hal yang sama (emphaty and caring), dan mampu meringankan beban rekan seprofesi dengan memberi bantuan mencari pasien (compassion, altruism), serta tidak kecewa ketika pasien tidak menyelesaikan proses perawatan gigi (forgiveness). Mahasiswa Ko-Ass yang memiliki aspek social competence yang rendah mereka kurang mampu menampilkan perilaku yang mendapat respon positif dari orang lain kepada dirinya, seperti pasien tidak melanjutkan proses penyelesaian perawatan gigi (responsiveness), kurang mampu menyatakan pendapatnya tanpa menyinggung perasaan orang lain, seperti cenderung memaksakan pendapatnya saat melakukan diskusi kelompok (communication), menghindar dari rekan seprofesi yang ingin bercerita masalah kesulitan mencari pasien karena merasa setiap orang memiliki masalah masing-masing (emphaty and caring) dan tidak mampu memberikan bantuan kepada rekan seprofesi mencari pasien sesuai kasus yang dibutuhkan

13 juga tidak mampu memahami alasan pasien yang tidak menyelesaikan proses perawatan gigi (compassion, altruism, and forgiveness). Mahasiswa Ko-Ass yang memiliki aspek problem solving tinggi menunjukkan kemampuan membuat jadwal pemeriksaan pasien (planning), dapat melihat alternatif dengan mencari solusi ketika pasien memutuskan proses penyelesaian perawatan gigi maka mahasiswa Ko-Ass langsung mencari pasien baru (flexibility), juga tidak malu meminta bantuan dari orang tua, rumah sakit, rekan seprofesi, dokter pembimbing dan komunitas (teman diluar rekan profesi) jika sedang menghadapi masalah (resourcefulness), dan menyadari mereka memiliki tanggung jawab yang besar selama proses program profesi tersebut (critical thinking and insight). Mahasiswa Ko-Ass yang aspek problem solving rendah, mereka kurang memiliki kemampuan untuk dapat melihat alternatif dalam mencari solusi ketika proses perawatan gigi tidak selesai (flexibility). Mahasiswa Ko-Ass tidak memiliki perencanaan yang baik dalam proses perawatan pasien (planning). Mahasiswa Ko-Ass juga enggan meminta bantuan dari sekitar mereka ketika menghadapi masalah (resourcefulness), dan sulit menerima saran dari senior bagaimana membina hubungan baik dengan sekitar yang mendukung proses kelancaran program profesi mereka (critical thinking and insight). Mahasiswa Ko-Ass yang memiliki aspek autonomy yang tinggi, akan menunjukkan pasti bangga menjalani proses program profesi meskipun

14 banyak halangan dan rintangan (positive identity), mampu mengendalikan pelaksanaan tugas seperti menghadiri seminar (internal locus of control), memiliki keyakinan pasien tidak akan kecewa dengan proses perawatan gigi yang mereka lakukan (self-efficacy and mastery), mampu untuk memilih tetap tinggal di rumah menyelesaikan tugas program profesi meskipun keluarga pergi liburan (adaptive distancing and resistance), mampu tertawa ketika kesulitan menghadapi pasien (humor), dan mampu memandang masalah secara positif dengan tetap antusias menjalani proses program profesi karena menjadi dokter gigi merupakan impian mereka (self-awareness and mindfullness). Mahasiswa Ko-Ass yang aspek autonomy-nya rendah, mereka kurang bertanggung jawab terhadap tugas dan cenderung akan menghindarinya dengan tidak mencari pasien yang baru jika pasien yag lama tidak menyelesaikan proses perawatan gigi (internal locus of control and initiative), kurang mampu mengendalikan pelaksanaan tugas dengan baik karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengurung diri dalam kamar daripada mencari pasien yang baru (adaptive distancing and resistance). Kurang memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan, seperti kurang yakin dapat menyelesaikan proses perawatan gigi dengan pasien yang baru (self efficacy and mastery). Mahasiswa Ko-Ass kurang mampu merefleksikan diri, sehingga mempengaruhi aktivitasnya menjadi kurang optimal, kurang mampu melakukan reframing dalam memandang pengalaman dalam cara yang positif,

15 mahasiswa Ko-Ass merasa pengalaman masa lalu tidak memberikan pelajaran apapun (self-awareness and mindfulness), mahasiswa Ko-Ass juga kurang memiliki rasa humor seperti kurang menyukai apabila ada orang yang bercanda (humor). Aspek sense of purpose yang tinggi ditunjukkan mahasiswa Ko-Ass dengan memiliki kemampuan untuk mempertahankan motivasinya dalam mencapai tujuan serta keinginan untuk sukses menyelesaikan program profesi (goal direction and achievement motivation). Mahasiswa Ko-Ass mampu memanfaatkan hobby untuk menghibur ketika menghadapi kesulitan, seperti pergi nonton film, karaoke dan les tari (special interest, creativity and imagination). Mahasiswa Ko-Ass juga memiliki keyakinan religius bahwa ada Tuhan yang akan selalu ikut membantu dan campur tangan akan masa depannya (faith, spirituality, and sense of meaning) dan mahasiswa Ko-Ass memiliki keyakinan dapat menyelesaikan proses program profesi tepat waktu (optimism and hope). Mahasiswa Ko-Ass yang aspek sense of purpose-nya rendah, mereka kurang dapat mempertahankan motivasi dalam mencapai tujuan serta keinginan untuk sukses ketika mereka mengalami kegagalan (goal direction, and achievement motivation). Mahasiswa Ko-Ass memiliki hobby namun kurang dapat menghibur mereka ketika menghadapi kesulitan (special interest, creativity and imagination). Mahasiswa Ko-Ass juga pesimis terhadap hal-hal yang dilakukan karena merasa tidak yakin akan berhasil ketika melakukan sesuatu (optimism and hope) dan kurang memiliki keyakinan religius pada

16 Tuhan yang akan selalu ikut membantu dan campur tangan akan masa depannya (faith, spirituality, and sense of meaning). Oleh karena itu, mahasiswa Ko-Ass perlu mengembangkan resilience dalam diri mereka sehingga dapat bertahan di tengah situasi yang menekan dalam memenuhi tuntutan di rumah sakit "X" dalam program profesi.

Protective Factors: Caring Relationships High Expectations Opportunities for Participation and Contribution Tinggi Mahasiswa program profesi kedokteran gigi Sulit mencari pasien Sulit bertemu dengan dokter pembimbing Sulit bekerjasama dengan rekan seprofesi Biaya mahal Kebutuhan dasar : Safety Love/ Belonging Respect Autonomy/ power Challenge/ mastery Resilience Aspek resilience : Social competence Problem solving Autonomy Sense of purpose and bright future Rendah Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran 17

18 1.6 Asumsi Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat ditarik sejumlah asumsi sebagai berikut : 1. Mahasiswa Ko-Ass menghayati tuntutan (mencari pasien, diskusi dengan dokter pembimbing, menyelesaikan tugas kelompok dengan rekan seprofesi dan biaya) dalam proses penyelesaian tugas-tugas program profesi sebagai situasi yang menekan. 2. Mahasiswa Ko-Ass membutuhkan resilience agar dapat beradaptasi dalam situasi yang menekan selama proses penyelesaian program profesi kedokteran gigi. 3. Resilience dapat diukur melalui empat aspek, yaitu : social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose. 4. Resilience pada mahasiswa Ko-Ass dipengaruhi oleh protective factor yang meliputi caring relationships, high expectations, and opportunities for participation and contribution dari keluarga, rumah sakit (dokter pembimbing, rekan seprofesi dan rumah sakit sendiri) serta komunitas (teman diluar rekan profesi) 5. Kebutuhan dasar yang terdiri dari safety, love, respect, autonomy, challenge dan meaning mempengaruhi derajat resilience.